Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِلَىٰ
dan kepada
عَادٍ
kaum 'Ad
أَخَاهُمۡ
saudara mereka
هُودٗاۚ
Hud
قَالَ
ia berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
ٱعۡبُدُواْ
sembahlah
ٱللَّهَ
Allah
مَا
tidak ada
لَكُم
bagi kalian
مِّنۡ
dari
إِلَٰهٍ
Tuhan
غَيۡرُهُۥٓۖ
selain Dia
إِنۡ
tidak lain
أَنتُمۡ
kamu
إِلَّا
hanyalah
مُفۡتَرُونَ
mengada-adakan
وَإِلَىٰ
dan kepada
عَادٍ
kaum 'Ad
أَخَاهُمۡ
saudara mereka
هُودٗاۚ
Hud
قَالَ
ia berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
ٱعۡبُدُواْ
sembahlah
ٱللَّهَ
Allah
مَا
tidak ada
لَكُم
bagi kalian
مِّنۡ
dari
إِلَٰهٍ
Tuhan
غَيۡرُهُۥٓۖ
selain Dia
إِنۡ
tidak lain
أَنتُمۡ
kamu
إِلَّا
hanyalah
مُفۡتَرُونَ
mengada-adakan
Terjemahan
Kepada (kaum) ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada (dengan mempersekutukan Allah).
Tafsir
(Dan) Kami utuskan (kepada kaum Ad saudara mereka) dari kabilah mereka sendiri (Hud. Ia berkata, "Hai kaumku! Sembahlah Allah) artinya esakanlah Allah (sekali-kali tidak ada bagi kalian) huruf min di sini zaidah (Tuhan selain Dia, tiada lain) (kalian) yang dimaksud adalah penyembahan kalian terhadap berhala-berhala itu (hanyalah mengada-adakan saja) kalian berdusta terhadap Allah.
Tafsir Surat Hud: 50-52
Dan kepada kaum Ad (Kami utus) saudara mereka Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagi kalian Tuhan selain Dia. Kalian hanya mengada-adakan saja. Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepada kalian bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kalian memikirkan(nya)? Dan (dia berkata), "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhan kalian lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atas kalian, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatan kalian, dan janganlah kalian berpaling dengan berbuat dosa.
Allah ﷻ telah berfirman, "Dan telah Kami utus, kepada kaum 'Ad saudara mereka Hud. (Hud: 50) untuk memerintahkan mereka agar menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan melarang mereka menyembah berhala-berhala yang mereka ada-adakan dan mereka jadikan nama-namanya sebagai tuhan-tuhan sembahan mereka. Nabi Hud mengatakan pula kepada kaumnya bahwa dia tidak mengharapkan suatu upah pun dari mereka atas nasihat dan penyampaian risalah dari Allah ini, sesungguhnya yang ia harapkan hanyalah pahala Allah belaka yang telah menciptakannya.
Maka tidakkah kalian memikirkan(nya)? (Hud: 51) Yakni memikirkan orang yang menyeru kepada kalian untuk kebaikan dunia dan akhirat kalian tanpa upah sedikit pun. Kemudian Nabi Hud menganjurkan kaumnya untuk beristigfar, karena dengan istigfar itu dosa-dosa yang telah lalu dapat dihapuskan, dan hendaknyalah mereka bertobat dari dosa-dosa tersebut di masa mendatangnya. Barang siapa yang menyandang sifat ini, niscaya Allah akan memudahkan jalan rezekinya dan semua urusannya, dan Allah akan selalu memeliharanya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atas kalian. (Hud: 52; Nuh: 11) Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut: ". Barang siapa yang tetap melakukan istigfar, Allah menjadikan baginya kemudahan dari setiap kesulitan dan dari setiap kesempitan jalan keluarnya, serta Allah memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duganya."
