Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
لَحَلِيمٌ
penyantun
أَوَّـٰهٞ
penghiba
مُّنِيبٞ
orang yang suka kembali
إِنَّ
sesungguhnya
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
لَحَلِيمٌ
penyantun
أَوَّـٰهٞ
penghiba
مُّنِيبٞ
orang yang suka kembali
Terjemahan
Sesungguhnya Ibrahim benar-benar penyantun, pengiba, lagi suka kembali (kepada Allah).
Tafsir
(Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar penyantun) sangat sabar (lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah) banyak istighfarnya atau ia banyak mengucapkan kalimat innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uuna. Maka Nabi Ibrahim berkata kepada para malaikat itu, "Apakah kalian akan membinasakan suatu kota yang di dalamnya terdapat tiga ratus orang beriman?" Para malaikat menjawab, "Tidak." Ia kembali bertanya, "Apakah kalian akan membinasakan suatu kota yang di dalamnya terdapat dua ratus orang yang beriman?" Para malaikat menjawab, "Tidak." Ia bertanya lagi, "Apakah kalian akan membinasakan suatu kota yang di dalamnya terdapat empat puluh orang yang beriman." Para malaikat menjawab, "Tidak." Ia kembali bertanya, "Apakah kalian akan membinasakan suatu kota yang di dalamnya terdapat empat belas orang yang beriman?" Mereka menjawab, "Tidak." Nabi Ibrahim kembali bertanya, "Bagaimana pendapat kalian jika di dalam sebuah kota terdapat hanya seorang yang beriman?" Mereka menjawab, "Tidak pula." Maka Nabi Ibrahim berkata kepada mereka, "Sesungguhnya di dalam kota tersebut terdapat Nabi Luth." Mereka menjawab, "Kami lebih mengetahui tentang orang-orang beriman yang terdapat di dalamnya.
Tafsir Surat Hud: 74-76
Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Lut. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak. Allah ﷻ menceritakan perihal Ibrahim a.s., bahwa setelah rasa takutnya hilang terhadap para malaikat karena mereka tidak mau menjamah makanandan setelah para malaikat itu menyampaikan berita gembira kepadanya akan kelahiran seorang anak, serta mereka menceritakan kepadanya akan kebinasaan kaum Lut, maka Nabi Ibrahim berkata seperti apa yang diceritakan oleh Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa ketika Jibril bersama teman-temannya datang kepada Nabi Ibrahim, mereka berkata kepadanya: Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk negeri (Sodom) ini. (Al-'Ankabut: 31) Maka Nabi Ibrahim berkata kepada mereka, "Apakah kalian akan menghancurkan suatu kota yang di dalamnya terdapat tiga ratus orang mukmin?" Mereka menjawab, "Tidak." Ibrahim berkata, "Apakah kalian akan membinasakan suatu kota yang didalamnya terdapat dua ratus orang mukmin?" Mereka menjawab, "Tidak." Ibrahim berkata, "Apakah kalian akan menghancurkan suatu kota yang di dalamnya terdapat empat puluh orang mukmin?" Mereka menjawab, "Tidak." Ibrahim berkata, "Tiga puluh orang mukmin?" Mereka menjawab, "Tidak," hingga sampai menyebut lima orang mukmin, dan mereka menjawab, "Tidak." Ibrahim bertanya, "Bagaimanakah pendapat kalian jika di dalamnya terdapat seorang lelaki muslim, apakah kalian akan menghancurkan merekajuga?" Mereka menjawab, "Tidak." Maka pada saat itu juga Ibrahim berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: "Sesungguhnya di kota itu ada Lut.
Para malaikat berkata, "Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya. (Al-'Ankabut: 32), hingga akhir ayat. Maka Ibrahim diam tidak membantah mereka dan hatinya tenang. Qatadah dan lain-lainnya telah mengatakan hal yang semisal dengan pendapat di atas. Ibnu Ishaq menambahkan, "Bagaimanakah pendapat kalian jika di dalam kota itu terdapat seorang yang mukmin?" Mereka menjawab, "Tidak".
Ibrahim berkata, "Jika di dalam kota itu terdapat Lut, berarti dia dapat menolak azab dari mereka." Para malaikat itu berkata: Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. (Al-'Ankabut: 32), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. (Hud: 75) Ayat ini memuji Nabi Ibrahim karena sifat-sifat baik yang dimilikinya. Tafsir mengenainya telah disebutkan jauh sebelum ini.
