Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Saleh) berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
أَرَءَيۡتُمۡ
bagaimana pikiranmu
إِن
jika
كُنتُ
aku adalah
عَلَىٰ
atas
بَيِّنَةٖ
bukti yang nyata
مِّن
dari
رَّبِّي
Tuhanku
وَءَاتَىٰنِي
dan Dia memberi aku
مِنۡهُ
daripadaNya
رَحۡمَةٗ
rahmat
فَمَن
maka siapa
يَنصُرُنِي
menolongku
مِنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
إِنۡ
jika
عَصَيۡتُهُۥۖ
aku mendurhakaiNya
فَمَا
maka tidak
تَزِيدُونَنِي
kamu menambah kepadaku
غَيۡرَ
selain
تَخۡسِيرٖ
kerugian
قَالَ
(Saleh) berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
أَرَءَيۡتُمۡ
bagaimana pikiranmu
إِن
jika
كُنتُ
aku adalah
عَلَىٰ
atas
بَيِّنَةٖ
bukti yang nyata
مِّن
dari
رَّبِّي
Tuhanku
وَءَاتَىٰنِي
dan Dia memberi aku
مِنۡهُ
daripadaNya
رَحۡمَةٗ
rahmat
فَمَن
maka siapa
يَنصُرُنِي
menolongku
مِنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
إِنۡ
jika
عَصَيۡتُهُۥۖ
aku mendurhakaiNya
فَمَا
maka tidak
تَزِيدُونَنِي
kamu menambah kepadaku
غَيۡرَ
selain
تَخۡسِيرٖ
kerugian
Terjemahan
Dia (Saleh) berkata, “Wahai kaumku, jelaskan pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan Dia memberikan kepadaku rahmat (kenabian). Siapa yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mendurhakai-Nya? Kamu tidak akan pernah menambah apa pun untukku selain kerugian.
Tafsir
(Saleh berkata, "Hai kaumku! Bagaimana pikiran kalian jika aku mempunyai bukti) bukti yang jelas (dari Rabbku dan diberi-Nya aku rahmat daripada-Nya?) kenabian (Maka siapakah yang akan menolong aku) yang dapat memelihara diriku (dari Allah) maksudnya dari azab-Nya (jika aku mendurhakai-Nya. Sebab itu kalian tidak menambah apa pun kepadaku) dengan perintah kalian yang menyuruhku untuk melakukan hal tersebut (selain daripada kerugian.") penyesatan.
Tafsir Surat Hud: 62-63
Kaum Samud berkata, "Hai Shalih, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? Dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami."
Shalih berkata, "Hai kaumku, bagaimana pendapat kalian jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan diberi-Nya aku rahmat dari-Nya, maka siapakah yang akan menolong aku dari (azab) Allah jika aku mendurhakai-Nya. Sebab itu, kalian tidak menambah apa pun kepadaku selain dari kerugian.
Ayat 62
Allah ﷻ menceritakan pembicaraan antara Nabi Shalih a.s. dan kaumnya, serta keadaan kaumnya yang bodoh lagi ingkar karena mereka mengatakan:
“Sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan.” (Hud: 62)
Kami mengharapkan pendapatmu sebelum kamu mengatakan apa yang telah kamu katakan itu.
“Apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami?” (Hud: 62) dan tradisi yang biasa dilakukan oleh para pendahulu kami.
“Dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami.” (Hud: 62)
Yakni sangat meragukan seruanmu itu.
Ayat 63
“Shalih berkata, ‘Hai kaumku, bagaimana pendapat kalian jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku’.” (Hud: 63)
Maksudnya, bukti yang meyakinkan dan tanda yang pasti yang membenarkan apa yang aku sampaikan kepada kalian ini.
