Ayat
Terjemahan Per Kata
لَكُمۡ
bagi kalian
دِينُكُمۡ
agamamu
وَلِيَ
bagiku
دِينِ
agamaku
لَكُمۡ
bagi kalian
دِينُكُمۡ
agamamu
وَلِيَ
bagiku
دِينِ
agamaku
Terjemahan
Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”
Tafsir
(Untuk kalianlah agama kalian) yaitu agama kemusyrikan (dan untukkulah agamaku") yakni agama Islam. Ayat ini diturunkan sebelum Nabi ﷺ diperintahkan untuk memerangi mereka. Ya Idhafah yang terdapat pada lafal ini tidak disebutkan oleh ahli qiraat sab'ah, baik dalam keadaan Waqaf atau pun Washal. Akan tetapi Imam Ya'qub menyebutkannya dalam kedua kondisi tersebut.
Tafsir Surat Al-Kafirun: 1-6
Katakanlah, "Wahai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah men]adi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku. Surat ini adalah surat yang menyatakan pembebasan diri dari apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan surat ini memerintahkan untuk membersihkan diri dengan sebersih-bersihnya dari segala bentuk kemusyrikan.
Maka firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Wahai orang-orang kafir. (Al-Kafirun: 1) mencakup semua orang kafir yang ada di muka bumi, tetapi lawan bicara dalam ayat ini ditujukan kepada orang-orang kafir Quraisy. Menurut suatu pendapat, di antara kebodohan mereka ialah, mereka pernah mengajak Rasulullah ﷺ untuk menyembah berhala-berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka pun akan menyembah sembahannya selama satu tahun. Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan surat ini dan memerintahkan kepada Rasul-Nya dalam surat ini agar memutuskan hubungan dengan agama mereka secara keseluruhan; untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. (Al-Kafirun: 2) Yakni berhala-berhala dan sekutu-sekutu yang mereka ada-adakan. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 3) Yaitu Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Lafal ma di sini bermakna man. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Dan aku tidak pernah menyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 4-5) Yakni aku tidak akan melakukan penyembahan seperti kalian. Dengan kata lain, aku tidak akan menempuh cara itu dan tidak pula mengikutinya. Sesungguhnya yang aku sembah hanyalah Allah sesuai dengan apa yang disukai dan diridai-Nya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 5) Artinya, kalian tidak mau menuruti perintah-perintah Allah dan syariat-Nya dalam beribadah kepada-Nya, melainkan kalian telah membuat-buat sesuatu dari diri kalian sendiri sesuai hawa nafsu kalian. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (An-Najm: 23) Maka Rasulullah ﷺ berlepas diri dari mereka dalam semua yang mereka kerjakan; karena sesungguhnya seorang hamba itu harus mempunyai Tuhan yang disembahnya dan cara ibadah yang ditempuhnya.
Rasul dan para pengikutnya menyembah Allah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh-Nya. Untuk itulah maka kalimah Islam ialah 'Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah.' Dengan kata lain, tiada yang berhak disembah selain Allah, dan tiada jalan yang menuju kepada-Nya selain dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ Sedangkan orang-orang musyrik menyembah selain Allah dengan cara penyembahan yang tidak diizinkan oleh Allah. Karena itulah maka Rasulullah ﷺ berkata kepada mereka, sesuai dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala: Untuk kalianlah agama kalian dan untukkulah agamaku. (Al-Kafirun: 6) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku dan bagi kalian pekerjaan kalian.
Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan. (Yunus: 41) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian. (Al-Baqarah: 139) Imam Bukhari mengatakan bahwa dikatakan: Untukmulah agamamu. (Al-Kafirun: 6) Yakni kekafiran. dan untukkulah agamaku. (Al-Kafirun: 6) Yaitu agama Islam, dan tidak disebutkan dini, karena akhir semua ayat memakai huruf nun, maka huruf ya-nya dibuang. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain: maka Dialah yang menunjuki aku. (Asy-Syu'ara: 78) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dialah Yang menyembuhkan aku. (Asy-Syu'ara: 80) Selain Imam Bukhari mengatakan bahwa sekarang aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah, dan aku tidak akan pula memenuhi ajakan kalian.dalam sisa usiaku, dan kalian tidak akan menyembah Tuhan yang aku sembah.
