Ayat
Terjemahan Per Kata
ثُمَّ
kemudian
بَعَثۡنَا
Kami utus
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِم
sesudah mereka
مُّوسَىٰ
Musa
وَهَٰرُونَ
dan Harun
إِلَىٰ
kepada
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
وَمَلَإِيْهِۦ
dan pemuka-pemukanya
بِـَٔايَٰتِنَا
dengan ayat-ayat Kami
فَٱسۡتَكۡبَرُواْ
maka mereka menyombongkan diri
وَكَانُواْ
dan adalah mereka
قَوۡمٗا
kaum
مُّجۡرِمِينَ
orang-orang yang berdosa
ثُمَّ
kemudian
بَعَثۡنَا
Kami utus
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِم
sesudah mereka
مُّوسَىٰ
Musa
وَهَٰرُونَ
dan Harun
إِلَىٰ
kepada
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
وَمَلَإِيْهِۦ
dan pemuka-pemukanya
بِـَٔايَٰتِنَا
dengan ayat-ayat Kami
فَٱسۡتَكۡبَرُواْ
maka mereka menyombongkan diri
وَكَانُواْ
dan adalah mereka
قَوۡمٗا
kaum
مُّجۡرِمِينَ
orang-orang yang berdosa
Terjemahan
Kemudian, setelah mereka Kami mengutus Musa dan Harun kepada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya, dengan membawa tanda-tanda (kekuasaan) Kami. Lalu, mereka menyombongkan diri dan mereka adalah kaum pendurhaka.
Tafsir
(Kemudian sesudah rasul-rasul itu, Kami utus Musa dan Harun kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya) kaumnya Firaun (dengan membawa ayat-ayat Kami) yang berjumlah sembilan buah ayat (maka mereka menyombongkan diri) tidak mau beriman kepadanya (dan mereka adalah orang-orang yang berdosa).
Tafsir Surat Yunus: 75-78
Kemudian sesudah rasul-rasul itu Kami utus Musa dan Harun kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, tetapi mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.
Tatkala datang kebenaran dari sisi Kami kepada mereka, mereka berkata, "Ini tiada lain kecuali sihir yang nyata.”
Musa berkata, "Apakah kalian mengatakan terhadap kebenaran ketika ia datang kepada kalian, 'Sihirkah ini?', padahal ahli-ahli sihir itu tidak akan mendapat kemenangan.
Mereka berkata, "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua."
Ayat 75
Allah ﷻ berfirman: “Kemudian Kami utus.” (Yunus: 75)
Maksudnya, sesudah rasul-rasul tersebut.
“Musa dan Harun kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya.” (Yunus: 75)
Lafaz al-mala' artinya kaum.
“Dengan membawa tanda-tanda.” (Yunus: 75)
Yakni hujah-hujah dan bukti-bukti dari Kami.
“Tetapi mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (Yunus: 75)
Tetapi mereka angkuh, tidak mau mengikuti kebenaran dan tidak mau taat kepadanya. Maka mereka adalah kaum yang berdosa, seperti yang disebutkan oleh firman selanjutnya:
Ayat 76
“Ketika datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata, ‘Ini tiada lain kecuali sihir yang nyata’.” (Yunus: 76) Seakan-akan mereka bersumpah dalam melancarkan tuduhannya itu; semoga Allah melaknat mereka, padahal mereka mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu dusta dan bohong, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.” (An-Naml: 14) hingga akhir ayat.
Ayat 77
Firman Allah ﷻ: “Musa berkata.” (Yunus: 77)
Yaitu kepada mereka dengan nada mengingkari mereka.
“Apakah kalian mengatakan terhadap kebenaran ketika ia datang kepada kalian, 'Sihirkah ini?', padahal ahli-ahli sihir itu tidak akan mendapat kemenangan.” Mereka berkata, "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami.” (Yunus: 77-78)
Yakni untuk membelokkan dan menyimpangkan kami.
Ayat 78
“Dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya.” (Yunus: 78)
Maksudnya adalah agama yang mereka peluk di masa lalu.