“Dan diberi-Nya aku rahmat dari-Nya maka siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mendurhakai-Nya.” (Hud: 63)
Dan aku tinggalkan seruanku kepada kalian yang mengajak kepada kebenaran dan menyembah Allah semata. Seandainya aku meninggalkan hal tersebut, pastilah kalian tidak dapat memberikan manfaat apa pun kepadaku dan “tidak dapat memberikan tambahan kepadaku selain dari kerugian.” (Hud: 63) Yakni kerugian yang nyata.
Mendengar jawaban dan sikap kaumnya, dia'Nabi saleh'berkata,
Wahai kaumku! Terangkanlah kepadaku bagaimana sikap kamu jika
aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku berupa mukjizat yang dianugerahkan Allah sebagai bukti kerasulanku dan diberi-Nya aku rahmat
dari-Nya, berupa pengetahuan, hidayah atau potensi yang bukan lahir
dari kemampuanku' maka siapa yang akan menolongku dari azab Allah
jika aku mendurhakai-Nya, dengan mengikuti keinginan kamu, tetap
mempertahankan tradisi sesat para leluhur' Jika aku mengikuti keinginanmu, maka kamu hanya akan menambah kerugian kepadaku, karena kamu telah menyesatkanku, agar aku mengabaikan rahmat yang dianugerahkan Allah padaku, sehingga Allah murka terhadap diriku. Setelah dijelaskan tentang ajakan Nabi Saleh kepada kaumnya agar
tidak menyembah selain Allah, serta tanggapan mereka terhadap ajakan
tersebut, maka pada ayat ini dijelaskan tentang bukti kekuasaan Allah
berupa mukjizat yang diberikan kepada Nabi Saleh yaitu seekor unta.
Dan ketika mukjizat itu datang kepadanya, Nabi Saleh berkata, Wahai
kaumku! Inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat untukmu karena
kamu menuntut agar dibuatkan seekor unta betina dari batu karang,
sebagaimana kemampuan kamu memahat gunung menjadi relief
yang indah bagaikan sesuatu yang benar-benar hidup (Lihat: Surah alA'ra'f/7: 74 dan asy-Syu'ara'/26: 149). Mendengar tantangan tersebut,
Allah segera mendatangkan seekor unta betina yang keluar dari sebongkah batu besar. Unta yang diciptakan Allah sebagai mukjizat itu
benar-benar hidup, ia memiliki bulu yang tebal, bisa mengandung dan
melahirkan, makan dan minum'layaknya makhluk hidup'bahkan
unta itu bisa memberikan minum kepada seluruh penduduk dari air
susunya. Oleh sebab itu, biarkanlah dia makan di bumi Allah dan minum
dari air sumur yang tersedia, sebagai hak yang harus dipenuhi untuk dia (Lihat: Surah asy-Syu'ara/26: 155 dan al-Qamar/54: 27-28). Dan
janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun seperti menyakiti atau membunuhnya yang akan menyebabkan kamu segera ditimpa
azab dalam waktu dekat.
Nabi Saleh a.s. menjawab tuduhan dan tantangan kaumnya itu dengan menyatakan bahwa seruannya itu adalah seruan yang benar untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka sendiri, jika mereka mau memikirkan dan mempertimbangkannya. Nabi Saleh meminta mereka mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya, jika ternyata ia yang benar dan dapat mengemuka-kan bukti-bukti dari Tuhan atas kebenaran seruan itu. Apakah mungkin ia mendurhakai-Nya dan enggan menyampaikan seruan ini kepada kaumnya. Siapakah yang dapat menolong jika Allah membinasakannya karena kedurhakaan itu? Ia harus menyampaikan kebenaran ini dan menjelaskan kepada mereka bahwa sembahan-sembahan dan berhala-berhala itu, tidak dapat menolong mereka sedikit pun. Oleh karena itu, sembahlah Allah yang menciptakan mereka dan memberi nikmat dan karunia kepada mereka sehingga mereka dapat hidup senang di muka bumi ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI SHALIH DAN KAUM TSAMUD
Di dalam hitungan sejarah, sebagaimana juga kaum ‘Ad, maka kaum Tsamud ini dihitung sebagai suku-suku Arab yang telah punah, tak ada lagi. Yang bersua hanya bekas-bekasnya.
