Ayat

Terjemahan Per Kata
وَقَالَ
dan berkata
مُوسَىٰ
Musa
رَبَّنَآ
ya Tuhan kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
ءَاتَيۡتَ
telah Engkau datangkan/berikan
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
وَمَلَأَهُۥ
dan pemuka-pemukanya
زِينَةٗ
perhiasan
وَأَمۡوَٰلٗا
dan harta kekayaan
فِي
didalam
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
لِيُضِلُّواْ
untuk mereka menyesatkan
عَن
dari
سَبِيلِكَۖ
jalan Engkau
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
ٱطۡمِسۡ
binasakanlah
عَلَىٰٓ
atas
أَمۡوَٰلِهِمۡ
harta kekayaan mereka
وَٱشۡدُدۡ
dan keraskan
عَلَىٰ
atas
قُلُوبِهِمۡ
hati mereka
فَلَا
maka tidak
يُؤۡمِنُواْ
mereka beriman
حَتَّىٰ
sehingga
يَرَوُاْ
mereka melihat
ٱلۡعَذَابَ
siksaan
ٱلۡأَلِيمَ
pedih
وَقَالَ
dan berkata
مُوسَىٰ
Musa
رَبَّنَآ
ya Tuhan kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
ءَاتَيۡتَ
telah Engkau datangkan/berikan
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
وَمَلَأَهُۥ
dan pemuka-pemukanya
زِينَةٗ
perhiasan
وَأَمۡوَٰلٗا
dan harta kekayaan
فِي
didalam
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
لِيُضِلُّواْ
untuk mereka menyesatkan
عَن
dari
سَبِيلِكَۖ
jalan Engkau
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
ٱطۡمِسۡ
binasakanlah
عَلَىٰٓ
atas
أَمۡوَٰلِهِمۡ
harta kekayaan mereka
وَٱشۡدُدۡ
dan keraskan
عَلَىٰ
atas
قُلُوبِهِمۡ
hati mereka
فَلَا
maka tidak
يُؤۡمِنُواْ
mereka beriman
حَتَّىٰ
sehingga
يَرَوُاْ
mereka melihat
ٱلۡعَذَابَ
siksaan
ٱلۡأَلِيمَ
pedih
Terjemahan

Musa berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberikan kepada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan (yang banyak) dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, (akibat pemberian itu) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang sangat pedih.”
Tafsir

(Musa berkata, "Ya Rabb kami! Sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Ya Rabb kami) Engkau telah memberikan mereka hal-hal tersebut (yang akhirnya mereka menyesatkan) pada kesudahannya mereka menyesatkan manusia (dari jalan Engkau) agama Engkau. (Ya Rabb kami, binasakanlah harta benda mereka) lenyapkanlah harta benda mereka (dan kunci matilah hati mereka) artinya tutuplah rapat-rapat hati mereka (maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih) yang menyakitkan. Nabi Musa berdoa mengutuk Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya, sedangkan Nabi Harun mengamini doanya.
Tafsir Surat Yunus: 88-89
Musa berkata.Ya Tuhan kami. sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami. binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman sehingga mereka melihat siksaan yang pedih. Allah berfirman, "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua. Karena itu, tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.
Ayat ini menceritakan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Musa a.s. kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk kebinasaan Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya, setelah mereka menolak perkara yang hak dan terus-menerus berada dalam kesesatan dan kekufuran mereka seraya menentang dan ingkar; karena perbuatan aniaya, kecongkakan, kesombongan, dan keangkara-murkaan mereka. Nabi Musa a.s. berkata dalam doanya: Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan. (Yunus: 88) berupa perhiasan duniawi dan kesenangan-kesenangannya. dan harta kekayaan. (Yunus: 88) Yakni harta kekayaan yang banyak lagi berlimpah.
dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. (Yunus: 88) Kalau menurut bacaan, liyadillu artinya Engkau telah memberi mereka hal tersebut, padahal Engkau mengetahui bahwa mereka tidak akan beriman kepada apa yang Engkau utuskan melaluiku kepada mereka, sebagai istidraj dari Engkau buat mereka. Pengertian ini sama dengan yang ada pada firman-Nya: untuk Kami cobai mereka dengannya. (Thaha: 131) Sedangkan ulama lainnya ada yang membacanya dengan ya yang di-dammah-kan, artinya 'akibat dari apa yang Engkau berikan kepada mereka itu, maka mereka menyesatkan orang-orang yang Engkau kehendaki kesesatannya dari kalangan makhluk-Mu".