“Dan supaya kamu berdua.” (Yunus: 78)
Yakni kamu (Musa) dan Harun.
“Mempunyai kekuasaan di muka bumi.” (Yunus: 78)
Artinya, kebesaran dan kepemimpinan di muka bumi.
“Kami tidak akan mempercayai kamu berdua.” (Yunus: 78)
Allah ﷻ sering kali menyebutkan kisah Musa a.s. bersama Fir'aun dalam Kitab-Nya yang mulia, karena sesungguhnya di dalamnya terkandung kisah yang paling menakjubkan. Sesungguhnya pada mulanya Fir'aun berlaku sangat hati-hati dan waspada terhadap kelahiran Musa. Lalu takdir Allah menundukkannya, sehingga Fir'aun sendiri tanpa sepengetahuannya justru yang memelihara orang yang diwaspadainya ini di dalam istananya, satu kamar dengannya, serta satu meja makan, karena menganggapnya sebagai anaknya sendiri.
Kemudian Musa tumbuh besar dan Allah membuatkan baginya suatu penyebab yang menyebabkannya terusir dari istana Fir'aun dan para pemuka kaumnya. Lalu Allah memberinya kenabian dan kerasulan serta dapat berbicara langsung dengan-Nya. Nabi Musa diutus oleh Allah kepada Fir'aun untuk menyerunya agar menyembah Allah dan kembali kepada-Nya. Saat itu Fir'aun berada dalam puncak kejayaannya dengan segala kebesaran dan pengaruh yang dimilikinya.
Nabi Musa a.s. datang kepadanya dengan membawa risalah dari Allah dan tiada yang membantunya kecuali hanya saudara kandungnya, yaitu Nabi Harun a.s. Tetapi Fir'aun membangkang, angkuh serta egois, emosi dan kecongkakannya makin menjadi-jadi. Bahkan dia mengaku-ngaku hal yang tidak pantas bagi dirinya, berani berbuat kurang ajar terhadap Allah, serta menghina dan menganiaya golongan orang-orang yang beriman dari kalangan kaum Bani Israil.
Akan tetapi Allah memelihara Rasul-Nya (yaitu Nabi Musa) dan Nabi Harun serta meliputi keduanya dengan pertolongan-Nya dan menjaganya dengan mata kekuasaan-Nya yang tidak pernah tidur. Hujah, perdebatan, dan mukjizat-mukjizat ditegakkan di tangan Nabi Musa. Dan Allah menampakkannya melalui Nabi Musa secara berangsur-angsur dan berturut-turut, sehingga membuat akal kebingungan dan hati merasa kagum dengannya. Di hadapan mukjizat-mukjizat itu tiada suatu daya upaya pun yang dapat menghadapinya.
Hal seperti itu tidak lain kecuali datang dari orang yang dikuatkan oleh Allah ﷻ. Setiap kali mukjizat muncul, disusul dengan mukjizat lainnya yang lebih mengagumkan. “Dan tidaklah Kami perlihatkan kepada mereka suatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar daripada mukjizat-mukjizat sebelumnya.” (Az-Zukhruf: 48)
Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya -semoga Allah melaknat mereka- tetap bersikeras mendustakan semua mukjizat itu, mengingkarinya dan menyombongkan diri terhadapnya; sehingga pada akhirnya Allah menimpakan azab-Nya kepada mereka dengan azab yang tidak dapat dihindari, yaitu Allah menenggelamkan mereka semuanya dalam sekejap. “Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai keakar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An'am: 45)
Setelah pada ayat sebelumnya dijelaskan kisah Nabi Nuh dan para rasul terdahulu, lalu dalam ayat ini dijelaskan kisah Nabi Musa. Kemudian setelah mereka, yakni para rasul terdahulu, Kami utus Musa dan Harun kepada Fir'aun dan para pemuka kaumnya, dengan membawa tandatanda kebesaran dan kekuasaan Kami. Ternyata mereka menyombongkan diri, yakni mendustakan dan enggan menerima kebenaran, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Maka ketika telah datang kepada mereka kebenaran mukjizat dari sisi Kami sebagai bukti kebenaran risalah Nabi Musa dan Nabi Harun, mereka berkata dengan angkuh dan sombong, Ini benar-benar sihir yang nyata.