Setelah dipaparkan kisah Nabi Nuh beserta kaumnya dan diakhiri
dengan pernyataan bahwa kesudahan baik akan diraih orang yang
bertakwa, maka pada ayat ini diuraikan tentang kisah Nabi Hud beserta kaumnya, sebagaimana firman Allah, Dan Kami mewahyukan
kepadamu, wahai Nabi Muhammad bahwa kepada kaum 'Ad, Kami
utus saudara mereka seketurunan, yaitu Nabi Hud. Dia berkata, Wahai
kaumku! Sembahlah Allah dan jangan menyembah selain Dia. Dialah
Pencipta seluruh alam seisi-nya, tidak ada tuhan bagimu yang berhak
disembah selain Dia. Dan apa pun yang selama ini kamu sembah, itu
hanyalah mengada-ada karena bukti tentang keesaan dan kekuasaan
Allah sudah jelas. Kemudian Nabi Hud menyampaikan bahwa dakwah yang ia lakukan
adalah tulus tanpa pamrih dengan pernyataannya, Wahai kaumku! Aku
tidak meminta suatu imbalan sedikit pun kepadamu atas seruanku ini.
Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Karena ketika
Allah menciptakanku, pasti Dia telah menyiapkan segala sarana dan
kebutuhanku. Maka jika demikian, tidakkah kamu memikirkan tentang
kebenaran seruanku ini'.
Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah telah mengutus rasul-Nya kepada bangsa ad yang berdiam di sebelah utara Hadramaut di Yaman dan sebelah barat Oman. Rasul Allah itu ialah Hud a.s. yang dipilih Allah dari bangsa ad sendiri, agar lebih mudah menyampaikan dan menanamkan kepercayaan kepada mereka. Menurut sebagian riwayat yang dikutip oleh sebagian mufasir dikatakan bahwa Nabi Hud a.s. adalah orang pertama yang berbahasa Arab dan rasul Allah pertama dari bangsa Arab keturunan Nuh a.s. Pada ayat ini, Allah mempergunakan uslub atau gaya bahasa ijaz yang singkat padat yaitu "kepada kaum ad ada saudara mereka yaitu Hud," maksudnya, "Kami telah utus kepada kaum ad seorang dari mereka yang bernama Hud." Tata bahasa semacam ini banyak dipergunakan dalam Al-Qur'an.
Hud a.s. sebagai rasul Allah, mulai menyeru kaumnya supaya menyembah Allah Yang Maha Esa, tiada tuhan yang lain melainkan Dia. Nabi Hud a.s. melarang mereka menyembah patung-patung dan berhala-berhala, karena perbuatan semacam itu adalah mempersekutukan Tuhan dan mengadakan perkataan bohong dengan menyebutkan bahwa patung-patung dan berhala-berhala yang mereka sembah itu, sebagai penolong yang dapat memberikan manfaat dan menolak mudarat (bahaya). Padahal patung-patung itu dibuat oleh manusia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI HUD DAN KAUM ‘AD
Ayat 50
“Dan kepada Ad, saudara mereka Hud"
Kepada kaum ‘Ad, telah diutus saudara mereka sendiri dan dari kalangan mereka sendiri, yaitu Nabi Hud. Menurut berita sejarah penyelidikan silsilah keturunan bangsa Arab, diterangkan bahwa kaum ‘Ad itu bersama kaum Tsamud adalah suku-suku dari bangsa Arab purbakala yang telah punah. Sebab itu, mereka disebut al-Arab al-Baidah, Arab yang telah habis tidak ada lagi. Disebut juga di samping ‘Ad dan Tsamud itu kaum Jurhum al-Ula (Jurhum Pertama). Kedudukan kaum ‘Ad ini ialah di sekitar Hadhramaut yang sekarang ini. Maka kepada ‘Ad itulah Nabi Hud diutus Allah. “Dia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah olehmu akan Allah, tidak ada bagimu Allah selain Dia. Tidak lain kamu ini!' dengan sebab kamu menyembah berhala dan membuat pula tuhan-tuhan dan atau dewa-dewa yang lain selain Allah,
“Hanyalah orang yang mengada-ada."
Artinya, apabila kamu memperbuat lagi dewa-dewa dan tuhan-tuhan yang lain selain Allah, nyatalah bahwa itu hanya timbul dari khayal belaka, bukan pertimbangan akal yang waras. Itulah yang disebut mengada-ada, menimbulkan yang tidak-tidak, menegakkan sesuatu pikiran yang tidak berdasar. Sebab apabila kamu kembali kepada pikiranmu yang murni, kamu akan sampai kepada satu kesimpulan, yaitu bahwa Yang Mahakuasa dan maha ditakuti itu tidak mungkin lebih dari satu.