Firman Allah ﷻ: Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu. (Hud: 76), hingga akhir ayat. Yakni sesungguhnya ketetapan Allah telah dilangsungkan terhadap mereka, ketentuan perintah Tuhan telah berhak mereka terima untuk kebinasaan mereka, dan azab-Nya yang tidak dapat ditolak dari kaum yang berdosa."
Diskusi Nabi Ibrahim dengan Malaikat itu didorong oleh rasa santun dan ibanya kepada manusia. Dan sesungguhnya Nabi Ibrahim adalah
sosok orang yang benar-benar penyantun, yakni penyabar dan tidak tergesa-gesa dalam bertindak. Karenanya ia berharap agar azab itu tidak
segera diturunkan kepada kaum Nabi Lut, agar ada kesempatan untuk
mereka bertobat. Nabi Ibrahim pun pengiba lantaran rasa takutnya
ketika menghadap Allah dan munculnya rasa khawatir akan murka Allah dengan menurunkan azab terhadap orang yang berbuat salah,
dan dia suka kembali kepada Allah dengan menyerahkan segala urusan
hanya kepada-Nya. Kemudian para malaikat berkata, Wahai Ibrahim! Tinggalkanlah perbincangan ini, yaitu agar azab kaum Nabi Lut ditunda, karena sungguh,
ketetapan Tuhanmu untuk membinasakan kaum Nabi Lut telah datang.
Dia lebih tahu perihal keadaan mereka, dan mereka itu akan ditimpa
azab yang tidak dapat ditolak oleh siapa pun. Apabila Allah membuat
suatu ketetapan untuk mengazab suatu kaum yang membangkang
terhadap utusan-Nya, maka tidak ada satu pun yang dapat menolak
ketetapan itu.
Demikianlah rasa santun dan kasih sayang seorang nabi terhadap umat manusia, terutama Nabi Ibrahim a.s. yang dalam keadaan gembira dan bahagia ia akan memperoleh keinginan dan idaman hatinya yang telah lama dicita-citakannya, yaitu seorang anak laki-laki bernama Ishak dari istri pertama. Di dalam keadaan demikian, biasanya orang lupa akan segala-galanya, tetapi ia tidak melupakan nasib kaum Luth yang didengarnya bahwa mereka akan dibinasakan dan ia mohon kepada Tuhannya agar mereka diselamatkan dengan mengemukakan alasan dan harapan agar permohonannya itu dikabulkan. Sesungguhnya Nabi Ibrahim memang benar seorang yang penyantun dan menaruh iba (kasihan) terhadap orang yang ditimpa kemalangan dan selalu berserah diri kepada Tuhannya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI IBRAHIM DENGAN UTUSAN-UTUSAN ALLAH
Ayat 69
“Dan sesungguhnya telah datang utusan-utusan Kami kepada Ibrahim dengan berita gembira."
Yang dimaksud dengan utusan-utusan di sini ialah beberapa orang Malaikat Allah datang kepada Nabi Ibrahim untuk menyampaikan sebuah berita yang amat menggembirakan, yaitu bahwasa istrinya yang mandul dan telah tua yang selama ini belum beroleh putra sekarang akan diberi Allah seorang putra laki-laki. Ibrahim sampai kawin lagi dengan Hajac seorang dayang yang dianugerahkan oleh Sarah kepadanya, supaya dia beroleh putra, karena dengan Sarah sendiri sudah berpuluh tahun bersuami-istri tidak juga beroleh anak. Maka dengan Hajar beliau beroleh putra laki-laki, yaitu Isma'il. Namun Sarah masih ingin diberi Allah putra juga. Maka diutus Allahlah malaikat-malaikat lebih rupanya dari dua sebab untuk dipakai lafal jamak, yaitu Ruhul.
“Mereka berkata, ‘Salami'" Artinya, sebaik mereka datang dan berhadapan dengan Ibrahim, langsunglah mereka mengucapkan salam “assalamu'alaikum", maka, “Dia pun menjawab, ‘Salam!" Artinya, ucapan salam dari para utusan itu beliau sambut pula dengan salam. Dan dengan ini terbuktilah bahwasanya sejak zaman dahulu, zaman nabi-nabi dan Rasulullah, ucapan salam, selamat sejahtera, damai dan selamat dan bahagia ini telah terpakai juga.
“Maka tidak berapa lama kemudian, datanglah dia membawa anak sapi dipanggang."
