Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِنَّهُۥ
dan sesungguhnya dia
لِحُبِّ
benar-benar cinta
ٱلۡخَيۡرِ
kebaikan (harta)
لَشَدِيدٌ
sungguh sangat
وَإِنَّهُۥ
dan sesungguhnya dia
لِحُبِّ
benar-benar cinta
ٱلۡخَيۡرِ
kebaikan (harta)
لَشَدِيدٌ
sungguh sangat
Terjemahan
Sesungguhnya cintanya pada harta benar-benar berlebihan.
Tafsir
(Dan sesungguhnya karena cintanya kepada kebaikan) maksudnya cinta atas harta benda (dia sangat bakhil) artinya lantaran sangat mencintai harta, jadilah ia seorang yang amat bakhil atau kikir.
Tafsir Surat Al-'Adiyat: 1-11
Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah, dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya), dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, maka ia menerbangkan debu, dan menyerbu di tengah-tengah kumpulan musuh, sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka apakah diat tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala bersumpah dengan menyebut kuda apabila dilarikan di jalan Allah (jihad), maka ia lari dengan kencangnya dan suara dengus napasnya yang keras saat lari. dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku teracaknya). (Al-'Adiyat: 2) Yakni suara detak teracaknya ketika menginjak batu-batuan, lalu keluarlah percikan api darinya. dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. (Al-'Adiyat: 3) Yaitu mengadakan serangan di waktu pagi hari, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ Beliau mengadakan serangan di waktu subuh; maka apabila beliau mendengar suara azan di kabilah yang akan diperanginya, beliau mengurungkan niatnya. Dan apabila beliau ﷺ tidak mendengar suara azan di kabilah tersebut, maka dilangsungkanlah niatnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: maka ia menerbangkan debu. (Al-'Adiyat: 4) Maksudnya, debu di tempat kuda-kuda mereka sedang beraksi di kancah peperangan.
dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. (Al-'Adiyat: 5) Yakni kuda-kuda tersebut berada di tengah-tengah kancah peperangan (mengobrak-abrik barisan musuh). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. (Al-'Adiyat: l) Yaitu unta; menurut Ali disebutkan unta, dan menurut Ibnu Abbas disebutkan kuda. Dan ketika apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas itu sampai ke telinga Ali, maka ia berkata, "Dalam Perang Badar kami tidak memiliki kuda." Ibnu Abbas menjawab, bahwa sesungguhnya hal tersebut hanyalah berkenaan dengan pasukan khusus yang dikirimnya.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, dari Abu Mu'awiyah Al-Bajali, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan kepadanya bahwa ketika aku sedang berada di Hijir Isma'il, tiba-tiba datanglah kepadaku seorang lelaki yang bertanya mengenai makna firman-Nya: Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. (Al-'Adiyat: 1) Maka aku menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah kuda ketika digunakan untuk menyerang di jalan Allah, kemudian di malam hari diistirahatkan dan mereka membuat makanan (memasak makanan)nya, dan untuk itulah maka mereka menyalakan api (dapur)nya buat masak.
Setelah itu lelaki tersebut pergi meninggalkan diriku menuju ke tempat Ali berada, yang saat itu berada di tempat minum air zamzam (dekat sumur zamzam). Lalu lelaki itu menanyakan kepada Ali makna ayat tersebut, tetapi Ali balik bertanya, "Apakah engkau pernah menanyakannya kepada seseorang sebelumku?" Lelaki itu menjawab, "Ya, aku telah menanyakannya kepada Ibnu Abbas, dan ia mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah kuda ketika menyerang di jalan Allah." Ali berkata, "Pergilah dan panggillah dia untuk menghadap kepadaku." Ketika Ibnu Abbas telah berada di hadapan Ali, maka Ali berkata, "Apakah engkau memberi fatwa kepada manusia dengan sesuatu yang tiada pengetahuan bagimu mengenainya.
