Ayat
Terjemahan Per Kata
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَمۡ
tidak
يَكُونُواْ
mereka ada/mampu
مُعۡجِزِينَ
melepaskan diri
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَمَا
dan tidak
كَانَ
ada
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِ
Allah
مِنۡ
dari
أَوۡلِيَآءَۘ
penolong
يُضَٰعَفُ
dilipat gandakan
لَهُمُ
bagi mereka
ٱلۡعَذَابُۚ
azab/siksaan
مَا
tidak
كَانُواْ
adalah mereka
يَسۡتَطِيعُونَ
mereka sanggup
ٱلسَّمۡعَ
mendengar
وَمَا
dan tidak
كَانُواْ
adalah mereka
يُبۡصِرُونَ
mereka melihat
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَمۡ
tidak
يَكُونُواْ
mereka ada/mampu
مُعۡجِزِينَ
melepaskan diri
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَمَا
dan tidak
كَانَ
ada
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِ
Allah
مِنۡ
dari
أَوۡلِيَآءَۘ
penolong
يُضَٰعَفُ
dilipat gandakan
لَهُمُ
bagi mereka
ٱلۡعَذَابُۚ
azab/siksaan
مَا
tidak
كَانُواْ
adalah mereka
يَسۡتَطِيعُونَ
mereka sanggup
ٱلسَّمۡعَ
mendengar
وَمَا
dan tidak
كَانُواْ
adalah mereka
يُبۡصِرُونَ
mereka melihat
Terjemahan
Mereka tidak mampu menghalangi (siksaan Allah) di bumi dan tidak akan ada bagi mereka penolong selain Allah. Azab itu akan dilipatgandakan kepada mereka (di akhirat kelak). Mereka tidak mampu mendengar (kebenaran) dan tidak dapat melihat (kekuasaan Allah).
Tafsir
(Orang-orang itu tidak mampu menghalang-halangi) Allah (di bumi ini dan sekali-kali tidak adalah bagi mereka selain Allah) selain-Nya (yang menolong mereka) maksudnya para penolong yang dapat mencegah azab Allah terhadap mereka. (Siksaan itu dilipatgandakan kepada mereka) karena mereka menyesatkan orang lain. (Mereka selalu tidak dapat mendengar) kebenaran (dan mereka selalu tidak melihat) kebenaran itu karena kebencian mereka yang sangat terhadap kebenaran itu sehingga digambarkan seolah-olah mereka tidak mampu untuk mendengar dan melihatnya.
Tafsir Surat Hud: 18-22
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata, “Orang-orang inilah yang telah berkebohongan terhadap Tuhan mereka.” Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,
(Yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Dan mereka itulah orang-orang yang tidak percaya adanya hari akhirat.
Orang-orang itu tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk (mengazab mereka) di bumi ini, dan sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah. Azab itu dilipatgandakan kepada mereka. Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihat (nya).
Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan.
Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi.
Ayat 18
Allah ﷻ menerangkan keadaan orang-orang yang mendustakan-Nya, juga tentang dipermalukan-Nya mereka di hari akhirat kelak di hadapan mata kepala semua makhluk dari kalangan para malaikat, para rasul, para nabi, serta seluruh umat manusia dan jin.
Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Bahz dan Affan; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz yang mengatakan bahwa ia dalam keadaan memegang tangan Ibnu Umar di saat ada seorang lelaki bertanya kepadanya, "Apakah yang telah engkau dengar dari Rasulullah ﷺ tentang najwa (berbisik) di hari kiamat kelak?" Ibnu Umar menjawab, bahwa ia pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah ﷻ mendekati orang mukmin, lalu meletakkan perlindungan dan naungan-Nya di atas orang mukmin itu sehingga orang mukmin itu dalam keadaan tertutup dari pandangan manusia. Lalu Allah menyebutkan semua dosanya. Allah berfirman kepadanya, ‘Tahukah kamu dosa ini? Tahukah kamu dosa itu? Tahukah kamu dosa anu?’ Setelah Allah menyebutkan semua dosanya dan orang mukmin yang bersangkutan merasakan bahwa dirinya pasti binasa, maka Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosamu itu sewaktu di dunia, dan sesungguhnya Aku sekarang mengampuninya bagimu hari ini.’ Kemudian diberikan kepadanya kitab catatan amal-amal kebaikannya. Adapun terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafik, maka para saksi akan berkata, ‘Orang-orang inilah yang telah membuat kebohongan terhadap Tuhan mereka. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim’.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain melalui hadits Qatadah dengan sanad yang sama.