Agar orang yang Engkau sesatkan itu menduga bahwa sesungguhnya Engkau memberi hal tersebut kepada mereka hanyalah karena kecintaan-Mu kepada mereka dan perhatian-Mu kepada mereka. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka. (Yunus: 88) Menurut Ibnu Abbas dan Mujahid, maknanya ialah 'binasakanlah harta benda mereka'. Menurut Ad-Dahhak, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' bin Anas, makna yang dimaksud ialah 'Allah menyerapah harta benda mereka menjadi batu-batuan dalam keadaan terukir, persis seperti bentuknya yang semula'.
Menurut Qatadah, telah sampai kepada kami suatu riwayat yang mengatakan bahwa tanam-tanaman mereka berubah menjadi batu. Muhammad bin Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa Allah menjadikan tebu-tebu mereka menjadi batu. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abul Haris telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Bukair, dari Abu Ma'syar, telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Qais, bahwa Muhammad bin Ka'b membaca surat Yunus di hadapan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, hingga sampai pada firman-Nya: Musa berkata.Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. (Yunus: 88) sampai dengan firman-Nya: Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka. (Yunus: 88), hingga akhir ayat.
Maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz bertanya, "Hai Abu Hamzah, apakah yang dimaksud dengan istilah At- Tams? Muhammad bin Ka'b yang nama panggilannya Abu Hamzah menjawab, "Semua harta benda mereka berubah menjadi batu." Maka Umar bin Abdul Aziz berkata kepada seorang pelayannya, "Datangkanlah kepadaku satu karung makanan." Maka si pelayan mengambil sebuah karung yang berisi biji kacang hums yang ketika dibuka telah berubah menjadi batu.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan kunci matilah hati mereka. (Yunus: 88) Menurut Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah kunci matilah hati mereka. maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih. (Yunus: 88) Doa yang dipanjatkan oieh Nabi Musa a.s. ini merupakan ungkapan kemarahannya demi membela Allah dan agama-Nya terhadap Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya, karena menurut pandangannya mereka telah jelas tidak ada manfaatnya dan tiada kebaikan barang sedikit pun dalam diri mereka.
Perihalnya sama dengan doa Nabi Nuh a.s. yang disitir oleh firman-Nya: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (Nuh: 26-27) Karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala memperkenankan doa Musa a.s. terhadap mereka, sedangkan saudaranya (Harun) mengamininya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya telah diperkenankan doa kamu berdua. (Yunus: 89) Abul Aliyah, Abu Saleh, Ikrimah, Muhammad bin Ka'b Al-Qurazi, dan Ar-Rabi' bin Anas mengatakan bahwa Nabi Musa berdoa, sedangkan Harun mengamininya. Makna ayat ialah 'sesungguhnya Kami telah memperkenankan permohonan kamu berdua yang meminta agar Fir'aun beserta orang-orangnya dihancurkan'.
Ayat ini dapat pula dijadikan sebagai dalil yang menunjukkan bahwa bacaan amin makmum atas bacaan surat Al-Fatihah imamnya kedudukannya sama dengan bacaan makmum sendiri; karena Nabi Musa berdoa, sedangkan Harun mengamininya, dan Allah menyebutkan dalam firmannya: Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua. Karena itu, tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus. (Yunus: 89), hingga akhir ayat. Dengan kata lain. sebagaimana telah diperkenankan permohonan kamu berdua, maka tetaplah kamu berdua pada perintah-Ku.
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus. (Yunus: 89) Maksudnya, berjalan teruslah kamu berdua pada perintah-Ku, yakni istiqamah. Ibnu Juraij mengatakan, "Para ulama mengatakan bahwa Fir'aun tinggal selama empat puluh tahun sesudah adanya doa ini." Tetapi menurut Muhammad bin Ka'b dan Ali ibnul Husain hanya empat puluh hari."