Ayat 61
“Dan kepada Tsamud."
Telah diutus pula, “saudara mereka Shalih" Artinya, Nabi Shalih diutus Allah menjadi rasul kepada kaum Tsamud itu bukanlah dia orang yang didatangkan dari luar, melainkan putra dari kabilah Tsamud itu sendiri. Sebab itu, yang didatanginya ialah saudaranya sendiri. Sebagaimana juga sekalian nabi yang diutus Allah, maka seruan yang disampaikan Shalih kepada kaumnya itu sama juga dengan yang disampaikan oleh nabi-nabi yang lain.
“Dia berkata, ‘Hai, kaumku! Sembahlah olehmu akan Allah, tidaklah ada bagi kamu Allah selain bia!" Hanya Allah sajalah yang patut kamu sembah, karena selain dari Dia tidak ada Allah. Persembahan kepada berhala atau barang pujaan yang lain tidaklah benar, bahkan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebab yang lain itu tidak ada yang berkuasa, melainkan khayal pikiran kamu sajalah yang membikinnya."Dialahyang telah menciptakan kamu dari bumi!' Bukanlah berhala atau patung atau makhluk yang lain itu yang menciptakan kamu dari tidak ada kepada ada, melainkan Allah itulah yang menciptakan kamu dari bumi. Nenek moyangmu Nabi Adam itu digeligakan dari tanah. Kemudian turun-turunan beliau, kita ini, keluar dari saringan darah, yaitu mani laki-laki dan mani perempuan bercampur jadi satu, tersimpan di dalam rahim perempuan, 40 hari bernama nuthfah, 40 hari lagi bernama ‘alaqah dan 40 hari pula bernama mudhghah, kemudian berangsur bertubuh, berlengkap dengan daging, tulang, dan darah. Dan semuanya itu terjadi dari bumi jua adanya. Sebagaimana kita ketahui, di dalam tumbuh-tumbuhan di bumi ini tersimpan kalori, vitamin berbagai ragam, mineral, dan hormon. Ahli-ahli gizi, yaitu bahan makanan, semua sudah sependapat bahwasanya seluruhnya itu adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan, dari zat besi, zat tembaga, zat putih telur, dan sebagainya, yang semuanya itu dari bumi. Lantaran itu, dapat kita simpulkan bahwa bukan Nabi Adam saja yang langsung dijadikan dari tanah, bahkan kita anak-cucu Adam ini pun tidaklah akan lahir jadi manusia kalau bahannya tidak dari bumi juga.
Lalu selanjutnya Nabi Shalih berkata, “Dan (Dia) meramaikan kamu di dalamnya" Subur makmur muka bumi ini, dengan serba lengkap serba cukup bahan makanan, dan ramailah manusia menjadi penghuninya.
Di dalam ayat ini bertemu kalimat was-ta'marakum lalu kita maknakan dengan meramaikan kamu. Dan kata ista'marakum, inilah berpecahan menjadi makmur, apabila bumi subur dan makanan cukup, manusia pun hidup dengan sentosa mencari rezeki dan berketurunan.
Sebagai kita ketahui di atas tadi, kaum Tsamud telah hidup dengan makmur di tanah kediaman mereka, di negeri al-Hijr, di antara Syam dengan Hejaz. Banyak sekali bukti bertemu sampai sekarang, baik di dalam isyarat Al-Qur'an maupun hasil penyelidikan purbakala (arkeologi) bahwa tanah-tanah yang sekarang telah tandus, padang pasir Sahara, bertemu bekas-bekas kemakmuran zaman lampau. Inilah yang diperingatkan oleh Nabi Shalih kepada kaumnya agar mereka mensyukuri nikmat kemakmuran yang telah diberikan Allah kepada mereka. Pintu syukur yang pertama ialah sadar kembali bahwa-sanya mempersekutukan yang lain dengan Allah adalah satu dosa yang paling besar. Sebab itu, berkatalah Shalih selanjutnya, “Maka mohonkanlah ampun kepada-Nya." Meminta ampun kepada Allah sesudah menyadari bahwa langkah sudah salah. Allah yang menganugerahi kemakmuran, lalu yang lain yang disembah."Kemudian itu tobatlah kepada-Nya."