Ayat 19
Firman Allah ﷻ: “(Yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok.” (Hud: 19) Maksudnya, mereka mencegah manusia mengikuti kebenaran, mencegah manusia menempuh jalan hidayah yang menghantarkan kepada Allah, dan menjauhkan mereka dari surga.
“Dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok.” (Hud: 19)
Yakni mereka menghendaki agar jalan manusia itu bengkok, tidak lurus.
“Dan mereka itulah orang-orang yang tidak percaya adanya hari akhirat.” (Hud: 19)
Yaitu ingkar kepada hari akhirat dan mendustakan kejadian dan keberadaan hari akhirat.
Ayat 20
“Orang-orang itu tidak mampu menghalangi Allah (untuk mengazab mereka) di bumi ini, dan sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah.” (Hud: 20)
Bahkan mereka berada di bawah keperkasaan dan kekuatan Allah ﷻ serta berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya. Dia Maha Kuasa untuk melakukan pembalasan terhadap mereka di dunia ini sebelum di akhirat. “Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (Ibrahim: 42)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan hadits berikut: “Sesungguhnya Allah benar-benar mencatat (perbuatan) orang yang zalim, hingga manakala Allah mengazabnya, maka ia tidak dapat menyelamatkan (dirinya).”
Karena itulah Allah ﷻ berfirman: “Azab itu dilipatgandakan kepada mereka.” (Hud: 20), hingga akhir ayat.
Yakni dilipatgandakan azab-Nya terhadap mereka. Demikian itu karena Allah telah menjadikan bagi mereka pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi tidak bermanfaat bagi mereka pendengaran, penglihatan, dan hati mereka; bahkan mereka tuli, tidak mau mendengar kebenaran, buta, tidak mau mengikutinya, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah ﷻ. Allah menceritakan perihal mereka saat memasuki neraka:
“Dan mereka berkata, ‘Sekiranya kami mendengar atau memahami (peringatan itu), niscaya tidaklah kami bersama-sama dengan penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Al-Mulk: 10)
Demikian pula yang dinyatakan dalam firman Allah ﷻ berikut: “Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka azab di atas azab.” (An-Nahl: 88), hingga akhir ayat.
Karena itulah mereka selalu disiksa karena meninggalkan tiap-tiap perintah Allah dan mengerjakan tiap-tiap larangan-Nya.
Menurut pendapat yang paling sahih, mereka terkena taklif terhadap semua cabang syariat baik yang berupa perintah maupun larangan bila dikaitkan dengan masalah akhirat.
Ayat 21
Firman Allah ﷻ: “Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Hud: 21)
Artinya, mereka merugikan dirinya sendiri, karena pada akhirnya mereka dimasukkan ke dalam neraka yang panas, dan mereka disiksa di dalamnya tidak pernah berhenti barang sekejap pun, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: “Tiap-tiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambahkan lagi nyalanya bagi mereka.” (Al-Isra: 97)
Firman Allah ﷻ: “Dan lenyaplah dari mereka.” (Hud: 21)
Maksudnya, hapuslah dari mereka.
“Apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Hud: 21)
Yakni sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, yaitu berhala-berhala dan tandingan-tandingan itu. Dan mereka tidak memperoleh suatu manfaat pun dari sembahan-sembahan itu, bahkan sembahan-sembahan itu menimpakan mudarat yang sangat besar terhadap mereka, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:
“Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat), niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (Al-Ahqaf: 6)
“Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka, sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan itu) akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka.” (Maryam: 81-82)
Nabi Ibrahim a.s. telah berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kalian sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kalian dalam kehidupan dunia ini, kemudian di hari kiamat sebagian kalian mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kalian melaknati sebagian (yang lain); dan tempat kembali kalian ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagi kalian para penolong pun.” (Al-'Ankabut: 25)
Allah ﷻ pun berfirman: “(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (Al-Baqarah: 166)
Demikian pula dalam ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa mereka rugi dan binasa di hari kiamat nanti.
Ayat 22
Karena itulah dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
“Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi.” (Hud: 22)
Allah ﷻ menceritakan tentang tempat kembali mereka, bahwa mereka adalah orang-orang yang paling merugi di hari akhirat nanti karena mereka telah mengganti ketinggian dengan kerendahan, mengganti nikmat surga dengan panasnya api neraka, khamr surga dengan air yang sangat panas, bidadari dengan makanan dari darah dan nanah, gedung-gedung surga dengan jurang-jurang neraka, serta berada dekat dengan Tuhan Yang Maha Pemurah lagi dapat melihat-Nya dengan murka Tuhan Yang Maha Membalas serta azab-Nya. Maka tidaklah aneh bila mereka adalah orang-orang yang paling merugi kelak di akhirat.