Setelah membuat beberapa rumah untuk tinggal dan ibadah para pengikutnya, Nabi Musa berkata, yakni berdoa, Ya Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Fir'aun dan para pemuka kaumnya perhiasan yang banyak dan harta kekayaan yang berlimpah dalam kehidupan dunia, tetapi mereka tidak pernah bersyukur kepada-Mu. Ya Tuhan kami, dengan anugerah yang banyak itu, mereka justru menyesatkan manusia dari jalan-Mu. Ya Tuhan, binasakanlah harta mereka, dan kuncilah hati mereka, karena mereka telah mengunci hati mereka dari kebenaran, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat dan merasakaMenjawab doa Nabi Musa sebagaimana tersebut pada ayat di atas, Dia yakni Allah berfirman, Sungguh, telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus yang ditunjukkan Allah kepada kamu berdua dan jangan sekali-kali kamu mengikuti jalan orang yang tidak mengetahui jalan yang lurus, sehingga mereka tersesat.
.
Dalam ayat ini dijelaskan pembangkangan dan perbuatan sewenang-wenang Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya, kecemasan dan ketakutan Bani Israil, dan pengaduan Musa kepada Allah tentang nikmat yang melimpah yang diberikan kepada Firaun dan kaumnya seperti perhiasan emas permata, pakaian kebesaran yang mewah, dan kekayaan lainnya, namun segala nikmat yang diberikan Allah itu justru menjadikan mereka sesat dari jalan Allah. Bahkan mereka bertambah sombong dan berbuat aniaya di atas harta kekayaan itu. Allah seakan membiarkan mereka dalam kesesatan sehingga mereka tidak beriman.
Lalu Nabi Musa mendoakan kehancuran Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan alasan sebagai berikut:
Pertama, Kufur terhadap nikmat Allah. Suatu kenyataan bahwa Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya memiliki kekuasaan dan kekuatan yang besar. Di samping itu, ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncaknya di zaman Firaun di Mesir. Barang-barang peninggalan Firaun, baik yang terdapat di museum Mesir ataupun di Eropa dan Amerika, menunjukkan ketinggian peradaban dan kebudayaan mereka. Demikian pula benda-benda purbakala dan bangunan-bangunan kuno yang terdapat di Mesir. Dalam pemerintahan, Firaun memegang kekuasaan mutlak bahkan kepada rakyatnya dia mengaku dirinya sebagai tuhan.
Kedua, Menolak kebenaran. Kenyataan menunjukkan bahwa Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya telah jauh meninggalkan nilai-nilai moral kemanusiaan dan agama. Hak asasi manusia tidak dihargainya. Mereka hidup dalam kemewahan, di atas derita rakyat. Musa a.s. telah berupaya membawa Firaun dan pembesar-pembesarnya ke jalan Allah, dengan menunjukkan bukti-bukti kerasulannya. Dia berikan ajaran tentang kebenaran, keadilan, nasehat dan peringatan siksa Allah, dan malapetaka, akibat perbuatannya. Akan tetapi seruan Musa tidak mendapat sambutan yang baik bahkan mendapat tantangan serta permusuhan. Dengan demikian kemungkinan untuk menyeru Firaun dan kaumnya ke jalan Allah telah tertutup serta keimanan mereka tidak dapat diharapkan lagi.
Membiarkan Firaun dan pembesar-pembesarnya dengan kekuasaan, kejayaan dan kekuatannya yang besar sedangkan prinsip dasar hidup mereka jauh lebih rendah dari nilai-nilai moral kemanusiaan dan agama, sangat membahayakan perdamaian dunia dan kesejahteraan umat manusia. Mereka dengan kekuatan dan kekuasaannya, berbuat maksiat dan kerusakan di muka bumi, mengancam keselamatan umat manusia. Oleh karena itu, Nabi Musa memanjatkan doa kepada Allah untuk kebahagiaan umat manusia, agar Allah melumpuhkan kekuatan Firaun dengan membiarkan mereka dalam kesesatan, sebab kesesatan mereka akan mengakibatkan kehancuran mereka sendiri. Nabi Harun sebagai pembantu utama Nabi Musa, mengamini doa Nabi Musa itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MENYUSUN KEKUATAN UMAT
Setelah Musa dan Harun disuruh menempa dan memperteguh jiwa kaumnya yang masih sedikit dan lemah itu, yang terdiri hanya dari angkatan muda yang belum berpengalaman, maka Allah pun memerintahkan pula menyusun masyarakat mereka agar bersatu-padu.