Sesudah menerangkan pengutusan rasul-rasul tersebut kepada kaum mereka masing-masing, maka dalam ayat ini, Allah menerangkan secara khusus pengutusan Musa dan Harun a.s. kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya. Kisah Musa a.s. berulang kali terdapat dalam Al-Qur'an, karena kisah ini mengandung pelajaran yang penting. Musa a.s. adalah seorang utusan Allah yang dihadapkan kepada seorang raja Firaun yang memiliki kekuasaan besar dan raja dari suatu negara yang sudah tinggi peradaban dan kebudayaannya. Karena kebesarannya itulah dia menjadi sombong dan aniaya terhadap rakyatnya. Dia dikelilingi oleh pemuka kaumnya (bangsa Qibthy) yang sangat besar pengaruhnya padanya dan banyak menyesatkan pikirannya. Penduduk pribumi Mesir amat dipengaruhi oleh pemuka-pemuka ini. Kalau pemimpin-pemimpin mereka itu ingkar, maka merekapun ingkar, kalau mereka beriman, maka mereka turut pula beriman. Segala urusan dan kepentingan mereka senantiasa tergantung kepada pemuka-pemuka ini.
Ketika Nabi Musa membuktikan kebenaran kerasulannya dengan beberapa mukjizat, mereka tetap tidak mau beriman dikarenakan keangkuhan yang bersarang dalam kalbu mereka. Akal pikiran mereka sebenarnya, mengakui kebenaran kerasulan Musa a.s. itu. Mereka dapat membedakan antara sihir dengan yang bukan sihir (mukjizat) karena mereka mengetahui apa sebenarnya itu. Namun mereka tetap ingkar, karena mereka adalah orang-orang yang penuh dosa.
Firman Allah:
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagai-mana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (an-Naml/27: 14).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 75
“Kemudian itu telah Kami bangkitkan sesudah mereka itu Musa dan Harun kepada Fir'aun."
Yakni sesudah lampau zaman rasul-rasul yang sesudah Nuh tadi, beberapa lama masa kemudian datanglah zaman Musa, Jarak di antara Musa dengan nenek moyangnya yang pindah ke Mesir, yaitu Ya'qub dan Yusuf dan saudara-saudaranya adalah 400 tahun. Ke-turunan Ya'qub dan Yusuf atau Bani Israil dipandang sebagai anak dagang atau orang me-numpang di Mesir. Yang berkuasa ialah Fir'aun sebagai raja dari penduduk asli Mesir, orang Koptik. “Dan penyokong-penyokongnya." Ditulis di dalam ayat ialah mala'ihi, yang kita beri arti penyokong-penyokongnya. Sebab sebagaimana selalu terdapat di zaman purbakala, Fir'aun atau raja adalah dipandang sebagai Allah. Dia berkuasa mutlak, yang di dalam ilmu politik kenegaraan dinamai despotisme. Dia berlaku semau-maunya, dengan tidak ada orang yang berani membantah. Membantah artinya ialah mati. Untuk selalu menjaga ketuhanan dan kedewaan raja, supaya raja tetap dijunjung tinggi dan titahnya dianggap kata suci, perlulah ada mala'ihi; penyokongnya. Yaitu orang-orang besar yang mengelilinginya, yang akan selalu mempropagandakan kepada rakyat atas kebesaran dan kemuliaan raja. Di antara Fir'aun dan mala'ihi itu adalah angkat mengangkat, memberi dan menerima. Karena menjadi dinding yang membatas di antara rakyat yang tertindas dengan raja."Dengan beberapa ayat Kami." Yaitu bahwa untuk menembus menghancurkan benteng pertahanan kekuasaan Fir'aun dengan sokongan mala'ihi itu, Musa dan Harun telah datang membawa ayat-ayat tanda kebesaran Allah, sampai 9 tanda kebenaran, sebagai tersebut di dalam surah al-A'raaf dan surah-surah yang lain. “Maka mereka itu pun menyombong." Mereka itu, yaitu baik Fir'aun atau orang besar-besar penyokongnya itu semuanya telah menyombong, tidak mau menerima, membesarkan diri, memandang enteng ayat-ayat Allah, dan memandang Musa dan Harun sebagai utusan Allah.