Setelah dijelaskan ancaman Allah terhadap orang-orang musyrik
dengan siksa akhirat, kemudian Allah menjelaskan kekuasaan-Nya menurunkan siksaan di dunia dan akhirat. Mereka orang-orang kafir yang
jauh dari rahmat Allah dalam kondisi apa pun tidak mampu menghalangi
datangnya siksaan Allah di bumi. Dan ketika azab itu datang, tidak akan
ada seorang pun bagi mereka baik di dunia maupun kelak di akhirat
sebagai penolong yang mampu melindunginya selain Allah. Bahkan azab
itu akan dilipatgandakan kepada mereka di akhirat disebabkan perbuatan durhaka yang mereka kerjakan, kemudian melanjutkan kedurhakaannya dengan menghalangi orang lain berbuat kebajikan, bahkan mendorongnya berbuat kesesatan. Mereka pun tidak mampu mendengar
kebenaran seruan Al-Qur'an dan tidak dapat melihatnya disebabkan mereka tidak memanfaatkan anugerah yang diberikan Allah, karenanya hati mereka diliputi kemusyrikan dan kezaliman, bahkan mereka bersikap negatif terhadap seruan Al-Qur'an. (Lihat: Surah Fushshilat/41:26)Mereka (orang kafir) itulah orang yang merugikan dirinya sendiri karena
membuat-buat kedustaan, menukar petunjuk dengan kesesatan, dan
menjadikan berhala sebagai tuhan. Dan akibat perbuatan yang mereka
lakukan, lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan, yaitu
anggapan bahwa berhala dapat memberikan pertolongan bagi mereka.
Allah ﷻ menjelaskan bahwa mereka yang menghalang-halangi manusia menuju jalan Allah, tidak akan dapat melarikan diri dari siksa Allah, walaupun mereka lari ke penjuru bumi yang mana pun. Bilamana azab itu datang menimpa mereka, mereka pasti berada dalam genggaman malaikat dan tidak ada seorang pun yang dapat menolong atau menyelamatkan mereka dari azab itu, bahkan azab Allah akan ditimpakan dua kali lipat; pertama karena kesesatannya dan kedua karena menyesatkan orang lain. Dan juga karena mereka tidak mau mendengarkan seruan Al-Qur'an dan melihat kebenaran, karena dirinya telah diliputi oleh akidah yang sesat, kemusyrikan, dan kezaliman, bahkan mereka bersikap negatif terhadap seruan Al-Qur'an, sebagaimana dijelaskan Allah:
Dan orang-orang yang kafir berkata, "Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al-Qur'an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan (mereka)." (Fushshilat/41: 26).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
APA YANG DITUJU DALAM HIDUP?
Ayat 15
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, akan Kami sempurnakan ganjaran pekerjaan mereka atasnya. Dan mereka tidak akan dirugikan padanya."
Apakah yang engkau tuju dalam kehidupan ini? Apakah ambisi yang memenuhi hatimu dalam perjuangan hidup itu? Apakah engkau menginginkan dunia dengan segala perhias-annya? Jika engkau bersungguh-sungguh hendak mencapai dunia dengan perhiasannya itu, dengan pangkat yang tinggi, dengan mahligai yang megah, dengan kekayaan yang berlimpah, dan kehormatan diri dan segala kelebihannya, semuanya itu akan engkau capai. Semuanya itu akan diberikan kepadamu. Tak usah khawatir.
Tentu saja untuk mencapai dunia dengan perhiasannya itu engkau menempuh jalanmu sendiri. “Untuk mencapai suatu tujuan, halal segala jalan." Tentu engkau tenggang-menenggang dengan orang lain.
Yang engkau citakan itu akan tercapai!
Ayat 16
“Mereka itulah orang-orang yang tidak akan ada untuk mereka (bagian) di akhirat."
Mengapa tidak? Orang yang akan mendapat bagian di akhirat ialah orang yang menjadikan perjuangan dunia itu untuk akhirat. Orang yang sejak semula sudah meniatkan bahwa dunia yang dikejarnya itu ialah untuk dia menanam amal dan hasil amalnya itu di-sengajanya untuk diterimanya di akhirat. Adapun kalau yang dikejar hanya semata dunia, tidaklah ada bagiannya lagi di akhirat.