Ayat 87
“Dan telah Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: Bahwa hendaklah kamu berdua membuatkan bagi kaum kamu itu :beberapa rumah di Mesir."
Ini perintah mendirikan rumah tangga, tempat berdiam atau menetap. Meskipun dalam keadaan ekonomi yang sangat susah, karena sumber-sumber hidup tidak ada, namun rumah adanya tempat penetapkan hati. Selama ini umumnya Bani Israil tidak mempunyai tempat tinggal yang tenteram. Dan mereka hidup terpencar-pencar. Maka kalau mereka telah berkumpul, berumah-rumah di perkampungan yang tertentu, mudahlah menerima pimpinan dari Rasul ﷺ."Dan jadikanlah rumah-rumah kamu itu kiblat." Yaitu menjadi pusat peribadahan, menjalankan syari'at yang telah mereka pusakai dari nenek moyang mereka Nabi Ibrahim a.s. sejak sebelum Yusuf pindah ke Mesir.
Menurut penafsiran Sufyan ats-Tsauri dan Ibnu Manshur dari Ibrahim: menjadikan rumah jadi kiblat, artinya ialah karena siang malam mereka dalam suasana takut saja, dipe-ritahkaniah mereka memusatkan ibadah di dalam rumah mereka."Dan dirikanlah olehmu shalat."
Dari ayat ini telah dapat diambil kesimpulan bahwa mereka belum sanggup mendirikan tempat beribadah yang khusus di luar rumah, sebab kekuasaan mutlak di tangan Fir'aun dan Fir'aun pun belum dapat menerima kalau ada suatu gerakan agama untuk menyembah Allah selain dari dirinya sendiri. Sebab itu dipusatkanlah ibadah di rumah masing-masing dan perteguh jiwa dengan shalat.
Dapatlah kita mengambil pelajaran dari ayat ini, kepada Nabi Musa diwahyukan bahwa musuh sebesar itu, kekuasaan sebesar itu, sampai raja mengakui dirinya Allah, harta-bendanya banyak berlimpah, kekuasaannya tidak terbatas, tidaklah akan dapat dilawan kalau hanya dengan kekerasan hati saja. Kerja utama terlebih dulu ialah memperkuat jiwa dan memperdekat diri kepada Allah, dengan shalat. Kepada kita umat Muhammad pun hal ini dipesankan pula. Dalam surah al-Baqarah ayat 45 dan ayat 153 kita disuruh memohon-kan pertolongan Ilahi dalam menghadapi cita-cita yang besar, dengan sabar dan shalat.
Menurut sebuah tafsir dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan Ai-Aufi, berkatalah Bani Israil kepada Musa a.s. bahwa tidaklah kami sanggup mengerjakan shalat dengan terang-te-rangan di hadapan kekuasaan Fir'aun. Itulah sebabnya, diizinkan shalat di dalam rumah masing-masing. Rumah itu dijadikanlah kiblat, artinya tumpukan perhatian ketika menyembah Allah ke rumah sendiri. Menurut suatu tafsir dari Mujahid, mereka disuruh menghadapkan muka ke kiblat, yaitu Ka'bah. Dan itu dilakukan secara rahasia.
“Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman."
Artinya, asal iman ada, amal kepercayaan kepada Allah tetap dan teguh seraya menja-lankan apa yang diperintahkan Allah itu dengan patuh, bagaimanapun kesulitan yang dihadapi sekarang, sampai shalat pun harus sembunyi-sembunyi dalam rumah, namun akhir kelaknya kesukaran ini akan bertukar dengan kegembiraan. Kemenangan pasti di-capai. Sebab kekuatan harta benda dan siasat busuk dari musuh itu tidaklah akan dapat mengalahkan jiwa yang kuat karena iman, karena kepercayaan akan kebenaran apa yang diperjuangkan itu.