Artinya, tidak berapa lama kemudian setelah tetamu-tetamu itu duduk tenteram di dalam rumah, Ibrahim membawakan makanan yaitu anak sapi panggang atau singgang anak sapi. Memang sampai ke zaman kita sekarang ini pun anak sapi yang masih kecil di bawah usia setahun sangat enak jika dipanggang. Itulah hidangan yang dihidangkan oleh Nabi Ibrahim kepada tetamu itu. Dan tersebut di dalam kitab-kitab tafsir bahwa Nabi Ibrahim itu setelah menetap di Jerusalem, sangatlah kayanya dengan binatang ternak. Dan beliau senang sekali kalau ada tetamu yang akan bersama menghadapi hidangan beliau dan akan muram durja hatinya kalau hidangannya tidak diserati oleh tetamu.
Tetapi ada satu hal yang ganjil pada tetamu-tetamu istimewa ini, yaitu hidangan yang begitu empuk dan enak tidak sampai mereka makan.
Ayat 70
“Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak sampai kepadanya."
Yaitu setelah Nabi Ibrahim menghidangkan anak sapi dipanggang itu terhadap tamu-tamu tersebut, beliau lihat tangan mereka tidak
sampai kepada hidangan itu. Mungkin setelah beliau perhatikan dengan saksama, tangan tamu-tamu lain bentuknya dari tangan-tangan biasa. Barangkali hanya semata-mata kelihatan tubuh pada lahir, tetapi setelah diperhatikan dengan saksama, tangan itu tidaklah menyentuh makanan yang dihidangkan.
Menurut riwayat dari Qadatah, “Menurut adatistiadatorangArabsejakzaman purbakala, bila tamu datang dihidangi makanan, maka dia pun makan. Itu adalah tanda yang baik. Itu adalah pertanda bahwa tamu datang dengan baik dan maksud baik. Tetapi jika mereka tidak mau makan itu adalah tanda yang sangat tidak baik. Mungkin tamu itu musuh atau orang yang akan membahayakan. Keadaan tamu tidak menyentuhkan tangan kepada hidangan itu sangat menjadi perhatian Ibrahim. Ada apa? “Dia pun tercengang terhadap mereka dan terasa takut dari mereka!' Tercengang sebab mereka masuk ke rumah dengan mengucapkan salam dan dia pun telah menyambut salam itu dengan baik; tandanya mereka bukan musuh. Tentu timbul curiga dan timbul ketakutan, berita apakah yang dibawa tamu-tamu ini dan sikap apakah yang akan mereka lakukan. Kekhawatiran itu jelas terbayang pada wajah Nabi Ibrahim.
“Lalu mereka berkata, janganlah takut! Sesungguhnya, kami ini diutus kepada kaum Luth."
Di dalam rangkaian ayat ini kita menemui makna-makna yang mendalam. Utusan-utusan itu dari mulai datang telah mengucapkan salam dan telah dibalas oleh Nabi Ibrahim—sebagai tuan rumah—dengan salam pula. Dengan sikap begini sudah terang bahwa datangnya utusan itu bukanlah sebagai musuh Ibrahim. Tetapi mengapa maka hidangan tidak mereka makan atau tangan mereka tidak menyentuhnya? Ada apa? Pertanyaan itu terbayang di wajah Nabi Ibrahim, meskipun tidak dikatakannya. Sebab itu, utusan-utusan Allah tadi segera menjawab, untuk menghilangkan kekhawatiran Ibrahim bahwa mereka mempunyai suatu tugas lain yang amat penting, yaitu menyelesaikan urusan kaum Nabi Luth, penduduk dari dua buah kampung yang jadi terkenal, yaitu Sadum (Sodom) dan Gamurrah.
Dengan jawaban demikian bertambah mengertilah Nabi Ibrahim bahwa tetamu yang mengakui dirinya utusan ini bukanlah bangsa insan, melainkan malaikat. Mereka hanya singgah sementara saja kepada Ibrahim, akan menyampaikan kabar berita gembira.
Ayat 71
“Dan istrinya sedang berdiri."
Istri itu ialah Sarah yang telah tua. Dia sedang berdiri di ruang tengah, turut menghormati tetamu-tetamu itu."Maka tertawalah dia." Kuranglah pantas seorang perempuan tua tertawa demikian saja, padahal tetamu sedang bertegur sapa dengan suaminya, tidak dengan dirinya sendiri. Ada apa pula?