Seumpama Fir'aun menjadi raja Mesir. Segala usaha, tipu daya, dan siasat telah dipergunakannya agar dia mencapai tempat yang tinggi itu. Seluruh Mesir di bawah telapak kakinya, Sungai Nil mengalir di bawah kuasanya, dan akhirnya dia mendabik dada mengatakan dirinya Allah!—"Kecuali api neraka."
Mengapa api neraka?
Sebab dia tidak akan sukses mencapai tempat dunia dan perhiasannya itu kalau tidak dengan merugikan orang lain, menganiaya yang lemah karena dia merasa kuat. Untuk mengejar tempat yang dipandang mulia itu dia mesti melakukan kebatilan, korupsi, menindas yang lema)?, menyuap, membujuk, dan kadang-kadang merampas hak orang lain. Padahal dia kuat dan kuasa itu hanya selama dalam dunia. Dan kalau dia sudah mulai keluar dari dalam dunia ini dan masuk ke dalam alam kubur, seluruh kekuasaannya itu telah habis. Dia kembali sebagai budak dari Allah dan wajib bertanggung jawab di hadapan Allah Rabbul ‘Izzati tentang kezaliman-kezaliman yang telah dilakukannya. Niscaya api nerakalah tempatnya karena dosa-dosanya yang besar itu. Puncak dari dosa-dosa besar itu ialah karena semasa dia diberi Allah kekuasaan itu, dia selalu merebut Maha Kekuasaan Allah.
“Dan gugurlah apa yang meteka usahakan dan batal apa yang mereka amalkan"
Mengapa dikatakan gugur apa yang mereka usahakan? Padahal banyak juga usaha penguasa-penguasa itu yang baik? Mengapa batal apa yang mereka amalkan? Padahal sudah nyata bahwa di samping kejahatan-kejahatan yang dibuatnya, pasti ada juga amal-amalnya yang baik?
Sebabnya ialah karena usaha ataupun amal yang dibuatnya selama dia mendapat dunia dan perhiasaannya itu hanyalah karena riya belaka, karena mengambil muka dan menipu rakyat atau masyarakat.
Dalam sejarah politiknya yang terkenal, buku berjudul De Prins (Jadi Raja), Machiavelli, ahli negara yang terkenal itu, memberi nasihat kepada seorang penguasa yang hendak kekal dalam kekuasaannya, supaya sekali-sekali suka juga berderma, untuk diketahui oleh rakyat bahwa rajanya adalah seorang dermawan. Tetapi janganlah benar-benar hendak jadi dermawan dari hati tulus ikhlas sebab yang demikian itu tidak ada faedahnya sebagai penguasa! Lantaran itu, segala perbuatan dan usaha yang baik, sama sekali itu harus ada tujuan politiknya. Kalau tidak ada membawa keuntungan politik, tidak perlu dikerjakan.
Jika ditindas dan diisap darah rakyat yang tertindas itu sampai seribu kali, hendaklah agak sekali dua kali ditunjukkan belas kasihan, dermawan, adil, bijaksana. Dan hendaklah kebaikan itu dipropagandakan, agar dipuji oleh tukang-tukang propaganda setinggi langit. Sehingga dengan embus-embusan sekali dua kali, yang tertindas tadi tersenyum simpul dan lupa akan luka-luka yang dideritanya.
Tidakkah pantas jika di akhirat api nerakalah bagian yang harus diterimanya?
Berkata Mujahid, “Yang dimaksud dengan ayat ini ialah orang-orang yang beramal dengan riya."
Berkata Qatadah, “Barangsiapa yang tujuan, cita-cita, dan niatnya hanya dunia, akan didapatnya ganjarannya di dunia ini juga. Kemudian setelah sampai ke Hari Akhirat, tidaklah segala perbuatannya itu dapat penghargaan apa-apa walaupun pada lahir keli-hatan baik. Tetapi kalau orang Mukmin yang berbuat baik, di dunia dia dapat ganjaran dan di akhirat dapat pahala."
Di dalam surah al-Israa' ayat 18 dan 19, soal ini pun telah ditegaskan, yaitu barangsiapa yang ingin menerima ganjaran yang cepat (yaitu dunia) akan Kami cepatkan untuknya apa yang Kami kehendaki, untuk siapa yang Kami kehendaki. Kemudian itu, Kami sediakan Jahannam untuk membakar, dalam keadaan tercela dan tersungkur. Tetapi barangsiapa yang inginkan akhirat lalu dia berusaha menempuh jalannya dan dia pun beriman, maka segala usaha mereka itu mendapat ucapan terima kasih dan syukur dari Allah.