Di sini terdapat dua tingkat kesadaran diri akan kesalahan. Mulanya sadar bahwa perbuatan itu memang salah lalu memohon ampun. Tetapi yang dimintakan ampun adalah kesalahan cabang saja. Mohon ampun dari kesalahan yang cabang belumlah berarti, sebelum sikap jiwa itu diubah sama sekali. Timbul berbagai kesalahan ialah karena pokok utamanya telah terlanggar, yaitu mempersekutukan yang lain dengan Allah. Kesalahan yang ini tidaklah cukup dengan minta ampun saja, bahkan mesti minta tobat. Sebab syirikadalahurat-tunggangdari sekalian dosa. Tobat artinya kembali, yaitu kembali kepada jalan yang benar. Pepatah Melayu “sesat di ujung tali, kembali ke pangkal tali". Apabila telah memohon ampun dan bertobat, besar harapan bahwa Allah akan melimpah-karuniakan ampun dan kasih, “Sesungguhnya, Allahku itu adalah sangat dekat!' Oleh sebab Allah itu sangat dekat dari hamba-Nya, maka didengar-Nyalah segala permohonan ampun dan permohonan tobat daripada hamba-Nya,
“Lagi memperkenankan."
Artinya, karena Dia dekat dari hambanya dan didengar-Nya segala permohonan mereka itu, maka segala permohonan yang timbul dari hati yang tulus ikhlas dan insaf akan kelalaian dan kealpaan diri, niscaya permohonan itu akan Dia kabulkan.
Tetapi sambutan kaumnya sangatlah jauh dari yang diharapkan oleh Nabi Shalih, padahal seruan Nabi Shalih itu benar-benar timbul dari hati yang belas kasihan.
Ayat 62
“Mereka berkata, ‘Hai, Shalih! Sesungguhnya, adalah engkau di antara kita, orang yang sangat diharapkan sebelum Ini."
Artinya, sikapmu sudah sangat berubah sekarang ini. Perubahan sikap ini tidak kami duga-duga selama ini. Padahal selama ini engkau adalah orang yang sangat kami harap akan menjadi pembela pusaka kepercayaan nenek moyang kita,"Apakah engkau melarang kami menyembah apa yang disembah oleh nenek moyang kita?" Adakah patut, engkau, yang kami harapkan untuk mempertahankan dan membela ajaran nenek moyang, sekarang menentangnya?
“Sesungguhnya, kami syah atas apa yang engkau serukan kami kepadanya itu, lagi sangat ragu."
Dalam tingkat pertama mereka menyatakan rasa heran karena Shalih yang mereka harapkan untuk mempertahankan agama nenek moyang, sekarang jadi berubah. Ini mem-buktikan bahwa mereka mengakui sendiri bahwa Shalih bukan sembarang orang, bahwa Shalih adalah seorang terkemuka yang sangat diharapkan. Memang demikianlah adanya nabi-nabi dan rasul-rasul Allah.
Bersamaanlah rupanya anggapan orang kepada Nabi Shalih sebelum beliau menyatakan diri menjadi Rasulullah dengan anggapan orang Quraisy kepada Nabi Muhammad ﷺ Beliau sampai diberi gelar “al-amin" (orang yang dipercaya atau setiawan), lama sebelum beliau menyatakan diri menjadi Rasulullah, karena beliau memang seorang yang jujur dan tidak mementingkan diri sendiri.