Hud kemudian menerangkan lagi bahwasanya kedatangannya menyampaikan seruan suci itu benar-benar timbul dari kewajiban batin yang tidak mengharapkan apa-apa dari mereka,
Ayat 51
“Wahai, kaumku! Tidaklah aku meminta kepada kamu atas (kerjaku) ini akan upah."
Pekerjaan seperti ini, membukakan matamu kepada kebenaran, menunjukkan jalan bagimu menuju Allahmu Yang Maha Esa, tidaklah dapat dinilai dengan harta benda."Tidak ada upahku melainkan dari yang menjadikan daku." Sebab Dialah yang me-merintahkan daku menyampaikan ini kepadamu,
“Apakah tidak kamu plkitkan?"
Dengan bertanya, apakah tidak kamu pikirkan? Nabi Nud telah mengajak kaumnya berpikir dengan tenang. Pikirkan segala kejadian, rezeki dan perlindungan yang diberikan Allah kepada mereka, yang semuanya itu akan menimbulkan keinsafan tentang nilai hidup dan nilai seruan yang dibawa oleh saudara mereka sendiri. Dengan berpikir memakai akal dan pikiran yang jernih, niscaya mereka tidak akan merasa perlu lagi menyembah kepada yang selain Allah lalu tobat kembali kepada Allah.
Ayat 52
“Wahai, kaumku! Mohonlah ampun kepada Allahmu, kemudian tobatlah kamu kepada-Nya, niscaya akan diturunkan-Nya hujan atas kamu dengan lebat."
Dengan demikian, akan suburlah tanahmu dan banyaklah penghasilan dari sawah la-dangmu. Sebab itu, bertambah subur pula kehidupanmu."Dan akan ditambah-Nya untuk kamu kekuatan di atas kekuatan kamu." Artinya, kekuatan yang telah ada akan dilipatgandakan lagi dengan kekuatan yang baru.
“Dan janganlah kamu berpaling," dari jalan yang telah digariskan Allah dan diutus aku menyampaikannya,
“Dalam keadaan berdosa."
Terasa sekali dalam ayat ini seruan yang berisi rayuan bahwasanya perbuatan yang selama ini, menyekutukan yang lain dengan Allah, adalah dosa yang amat besar, yang sekali-kali tidak patut dilakukan oleh kaum ‘Ad, padahal kehidupan mereka telah dimakmurkan oleh Allah dan telah diberi kekuatan. Kalau mereka memohon ampun atas kesalahan itu dan bertobat, yaitu kembali kepada jalan yang benar, kesuburan akan berlipat dan kekuatan akan bertambah, lebih dari yang selama ini. Dosa-dosa yang lama itu dengan sendirinya akan diampuni Allah, dan mereka dapat menempuh jalan yang benar dan terang bersinar dari hidayah Allah. Tetapi kalau mereka berpaling dari seruan itu dan tidak mereka acuhkan, dosa jualah yang akan berlipat ganda menimpa mereka.
Seruan dari Hud, saudara mereka sendiri itu, yang terang dan nyata timbul dari hati yang cinta kisah sayang dari saudara kepada saudaranya, telah mereka sambut dengan cara yang tidak layak,
Ayat 53
“Mereka berkata, ‘Wahai, Hud! Tidaklah eng kau datang kepada kami dengan ketenangan.'"
Artinya, kami tidak mau menerimanya karena tidak ada bukti bahwa Allah itu Esa adanya.
“Dan tidaklah kami akan meninggalkan tuhan-tuhan kami karena kata-kata engkau itu, dan tidaklah kami terhadap engkau akan percaya."
Kami akan tetap setia mempertahankan berhala-berhala kami karena segala kete-ranganmu itu tidak ada yang masuk ke dalam hati kami; kami tidak mau menukar pusaka nenek moyang dengan ajaran yang engkau bawa. Kami tidak percaya kepada engkau.
