Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan jangan
تَكُونَنَّ
sekali-kali kamu adalah
مِنَ
dari/termasuk
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَّبُواْ
(mereka) mendustakan
بِـَٔايَٰتِ
dengan ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
فَتَكُونَ
maka kamu adalah/jadi
مِنَ
dari
ٱلۡخَٰسِرِينَ
orang-orang yang merugi
وَلَا
dan jangan
تَكُونَنَّ
sekali-kali kamu adalah
مِنَ
dari/termasuk
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَّبُواْ
(mereka) mendustakan
بِـَٔايَٰتِ
dengan ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
فَتَكُونَ
maka kamu adalah/jadi
مِنَ
dari
ٱلۡخَٰسِرِينَ
orang-orang yang merugi
Terjemahan

Janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang menyebabkan kamu tergolong orang-orang yang merugi.
Tafsir

(Dan sekali-kali janganlah kamu termasuk orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang rugi).
Tafsir Surat Yunus: 94-97
Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu. Karena itu, janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. Dan sekali-kali janganlah kamu termasuk orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang rugi. Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.
Qatadah bin Di'amah mengatakan bahwa telah sampai kepada kami suatu berita yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺtelah bersabda: Aku tidak pernah merasa ragu dan tidak pernah (pula) bertanya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Sa'id bin Jubair, dan Al-Hasan Al-Basri. Di dalam ayat ini terkandung makna penegasan kepada umat Nabi ﷺ dan sekaligus sebagai pemberitahuan kepada mereka bahwa sifat Nabi mereka terdapat di dalam kitab-kitab terdahulu yang ada di tangan ahli kitab, seperti yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul. Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka. (Al-A'raf: 157), hingga akhir ayat.
Sekalipun dengan adanya pengetahuan yang telah mereka ketahui dari kitab-kitab mereka, sehingga mereka mengenal Nabi ﷺ (ciri-cirinya) sebagaimana mereka mengenali anak-anaknya sendiri, tetapi mereka memalsukan hal itu dan mereka mengubah serta menggantinya. Dan mereka tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ, sekalipun hujah telah jelas bagi mereka. Karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97) Artinya, tidak sekali-kali mereka beriman dengan keimanan yang bermanfaat bagi diri mereka, melainkan iman mereka baru muncul di saat tiada manfaatnya lagi iman bagi diri seseorang.
Seperti yang pernah didoakan oleh Nabi Musa a.s. untuk kebinasaan Fir aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Hal ini disebutkan oleh firman-Nya: Ya Tuhan kami. binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih. (Yunus: 88) Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman pula dalam ayat yang lain: Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-An'am: 111).
Setelah dilarang meragukan kebenaran wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, lalu ditegaskan, janganlah sekali-kali engkau termasuk orang yang mendustakan, yakni mengingkari ayat-ayat Allah, nanti engkau termasuk orang yang rugi, yakni celaka bahkan dalam kecelakaan yang besar, karena jauh dari rahmat Allah. Sungguh, orang-orang yang telah dipastikan mendapat ketetapan Tuhanmu, yakni mereka memilih tidak akan menerima kebenaran, maka pasti mereka tidaklah akan beriman, meskipun mereka mendapat, yakni menyaksikan dan telah datang kepada mereka segala bukti tanda-tanda kebesaran Allah, hingga mereka menyaksikan, yakni merasakan azab yang pedih. Ketika azab itu datang, iman seseorang sudah tidak berguna lagi.
Allah menegaskan lagi agar Muhammad dan kaum Muslimin jangan termasuk golongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani itu, karena perbuatan tersebut akan menimbulkan kerugian besar bagi orang yang melakukannya di dunia dan di akhirat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 94
“Maka jika engkau dalam keraguan pada apa-apa yang telah Kami turunkan kepada engkau itu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab dari yang sebelum engkau."