IMAN DAN JIWA MURNI
Ayat 17
“Apakah orang yang berada atas ketenangan dari Allahnya."
Inilah sifat-sifat dan orang yang beriman. Jiwanya yang murni, yang belum dipengaruhi oleh hawa nafsu dan tidak pula berpegang teguh kepada kebiasaan serta tradisi nenek moyang. Mereka telah berada dalam suasana keterangan dari Allah. Artinya, mereka telah percaya. Dan hatinya yang suci serta akalnya yang sehat dia telah mengaku bahwa memang tidak ada yang patut dianggap Allah yang sebenarnya melainkan Allah.
“Dan diiringi oleh saksi dari-Nya" ‘Artinya, fitrah atau pendapat yang murni itu telah mengakui dengan tulus bahwa Allah itu pasti hanya satu, tiadalah berbilang. Kemudian pendapat akal mumi itu dikuatkan lagi oleh satu kesaksian. Kesaksian itu ialah wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, yang telah tersusun rapi di dalam kitab suci Al-Qur'an,
“Sedang sebelum itu telah ada Kitab Musa sebagai imam dan rahmat"
Artinya, sebelum datang saksi yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ itu telah datang pula Kitab Nabi Musa, yaitu Kitab Taurat. Inti sari yang tersimpul di dalam Kitab Nabi Musa itu pun sama dengan inti sari kitab yang dibawa Muhammad. Kitab itu adalah imam dan rahmat. Imam untuk diikuti kandungannya dan rahmat karena dia membawa manusia dari gelap gulita kepada nur yang terang benderang bagi jiwa.
Sesuailah segala isi itu. Sesuailah wahyu yang datang kepada sekalian Rasulullah, baik yang di dalam Taurat Musa maupun Injil Isa atau Al-Qur'an yang dibawa Muhammad. Semuanya adalah imam untuk diikuti dan rahmat yang menuntun kita kepada jalan yang benar.
Jalan yang sesuai dengan hati nurani (fitrah) manusia.
Ayat ini dimulai dengan pertanyaan, “Apakah orang-orang yang berada di atas keterangan itu, di atas kebenaran, dikuatkan saksi, dikuatkan pula oleh Kitab Musa. Di sini ada lanjutan pertanyaan yang tersembunyi, tetapi jelas, karena telah terbayang pada dua ayat yang sebelumnya, yaitu apakah orang-orang yang begitu indah pendiriannya dan kuat imannya akan sama dengan orang-orang yang beramal hanya karena mengharapkan dunia dan perhiasannya? Yaitu orang yang hidup di dunia, tetapi tidak mempunyai tujuan hidup?"
“Mereka itu (tadi)lah orang yang percaya kepada-Nya." Yaitu orang yang memupuk jiwa murni atau suara hati kecilnya bahwa tidak ada Allah melainkan Allah, diiringi dengan saksi dan diiringi oleh kesaksian kitab nabi yang terdahulu, itulah Mukmin yang sejati."Dan barangsiapayang kufur kepadanya dari antara beberapa golongan." Karena mempertahankan golongan, mempertahankan pusaka yang diterima dari datuk nenek, sehingga tidak lagi menghormati suara dari fitrah sendiri, “Maka nerakalah tempatnya yang dijanjikan ."
Firman Allah dalam ayat ini diperkuat lagi oleh Rasulullah ﷺ dengan sabdanya,
Dari iyyadh bin Hummad, dari Rasulullah ﷺ berfirman Allah Ta'aala,
“Sesungguhnya, Aku telah menjadikan hamba-hamba-Ku dalam keadaan agama yang suci. Maka datanglah setan-setan kepada mereka dan diharamkannya atas mereka mana yang Aku halalkan. Dan disuruhnya mereka mempersekutukan Aku dengan yang lain, dalam hal yang tidak ada sama sekali Aku turunkan kekuasaan padanya." (HR Muslim)
Tegasnya, setan-setanlah yang membawa mereka keluar dari garis kebenaran yang telah digariskan sejak nabi-nabi yang terdahulu itu. Kalau perdayaan setan-setan ini dapat mereka tangkis, niscaya akan tetaplah hati mereka memeluk agama yang hanya mengakui satu Allah.