Kemudian mereka menyatakan bahwa mereka syak, mereka sangat ragu akan kebenaran seruan itu. Artinya, mereka tidak mau menerimanya sebab sudah biasa memegang teguh apa yang diterima dari nenek moyang, dengan tidak perlu lagi menilai benar atau salahnya. Dan mereka pun menyatakan ragu pula, benarkah Shalih itu utusan dari Allah?
Sanggah yang demikian disambut oleh Shalih,
Ayat 63
“Dia berkata, ‘Hai, kaumku! Bagaimana pendapatmu jika aku benar membawa ketenangan dari Allahku.
Bagaimana kalau seruan yang aku bawa ini cukup kuat dan cukup alasan sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan menurut pikiran yang sehat? “Dan Dia beri-kan kepadaku rahmat?" Yaitu Rahmat perbantuan yang istimewa sehingga apa yang aku cita-citakan ini berhasil? “Maka siapakah yang akan menolongku dari (murka) Allah jika aku mendurhaka kepada-Nya." Niscaya murkalah Allah kepadaku jika aku berhenti dari tugas ini hanya karena segan-menyegan atau karena takut kepada kamu. Padahal Allah mengutus aku ialah buat kamu? Apakah tugas yang dipikulkan Allah kepadaku ini aku hentikan saja karena aku enggan bercerai dengan kamu? Lalu aku kerjakan sebagaimana yang kamu harapkan dari aku dahulu, untuk membela yang mungkar dan mempertahankan yang salah? Sebab bagi seorang utusan Allah, adalah terpikui empat kewajiban yang sudah kita kenal, yaitu menyampaikan (tabligh), jujur, tidak boleh ada yang disembunyikan (shadiq), dan dapat dipercaya untuk melakukan tugas ini (amanah), dan bijaksana menghadapi kaum yang didatangi (fathanah). Maka Nabi Shalih menyatakan kepada kaumnya, kalau janjinya dengan Allah ini dilanggarnya, dia akan kena murka Allah dan tidak ada siapa pun dari antara kaumnya itu yang akan sanggup membelanya jika kemurkaan itu menimpanya.
“Maka tidaklah yang kamu tambahkan atas diriku, lain dari kerugian."
Artinya, jika aku mundur selangkah dari kewajiban ini karena tenggang-menenggang dengan kamu atau karena takut akan ancam-anmu, niscaya Allah murka kepadaku. Dan jika Allah murka, tentu aku bertambah rugi; rugi yang tidak ada satu kerugian pun di dunia ini yang lebih sengsara dari itu. Rugi, sebab aku telah memungkiri janji dengan Allah. Rugi, sebab aku telah mengkhianati diriku sendiri. Rugi, sebab kasih sayangku kepadamu, sebagai kaumku, tidak dapat aku buktikan dengan sepenuhnya.
Menurut tafsir dari Mujahid dan Atha al-Khurasani, “Tidaklah ada yang kamu tambahkan atas diriku terhadap kamu, lain dari kesesatan belaka." Menurut tafsiran ini, kalau Shalih mundur dari kewajibannya ini, kaumnya tidak akan selamat, malahan akan bertambah rugi dan sesat.
Akhirnya tersebutlah di dalam beberapa tafsir bahwa karena kebijaksanaannya Nabi Shalih menghadapi kaumnya itu, mereka pun bersikap lunak, tetapi mengemukakan syarat bahwa mereka akan mempertimbangkan dakwah Nabi Shalih itu, asal saja Nabi Shalih sanggup mengadakan satu keganjilan, yaitu supaya diadakan satu ekor unta betina yang besar, luar biasa besarnya. Nabi Shalih memohonkan kepada Allah agar usul kaumnya itu dikabulkan. Maka Allah kabulkan permintaan itu, tetapi dengan janji pula bahwa hendaklah air minum unta dan air minum binatang-binatang ternak mereka di pagi hari. Kalau hari ini unta yang minum, besok untuk mereka dan ternak mereka. Dan di hari giliran minum mereka itu, unta tidaklah akan dihalau ke tempat air itu. Setelah persetujuan yang demikian itu, didatangkan oleh Allah unta mukjizat itu di tengah-tengah mereka. Dan dilakukanlah sebagaimana yang dijanjikan kedua belah pihak (tentang minum berganti hari ini lihat di dalam surah asy-Syua'raa': 1S5, surah asy-Syamsu: 13).