Maksud ayat ialah, bahwasanya sesudah Allah menyokong dakwah Rasulullah ﷺ kepada kaum musyrikin itu, dengan mengemukakan dua kisah, yaitu kisah Nabi Nuh a.s. dan Musa a.s. dengan secara ringkas tepat, untuk memperbandingkannya dengan tantangan dan kaum musyrikin itu. Allah menerangkan lagi bahwa orang-orang yang telah membaca kitab-kitab yang terdahulu pun mengetahui cerita-cerita itu. Dan kalau Nabi ﷺ ragu tentang pengetahuan mereka, cobalah tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan mengakui bahwa memang ada cerita demikian mereka terima. Oleh sebab itu bukanlah berarti bahwa Nabi Muhammad ﷺ benar-benar ragu! Belum pernah beliau ragu tentang wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Susunan kata seperti ini biasa juga terpakai di dalam pergaulan. Kita sehari-hari dengan anak kandung kita. Misalnya kita berkata kepada anak kita sendiri, “Jika benar-benar engkau mengaku anak kandungku, tentu engkau mau mengerjakan pekerjaan yang berfaedah." Jika ayah bertanya demikian kepada putranya, bukanlah berarti bahwa si ayah ragu bahwa itu memang anaknya, dan si anak pun tidaklah ragu bahwa ayah itu memang ayahnya.
Di dalam ayat ini pun demikian halnya. Apabila Allah berkata, jika engkau ragu pada apa-apa yang Kami turunkan kepada engkau, tanyailah orang-orang yang membaca kitab yang sebelum engkau. Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah ﷺ tidak pernah ragu, dan beliau tidak pernah bertanya kepada orang yang membaca kitab itu." Sa'id bin Jubair dan Hasan al-Bishri meriwayatkan seperti demikian pula. Qatadah menyatakan menurut riwayat yang diterimanya dari seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang tidak disebutnya namanya, bahwa Rasulullah ﷺ berkata, “Aku tidak ragu dan aku tidak bertanya."
Susun kata yang mengarah ini dapat pula kita baca pada ayat 116 di akhir surah al-Maa'idah, yaitu bahwa Allah bertanya kepada Nabi Isa al-Masih, engkaukah yang berkata kepada manusia, supaya manusia mengambil engkau dan ibumu menjadi ilah, selain Allah? al-Masih menjawab, “Mahasuci Engkau, tidaklah pantas bagiku mengatakan sesuatu yang bukan hakku."
Maka jika Allah bertanya demikian, bukanlah berarti bahwa Allah tidak tahu bahwa al-Masih tidak pernah mengatakan demikian.
Kemudian datanglah sambungan ayat, “Sungguh telah datang kepada engkau kebenaran dari Allah engkau." Sambungan ini pun memberi ketegasan lagi bahwasanya kata di atas bukanlah menunjukkan keraguan ada pada Rasul ﷺ apatah lagi setelah datang akhir ayat,
“Maka sekali-kali janganlah engkau terus masuk orang-orang yang ragu-ragu"
Tidak usah ragu, dan tidak perlu lagi bertanya. Dan dengan ini lebih jelas maksud ayat, yaitu bukan Nabi ﷺ yang dimaksud dengan ayat ini, tetapi tiap-tiap orang yang ragu, sebagaimana ditafsirkan oleh Abu Umar Muhammad bin Abdulwahid yang zahid."Aku dengar dari kedua Imam Tsa'labah dan al-Mubarrad, berkata keduanya tentang makna “Dan jika engkau di dalam keraguan," dan seterusnya, artinya ialah “Katakanlah olehmu ya Muhammad, orang kafir itu, jika engkau ada dalam keraguan, maka tanyakanlah kepada orang yang membaca kitab dari sebelum engkau, yaitu Ahlul Kitab yang telah Islam sebagai Abdullah bin Salam dan seumpamanya. Penyembah-penyembah berhala itu memang mengakui ilmu pengetahuan orang Yahudi, dan mengakui pula bahwa ilmu Yahudi lebih tinggi dari ilmu mereka. Lantaran itu Allah Ta'aala menyuruh Rasul-Nya memberi petunjuk kepada orang-orang yang ragu-ragu pada apa yang ditentukan Allah kepadanya dari Al-Qur'an, agar orang-orang yang ragu bertanya kepada Ahlul Kitab, yang telah masuk Islam. Niscaya mereka akan memberi kabar, bahwa Al-Qur'an memang kitab Allah yang benar, dan beliau memang Rasulullah ﷺ, dan Taurat sendiri memang membawakan kesaksian tentang itu dan ada membicarakannya."
Demikian penafsiran dari Abu Umar Muhammad bin Abdulwahid. Kata Syaukani di dalam tafsirnya, “Penafsiran ini bagus juga, tetapi tidak sesuai dengan zahir ayat."