“Maka janganlah engkau ragu-ragu padanya, sungguhlah dia kebenaran dari Allah eng-kau." Artinya benarlah bahwa Al-Qur'an itu datang sebagai wahyu dari Allah dan sesuai dia dengan akal budi manusia yang murni. Hal itu tidak usah diragukan lagi. Dia dapat dipertanggungjawabkan selama akal manusia masih belum dipengaruhi oleh setan dan hawa nafsu.
“Tetapi kebanyakan manusia tidaklah percaya."
Meskipun kebenaran Al-Qur'an itu tidak diragukan lagi selama manusia memakai akalnya yang sehat, namun banyak juga manusia yang tidak mau percaya sebab mereka tidak mau berpikir. Ataupun karena buat menanam iman yang teguh dalam hati bukanlah perkara yang mudah. Banyak sekali rintangan yang harus ditempuh.
Bersabda lagi Nabi Muhammad ﷺ,
“Demi Dia, yang diriku ini ada dalam tangan-Nya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seorang pun dari umat ini, haik dia Yahudi maupun dia Nasrani, kemudian tidak dia mau percaya kepadaku, melainkan pastilah dia masuk neraka." (HR Muslim dari Abu Musa al-Asy'ary)
Ayat 18
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan atas nama Allah suatu kedustaan?"
Dengan bentuk pertanyaan, yang dalam bahasa Arab dfsebut istifham-inkari, dijelaskan bahwasanya mengada-ada atau mengarang-ngarangkan suatu keterangan dusta tentang Allah adalah puncak segala dari segala perbuatan zalim. Yang berarti memutar balik kebenaran dan mencoba mendustai kenyataan.
Pada lanjutan ayat dijelaskanlah, “Mereka itu akan dihadapkan ke hadapan Allah me-reka!' Pada hari Kiamat esok, hari memperhitungkan (hisab) segala amal baik dan amal buruk manusia, “Dan akan berkata saksi-saksi, ‘Inilah orang-orang yang berdusta atas nama Allah mereka!" Saksi-saksi itu kelak, baik terdiri atas Malaikat maupun dari sesamanya manusia, akan tegak dengan kesaksian dan pembuktian mereka, yang tidak dapat dibantah lagi. Meskipun dengan tidak pakai saksi pun perkara mereka itu akan jelas jua sebab Allah sendiri menyaksikan gerak-gerik manusia. Saksi akan menuduh, menunjuk hidung, mengatakan bahwa orang ini adalah tukang bohong, berdusta dengan membawa-bawa nama Allah.
“Ketahuilah, sungguh laknat Allah atas orang-orang yang zalim."
Zalim pecahan dari pokok kata (mashdar) zhulm, yang berarti gelap, yang jadi lawan dari terang. Padahal jalan yang terang telah ditunjukkan Allah dengan perantaraan nabi-nabinya dan kitab-kitab suci-Nya. Namun mereka itu masih saja menghindar dari jalan terang itu lalu mencari jalan gelap. Dengan sengaja! Bukankah patut orang itu mendapat kutuk dari Allah?
Ayat selanjutnya menjelaskan lagi tingkah laku orang itu,
Ayat 19
“(Yaitu) orang-orang yang menghambat jalan Allah."
Atau sengaja membendungnya dan meng-halang-halanginya. Karena dia tidak suka kepada jalan yang terang itu dan benci melihat orang lain lalu di jalan itu. “Dan mau supaya dia bengkok" yakni kalau jalan itu sudah bengkok, berbelok-belok, niscaya lama baru sampai kepada yang dituju. Padahal sabilillah atau jalan Allah itu atau yang diberi nama oleh Allah sendiri ash-shirathal mustaqim, jalan yang lurus, itulah yang selalu dianjurkan Allah kepada hamba-Nya supaya lalu di jalan itu.
Kemudian itu, ditunjukkan lagi perangainya dan pendiriannya yangamatmencelakakan dirinya sendiri, yaitu,
“Dan mereka itu terhadap Hari Akhinat tidak mau percaya."
Memanglah bahwa keberanian membuat pelanggaran yang besar-besar itu, berbuat zalim, mengada-ada atas nama Allah, menghambat jalan Allah atau membuatnya bengkok berbelok-belok, ialah berpokok pangkal dari tidak teguhnya kepercayaan bahwa perbuatah jahat itu mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di Hari Akhirat kelak.
Ayat 20
“Mereka itu tidaklah akan terlepas di bumi ini."