Tegasnya, kami tidak percaya kepada engkau karena pada anggapan kami engkau ini telah rusak, engkau telah kena tulah, kena sumpah kutuk dari dewa-dewa dan tuhan-tuhan kami,
Ayat 54
“Tidak ada kata kami, hanyalah bahwa telah mengganggu akan engkau sebagian dari tuhan-tuhan kami dengan buruk"
Karena engkau selalu memaki dan mengejek tuhan-tuhan kami ini, akhirnya beliau-beliau itu murka kepada engkau lalu engkau ditegurnya dengan tuah dan kesaktiannya hingga engkau menjadi kena kualat. Kenasuu', jadi setengah gila.
Begitulah kacau balaunya pemikiran orang yang musyrik itu di segala zaman. Kalau kita
mencela orang-orang yang menyembah yang selain Allah, misalnya memuja kubur, mengasapi keris dengan kemenyan di malam Jum'at, kita yang menegurlah yang diancamnya akan kena kualat dari kubur dan keris itu. Apatah lagi kalau sesudah mencela kemusyrikan itu kita jatuh sakit karena masuk angin misalnya, mereka pun berkata, “Coba lihat! Dia itu sudah kena tulah atau kutuk dari kubur tuan syekh atau dari keris pusaka." Tetapi kalau pikiran mereka sendiri jadi kacau dan mereka diperbodoh oleh saudagar-saudagar kubur, sehingga diperas uangnya, tidaklah mereka sadari.
Perkataan mereka yang bodoh itu, yang menuduh Nabi Hud telah dibuat jadi gila oleh setengah dari berhala mereka, telah dijawab oleh Nabi Hud, “Dia berkata, ‘Sesungguhnya, aku bersaksikan Allah dan saksikanlah olehmu.'" Nabi Hud telah yakin bahwa dia adalah di pihak yang benar dan dia telah yakin bahwa pegangannya hanya satu, yaitu Allah, dan Allah itu pula yang mengutusnya menyampaikan kebenaran kepada kaumnya. Sebab itu, ketika dia hendak menyatakan pendiriannya yang tegas, Allah-lah yang dijadikannya saksi. Lalu disuruhnya pula kaumnya itu menyaksikan dan mendengarkan bersama-sama,
“Bahwa aku bebas dari apa yang kamu sekutukan itu."
Dengan kata demikianlah beliau tangkis persangkaan kaumnya bahwa dia sudah mendapat sakit otak karena kena keparat, kena tulah dari sebagian tuhan mereka. Bahkan beliau tegaskan bahwa sedikit pun tidak ada kepercayaan kepada tuhan-tuhan dan dewa-dewa yang mereka sembah itu, dan sedikit pun tidak ada pengaruh benda-benda yang dituhankan itu atas dirinya.
Ayat 55
“Selain dari Dia."
Artinya, segala berhala, patung, pujaan, candi, dan berbagai macam itu, entah berapa pun banyaknya, namun Nabi Hud menyatakan bahwa beliau tidak ada hubungan batin dari itu sama sekali. Beliau bebas, beliau tidak ada sangkut paut dengan segala benda itu. Tempat beliau percaya, tempat beliau menggantungkan pengharapan hanya Allah! Selain dari Allah bohong belaka.
Itulah pendirianku, kata Nabi Hud, pendirian yang tidak dapat digeser dan diganjak sama sekali. Sedikit pun aku tak percaya walaupun seujung kuku bahwa benda-benda yang kamu puja itu sanggup memberikan manfaat atau mudharat kepadaku. Omong kosong belaka. Dan untuk keyakinan ini aku sanggup menanggung segala akibatnya. Beliau berkata selanjutnya, “Lantaran itu, tipu dayalah akan daku olehmu sekalian!' Artinya, lantaran pendirianku yang demikian itu aku sanggup menderita segala akibatnya; entah akan kamu aniaya aku, akan kamu sakiti diriku, atau segala macam tipu daya jahat akan kamu lakukan, terserahlah!
“Kemudian janganlah kamu beri kesempatan kepadaku."