MenuruttafsirdariIbnuAbbasdan Mujahid dan Ikrimah, Sarah tertawa bukan karena menertawakan tetamunya atau suaminya, tetapi menertawakan dirinya sendiri sebab di saat dia berdiri itu dia merasai hangatnya dari haidnya keluar setelah berpuluh tahun berhenti. Artinya menurut tafsir Ibnu Abbas itu, dapat diambil kesimpulan, kalau orang tua itu telah berhaid kembali, satu hal yang ganjil akan terjadi."Lalu Kamigembirakan dia dengan Ishaq" Di saat itulah Allah memerintahkan kepada malaikat-malaikat utusan itu supaya disampaikan kepada kedua suami-istri itu bahwa mereka akan diberi putra laki-laki. Sarah yang berpuluh-puluh tahun menjadi istri Ibrahim dalam keadaan mandul, akan segera mengandung. Dan disampaikan pula,
“Dan di belakang Ishaq ialah Ya'qub."
Artinya, Ishaq yang akan dikandung itu kelak kemudian hari akan menurunkan keturunan yang besar.
Berita yang disampaikan utusan ini meskipun menggembirakan, ia mencengangkan, terutama bagi Sarah,
Ayat 72
“Dia berkala, ‘Wahai, ganjilnya! Apakah aku akan beranak, padahal aku sudah tua dan ini suamiku pun sudah tua pula.'"
Sarah sebagai istri dari Ibrahim bukanlah tidak percaya bahwa Allah berbuat sekehendak-Nya. Tetapi orang beriman yang bagaimana jua pun akan tetap memandang bahwa ini adalah suatu hal yang ajaib, yang mencengangkan. Sebab itu, dia berkata,
“Sesungguhnya, ini adalah satu hal yang ajaib"
Dia tertawa dengan tiba-tiba tadi karena dengan tiba-tiba merasa darah haidnya keluar, itu pun karena perasaan keajaiban jua. Lalu,
Ayat 73
“Mereka berkata, ‘Apakah engkau menata ajaib dari ketentuan Allah.'"
Artinya, malaikat-malaikat utusan itu menyatakan kepada Sarah bahwa tidaklah layak memandang ajaib apa yang telah ditentukan oleh Allah. Sebab kalau kita suka merenungkan dengan penuh iman, semua perbuatan Allah itu adalah ajaib belaka.
Sebab itu, terimalah ketentuan Allah itu dengan rasa syukur dan terima kasih, tidak usah merasa ajaib, “Moga-moga rahmat AHah dan berkat-Nya atas kamu, wahai ahli rumah ini" Artinya, ucapan salam ketika mereka mulai masuk ke rumah itu hendak membawa berita gembira, sekarang setelah mereka terangkan isi dari berita gembira itu, salam yang tadi mereka sempurnakan lagi dengan iringan harapan kepada Allah, moga-moga seisi rumah Ibrahim dilimpahi rahmat, kasih sayang dan berkah, artinya membawa keten-teraman dan bahagia,
“Sesungguhnya, Dia adalah Maha Terpuji, lagi Maha Karuniawan."
Terpujilah Dia, karena Ibrahim sebagai seorang pemimpin dan pendiri rumah tangga, sejak dari masa kecil telah selalu menyatakan taat setia kepada Allah dan tahan serta tabah walaupun betapa banyaknya ujian yang dia tempuh. Karena Dia dapati Ibrahim menghadapi segala ujian itu, dia pun lulus dengan selamat. Yang terpuji bukanlah Ibrahim karena kelulusannya ini, yang terpuji adalah Allah. Yang karuniawan pun adalah Allah. Karunia-Nya itu tidak ada batasnya. Orang tua usia 85 tahun berbini muda, diberi-Nya putra pertama (Isma'il). Kemudian setelah usianya 100 tahun diberi karunia yang lebih dahsyat lagi, yaitu istri tua usia 80 tahun diberi pula anak laki-laki.
Maka dari rumah tangga Ibrahim yang berbahagia, mendapat rahmat dan berkah itulah turun dua suku bangsa besar, yaitu Bani Isma'il yang terkenal dengan sebutan Arab, dan Bani Israil keturunan Ishaq itu. Rahmat dan berkat ini berkembang terus karena dari dua keturunan inilah datang berpuluh nabi dan rasul serta rasul menutup, Muhammad ﷺ, dari turunan Isma'il.
Kita kaum Muslimin disuruh terus-menerus memperingati rahmat dan berkat yang dianugerahkan Allah kepada Ahlul Bait Ibrahim yang bahagia ini pada tiap-tiap penutup shalat kita, dengan mengucapkan shalawat, dan berkat kepada Muhammad ﷺ dan kaum keluarganya sebagaimana yang dikaruniakan kepada Ibrahim dan kaum keluarganya.