Demi Allah, sesungguhnya ketika mula-mula perang terjadi di masa Islam (yaitu Perang Badar), tiada pada kami pasukan berkuda kecuali hanya dua ekor kuda. Yang satu milik Az-Zubair dan yang lainnya milik Al-Miqdad. Maka mana mungkin yang dimaksud dengan al-'adiyati dabhan adalah kuda. Sesungguhnya yang dimaksud dengan al-'adiyati dabhan ialah bila berlari dari 'Arafah ke Muzdalifah dan dari Muzdalifah ke Mina." Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu ia mencabut ucapannya itu dan mengikuti pendapat yang dikatakan oleh Ali Dan berdasarkan sanad ini dari Ibnu Abbas dapat disebutkan bahwa Ibnu Abbas mengatakan bahwa menurut Ali, al-'adiyati dabhan bila jarak yang ditempuhnya dari 'Arafah ke Muzdalifah; dan apabila mereka beristirahat di Muzdalifah, maka mereka menyalakan apinya (untuk memasak makanannya).
Al-Aufi dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud adalah kuda. Dan ada sejumlah ulama yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah kumpulan unta (yang digunakan untuk kendaraan perang di jalan Allah), di antara mereka adalah Ibrahim dan Ubaid ibnu Umair. Sedangkan ulama lainnya mengikuti pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, antara lain ialah Mujahid, Ikrimah, ‘Atha’, Qatadah, dan Adh-Dhahhak; dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Abbas dan ‘Atha’ mengatakan bahwa tiada yang mengeluarkan suara dengusan napas saat berlari kecuali hanya kuda dan anjing. Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari ‘Atha’, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas memperagakan tentang makna ad-dabhu, yaitu suara dengusan napas. Kebanyakan ulama mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kuda yang mencetuskan bunga api dengan pukulan (kuku kakinya). (Al-'Adiyat: 2) Yakni dengan teracaknya, dan menurut pendapatyang lain menyebutkan bila kuda-kuda itu menyalakan peperangan di antara para penunggangnya, menurut Qatadah.
Telah diriwayatkan dari Mujahid dan Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kuda yang mencetuskan bunga api dengan pukulan (teracaknya). (Al-'Adiyat: 2) Yaitu menyalakan api untuk tipu muslihat dalam peperangan. Menurut pendapat yang lain, menyalakan api bila kembali ke tempat tinggal mereka di malam hari. Menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah apinya para kabilah. Dan menurut orang yang menafsirkannya dengan kuda mengartikannya dengan pengertian menyalakan api di Muzdalifah.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang benar adalah yang pertama. Yaitu yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah kuda ketika memercikkan bunga api dari kaki teracaknya saat berlari kencang dan beradu dengan batu-batuan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. (Al-'Adiyat: 3) Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pasukan berkuda yang menyerang di pagi hari buta di jalan Allah.
Dan menurut ulama yang menafsirkannya dengan unta, makna yang dimaksud ialah berangkat di waktu subuh dari Muzdalifah ke Mina. Dan mereka semuanya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka ia menerbangkan debu. (Al-'Adiyat: 4) Yakni tempat yang kuda-kuda dan unta-unta itu berada, baik dalam ibadah haji maupun dalam jihad, debu-debu beterbangan karenanya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. (Al-'Adiyat: 5) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ‘Atha’, Ikrimah, Qatadah, dan Adh-Dhahhak (yang semuanya dari Ibnu Abbas), bahwa makna yang dimaksud ialah kumpulan pasukan musuh yang kafir.
Dapat pula ditakwilkan dengan pengertian bahwa kuda-kuda itu berkumpul di tengah-tengah tempat medan pertempuran. Dengan demikian, berarti lafal jam'ah di-nasab-kan menjadi hal (kata keterangan keadaan) yang menguatkan makna wasata. Abu Bakar Al-Bazzar sehubungan dengan hal ini telah meriwayatkan sebuah hadits yang gharib sekali. Untuk itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Jami', telah menceritakan kepada kami Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ mengirimkan pasukan berkuda, maka berlalulah masa satu bulan tanpa ada kabar beritanya.