Dengan perintah Allah kepada Musa supaya menggembirakan orang-orang yang beriman, kita mendapat lagi rahasia pimpinan. Jika kaum itu telah tunduk kepada pimpinan Rasul, telah tawakal pula, lalu menguatkan jiwa yang tadinya nyaris lemah, dituruti dengan usaha yang nyata, yaitu menyusun kekuatan dengan mendirikan rumah tempat menetap yang teratur, dan shalat pula bersama-sama; dengan demikian keadaan pasti berubah. Itulah perubahan yang dimulai dari dalam, yang pada zaman sekarang kita namai konsolidasi. Dan tunas yang kecil itu kelak kekuatan akan datang dan pengharapan akan timbul, yang kian lama kian kukuh. Sebab iman itu sendiri telah dibuktikan dalam kenyataan. Pemimpin besar mereka, yaitu Musa, dan wazir pembantu setianya, abangnya Harun akan gembira melihat perubahan itu,, dan kaumnya pun akan timbul kegembiraan bekerja, sebab sudah ,ada perubahan dalam diri sendiri.
Di sinilah bertemu rahasia kegembiraan bagi orang yang beriman. Betapa pun gelapnya keadaan yang dihadapi, betapa pun masih kecilnya kekuataan diri sendiri dibandingkan dengan kekuatan musuh, apabila organisasi, pentadbiran dan susunan yang kecil itu sudah mulai diatur, kegembiraan bekerja mesti tumbuh. Sebab keyakinan telah mulai hidup, bahwa cita-cita yang kita pertahankan dengan perjuangan adalah benar, dan pihak musuh adalah salah. Kita di pihak yang hak, musuh di pihak yang batil. Apatah lagi apabila pihak pejuang yakin pula bahwasanya yang diperjuangkan ini bukanlah urusan pribadi. Soal yang besar ini tidak akan dapat diselesaikan sendirian. Ada yang datang dan ada yang pergi, namun pendirian yang benar itu diwariskan terus-menerus kepada anak cucu. Maka sampaikanlah kabar gembira pada setiap yang sepaham bahwa kita di pihak benar dan musuh di pihak yang salah. Dan yang salah itu pasti hancur. Cuma soal waktu belaka.
KELEMAHAN FIR AUN IALAH KEMEWAHAN
Ayat 88
“Dan berkata Musa: Ya Allah kami! Sesungguhnya Engkau telah memberikan kepada Fir'aun dan penyokong-penyokongnya itu perhiasan dan harta benda di dalam kehidupan dunia ini. Ya Allah kami! Yang menjadikan mereka tersesat dari jalan Engkau."
Untuk membuktikan bagaimana mewahnya zaman Fir'aun itu dengan perhiasan dan harta benda, sampai sekarang masih dapat kita lihat pada gedung Arca (Museum) Purbakala Mesir di Kairo. Di sana kita dapati mumi, yaitu tubuh jenazah raja-raja yang telah dibalsem dengan semacam obat, yang sampai sekarang seorang ahli kimia yang mana pun di dunia belum tahu ramuan apakah agaknya yang dicampur untuk mengeraskan mayat itu, sehingga sudah lebih dari 3.000 tahun, masih saja belum rusak Mayat-mayat itu terhantar dalam museum seakan-akan dendeng yang telah keras. Giginya, hidungnya dan jari-jarinya masih lengkap.
Tidak berhenti-hentinya ahli-ahli purbakala yang khusus menyelidiki Mesir itu, yang telah berdiri sejak Napoleon memasuki negeri itu pada permulaan abad kesembilan belas, yang dinamai Egyptologie (Ilmu Kemesiran), menggali bekas-bekas purbakala itu. Didapati kuburan Ratu Tutankhmen di dalam sebuah keranda emas berlapis tujuh. Dan didapatlah singgasana daripada emas, barang-barang perhiasan daripada batu-batu permata yang mahal, tidak tepermanai.
Di sana-sini teruslah bertemu barang-barang perhiasan itu, banyak di antaranya dibawa orang ke Eropa Lalu dijadikan perhiasan museum di negeri-negeri Barat itu.
Tentu saja, di samping raja-raja dan permaisuri, penyokong-penyokong istana, menteri-menteri, orang besar-besar, kepala-kepala perang, pendeta-pendeta, semuanya pun lengkap dengan perhiasan dan harta benda. Sampai sekarang pun masih dapat kita lihat wajah mereka itu dilukiskan di dinding piramida atau bangunan-bangunan lain di Luxor, di Aswan, di Abu Simbel dan lain-lain, yang penuhlah Mesir Ulu dan Mesir Ilir dengan dinding-dinding berpeta bertulisan menunjukkan kemewahan itu.