BANTAHAN IBRAHIM TENTANG LUTH
Ayat 74
“Maka tatkala telah tulang dari Ibrahim lasa takut, dan telah sampai kepadanya berita gembira itu"
Mulanya Ibrahim belum merasa apa-apa; datang tetamu dihormati. Tetapi setelah tetamu tidak mau menyentuh hidangannya, timbul tercengang dan timbul takut. Lalu Malaikat menjawab, mulanya kedatangan
mereka bukan ke negeri Ibrahim, melainkan akan menjatuhkan hukuman kepada kaum Luth. Adapun urusan mereka dengan Ibrahim bukanlah hendak membawa ancaman apa-apa, melainkan membawa berita gembira. Setelah disampaikan kepadanya bahwa dia akan dianugerahi putra dari Sarah, takut pun hilang. Tetapi urusan kaum Luth itu masih menjadi perhatiannya. Sebab itu, datanglah lanjutan ayat,
“Dia pun membantah Kami tentang kaum Luth."
Yujadilu kita artikan membantah. Kita insaf bahwa arti ini kurang tepat sebab kalimat jaadala, yujaadilu, mujaadalatan bisa juga diartikan mengemukakan pikiran dan bandingan, sedangkan membantah bisa juga diartikan tidak sesuai, tidak setuju. Padahal Ibrahim bukanlah tidak menyetujui kehendak Allah. Dia cuma ingin bertanya untuk menghilangkan suatu kemusykilan dalam hatinya sendiri. Kemusykilan itu dapat kita lihat dalam surah al-'Ankabuut: 22. Ketika malaikat utusan itu menyatakan bahwa mereka hendak membinasakan negeri Sadum dan Gamurrah itu Ibrahim menyatakan rasa hatinya, “Di negeri itu ada Luth." Utusan-utusan itu menjawab, “Kami lebih tahu siapa yang ada di dalamnya. Kami akan menyelamatkannya serta keluarganya kecuali istrinya." Di dalam surah adz-Dzaariatayat35—36 sudah dinyatakan penyelesaiannya, yaitu orang-orang yang beriman dikeluarkan dari negeri itu dengan selamat, sedangkan rumah tangga yang beriman itu atau tegasnya yang benar-benar Islam terdapat hanya satu saja, yaitu rumah tangga Luth.
Dengan jalan menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an pula atau pencari rahasia sesuatu ayat dengan menilik hubungannya dengan ayat lain, terlepaslah kita dari meng-agak-agak atau tafsiran Israiliyat.
Satu tafsiran dari Qatadah tentang bantahan Nabi Ibrahim itu ialah, “Jika di negeri itu ada lima puluh orang beriman, apakah akan dibinasakan juga?" Utusan itu menjawab, “Kalau ada lima puluh Mukmin, negeri itu tidak dirusakkan." “Bagaimana kalau empat puluh?" tanya Ibrahim pula. Mereka menjawab, “Kalau ada empat puluh, tidak akan dirusakkan." “Bagaimana kalau ada tiga puluh?" Mereka menjawab, “Ada tiga puluh pun tidak akan dihancurkan!" “Bagaimana kalau ada dua puluh orang?" Mereka jawab, “Ada dua puluh pun tidak akan dihancurkan negeri itu." Ibrahim bertanya lagi, “Bagaimana kalau ada sepuluh Mukmin?" Mereka jawab, ‘Ada sepuluh pun tidak akan dirusakkan." Ternyata yang beriman itu masih kurang dari sepuluh orang. Semua yang beriman yang kurang dari sepuluh orang itu adalah anak-anak Luth belaka, sedangkan istrinya sendiri tidak masuk. Semuanya diselamatkan bersama Luth.
Untuk menambah pengetahuan, penafsiran Qatadah dan Said bin Jubair ini boleh juga kita bandingkan dengan Perjanjian Lama (Kitab Ulangan: 18, 23 sampai 33).
Kemudian disebutkan sifat-sifat Nabi Ibrahim, mengapa dia menyatakan bantahan atau bandingan atas maksud utusan-utusan Allah itu. Allah berfirman tentang diri Ibrahim,
Ayat 75
“Sesungguhnya, Ibnahim itu adalah seorang yang penyabar."