Perhatikanlah kalimat mu'jiziina, yang kita artikan dengan arti yang kita anggap dekat dengan maksudnya, yaitu tidaklah akan terlepas. Untuk mendalami maksud pangkal ayat ini, bandingkanlah dengan seorang penjahat yang berusaha menyembunyikan dirinya daripada kejaran polisi karena suatu kesalahan yang besar. Ke mana pun dia bersembunyi, dia mesti dapat tertangkap! Maka orang yang bersalah mendurhakai Allah, menghambat jalan Allah, berbuat zalim, tidaklah akan dapat melepaskan diri ataupun membebaskan dirinya dari kejaran hukum Allah walaupun ke bagian bumi yang mana pun dia lari.
“Dan tidaklah ada bagi mereka selain Allah yang akan melindungi"
Cobalah pikirkan! Dia berperkara dengan Allah. Hak Allah yang dilanggarnya, sedangkan lain dari Allah tidak ada Allah yang lain. Siapa yang akan melindunginya? Dalam ayat disebut min auliya. Auliya adalah jamak dari wail, artinya banyak pelindung, namun
pelindung selain dari Allah, yang selama ini amat diharapkan untuk melindungi, tidaklah ada yang akan berhasil sebab kekuasaan auliya tidak ada. Mereka semuanya itu hanyalah semata-mata makhluk dari Allah. Mereka hanya dapat melindungi kalau ada penghargaan Allah atasnya. Bagaimana Allah akan segan kepada makhluk-Nya?
“Akan digandakan bagi mereka adzab." Mengapa dilipatgandakan? Sebab kesalahan mereka pun berlipat ganda. Berbuat dosa atas nama Allah, menghambat jalan Allah, mem-buat jalan Allah itu jadi bengkok, dan tidak mau percaya akan adanya Hari Akhirat. Maka adzab berlipat ganda itu adalah sewajarnya sebab salahnya berlipat ganda pula.
“Tidaklah ada pada mereka kesanggupan mendengar dan tidaklah mereka dapat melihat."
Di ujung ayat 18 sudah dijelaskan terlebih dahulu apa sebabnya, yaitu bahwa mereka telah dilaknat oleh Allah, kutuk telah menimpanya. Sebab itu, tertutuplah bagi mereka kesanggupan untuk mendengar kebenaran ataupun melihat kenyataan. Padahal kedua alat itulah yang amat penting untuk menghubungkan pribadi kita sebagai manusia dengan alam yang ada di sekeliling kita, buat kelak menyimpulkan suatu pendapat yang yakin bahwa Allah itu ada. Karena yang bergerak pada manusia itu, sebagai penyambung keluar dari akal dan pikiran manusia, ialah pancaindra yang lima, sedangkan pendengaran dan penglihatan adalah yang paling tertonjol dari kelima (panca) indra itu.
Ayat 21
“Mereka itulah orang-orang yang telah merugikan diri sendiri."
Dengan pangkal ayat ini dijelaskanlah bahwasanya tindakan yang menyalahi garis kebenaran itu bukanlah merugikan orang lain, bahkan bukanlah mengurangi kemuliaan
Allah, melainkan yang jelas adalah merugikan diri orang yang bersangkutan itu sendiri.
“Dan telah menyesatkan kepada mereka hal-hal yang mereka ada-adakan itu."
Mereka disesatkan oleh perbuatan mereka sendiri. Seumpama orang-orangyang menyem-bah berhala. Berhala itu mereka sendiri yang membuatnya, timbul dari khayalnya. Orang mendirikan patung-patung raksasa, yang menurut khayal mereka hidungnya besar, se-hingga terulur seperti saing harimau, matanya mendelik besar, kumisnya meranting dan janggutnya menjagau, yaitu khayal yang amat menakutkan. Kemudian si pembuat itu sendiri pun takutlah kepada kayu-kayu atau batu yang mereka perbuat itu, sehingga yang khayal sudah menjadi kenyataan, yang mereka buat-buat dan mereka ada-adakan dengan khayal dan tangannya, mereka takuti sendiri. Mereka disesatkan oleh khayal mereka sendiri atau takut pada bayang-bayang sendiri.
Ayat 22
“Tak ayal lagi bahwasanya mereka di akhinat adalah orang-orang yang sangat rugi."