Mereka adalah orang-orang yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. (Al-Maidah: 64) Ibnu Jarir telah menukil dari sebagian ahli bahasa Arab bahwa ungkapan seperti ini termasuk ke dalam Bab "Taukid (Pengukuhan)" sebagaimana yang terdapat di dalam firman-Nya: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ilu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alain Nasyrah: 5-6) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jahim, dan sesungguhnya kalian benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. (At-Takatsur: 6-7) Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh sebagian dari mereka seperti Ibnul Juzi dan lain-lainnya dari Ibnu Qutaibah; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Kesimpulan dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa ada tiga pendapat sehubungan dengan makna ayat-ayat surat ini. Pendapat yang pertama adalah sebagaimana yang telah kami kemukakan di atas. Pendapat yang kedua adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya dari ulama tafsir, bahwa makna yang dimaksud dari firman-Nya: aku tidak pernah menyembah apa yang kalian sembah.
Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 2-3) Ini berkaitan dengan masa lalu, sedangkan firman-Nya: Dan aku bukan penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian bukanpulapenyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 4-5) Ini berkaitan dengan masa mendatang. Dan pendapat yang ketiga mengatakan bahwa hal tersebut merupakan taukid (pengukuhan kata) semata. Masih ada pendapat lainnya, yaitu pendapat keempat; pendapat ini didukung oleh Abu Abbas ibnu Taimiyah dalam salah satu karya tulisnya.
Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya: aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. (Al-Kafirun:2) menafikan perbuatan karena kalimatnya adalah jumlah fi'liyyah, sedangkan firman-Nya: Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah. (Al-Kafirun: 4) menafikan penerimaan tawaran tersebut secara keseluruhan, karena makna jumlah ismiyah yang dinafikan pengertiannya lebih kuat daripada jumlah fi 'liyah yang dinafikan. Jadi, seakan-akan yang dinafikan bukannya hanya perbuatannya saja, tetapi juga kejadiannya dan pembolehan dari hukurn syara'.
Pendapat ini dinilai cukup baik pula; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Imam Abu Abdullah Asy-Syafii dan lain-lainnya telah menyimpulkan dari ayat ini, yaitu firman-Nya: Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku. (Al-Kafirun: 6) sebagai suatu dalil yang menunjukkan bahwa kufur itu semuanya sama saja, oleh karenanya orang Yahudi dapat mewaris dari orang Nasrani; begitu pula sebaliknya, jika di antara keduanya terdapat hubungan nasab atau penyebab yang menjadikan keduanya bisa saling mewaris.
Karena sesungguhnya semua agama selain Islam bagaikan sesuatu yang tunggal dalam hal kebatilannya. Imam Ahmad ibnu Hambal dan ulama lainnya yang sependapat dengannya mengatakan bahwa orang Nasrani tidak dapat mewaris dari orang Yahudi, demikian pula sebaliknya. Karena ada hadits yang diriwayatkan dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Dua orang pemeluk agama yang berbeda tidak dapat saling mewaris di antara keduanya."
Tidak ada tukar-menukar dengan pengikut agama lain dalam hal peribadahan kepada Tuhan. Wahai orang kafir, untukmu agamamu, yakni kemusyrikan yang kamu yakini, dan untukku agamaku yang telah Allah pilihkan untukku sehingga aku tidak akan berpaling ke agama lain. Inilah jalan terbaik dalam hal toleransi antar umat beragama dalam urusan peribadahan kepada Tuhan. 1. Wahai Nabi Muhammad, apabila telah datang pertolongan Allah kepadamu dan pengikutmu dalam menghadapi kaum kafir Quraisy, dan telah datang pula kemenangan kepadamu dengan penaklukan Mekah menjadi kota yang suci kembali dari kesyirikan dan kekafiran,.
Kemudian dalam ayat ini, Allah mengancam orang-orang kafir dengan firman-Nya yaitu, "Bagi kamu balasan atas amal perbuatanmu dan bagiku balasan atas amal perbuatanku." Dalam ayat lain Allah berfirman:
Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu. (al-Baqarah/2: 139).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-KAAFIRUUN
(ORANG-ORANG KAFIR)
SURAH KE-109, 6 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.
Sudah jelas, surah ini diturunkan di Mekah, yang dituju ialah kaum musyrikin, yang kafir, tidak mau menerima seruan dan petunjuk kebenaran yang dibawakan Nabi kepada mereka.
