Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱتۡلُ
dan bacakan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
نَبَأَ
berita
نُوحٍ
Nuh
إِذۡ
ketika
قَالَ
berkata
لِقَوۡمِهِۦ
pada kaumnya
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
إِن
jika
كَانَ
ada
كَبُرَ
terasa berat
عَلَيۡكُم
atas kalian
مَّقَامِي
kedudukanku
وَتَذۡكِيرِي
dan peringatanku
بِـَٔايَٰتِ
dengan ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
فَعَلَى
maka atas/kepada
ٱللَّهِ
Allah
تَوَكَّلۡتُ
aku bertawakkal
فَأَجۡمِعُوٓاْ
maka kumpulkan
أَمۡرَكُمۡ
keputusanmu
وَشُرَكَآءَكُمۡ
dan sekutu-sekutumu
ثُمَّ
kemudian
لَا
jangan
يَكُنۡ
hendaknya
أَمۡرُكُمۡ
keputusanmu
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
غُمَّةٗ
dirahasiakan/ragu-ragu
ثُمَّ
kemudian
ٱقۡضُوٓاْ
lakukanlah
إِلَيَّ
kepadaku
وَلَا
dan jangan
تُنظِرُونِ
kalian melihat
وَٱتۡلُ
dan bacakan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
نَبَأَ
berita
نُوحٍ
Nuh
إِذۡ
ketika
قَالَ
berkata
لِقَوۡمِهِۦ
pada kaumnya
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
إِن
jika
كَانَ
ada
كَبُرَ
terasa berat
عَلَيۡكُم
atas kalian
مَّقَامِي
kedudukanku
وَتَذۡكِيرِي
dan peringatanku
بِـَٔايَٰتِ
dengan ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
فَعَلَى
maka atas/kepada
ٱللَّهِ
Allah
تَوَكَّلۡتُ
aku bertawakkal
فَأَجۡمِعُوٓاْ
maka kumpulkan
أَمۡرَكُمۡ
keputusanmu
وَشُرَكَآءَكُمۡ
dan sekutu-sekutumu
ثُمَّ
kemudian
لَا
jangan
يَكُنۡ
hendaknya
أَمۡرُكُمۡ
keputusanmu
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
غُمَّةٗ
dirahasiakan/ragu-ragu
ثُمَّ
kemudian
ٱقۡضُوٓاْ
lakukanlah
إِلَيَّ
kepadaku
وَلَا
dan jangan
تُنظِرُونِ
kalian melihat
Terjemahan
Bacakanlah (sampaikanlah wahai Nabi Muhammad) kepada mereka berita penting (tentang) Nuh ketika dia berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, jika terasa berat bagi kamu keberadaanku tinggal (bersamamu) dan peringatanku dengan ayat-ayat Allah, kepada Allahlah aku bertawakal. Oleh karena itu, bulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku), selanjutnya janganlah keputusanmu itu dirahasiakan. Kemudian, bertindaklah terhadap diriku dan janganlah kamu tunda-tunda (tindakan itu) kepadaku.
Tafsir
(Dan bacakanlah) hai Muhammad (kepada mereka) orang-orang kafir Mekah (berita penting) cerita penting (tentang Nuh) yaitu (di waktu dia berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, jika terasa berat) keberatan (bagi kalian tinggal bersamaku) aku berdiam di antara kalian (dan peringatanku) nasihatku terhadap kalian (dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allahlah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusan kalian) bulatkanlah tekad kalian tentang perkara yang akan kalian lakukan terhadap diriku (bersama dengan sekutu-sekutu kalian) wawu di sini bermakna ma'a. (Kemudian janganlah keputusan kalian itu dirahasiakan) disembunyikan, akan tetapi tampakkanlah dan berterus-teranglah kepadaku tentang hal itu (lalu lakukanlah terhadap diriku) laksanakanlah apa yang telah kalian kehendaki itu (dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku) menangguh-nangguhkannya, karena sesungguhnya aku tidak akan mempedulikan kalian lagi.
Tafsir Surat Yunus: 71-73
Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang Nuh ketika dia berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, jika terasa berat bagi kalian tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepada kalian) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah-lah aku bertawakal. Karena itu, mantapkanlah keputusan kalian dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutu kalian (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah keputusan kalian itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku.
Jika kalian berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun dari kalian. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya).
Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.
Ayat 71
Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya: “Dan bacakanlah kepada mereka.” (Yunus: 71)
Maksudnya, ceritakanlah kepada mereka, yakni orang-orang kafir Mekah yang mendustakanmu dan menentangmu itu.