Dari mana sumber segala kekayaan, harta benda dan kemewahan itu?
Di zaman kebesarannya, Fir'aun-Fir'aun
Mesir itu telah menaklukkan negeri-negeri sekitarnya. Kekuasaannya sampai ke Libya, ke Naubah dan ke Mesopotamia. Negeri-negeri yang ditaklukkan itu dirampas segala harta bendanya, diperbudak rakyatnya dan dikuasai negerinya. Tetapi yang merasai faedah dari kekayaan yang berlimpah-limpah itu hanyalah pihak penguasa. Adapun rakyat tetaplah dalam kemiskinan dan kemelaratan. Terutama lagi kaum Bani Israil, keturunan Ya'qub dan Yusuf yang telah berdiam di Mesir, Mereka menjadi rakyat kelas tiga yang tertindas dan terhina.
Lantaran itu, penilaian terhadap seseorang ditentukan oleh harta benda dan perhiasannya. Musa sendiri seketika masih hidup dalam istana, menuruti hidup yang mewah itu. Akan tetapi, setelah dia datang kembali ke Mesir sebagai seorang Rasulullah ﷺ, dia telah melempar jauh kehidupan mewah itu. Dia datang membawa kebesaran jiwa, keteguhan hati dan keberanian dalam mempertahankan kebenaran.
Dan dia datang menemui Fir'aun ke istana dengan berpakaian yang sederhana saja, seba-gai layaknya seorang Rasulullah ﷺ Dilukiskan di dalam Al-Qur'an, surah az-Zukhruf, bahwa Fir'aun mengomel, mengapa Musa datang hanya berpakaian biasa, tidak menuruti protokol dan adat istiadat."Mengapa dia datang tidak memakai perhiasan dan gelang-gelang yang melilit tangan yang terbuat dari emas. Dan jika dia mengakui utusan Allahnya, mengapa dia tidak diiringkan oleh pengawal-pengawal yang terdiri dari malaikat?"
Selanjutnya, berdoalah Nabi Musa, “Ya Allah kami! Musnahkanlah harta benda mereka." Karena selama harta benda itu masih mereka kuasai, mereka masih akan berlaku aniaya dan kejam kepada rakyat dan sesama manusia. Karena dengan harta benda yang banyak itu, mereka masih mempunyai kesempatan berbuat segala maksiat dalam negeri.
“Dan kenaikanlah hati mereka, maka tidaklah mereka percaya, sehingga mereka lihat adzab yang pedih itu."
Dalam ayat ini Nabi Musa telah sampai pada puncak doa permohonan kepada Allah yang begitu keras, melihat kesombongan mereka, kezaliman aniaya mereka karena bersandar pada harta benda banyak itu, yang telah diberi peringatan dengan berbagai peringatan, tetapi mereka masih tetap menentang. Tidak ada jalan lain lagi, biarkanlah hati itu tinggal keras sehingga kesombongan sampai ke puncak dan keaniayaan mencapai klimaksnya. Karena hati-hati yang sesat ini sudah tak mau diperbaiki lagi. Karena demikian, jadikanlah hati mereka keras sekeras batu, atau kepala batu kata orang sekarang. Karena orang yang seperti ini tidak akan dapat diperbaiki lagi, kalau tidak dengan pukulan palu godam yang dahsyat berupa adzab.
Di dalam sejarah perjalanan manusia di dunia ini selalu dapat kita saksikan kezaliman, kesombongan lantaran berkuasa, pemakaian harta benda yang dibuat sesuka hati dan kemewahan yang berlebih-lebihan, menyebabkan orang lupa daratan! Seruan para nabi dan orang-orang yang memiliki cita-cita mengajak kepada hidup yang lebih baik, selalu menjadi ejekan dari pihak yang berkuasa. Segala orang yang menyeru kepada jalan yang benar, dipandang oleh si penguasa itu sebagai musuhnya, lalu dibencinya. Sebaliknya, segala orang penjilat dan pengambil muka, pemuja-pemuja, sampai menyamakan martabat raja atau pemimpin itu kepada martabat Allah, menyebabkan mereka bertambah tenggelam. Tak ada orang yang jujur, sebab yang jujur dimusuhi.