Unta perjanjian inilah yang dipesankan Nabi Shalih kepada kaumnya itu,
Ayat 64
“Dan hai kaumku! Ini adalah unta Allah, untuk kamu adalah sebagai tanda."
Apakah kamu akan tegak saja melihat dari jauh? Dia bukan unta sembarang unta. Dia adalah unta yang diciptakan Allah sebagai ayat, sebagai tanda kebesaran Ilahi, datang dan hadir di tengah mereka sebagai suatu keajaiban atau mukjizat. Sebab itu, namanya pun dilainkan dari unta biasa, yaitu unta Allah meskipun segala unta, bahkan segala alam yang diciptakan Allah di dunia ini, semuanya adalah kepunyaan Allah."Maka biarkanlah dia makan di bumi." Sebab di dalam perjanjian itu pun disebutkan bahwa unta Allah itu akan dibiarkan makan seenaknya di padang rumput yang telah ditentukan, dengan tidak mengganggu orang lain atau ternak yang lain. Disebutkan dalam ayat ini unta Allah supaya dibiarkan makan di bumi Allah, supaya nama Allah Yang Mulia itu menjadi dinding atas unta tersebut daripada penganiayaan. Sebab itu, lanjutan ayat jelas berbunyi, “Dan jangan disinggung dia dengan jahat." Di dalam beberapa tafsir telah disebutkan bahwasanya ada golongan yang mencari pasal saja, merasa tidak puas dengan pembagian air, sehari buat unta dan sehari buat ternak mereka, sebab itu bermaksudlah mereka hendak membunuh unta tersebut. Itulah sebabnya, Nabi Shalih memberi peringatan agar unta Allah itu jangan diganggu. Dan kalau kamu ganggu dia,
“Akan menimpa kepada kamu adzab yang dekat."
Nasihat Nabi Shalih yang demikian tidaklah diacuhkan oleh golongan yang jahat itu. Di dalam surah an-Naml (semut) ayat 48 bahwa sembilan orang pemuda yang jahat hendak bermaksud membunuh Nabi Shalih sendiri secara gelap, supaya orang-orang yang percaya kepadanya jangan tahu dan kalau datang pemeriksaan mereka akan pura-pura tidak tahu, namun maksud yang jahat itu tidaklah berhasil karena pada malam mereka hendak melakukan mufakat buruk itu, Nabi Shalih tidak ada dalam negeri, beliau sedang ada urusan di tempat lain. Tetapi karena Nabi Shalih tidak ada, mereka lepaskanlah dendam mereka kepada unta Allah itu. Ketika giliran unta akan minum, mereka tunggu di tempat yang sempit lalu mereka keroyok bersama-sama. Inilah yang diterangkan pada ayat selanjutnya.
Ayat 65
“Maka mereka sembelih dia."
Setelah Nabi Shalih pulang didapatinya unta Allah tidak ada lagi. Sedang sebelum berangkat beliau telah memberi ingat, kalau unta Allah itu diganggu, mestilah datang kepada mereka adzab Allah, dan adzab itu dekat saja, tidak akan berjarak jauh waktunya, seperti disebut di ujung ayat 64 tadi. Lalu beliau peringatkanlah sekali lagi tentang adzab siksaan yang dekat itu,
“Lalu berkatatah dia, ‘Bersenang-senanglah kamu di dalam kampungmu tiga hari. Itu adalah satu janji yang tidak dapat didustakan."
Artinya, janganlah kalian pandang enteng janji itu. Siksaan dan adzab itu akan kalian terima dengan segera dan dia pasti datang, janganlah kalian pandang ini dengan main-main.