Ahli tafsir menyebutkan pula yang dimaksud dengan orang yang membaca kitab itu, selain dari Abdullah bin Salam dari orang Yahudi, ialah Tamim ad-Daari dari orang Nasrani. Meskipun bunyi tafsiran bagus, payah juga disesuaikan dengan turunnya ayat. Sebab ayat turun di Mekah, dan waktu itu Abdullah bin Salam dan Tamim ad-Daari belum masuk Islam. Sebab mereka masuk Islam ialah setelah Rasul ﷺ pindah ke Madinah.
Ayat 95
“Dan sekali-kali janganlah engkau jadi dari orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Karena (dengan begitu) niscaya adalah engkau dari orang-orang yang rugi."
Siapa yang mendustakan, pastilah rugi. Rugi dirinya karena tidak mempunyai modal hidup, yaitu iman. Bila modal hidup yang bernama iman tidak ada, bahagia dunia tidak akan dirasai. Meskipun penuh tampaknya benda dari luar, rugilah dia karena kosongnya jiwa dari kepercayaan. Meskipun ayat dihadapkan kepada Rasul ﷺ, yang sekali-kali tidak pernah ragu dan tidak pernah menyatakan, tetapi yang dituju ialah musyrikin itu sendiri. Susun kata semacam ini sekali-sekali dipergunakan dalam maksud menikam orang yang tidak percaya, sebagaimana pepatah bangsa kita, “Pukul anak sindir menantu."
Ayat 96
“Sesungguhnya, orang-orang yang telah pasti atas mereka ketentuan-ketentuan Allah engkau tidaklah mereka akan percaya."
Artinya, bahwa orang-orang yang telah ditentukan oleh Allah kalimat adzab, siksaan yang pasti karena keingkaran dan kufur mereka, tidaklah mereka akan beriman. Sebab kekufuran dan keingkaran itu telah berurat berakar dalam jiwa mereka. Sebagaimana keadaan Fir'aun yang tersebut di atas tadi, sampai kepada kegagalan ikhtiarnya yang terakhir, tidaklah dia beriman. Dan setelah lehernya tercagut-cagut akan tenggelam, baru dia menyebut beriman. Lain tidak, karena masih mengharap akan terlepas dari bahaya itu. Laksana seekor anjing yang terjepit ekornya, melengking-lengking minta tolong dilepaskan. Akan tetapi, kalau dia telah lepas, dia akan menyeringai kembali memperli-hatkan taringnya kepada orang yang telah melepaskannya itu. Bila seseorang telah me-milih jalan yang salah, sampai dia terguling masuk jurang, ketika dalam suasana jatuh itu, meskipun dia tidak suka jatuh, tidaklah dapat dihalangi lagi kehancurannya. Ini termasuk sunatullah yang tidak dapat diganti lagi.
Ayat 97
“Dan walaupun datang kepada mereka tiap-tiap ayat."
Apabila Allah telah mencap dengan kalimat ketentuannya, tidaklah mereka mau percaya, walaupun segala macam dalil, ayat, bukti dan alasan dikemukakan kepada mereka, mereka tidak akan beranjak lagi dari kekufurannya.
“Sehingga mereka lihat adzab yang pedih."
Mereka lihat dan mereka alami dengan diri sendiri seketika adzab itu datang, dan mereka deritai sendiri. Ketika itu baru mereka mau tunduk karena terpaksa. Padahal apalah artinya lagi kalau pengakuan itu datang saat terakhir, dan hanya karena dipaksa keadaan?
Ayat-ayat ini, yang diturunkan sesudah di atas tadi Allah menerangkan kisah Fir'aun mengejar Bani Israil, yang dalam seluruh hidupnya telah mempergunakan segala ikhtiar menghambat kebenaran yang dibawa Musa, lalu setelah usahanya yang penghabisan gagal dan dia akan tenggelam baru mau mengakui Allah, adalah untuk menjelaskan lagi sebagai perbandingan bagi kaum musyrikin yang tengah dihadapi Nabi ﷺ di Mekah itu. Dan pedoman bagi umat Muslimin selanjutnya dalam menegakkan kebenaran Allah di dunia ini, bahwa di segala waktu akan bertemulah orang-orang yang semacam itu. Tidak mau berkisar dari kufur dan mempertahankan kebatilan, sebab sudah dicap Allah, telah dite-tapkan oleh ketentuan kalimat Allah. Orang itu hanya akan mau berubah karena terpaksa saja, yaitu di saat segala usahanya mengelak dan mendalih tidak mempan lagi.