“Berita penting tentang Nuh.” (Yunus: 71)
Yakni berita tentang Nuh bersama kaumnya yang mendustakannya, bagaimana Allah membinasakan mereka dan menghancurkan mereka dengan menenggelamkan mereka semua tanpa ada yang tersisa. Dimaksudkan agar mereka bersikap hati-hati, jangan sampai tertimpa kehancuran dan kebinasaan yang pernah dialami oleh kaum Nabi Nuh.
“Ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Hai kaumku, jika terasa berat bagi kalian’.” (Yunus: 71)
Maksudnya, jika kalian merasa keberatan.
“Tinggal bersamaku.” (Yunus: 71)
Yakni aku tinggal bersama kalian di tengah-tengah kalian.
“Dan peringatanku (kepada kalian) dengan ayat-ayat Allah.” (Yunus: 71)
Yaitu hujah-hujah-Nya dan bukti-bukti-Nya.
“Maka kepada Allah-lah aku bertawakal.” (Yunus 71)
Artinya, sesungguhnya aku tidak mempedulikannya, tidak pula akan menghentikan seruanku kepada kalian, baik hal itu terasa berat ataupun tidak oleh kalian.
“Karena itu mantapkanlah keputusan kalian dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutu kalian (untuk membinasakanku).” (Yunus: 71)
Bersatulah kalian dan sekutu-sekutu kalian yang kalian seru selain Allah, yakni berhala-berhala dan sembahan-sembahan kalian itu.
“Kemudian janganlah keputusan kalian itu dirahasiakan.” (Yunus: 71)
Yakni janganlah kalian menjadikan urusan kalian ini menjadi membingungkan diri kalian sendiri, melainkan putuskanlah urusan kalian dan aku ini dengan tegas. Jika kalian menduga bahwa diri kalian benar, maka seranglah aku oleh kalian, dan habisilah aku ini.
“Dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku.” (Yunus: 71) Yakni janganlah kalian menangguhkan diriku barang sesaat pun.
Jika kalian merasa mampu untuk itu, lakukanlah; karena sesungguhnya aku tidak akan mempedulikan kalian, dan aku sama sekali tidak takut kepada kalian, karena sesungguhnya kalian tidak mempunyai suatu kekuatan pun terhadapku.
Hal ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Nabi Hud kepada kaumnya yang disitir oleh firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah, dan saksikanlah oleh kamu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan dari selain-Nya. Sebab itu, laksanakanlah tipu daya kalian semuanya terhadapku dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian.” (Hud: 54-56) hingga akhir ayat.
Ayat 72
Adapun firman Allah ﷻ: “Jika kalian berpaling (dari peringatanku).” (Yunus: 72)
Maksudnya, jika kalian mendustakanku dan berpaling dari ketaatan.
“Aku tidak menerima upah sedikit pun dari kalian.” (Yunus: 72) Yakni aku tidak meminta sesuatu pun dari kalian atas nasihatku ini.
“Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya).” (Yunus: 72)
Aku hanya mengerjakan apa yang diperintahkan kepadaku, yaitu berserah diri kepada Allah ﷻ.
Islam adalah agama semua nabi, dari yang pertama hingga yang terakhir, sekalipun syariat mereka berbeda-beda dan sumbernya bermacam-macam, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: “Untuk tiap-tiap umat di antara kalian Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (Al-Maidah: 48) Menurut Ibnu Abbas makna yang dimaksud ialah jalan dan sunnah.
Dan Nabi Nuh a.s. dalam kesempatan ini mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya: “Dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya).” (Yunus: 72)
Dan Allah ﷻ berfirman menceritakan perihal Nabi Ibrahim a.s. yaitu: “Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim menjawab, ‘Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.’ Dan Ibrahim telah mewasiatkan kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata), ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam memeluk agama Islam’.” (Al-Baqarah: 131-I32)
Nabi Yusuf a.s. berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan), Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam, dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (Yusuf: 101)
Nabi Musa a.s. berkata, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: "Hai kaumku, jika kalian beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kalian benar-benar orang yang berserah diri.” (Yunus: 84)
Para ahli sihir Fir'aun berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (Al-A'raf: 126)
Ratu Balqis berkata, sebagaimana yang dinyatakan oleh firman-Nya: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku sendiri dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (An-Naml: 44)
Demikian pula firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah.” (Al-Maidah: 44)
“Dan (ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia, ‘Berimanlah kalian kepada-Ku dan kepada Rasul-Ku.’ Mereka menjawab, ‘Kami telah beriman, dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)’." (Al-Maidah: 111)
Penutup para nabi dan rasul yaitu penghulu umat manusia telah berkata, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (Al-An'am: 162-163) Yakni dari kalangan umat ini.