Ini pun satu teladan lagi dari seorang nabi Allah, yang harus kita jadikan contoh, yaitu apabila kita telah yakin akan kebenaran pendirian kita dan kesucian yang kita per-juangkan, kita bersedia walaupun apa yang akan terjadi. Biarpun bagaimana kuat-kuasa-nya pihak yang menentang, bukanlah itu berarti bahwa kebenaran pendirian kita dapat diubah dan dimundurkan ke belakang, demi menyesuaikan diri."Yang hak adalah hak walaupun karena itu saya akan tuan bunuhl" “Bunuhlah! Jangan engkau beri lagi kepadaku kesempatan. Pedang tuan tajam, leherku genting! Satu kilatan pedang saja sudah sanggup membuat leherku putus. Satu peluru pun mudah buat menjadikan tengkorak kepalaku hancur dan benakku bertaburan. Namun dengan demikian, kebenaran yang aku perjuangkan tidaklah akan berubah!" Seakan-akan begitulah arti yang terkandung dalam ucapan Nabi Hud itu.
Mengapa begitu kuat hatinya dan begitu teguh pendiriannya?
Pertanyaan itu telah dijawab lagi oleh ucapan Nabi Hud selanjutnya,
Ayat 56
“,Sesungguhnya, aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhan kamu."
Ucapan ini adalah puncak tauhid sejati. Aku bertawakal kepada Allahku! Dan Dia pun Allah kamu juga pada hakikatnya. Jika kepada-Nya aku bertawakal, Dialah yang akan melindungiku dari gangguan kalian karena kalian pun adalah makhluk-Nya, “Tidak ada satu pun yang melata" di muka bumi ini, yang merangkak atau menjalar, pendeknya segala yang bernyawa, termasuk aku dan termasuk kalian, “melainkan Dialah yang me-nguasai ubun-ubunnya" Di ayat ini disebut naashiyah yang berarti ubun-ubun. Artinya puncak kepala kita, yang menguasai seluruh badan kita ialah ubun-ubun. Maka ubun-ubun itulah yang dikuasai dan dipegang oleh Allah sehingga tidak satu pun yang melata di atas bumi ini yang sanggup keluar dari apa yang telah ditentukan oleh Allah. Sebab itu, lebih baiklah patuh daripada melawan.
Ayat selanjutnya berbunyi,
“Sesungguhnya, Allahku adalah atas jalan yang lurus."
Ini pun satu gejolak dari iman yang paling tinggi. Pertalikanlah sejak ayat 55 sampai ujung ayat 56, akan terasalah betapa teguhnya hati ini. Kalian boleh berbuat sekehendak hati kalian kepadaku, namun aku tetap menyerahkan diriku dan bertawakal kepada Allah. Allah itu adalah Tuhanku dan Tuhan kamu juga, dan semua yang bernyawa dalam genggaman-Nya; ubun-ubunnya dalam tangan-Nya. Dan saya pun yakin bahwa jalan Allah itu lurus, shirathal mustaqim, yaitu bahwa dalam jalan itu yang benar mesti menang dan yang batil pasti hancur. Kalau bukan begitu, bukanlah itu jalan Allah. Bagi Allah berlaku pepatah yang terkenal “rawe-rawe rantas, malang-malang putung" atau “terbujur lalu terbelintang patah".
Ayat 57
“Maka jika kamu berpaling (jua)."
Artinya, jika kamu berpaling juga membelakangi aku, tidak juga kamu pedulikan apa yang aku katakan kepada kamu, “maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepada kamu, apa yang diutuskan aku dengan dia kepada kamu." Artinya jika kamu masih berpaling juga, kebenaran yang aku ke-tengahkan tidak juga kamu sambut dengan baik, ketahuilah bahwa kewajibanku telah aku laksanakan, tugas telah aku sampaikan dengan sebaik-baiknya, tidak lagi ada kesalahan dan kealpaan dariku, kepadamu sebagai kaumku yang aku cintai dan sayangi, “Dan Allah akan gantikan kamu dengan suatu kaum yang lain dari kamu." Artinya, jika aku berkeras mengajak kamu kepada jalan yang benar, bukanlah itu karena kamu sangat penting bagi Allah, sehingga seakan-akan kalau kamu tidak menerima ajaran rasul, lalu Allah dan rasul itu jadi rugi karena kamu sangat penting. Bukanlah begitu, janganlah kamu serakah berhitung. Bahkan jika kamu tidak mau mene-rima, orang lain pun atau kaum lain akan bisa menerimanya, “Dan tidaklah kamu akan membahayakan-Nya sedikit pun." Tegasnya, kehilangan kamu dari barisan makhluk Allah yang taat, bukanlah akan merugikan Allah walaupun sedikit. Hanya kamulah yang akan celaka karena tidak berjalan di atas jalan yang lurus.