Allah telah berfirman, tersebut di dalam surah asy-Syuuraa ayat 27,
“Dan kalau Allah melebarkan rejeki kepada hamba-hamba-Nya, mereka pun berbuat semau-maunya di muka bumi ini." (asy-Syuuraa: 27)
Kelebaran rejeki ialah kekuasaan, kedudukan, kerajaan dan harta benda yang tidak terbatas. Karena telah diangkat naik oleh rejeki yang diberikan Allah itu, mereka pun mabuk. Mereka tidak dapat lagi mengendalikan maka berbuatlah dia di muka bumi ini semau-maunya, karena dia merasa tidak ada lagi orang yang akan berani membantah. Pen-jara di mulutnya, senjata disediakannya, siapa yang membantah tutup mulutnya. Ambil dan rampas harta bendanya. Tidak ada lagi tempat manusia itu mengadu, sebab pucuk kekuasaan ada di tangan si penguasa. Jalan satu-satunya yang dapat dilakukan oleh manusia yang teraniaya itu, lain tidak, hanya tinggal berdoa memohonkan perlindungan kepada Allah. Maka apabila mereka lihat bahwa umat yang banyak itu tidak berkutik lagi, tidaklah mereka mundur agak selangkah, malahan mereka lebih gila lagi. Mereka bujuk, mereka tipu, dan mereka adakan propaganda palsu untuk membela diri dan mengelabui agar yang salah dianggap benar, dan yang benar dianggap salah, dan barangsiapa yang berani membuka mulut agar bertambah dibenci orang banyak. Dan si raja atau si penguasa harus dianggap sebagai Allah, dan titahnya harus dianggap sebagai suatu titah suci yang tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan.
Pengalaman-pengalaman manusia bermasyarakat dan bernegara menunjukkan, bahwa suatu waktu segala usaha manusia akan tertumbuk buntu. Rakyat dalam negeri yang diperintah secara sewenang-wenang oleh penguasa yang zalim itu sudah kehilangan daya. Segala jalan tertutup, segala kemungkinan sudah tak tampak. Jalan di muka bumi semua-nya sudah tidak nampak lagi. Hanya tinggal satu-satunya jalan, ialah mengadu kepada Yang Mahatinggi dan Yang Paling Atas.
Di sini dapatlah kita memahamkan doa Nabi Musa kepada Allah, supaya harta benda Fir'aun itu dimusnahkan dan hati mereka dikeraskan, sehingga datang suatu adzab yang pedih, yang sama sekali tak mereka sangka.
Kesimpulan ayat ialah Nabi Musa mendoakan biarlah hati mereka keras sekeras batu, tidak mau bertolak angsur menyambut seruan Musa, sampai perhiasan dan harta benda yang menyebabkan mereka tersesat itu licin tandas. Dan sesudah licin tandas nanti, baru mereka rasai betapa pedihnya adzab Allah.
Kalau yang kita baca hanya ayat ini saja, kita akan mengatakan bahwa doa Musa itu terlalu keras. Tetapi hendak mengetahui rahasia suatu ayat, hendaklah kita ingat pula ayat yang lain. Ingatlah kembali ayat-ayat dari 132 sampai ayat 136 dari surah al-A'raaf (Juz 9).
Mula-mula mereka tuduh bahwa segala tanda-tanda yang dibawa Musa adalah sihir
• Kemudian didatangkan Allah berbagai macam bahaya, taufan, belalang, kutu-kutu, kodok dan darah; namun pada setiap bencana itu datang, mereka masih saja menyombong
• Tetapi setelah satu bahaya sudah sangat besar dan segala usaha mereka membendung bahaya itu tidak berhasil, mereka minta Musa berdoa kepada Allah agar bahaya itu dihi-langkan. Kalau bahaya hilang, mereka berjanji akan beriman, dan Bani Israil akan mereka lepas pergi meninggalkan Mesir, tidak lagi akan mereka halang-halangi (135). Begitulah terus-menerus. Apa sebab? Mengapa mereka begitu keberatan melepaskan Bani Israil di bawah pimpinan Musa meninggalkan Mesir? Ialah sebab Bani Israil mereka pandang budak yang hina. Kalau Bani Israil yang lebih setengah juta itu meninggalkan Mesir, siapa lagi yang akan menjunjung tinggi kemewahan mereka?