Pada lanjutan ayat disebut apa sebab mereka menyombong.
“Karena adalah mereka itu kaum yang durhaka."
Mereka menyombong sebab mereka menegakkan kekuasaan dengan kedurhakaan, dengan tidak mengenal nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Yang mereka banggakan selama ini adalah semata-mata kekuatan dan kemegahan. Datangnya dua orang Rasulullah ﷺ bersaudara, yang timbul dari Bani Israil yang mereka pandang rendah dan hina, yang selama ini hanya hidup dari belas kasihan mereka, adalah mereka pandang dengan benci dan jijik. Mereka merasa diri terlalu tinggi untuk meladeni orang-orang seperti Musa dan Harun. Dan mereka menyombong karena mereka sadar bahwa kekuatan ada pada mereka, tampuk kekayaan (ekonomi) ada di tangan mereka, dan senjata pun ada di tangan mereka. Ilmu pengetahuan yang tinggi mereka yang menguasai.
Ayat 76
“Maka tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami."
Yaitu setelah Musa menyampaikan seruan bahwa kebenaran sejati ialah bahwa Allah dalam alam ini adalah Allah semata-mata, yang tunggal dalam kekuasaan-Nya. Soal jawab Musa dengan Fir'aun tentang kekuasaan yang mutlak dari Allah Yang Maha Esa, dapat kita baca di dalam surah asy-Syu'araa' dari ayat 23 sampai ayat 30. Dengan sombongnya Fir'aun membantah segala keterangan. Musa tentang yang menguasai seluruh alam ini adalah Allah semata-mata. Hingga Fir'aun mencemooh dan sampai juga Fir'aun membangkit-bangkit, bahwa Musa besar adalah dalam asuhan Fir'aun, hidup mewah dalam istana, sekarang “kacang lupa pada kulitnya". Sampai Musa diancamnya hendak dipenjarakan. Akan tetapi, akhirnya datang tuntutan Fir'aun agar dia mempertunjukkan tanda bukti bahwa dia memang benar-benar diutus Allah, maka Musa menyanggupi. Dilemparkannya tongkatnya; tongkat itu menjelma menjadi ular. Dimasukkannya tangannya ke dalam lepitan ketiaknya, lalu dikeluarkannya kembali; maka memancarlah sinar cahaya yang gemilang. Melihat ayat-ayat itu,
“Mereka berkata: Sesungguhnya ini adalah satu sihir yang nyata."
Mereka tidak mau tahu bahwa itu adalah mukjizat, sebagai tanda bukti bahwa memang benar Musa dan Harun diutus oleh Allah membawa seruan kebenaran. Mereka tidak mau percaya kepada itu adalah semata-mata dari kekuasaan Allah. Mereka tuduh saja bahwa itu adalah semata-mata sihir. Sebab mereka sendiri pun memang bergelimang dengan sihir. Sebagai pihak yang berkuasa mereka tidak mau mengakui kebenaran orang yang menyeru kepada kebenaran. Kalau kebenaran itu dikuatkan dengan mukjizat, mereka tidak juga mau tunduk, melainkan mereka salah artikan. Mereka katakan bahwa orang-orang ini datang hendak menumbangkan kekuasaan mereka.
Ayat 77
“Berkata Musa: Adakah kamu katakan begitu terhadap kebenaran tatkala dia datang kepada kamu?"