Ayat 1
“Katakanlah;" -olehmu wahai utusan-Ku- kepada orang-orang yang tidak mau percaya itu, “Hai orang-orang kafir!" (ayat 1)
Hai orang-orang yang tidak mau percaya. Menurut Ibnu Jarir panggilan seperti ini disuruh sampaikan oleh Nabi kepada orang- orang kafir itu, yang sejak semula berkeras menantang Rasul dan sudah diketahui dalam ilmu Allah Ta'aala bahwa sampai saat terakhir pun mereka tidak akan mau menerima kebenaran. Maka bermufakatlah pemuka-pemuka Quraisy hendak menemui Nabi. Mereka bermaksud hendak mencari damai. Yang mendatangi Nabi itu ialah Walid bin Mughirah, Ash bin Wail, Aswad bin Muthalib, dan Umayyah bin Khalaf. Mereka kemukakan suatu usul damai, “Ya Muhammad! Mari kita berdamai. Kami bersedia menyembah apa yang engkau sembah, tetapi engkau pun hendaknya bersedia pula menyembah apa yang kami sembah. Dalam segala urusan di negeri kita ini, engkau turut serta bersama kami. Kalau seruan yang engkau bawa ini memang ada baiknya daripada apa yang ada pada kami, supaya turutlah kami merasakannya bersama engkau. Dan jika pegangan kami ini yang lebih benar daripada apa yang engkau serukan itu, maka engkau pun turut bersama merasakannya dengan kami. Kita sama-sama mengambil bagian padanya." Tidak berapa lama setelah mereka mengemukakan usul ini, turunlah ayat ini.
Ayat 2
“Aku tidaklah menyembah apa yang kamu sembah." (ayat 2)
Menurut tafsiran Ibnu Katsir yang disalinkan dari Ibnu Taimiyah, arti ayat yang kedua, “Aku tidaklah menyembah apa yang kamu sembah;" ialah menafikan perbuatan (nafyul fi'ii). Artinya, perbuatan begitu tidaklah pernah aku kerjakan.
Ayat 3
“Dan tidak pula kamu menyembah apa yang aku sembah." (ayat 3)
Artinya persembahan kita ini sekali-kali tidak dapat diperdamaikan atau digabungkan. Karena yang aku sembah hanya Allah, sedangkan kalian menyembah benda, semacam kayu atau batu yang kamu buat sendiri.
***
Ayat 4
“Dan aku bukanlah penyembah sebagaimana kamu menyembah." (ayat 4)
Ayat 5
“Dan kamu bukanlah pula penyembah sebagaimana aku menyembah." (ayat 5)
Maka selain dari yang kita sembah itu berlainan; maka cara kita menyembah pun lain pula. Kalau aku menyembah Allah, maka aku melakukan shalat dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan. Sedang kamu menyembah berhala, sangat berbeda dengan caraku menyembah Allah. Oleh sebab itu tidaklah dapat keyakinan kita itu didamaikan.
Ayat 6
“Untuk kamulah agama kamu, dan untuk akulah agamaku." (ayat 6)
Soal aqidah, di antara tauhid mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampuradukkan dengan syirik. Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya ialah kemenangan syirik.
Syekh Muhammad Abduh menjelaskan perbedaan ini di dalam tafsirnya, “Dua jumlah kata yang pertama (ayat 2 dan 3) adalah menjelaskan perbedaan yang disembah. Dan isi dua ayat berikutnya (ayat 4 dan 5) ialah menjelaskan perbedaan cara beribadah. Tegasnya yang disembah lain dan cara menyembah pun lain. Tidak satu dan tidak lama."
Surah ini memberi pedoman yang tegas bagi kita, pengikut Nabi Muhammad, bahwa aqidah tidaklah dapat diperdamaikan. Tauhid dan syirik tak dapat dipertemukan. Kalau yang hak hendak dipersatukan dengan yang batil, maka yang batil akan mendapat untung. Oleh sebab itu maka aqidah tauhid tidaklah mengenal apa yang dinamai Cynscritisme, yang berarti menyesuai-nyesuaikan. Misalnya di antara animisme dengan tauhid, penyembahan berhala dengan shalat, menyembelih binatang guna pemuja hantu atau jin dengan membaca Bismillah. Dan lain-lain sebagainya.
***
Tersebut dalam Shahih Muslim, diterima dari Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah ﷺ membaca surah al-Kaafiruun ini bersama surah Qul Huwallaahu Ahad di dalam shalat sunnat dua rakaat sesudah thawaf, pada shalat dua rakaat sunnah Fajar (sebelum shalat Shubuh), dan dua rakaat sesudah Maghrib.