Siapa lagi yang akan menghidangkan dan melayani makan minum mereka? Siapa lagi yang akan dikerahkan membangun piramida-piramida? Siapa lagi yang akan mendayung perahu di Sungai Nil dan bercucuk tanam di ladang-ladang? Apa lagi artinya perhiasan dan harta benda kalau orang yang ditindas untuk itu tidak ada lagi?
Kalau sebab-sebab ini sudah dipahamkan, maka dapat pulalah kita memahamkan mengapa Nabi Musa sampai berdoa seperti ini. Biar harta mereka licin tandas, dan hati mereka tetap keras sekeras batu, sehingga adzab Allah datang, dan mereka tidak dapat bergerak lagi. Hancur dalam adzab.
Di samping itu, dapat pula kita pelajari betapa keadaannya pribadi Nabi Musa di antara sekalian Rasulullah ﷺ. Seorang yang gagah perkasa, tidak banyak cakap dan sungguh-sungguh jujur. Maka ibarat bergantang, kalau sudah terlalu penuh, tentu melimbahlah dia keluar, menjadi doa yang demikian bunyinya. Permohonannya dikabulkan oleh Allah.
Ayat 89
“Berfirman Dia: Sungguh telah diperkenankan permohonan kamu berdua."
Di sini Allah telah menjanjikan, bahwa memang akan datang masanya, perhiasan dan harta benda itu akan musnah, licin tandas, hancur-lebur, hilang lenyap, sedang hati mereka tetap keras tidak mau tunduk, sampai adzab meleburkan mereka semuanya masuk lautan bersama harta yang licin tandas itu."Maka tetaplah kamu keduanya pada jalan lurus." Artinya, jalan terus jangan mundur. Tetap menuju tujuan, jangan bergeser: lstiqa-mah! Jadilah tumpuan segala angin, betapa pun keras derunya; laksana puncak bukit. Jadilah hempasan sekalian ombak dan gelombang, betapa pun dahsyatnya; laksana karang di ujung pulau. Pegang pimpinan lebih ketat dari yang sudah-sudah.
“Dan janganlah kamu keduanya mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui."
Jalan lurus! Jangan dituruti rencana orang-orang bodoh, atau kaum yang dipimpin. Sebab bahayanya amat besar.
Musa adalah nabi, rasul dan pemimpin! Sebagai pemimpin yang dibimbing wahyu, pengetahuannya jauh lebih luas daripada pengetahuan kaum yang dipimpinnya. Sebagai pemimpin dia menghadap kedua zaman depan. Dan dia berkeyakinan bahwa maksud pasti tercapai, perjuangan pasti menang. Berbeda dengan umat yang dipimpin. Mereka hanya melihat yang di hadapan mata. Melihat bayangan keuntungan mereka telah bergembira, dan melihat kesulitan mereka telah mengeluh. Maka sebagai rasul dan pemimpin, baik Musa maupun Harun, sekali-sekali janganlah turut hanyut dalam gelombang emosi dari kaum yang dipimpin. Keteguhan istiqamah seorang pemimpin dalam memimpin kaum yang corak kecerdasannya tidak tinggi adalah arah yang menentukan kejayaan masa depan. Maka ujung ayat ini adalah satu pelajaran pula dalam ilmu kepemimpinan.
Di pangkal ayat disebutkan bahwa Musa-lah yang berdoa kepada Allah, tetapi ketika Allah memperkenankan doa itu (ayat 89) disebut kamu berdua. Menurut satu riwayat dari Abu Hurairah, yang mengucapkan doa memanglah Musa sendirinya, dan Harun berdiri di sampingnya mengaminkan doa Musa, mohon Allah memperkenankan. Dan Musa pun menyebut Rabbana: Ya Allah kami! Bukan ya Allahku, sebab mereka berdiri berdua. Di sini tergambarlah kedudukan mereka berdua sebagai rasul dari Allah. Musa lebih besar, Harun adalah wazirnya. Musa menghadapi Allah, Harun berdiri di sampingnya. Ketika Allah memperkenankan doa itu, disebutlah mereka keduanya.