Lalu turunlah firman Allah subhanahu wa ta’ala: Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. (Al-'Adiyat: 1) Yakni menghentak-hentakkan kakinya dengan cepat dalam larinya. dan kuda yang mencetuskan bunga api dengan pukulan (teracaknya). (Al-'Adiyat: 2) Artinya, teracaknya memercikkan bunga-bunga api karena menginjak bebatuan, seperti halnya batu pemantik api apabila diadukan. dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. (Al-'Adiyat: 3) Yaitu menyerang musuh di pagi buta dengan serangan yang mengejutkan. maka ia menerbangkan debu. (Al-'Adiyat: 4) Yakni debu beterbangan karena injakan teracak-teracaknya.
dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. (Al-'Adiyat: 5) Maksudnya, menyerbu ke tengah-tengah kantong musuh semuanya di waktu pagi buta. Firman Allah Swt: sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya. (Al-'Adiyat: 6) Inilah subjek sumpahnya, dengan pengertian bahwa sesungguhnya manusia itu benar-benar mengingkari nikmat-nikmat Tuhannya. Ibnu Abbas, Mujahid, Ibrahim An-Nakha'i, Abul Jauza, Abul Aliyah, Abud Duha, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Qais, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Ibnu Zaid telah mengatakan bahwa al-kanud artinya pengingkar.
Al-Hasan mengatakan bahwa al-kanud artinya orang yang mengingat-ingat musibah dan melupakan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Israil, dari Ja'far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya. (Al-'Adiyat: 6) Beliau bersabda, bahwa al-kanud artinya orang yang makan sendirian dan memukul budaknya serta menolak kehadirannya.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui jalur Ja'far ibnuz Zubair, tetapi dia orangnya tidak terpakai hadisnya, dan sanad hadits ini lemah. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui hadits Hirriz ibnu USmam, dari Hamzah ibnu Hani', dari Abu Umamah secara mauquf. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya. (Al-'Adiyat: 7) Qatadah dan Sufyan Ats-Tsauri mengatakan bahwa sesungguhnya Allah benar-benar menyaksikan hal tersebut.
Dapat pula ditakwilkan bahwa damir yang ada merujuk kepada manusia, ini menurut Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi. Dengan demikian, berarti maknanya ialah sesungguhnya manusia itu benar-benar menyaksikan sendiri (mengakui) akan keingkaran dirinya melalui sepak terjangnya, yakni terlihat jelas hal itu dari ucapan dan perbuatannya, sebagaimanayangdisebutkan dalam firman-Nya: Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. (At-Taubah: 17) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. (Al-'Adiyat: 8) Yakni sesungguhnya kecintaannya kepada harta benda benar-benar sangat berat.
Sehubungan dengan makna ayat ini, ada dua pendapat; pendapat pertama mengatakan bahwa sesungguhnya manusia itu sangat mencintai harta. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa sesungguhnya karena kecintaannya kepada harta, dia menjadi seorang yang kikir. Kedua makna sama-sama benarnya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menganjurkan kepada manusia untuk berzuhud terhadap duniawi dan menganjurkan mereka untuk menyukai pahala akhirat. Yang hal ini diungkapkan-Nya melalui peringatan terhadap mereka tentang apa yang akan terjadi sesudah kehidupan dunia ini, yaitu banyak peristiwa yang menakutkan yang akan dihadapinya.
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur? (Al-'Adiyat: 9) Maksudnya, dikeluarkan orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya. dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada. (Al-'Adiyat: 10) Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah apabila dilahirkan dan ditampakkan apa yang selama itu mereka sembunyikan dalam diri dan hati mereka. sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itn Maha Mengetahui keadaan mereka. (Al-'Adiyat: 11) Tuhan mereka benar-benar mengetahui semua yang diperbuat dan yang dikerjakan oleh mereka, dan Dia kelak akan membalaskannya terhadap mereka dengan balasan yang sempurna; Dia tidak akan berbuat aniaya barang seberat zarrah pun terhadap seseorang.
Demikianlah akhir tafsir surat Al-'Adiyat, segala puji bagi Allah atas semua karunia yang telah dilimpahkan-Nya."
Dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan. Kecintaan berlebihnya pada harta membuatnya materialistis, mengumpulkan harta dengan jalan apa pun, tidak peduli halan atau haram. Cintanya itu juga membuatnya bakhil dan cenderung menggunakannya untuk sesuatu yang tidak benar. 9. Maka tidakkah dia mengetahui apabila apa yang di dalam kubur dikeluarkan dan dibangkitkan pada hari kiamat untuk mempertanggung-jawabkan amalnya,.
Allah menyatakan bahwa karena sangat sayang dan cinta kepada harta serta keinginan untuk mengumpulkan dan menyimpannya menyebabkan manusia menjadi sangat kikir, tamak, serta melampaui batas. Allah berfirman:
Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan. (al-Fajr/89: 20).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Setelah Allah bersumpah dengan memakai kuda dalam perang, yang gagah perkasa menyerbu musuh di tengah malam, sehingga dari ladam kuda itu timbul api dan bekas hebat serbuannya menimbulkan debu-duli; datanglah tujuan inti sumpah pada ayat yang keenam, yaitu
Ayat 6
“Sesungguhnya manusia terhadap Tuhannya tidaklah berterima kasih." (ayat 6)
Arti Kanuud ialah tidak berterima kasih, melupakan jasa. Berapa saja nikmat yang diberikan Allah, dia tidak merasa puas dengan yang telah ada itu, bahkan masih meminta tambah lagi. Nafsunya tidak pernah merasa cukup dan kenyang; yang ada tidak disyukurinya, bahkan dia mengomel mengapa sedikit; dan yang datang terlebih dahulu dilupakannya.
Ayat 7
“Dan sesungguhnya dia, atas yang demikian itu, adalah menyaksikan sendiri." (ayat 7)
Artinya, bahwasanya tingkah laku dan sikap hidup orang yang tidak berterima kasih kepada Allah itu mudah saja diketahui oleh orang lain, karena orang yang begitu tidaklah dapat menyembunyikan perangainya yang buruk itu.
Ayat 8
“Dan sesungguhnya dia, karena cintanya kepada harta, adalah terlalu." (ayat 8)
Yang dimaksud dengan terlalu di sini ialah sangat bakhil. Mana yang telah masuk tidak boleh keluar lagi. Takut didekati orang karena takut akan dimintai. Sampai kadang-kadang manis mulutnya kepada orang sampai caranya memburuk-burukkan diri supaya jangan diketahui bahwa dia kaya, Semuanya itu adalah menunjukkan ciri-ciri orang bakhil. Yang sangat padanya ialah mementingkan diri sendiri, lemah dalam hubungan kepada Allah dan kepada sesama manusia.
Ayat 9
“Apakah dia tidak tahu?" (pangkal ayat 9)
Apakah tidak sampai kepadanya pengajaran yang disampaikan oleh Rasul, bahwa hidup ini bukan hanya di dunia ini saja? Dan setelah manusia mati, harta bendanya itu tidak akan dibawa? Malahan kelak akan tiba masanya.
“Apabila dibongkar apa yang ada dalam kubur?" (ujung ayat 9)
Artinya bahwa semua makhluk yang telah mati akan dibangkitkan kembali dari kuburnya karena akan dihisab, karena akan diperhitungkan amalan yang telah dibawanya untuk hidupnya di akhirat. Dan akan ditanyai dari mana didapatnya hartanya yang banyak dan dipertahankannya mati-matian sampai menjadi bakhil itu, dan ke mana dibelanjakannya?
Ayat 10
“Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada-dada?" (ayat 10)
Maka segala rahasia yang tersembunyi selama hidup dahulu, entah harta benda yang banyak itu didapat dari menipu, mencuri, berbohong, laku curang, korupsi, manipulasi, semuanya akan terbongkar, sehingga jatuh hinalah diri di hadapan khalayak ramai di Padang Mahsyar.
Ayat 11
“Sesungguhnya Tuhan mereka, terhadap mereka, di hari itu adalah amat mengetahui." (ayat 11)
Tidaklah dapat berbohong lagi, atau bersenda-gurau dan main-main (lahwun wa la'ibun) seperti di dunia, karena semua rahasia sudah ada di tangan Allah.