Mungkin sekali pada sehari ini mana-mana yang tidak percaya tadi akan tetap memandang enteng janji itu, akan masih berseda gurau dan menyangka tidak apa-apa. Tetapi besoknya sudah mulai ada perubahan yang dahsyat sekali. Di dalam Tafsir Ibnu Katsir, ath-Thabari, al-Qurthubi, dan lain-lain, sebagaimana yang telah kita salinkan juga ketika menafsirkan berita ini dalam surah al-A'raaf, yaitu mereka membunuh unta Allah pada hari Arba'a. Besoknya (hari Kamis) terjadilah suatu hal yang dahsyat. Muka semua orang menjadi kuning dan badan mulai lemah. Hari Jum'at, hari kedua dari janji itu, semua muka orang menjadi merah laksana darah. Besoknya hari Sabtu, semua muka orang menjadi hitam. Dan pada hari Ahad pagi, setelah matahari mulai terbit, kedengaranlah satu suara yang sangat dahsyat, seperti pekik (jerit) manusia. Rebah renaplah semua orang, jatuh tersungkur ke tanah dan mati. Kononnya ada juga yang telah menyediakan kuburnya sejak hari kedua karena sudah mulai mengetahui bahwa apa yang dijanjikan Nabi Shalih itu adalah benar.
Ayat 66
“Maka tatkala datang ketentuan Kami itu."
Habis hari yang tiga itu dan ketika masuk hari yang keempat, datang bunyi suara yang sangat dahsyat menakutkan itu sehingga naik darah orang ke jantung, menyesak napas ke atas dan putus nyawa melayang. “Kami selamatkan Shalih dan orang-orang yang beriman sertanya" Nabi Shalih dan orang-orang yang beriman sajalah yang selamat karena mereka tidak turut memakan daging unta Allah atau unta larangan itu dan tidak turut meminum air pada waktu giliran unta. Mereka diselamatkan oleh Allah, “Dengan Rahmat dari Kami dan dari kehinaan hari itu." Iman mereka kepada Allah dan kepatuhan mereka kepada larangan Allah yang disampaikan Nabi Allah menyebabkan mereka mendapat rahmat, selamat dari bahaya hari adzab yang tiga hari itu. Kalau benar yang disebutkan ahli tafsir bahwa di hari pertama muka kuning, hari kedua muka merah, dan hari ketiga muka hitam, sedangkan orang beriman tidaklah menderita perubahan muka itu karena jiwa mereka tiada menderita sakit, karena tekanan dosa,
“Sesungguhnya, Allah engkau, Dialah Yang Mahakuat, lagi Mahagagah."
Inilah peringatan kepada Nabi kita Muhammad ﷺ sebagai penerima cerita ini langsung dari Allah, untuk beliau beritakan lagi kepada umatnya. Disebutkan di sini bahwa Allah itu bersifat al-Qawiyyu, untuk memperingatkan bagi umat yang datang di belakang, jangan meniru perangai kaum Tsamud, yang merasa diri kuat hingga lupa bahwa Allah Mahakuat, atau merasa diri gagah, rupanya Allah lebih Gagah, sehingga seorang pun di antara mereka tidak ada yang dapat mengelakkan diri dari adzab itu.
Di dalam surah al-A'raaf ayat 78 disebutkan bahwa mereka dibinasakan oleh gempa, sedangkan di sini dibinasakan oleh pekik (jerit) yang dahsyat. Kedua berita ini tidaklah berlawanan apabila kita ingat bahwa sejak ancaman Nabi Shalih kepada mereka, me-nyuruh mereka bersenang-senang dalam kampung halaman mereka tiga hari, sesudah itu tunggulah adzab yang dahsyat itu, sebenarnya mereka sudah ditimpa gempa besar dalam hati. Mereka sudah panik, bingung, camas, takut, goncang, ngeri, apa yang akan terjadi. Untuk merasakan tafsiran ini ingatlah ketika tentara Jepang (1942) mulai menjatuhkan bom-bomnya ke kota-kota Indonesia, semua orang dalam kegoncangan, gempa hebat da-lam masyarakat. Semua orang bingung, lari, mengungsi, tidak tahu lagi apa yang akan dikerjakan.