Mari kita ingat kembali. Musa telah menyerukan kebenaran. Dia telah menyampaikan bahwa Yang Mahakuasa di dalam alam ini seluruhnya, baik seluruh langit maupun bumi, tidak lain hanyalah Allah. Allah itulah yang telah menjadikan kamu dan menjadikan nenek moyang kamu yang telah mewariskan kerajaan ini kepada kamu (asy-Syu'araa' ayat 24 dan ayat 26), dan Dia juga Allah dari Masyrik dan Maghrib (asy-Syu'araa' ayat 28), lebih luas dan lebih jauh dari batas kekuasaan kamu. Inilah pokok ajaran kebenaran yang dibawa oleh Musa. Kemudian mereka meminta bukti, lalu Musa memperlihatkan bukti, tongkat jadi ular dan tangan memancarkan sinar. Lalu mereka tuduh bahwa itu sihir. Baik seruan yang beliau sampaikan atau mukjizat yang beliau perlihatkan, pada hakikatnya adalah satu, yaitu kebenaran Allah, bukan sihir. Sebab itu Musa melanjutkan, “Apakah ini suatu sihir?" Kamu sendiri mengerti apa itu sihir. Sihir ialah penipuan, sulap mata atau semacam pukau, yang menyebabkan orang tidak sampai berpikir, lalu terpaksa percaya saja.
“Padahal tidaklah akan beroleh kemenangan tukang-tukang sihir."
Apakah keadaan semacam ini, tongkat benar-benar bisa menjelma menjadi ular benar-benar ular, atau tangan bisa memancarkan sinar cahaya kamu katakan suatu sihir? Kamu samakan kekuasaan Allah dengan penipuan dan pukaunya tukang sihir. Padahal segala si-hir tukang sihir hanya bisa diterima orang yang pikirannya dan penyelidikannya tidak berjalan. Dan kalau sihir sudah benar-benar bertumpuk-tumpuk dengan kebenaran Allah, sihir pasti kalah. Sihir hanya laku pada orang yang dapat dipengaruhinya.
Pertanyaan demikian dari Nabi Musa, mereka tidak sanggup menjawab. Karena mereka sendiri pun memang tahu bahwa sihir itu hanya penipuan, dan hanya berpengaruh kepada orang yang lemah pikiran. Orang yang besar jiwanya dan cerdas akalnya tidak bisa dipengaruhi oleh sihir. Sebab itu pertanyaan Musa yang demikian mereka belokkan kepada yang lain.
Ayat 78
“Mereka berkata: Apakah kedatangan engkau kepada kami ini hendak membelokkan kami dari apa yang telah kami dapati atasnya bapa-bapa kami?"
Seruan kebenaran yang dibawa Nabi Musa tentang keesaan Allah, yang tadinya mereka tuduh sebagai sihir, karena Musa menunjukkan bukti bahwa dia memang Rasul, sekarang mereka artikan lain. Mereka tanyakan, apakah maksud kedatangan engkau ini hendak membelokkan perhatian kami daripada pusaka nenek moyang kami? Pusaka turun-temurun dari raja-raja yang dahulu, turunan demi turunan, telah beribu tahun bahwa yang Allah itu adalah Fir'aun, Kekuasaan atas negeri ini dibina dan ditegakkan atas kepercayaan rakyat, bahwa Fir'aun adalah dewa, Allah, bertuah, suci, mulia dan keramat. Kalau dasar yang demikian diganggu gugat, artinya ialah meruntuh kerajaan Mesir. Kalau rakyat tidak mengakui lagi bahwa Fir'aun adalah Allah, akan kacau-balau negeri ini, tidak ada pimpinan. Maka mereka teruskanlah pertanyaan, Apakah memang demikian maksud kalian keduanya, yaitu kekuasaan Fir'aun runtuh."Dan supaya ada bagi kalian keduanya kebesaran di bumi ini?" Jadi maksud kalian meruntuhkan wibawa Fir'aun supaya kalian menggantikan tempat baginda? Lantaran itu,
“Dan tidaklah kami akan percaya kepada kamu keduanya."