Kita ambil arti dari sifat haliim, yaitu orang yang tidak lekas marah dan dapat menahan kemarahannya itu dan tenang sikapnya. Pengiba, iba kasihan melihat orang yang sengsara, kita ambil sebagai arti dari kalimat awwaahun yang berasal dari ungkapan apabila orang mengeluh tidak sampai hati melihat orang dapat susah."Suka kembali." Kita ambil arti dari kalimat murtiib, yaitu orang yang di dalam sikap hidupnya selalu mengembalikan urusannya kepada Allah, yang sadar bahwa sejauh-jauhnya berjalan dalam kehidupan ini, namun semua langkah itu akan kembali kepada Allah juga (itulah arti dari ayat 75).
Digambarkanlah di dalam ketiga kalimat itu sifat-sifat sejati dari Nabi Ibrahim, yang menyebabkan memang patutlah dia diangkat Allah menjadi rasul-Nya. Dia adalah seorang yang haliim, sangat penyabar, tidak lekas marah. Sifat ini menunjukkan ketetapan hati. Dia adalah seorang yang awwaah, pengiba kasihan melihat orang susah. Kalau dapat, janganlah ada orangyangditimpa bahaya. Maka ketika utusan-utusan itu menyatakan maksud kedatangan mereka hendak membinasakan kaum Luth di negeri Sadum itu, yang teringat lebih dahulu oleh Nabi Ibrahim ialah anak saudaranya atau kemenakannya, Luth. Beliau kasihan kalau-kalau Luth turut tertimpa bahaya dan dia meminta kepada malaikat kalau-kalau orang yang kafir itu tidak banyak, janganlah negeri itu dihukum. Dan kalau ada orang yang beriman walaupun hanya sepuluh orang, janganlah negeri itu dihancurkan karena beliau kasihan kalau-kalau malapetaka menimpa mereka. Tetapi sayang sekali, se-puluh orang pun tidak cukup yang beriman itu atau hanya satu rumah tangga saja, yaitu rumah tangga Nabi Luth itu sendiri. Kemudian tersebut sifatnya yang ketiga, yaitu bahwa dia adalah muniib, yaitu bagaimana sabar beliau dan bagaimanapun belas kasihannya kepada orang yang akan dihukum, namun semua urusan dikembalikannya kepada Allah jua.
Sebab itu, lanjutan ayat ialah jawaban terakhir dari utusan-utusan tersebut,
Ayat 76
“Wahai, Ibrahim! Berpalinglah dari ini."
Artinya, tidak usah kita membicarakan soal itu lagi, yang engkau persoalkan karena engkau sangat penyabar dan sangat berbelas kasihan kepada orang lain, “Karena sesungguhmu telah datang ketentuan Allahmu." Maka jika ketentuan Allah itu telah datang, tidak ada jalan lain lagi, engkau niscaya akan kembaii (muniib) atau tunduk kepada keputusan itn. Keputusan yang tegas itu dijelaskan,
“Dan sesungguhnyalah akan mengenai kepada mereka suatu adzab yang tidak dapat ditolak."
Maka sebagai seorang rasul yang menjadi kunci sifat penyabar dan penyedih, pengiba, dan pengasih, dan sebagai seorang yang selalu mengembalikan urusan kepada Allah, hendaklah dia menerima keputusan itu, tidak usah dibantah lagi.
Mendengar keterangan yang sejelas itu, Ibrahim pun tunduklah dan kembali kepada hukum yang telah diputuskan Allah. Dan utusan-utusan itu pun berangkat, pergi me-lanjutkan tugasnya.
Kita gali-gali rahasia tiap ayat menurut kadar pengetahuan dan pengalaman yang ada pada kita, maka seakan-akan tampaklah di mata kita pribadi dari ayah atau nenek nabi-nabi dan rasul-rasul Allah yang besar itu, Ibrahim. Dia seorang yang lemah lembut, tetapi sangat keras pada pendirian. Dalam sifat yang lemah lembut itu, di waktu kecilnya, dia berani menghancurkan berhala-berhala yang disembah orang. Dan di waktu disuruh melompati unggun api, dengan tenang dia melangkah menuju api unggun yang besar itu.
Dan ketika Malaikat Jibril datang, di saat yang sangat gawat itu, menanyakan apakah dia memerlukan suatu pertolongan, dia jawab pula dengan tenang, “Kalau kepada engkau, tidak!"
Patutlah Allah memberi gelar kehormatan tertinggi “Khalil Allah". Artinya, orang yang sudah sangat dekat hubungannya dengan Allah sehingga Allah membahasakannya sebagai “ sahabat-Nya".