Ayat 67
“Dan mengenallah atas orang-orang yang zalim itu suatu pekik."
Kedengaran pekik ini menambahkan gempa dan goncang, semua orang sudah menjadi kacau balau karena takut mendengarkannya. Apakah ini pekik Malaikat? Ataukah dia berupa angin yang sangat keras berembus? Ataukah dia gunung merapi meletus, me-mancarkan lahar? Sehingga terjadi bunyi suaranya yang sangat menakutkan dan seram disertai gempa? Semuanya bisa jadi karena Allah Mahakuat dan Allah Mahagagah!
“Maka jadilah mereka binasa di dalam rumah-rumah mereka."
Bergelimpanganlah bangkai, bersung-kuranlah mayat, dan hancurlah negeri itu.
Habislah penduduk negeri Tsamud,
Ayat 68
“Seakan-akan mereka tidak pernah tinggal padanya."
Yaitu setelah penduduk negeri itu musnah, tidak ada lagi sisa manusia yang tinggal, yang sudi meramaikan negeri itu kembali, sebab dia adalah negeri yang dikutuki; rumah-rumah menjadi runtuh, kebun-kebun luas tinggal; yang didapati sampai sekarang ini hanyalah bekas runtuhan negeri saja, di padang pasir yang hanya dilalui kafilah sekali-sekali. Bahkan di dalam peperangan ke Negeri Tabuk, Rasulullah ﷺ pernah lalu di dekat runtuhan negeri itu. Bersua air tergenang, padahal ini sudah berlalu ratusan tahun, namun Rasulullah ﷺ masih melarang sahabat-sahabatnya minum dari air tergenang itu.
Kemudian datangiah ujung ayat, peringatan bagi umat manusia yang akan datang di belakang, buat segala zaman, buat segala kelompok manusia. Firman Allah,
“Ketahuilah! Sungguh Tsamud tidak percaya kepada Allah mereka. Sungguh, kebinasaanlah bagi Tsamud."
Artinya, Tsamud bernasib demikian adalah karena mereka tidak mau percaya kepada kekuasaan Allah, tidak mau menerima seruan Nabi, memandang enteng saja ajakan kepada kebenaran. Mereka langgar perintah Ilahi, bahkan mereka tantang, seakan-akan mereka merasa kuat kuasa, gagah perkasa. Maka begitulah jadinya. Datang kemurkaan Allah menimpa, mereka tidak dapat melepaskan diri.
Boleh juga kita berpikir lain sebagaimana penafsiran kita tentang kejadian itu. Besar sekali kemungkinan bahwa pada daging unta Allah yang tidak boleh diganggu itu sudah disimpan Allah racun yang berbahaya sehingga bekas tekanan penyakit itu menyebabkan wajah barangsiapa yang turut memakannya berubah-ubah dalam tiga hari, dari kuning ke merah dan ke hitam. Di hari yang keempat sampailah waktunya, renap jatuh semua. Dan mungkin juga pada air hari terakhir minuman unta, sudah ada apa-apa yang tidak mereka perhatikan karena kesombongan, tidak memedulikan kekuasaan Allah.
Bagi orang yang beragama, karena didikan rasul-rasul segala kejadian pada alam ini, entah gempa, letusan gunung merapi, entah banjir atau angin puting beliung yang bisa merenggutkan pohon-pohon kayu hingga terbongkar urat-uratnya, atau topan halim-bubu yang dahsyat, atau deru angin yang menakutkan, semuanya itu tidak ada yang kebetulan. Semuanya ada hubungan dengan kehidupan manusia. Untuk siksaan bagi yang durhaka dan untuk ujian bagi yang beriman.