Dengan ujung ayat ini, dibukalah oleh Allah rahasia apa sebab Fir'aun dan penyo-kong-penyokongnya atau rezimnya itu menyombong. Yaitu karena takut akan hilang kekuasaan. Yaitu karena takut kekuasaan mereka akan diusik-usik. Adapun perdebatan tentang bukti yang dikemukakan Musa, tongkat jadi ular, atau tangan dikepit di ketiak, lalu setelah dikeluarkan menimbulkan sinar cahaya, mereka tetap pada pendirian bahwa itu memang sihir. Dan sihir Musa ini harus diatasi dengan sihir pula, supaya rakyat banyak jangan sampai berputar haluan dari kebesaran Fir'aun kepada mukjizat Musa.
Tentang bunyi ayat 77 tadi, tukang sihir tidak akan beroleh kemenangan, dan disebutkan juga pada ayat 69 dari surah Thaahaa bahwa dari mana pun datangnya, namun tukang sihir tidak akan menang, dan itu hanya dapat memengaruhi orang yang kurang kuat imannya atau kurang cerdas akalnya, hal ini telah melayangkan ingatan penulis tafsir ini pada kejadian di kampung penulis sendiri di waktu penulis masih kecil, di kala penulis baru sekitar usia 15 tahun.
Di kampung kami ada seorang yang disebut ahli sihir yang besar sehingga diberi gelar Datuk. Dia mengaku menghimpun segala ilmu kebal. Dia mempunyai sebuah pisau seraut, yang kerap kali diperlihatkannya kepada orang lain bahwa kalau ditikam atau diiris de-ngan pisau serautnya itu tidaklah mempan, tidak luka. Maka banyaklah pemuda datang belajar ilmu kebal kepadanya. Seketika beliau mempertontonkan ilmunya itu di hadapan penulis, penulis memang heran. Mengapa dia tidak luka. Tetapi meskipun umur penulis baru 15 tahun, ketika dia mempertunjukkan pula sekali lagi di hadapan orang banyak, mengiris tangannya dengan pisau serautnya itu, mulailah penulis bertanya dalam hati, “Mengapa dengan seraut yang satu itu juga dia memperlihatkan ilmunya? Mengapa tidak dengan pisau yang lain?" Atau “Bagaimana kalau orang lain yang menikamnya?"
Ke mana-mana serautnya itu dibawanya. Memang ada beberapa pemuda yang tertarik datang berguru. Sampai ketika dia berangkat ke luar kampungnya untuk memeragakan ilmunya itu. Setelah dia pulang kembali ke kampung, seorang pemuda yang belajar ilmu itu kepadanya, mencobakan ilmu itu kepada dirinya sendiri. Diambilnya sebuah seraut, diiriskannya pada tangannya. Mula-mula memang tidak telap. Namun, saat diulang sekali lagi, ada orang yang menegur, ilmu demikian tidak perlu dipertontonkan, jadikan saja simpanan, untuk dipergunakan di saat yang perlu. Tetapi bertambah ditegur, dia ber-tambah bernafsu. Dia rupanya yakin benar akan ilmunya. Sekali lagi ditekannya pisau ke tangannya agak kuat, dan luka. Hampir putus tangannya, memancur darah, urat nadi nyaris putus. Dalam dia pingsan lekas-lekas diobati dan dibalut. Kalau sekiranya tidaklah ketungkasan, akan matilah pemuda itu kehabisan darah, sebab yang nyaris putus ialah urat nadi.
Inilah satu macam contoh, bahwasanya dari mana pun tukang sihir masuk, kalau dia hendakbertandingdengan kebenaran, pastilah dia yang kalah. Orang yang berpegangan teguh pada tauhid, tidaklah akan ragu bahwa tukang sihir itulah yang akan kalah.
Adapun pisau seraut kepunyaan dukun kebal di kampung kami itu adalah hal yang biasa saja. Satu pisau yang telah namu, yaitu yang besinya telah mumpun karena kena panas cahaya matahari memang tidak tajam lagi. Kalau ditekankan kepada kulit dengan cara yang hati-hati, tidaklah akan melukai. Tetapi kalau kulit robek sedikit saja, daging tembus juga. Dan kadang-kadang karena pisau itu telah mumpun atau besinya telah namu, kulit di luar tidak luka, tetapi daging di dalam bisa hancur.