Di dunia mereka telah memuja dan takut kepada barang-barang yang tumbuh dari khayal mereka sehingga segala macam upacara itu adalah pelaksanaan khayal belaka, dengan tidak ada tuntunan dan tidak ada bimbingan. Kemudian di akhirat bertambah jelaslah bagi mereka bahwa segala yang mereka khayalkan itu tidak ada sama sekali. Tidak ada yang akan menolong mereka dan tidak ada penilaian yang baik atas usaha mereka yang telah habis di kala hidup di dunia dahulu. Kerugian akhirat adalah puncak terakhir dan kerugian, yaitu kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi.
Ayat 23
“Sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan menekun tunduk kepada Allah mereka."
Di sini terdapatlah tiga syarat utama untuk melalui pintu bahagia dunia dan akhirat. Pertama, beriman. Percaya kepada Allah Ta'aala dan percaya bahwa di Hari Kemudian, untuk menerima penilaian Allah atas kepercayaan yang kita anut di dunia ini, adalah dia seukuran dengan yang telah dibawakan oleh para rasul.
Kedua, itu dibuktikan dengan amalan yang saleh, kerja dan usaha, perbuatan dan pe-laksanaan. Apa yang dikerjakan di dunia ini? Apa jasa sebagai insan yang diturunkan Allah ke dunia buat menjadi khalifah-Nya. Adakah datang kosong dan pulang kosong?
Ketiga, Allah itu bukan semata-mata dipercayai dengan otak dan rasional. Bukan saja membuktikan ada Allah dengan pikiran (intelek), melainkan dirasakan dalam jiwa se-dalam-dalamnya. Percaya yang menimbulkan harapan karunia-Nya dan takut akan balasan-Nya. Sehingga berusaha merapatkan diri kepada Allah, meningkatkan jiwa untuk mencapai ridha-Nya. Malu tersipu-sipu jika terbuat kesalahan. Yakin bahwa kelak kemudian akan datang menghadap Allah.
Maka dengan melengkapi ketiga syarat ini, amal saleh dan ketundukan kepada Ilahi dijanjikan Allah-lah tempatyang layak baginya,
“Mereka itu akan jadi ahli sunga, yang di dalamnya mereka akan kekal."
Seterusnya Allah pun menyuruh kita membandingkan di antara kedua golongan itu, orang kafir dan fasik dengan orang beriman dan beramal saleh,
Ayat 24
“Penumpammn kedua golongan itu adalah laksana orang buta dan orang tuli dengan orang yang melihat dan yang mendengar."
Di ayat ini kita disuruh mengumpamakan dan membandingkan. Tegakkanlah dalam ingatan seorang pekak dan tuli, bercakap dengan seorang yang terang pendengaran dan jelas penglihatan. Betapa bingung si buta dan bagaimana bingung si tuli, si pekak. Lain di orang, lain di dia.
Si buta tak dapat memperbedakan warna dan menunjukkan ukuran karena alat penglihatan untuk pembanding tidak ada. Si tuli pun demikian pula. Suara nyaring atau badak, suara yang jauh atau dekat, tak dapat diperbe-dakannya. Ini adalah perumpamaan sebab yang dimaksud sejati ialah si buta hati dan si tuli jiwa.
“Suaramu bisa didengar, kalau yang engkau panggil itu orang hidup. Padahal yang engkau panggil ini sama dengan mati."
Adakah sama orang yang hatinya tertutup dari kebenaran dengan orang yang hatinya ter-buka lantaran iman? Adakah sama di antara orang yang datang ke dunia, tetapi tidak berbuat jasa yang baik, dan orang yang menentukan hidupnya yang hanya sebentar singgah di dunia ini, tetapi memberi nilai hidup yang sebentar itu dengan bekas yang beratus tahun? Pasti tidak sama, terang tidak sama.
Maka datanglah penutup ayat, berupa pertanyaan juga,
“Apakah kamu tidak hendak ingat?"
Apakah kamu tidak hendak sadar? Apa artinya kamu menjadi manusia yang diberi Allah alat hidup, yaitu akal dan pikiran, kalau tidak engkau pergunakan untuk beringat-ingat dan berawas-awas melalui hidup ini? Sehingga kedatanganmu ke dunia ini hilang percuma?
Ayat-ayat ini memberi tuntunan kepada kita supaya beragama hendaklah dengan peringatan dan kesadaran. Dengan berpikir dan menilai. Dan bertambah terang bahwa kedatangan ke dunia bukanlah semata-mata untuk makan, minum, dan berkelamin. Hidup jauh lebih tinggi dan sangat tinggi dari itu; asal kita sadar dan ingat!