“Sesungguhnya, Allah, atas tiap-tiap sesuatu adalah pemelihara"
Pemelihara di sini berarti tidak ada barang sesuatu pun makhluk ini yang terlepas dari tilikan dan penjagaan Allah, (anganlah orang
yang kafir yang mendurhaka menyangka bahwa mereka akan lepas dari tilikan Allah. Dia selalu menilik, Dia selalu memerhatikan. Tidaklah ada sesuatu pun dari amal perbuatanmu yang terlepas dari penjagaan-Nya. Jika kamu menyeleweng dari jalan Allah itu, kamu pasti sengsara. Dan jika kamu sengaja menentang Allah, yang akan kalah ialah kamu, sedangkan Allah tetap menang dan perkasa.
Dengan menyebutkan sifat Allah atau salah satu dari nama Allah yang indah itu (al-asma ul-husna) al-Hafizh, yang berarti Pemelihara, tetaplah dibukakan pintu tobat bagi yang bersalah. Sebab dalam kekuasaan sifat al-Hafizh itu terkandung jugalah pemeliharaan orang yang telah tersesat lalu surut, telanjur lalu kembali kepada jalan yang benar.
Namun seruan Nabi Hud tidak juga mereka pedulikan.
KETENTUAN ALLAH
Ayat 58
“Dan tatkala datang ketentuan Kami."
Yaitu adzab Allah dengan berembusnya angin musim dingin yang sangat sekali dinginnya, sehingga tidak tertahankan oleh kaum itu, matilah mereka kedinginan dan robohlah negeri mereka,
“Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman serianya dengan rahmat dan Kami, dan Kami selamatkan mereka dari adzab yang tebal."
Tujuh hari tujuh malam lamanya negeri kaum ‘Ad itu dihancurkan oleh angin i'shar (angin ribut) yang sangat dingin sampai ke tulang, tumbang laksana tumbangnya pohon kurma yang telah kosong batangnya (surah al-Haqqah ayat 6).
Ayat 59
“Dan itulah dia ‘Ad Ingkar akan ayat-ayat Allah mereka dan durhaka mereka kepada utusan-utusan-Nya."
Meskipun yang mereka durhakai itu hanya seorang rasul, yaitu Hud, berarti mereka mendustakan sekalian rasul juga sebab isi ajaran sekalian rasul hanya satu juga,
“Dan mereka ikuti perintah setiap penyombong yang enggan menerima keberatan."
Di ujung ayat ini nyatalah bahwasanya orang banyak pada umumnya tidaklah akan tersesat ke jalan yang salah kalau bukan karena ajakan pemimpinnya. Yang tampil ke muka memimpin orang banyak itu ialah orang-orang penyombong, yang menyalahgunakan kelebihannya dan kecerdasan pikirannya buat menyesatkan orang lain. Orang-orang yang sombong itu enggan menerima kebenaran karena dengan memperbodoh orang banyak itu mereka memperdalam pengaruhnya. Orang banyak menjadi korban dari orang-orang sombong yang tidak mau menerima kebenaran itu.
Ayat 60
“Dan diikutilah mereka di atas dunia ini oleh laknat."
Artinya, selama dunia ini masih terkem-bang dan selama manusia masih menjadi penghuninya, asal saja orang membuka cerita kaum ‘Ad ini, selama itu pula mereka masih akan mendapat laknat orang karena mereka telah meninggalkan teladan yang tidak baik bagi manusia dalam kedurhakaan kepada Allah. Dan bila ada orang terkemuka bersikap sombong tidak mau menerima kebenaran lalu memimpin umatnya di dalam jalan yang salah, selama itu pula kutuk laknat orang kepada kaum ‘Ad. “Dan di hari Kiamat pun!' Artinya, kutuk laknat ini bukanlah di dunia saja, bahkan terus-menerus ke hari Kiamat, karena di sana mereka akan diperiksa atas dosa yang telah mereka lakukan, dan nerakalah tempat yang telah disediakan bagi mereka,
“Kebinasaanlah bagi ‘Ad kaum Hud itu."
(ujung ayat 60)