Karena itulah di dalam sebuah hadis yang terbukti bersumber dari Nabi ﷺ disebutkan: “Kami para nabi adalah saudara dari ibu yang berlainan, sedangkan agama kami adalah satu.” Yaitu menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, sekalipun syariat kita berbeda-beda. Itulah yang dimaksud makna dengan sabda: Auladun Illatun, yaitu saudara dari ibu yang berlainan, sedangkan ayah satu.
Ayat 73
Firman Allah ﷻ: “Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya.” (Yunus: 73) Yakni orang-orang yang mengikuti agamanya.
“Di dalam bahtera.” (Yunus: 73)
Maksudnya, di dalam kapal.
“Dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan.” (Yunus: 73)
Yakni di muka bumi ini.
“Dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (Yunus: 73)
Artinya, hai Muhammad, perhatikanlah bagaimana Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan Kami binasakan orang-orang yang mendustakan
Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan bahwa orang-orang yang membuat-buat kebohongan tentang Allah mereka akan mendapatkan azab yang berat, lalu dalam ayat ini dijelaskan tentang kisah Nabi Nuh dengan kaumnya dalam rangka menghibur Nabi Muhammad. Dan bacakanlah wahai Nabi Muhammad kepada mereka berita penting tentang Nuh ketika dia berkata kepada kaumnya, Wahai kaumku! Jika terasa berat bagimu aku tinggal bersamamu dan peringatanku kepadamu dengan ayatayat Allah, sebagai bukti tentang keesaan dan kekuasaan-Nya, maka kepada Allah aku bertawakal setelah berusaha secara maksimal. Karena itu bulatkanlah keputusanmu, yakni tindakan apa yang akan kamu ambil untukku dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu untuk membinasakanku, dan janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, karena Allah mengetahui apa pun yang kamu rahasiakan. Kemudian bertindaklah terhadap diriku sesuai kehendak kamu, dan janganlah kamu tunda lagi keputusan untuk membinasakanku. Aku yakin Allah bersamaku dan akan menolongku. Maka jika kamu berpaling dari peringatanku, aku tidak meminta imbalan sedikit pun darimu sebagai upah dakwahku. Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah, karena aku sampaikan dakwah dan peringatan ini semata-mata karena Allah dan aku diperintah agar aku termasuk golongan orang-orang Muslim, yakni golongan yang berserah diri kepada-Nya.
Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk menceritakan kepada kaum musyrikin Mekah tentang peristiwa penting dalam kisah Nabi Nuh a.s. dan kaumnya. Nabi Nuh a.s. menyatakan kepada kaumnya tentang kebulatan tekadnya untuk terus menyebarkan agama Allah seraya menyerah-kan sepenuhnya segala keputusan kepada Allah. Tidak memperdulikan apakah kaumnya itu keberatan akan kehadirannya di tengah-tengah mereka untuk menyeru mereka menyembah Allah, ataukah mereka keberatan terhadap peringatan yang disampaikannya tentang bukti-bukti keesaan Allah.
Berkat kebulatan tekad dan ketawakkalannya itu, Nabi Nuh a.s. tidak ragu-ragu menentang kaumnya supaya mereka membulatkan keputusan mereka dengan mengikutsertakan sembahan-sembahan mereka untuk membinasakan beliau. Bahkan dia menganjurkan kepada mereka agar dalam menetapkan rencana itu terang-terangan, tidak sembunyi-sembunyi. Kemudian bilamana rencana itu sudah matang dengan pemufakatan yang terbuka, Nabi Nuh menyerukan supaya mereka segera melaksanakan rencana pembunuhan terhadap dirinya itu dan tidak menunda-nundanya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 71
“Dan bacakanlah kepada mereka perkhabaran Nuh."
Artinya, supaya kaum musyrikin itu mengerti keadaan mereka sekarang dan persamaan mereka dengan umat yang terdahulu, cobalah ceritakan kepada mereka berita tentang bagaimana perkataan Nabi Nuh itu ketika kaumnya menentangnya."Seketika dia berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku! Jika adalah keberatan atas kamu kedudukanku dan peringatanku dengan ayat-ayat Allah." Di dalam hidup yang demikian lamanya karena amat panjang umurnya, Nabi Nuh telah mengalami pengalaman yang pahit-pahit. Nabi Nuh telah mengajak kaumnya agar meninggalkan menyembah berhala atau memper-sekutukan yang lain dengan Allah. Tetapi kaumnya merasa keberatan. Merasa hal itu terlalu berat dan besar bagi mereka. Keberatan itu menyebabkan mereka benci kepada Nuh. Nuh menyampaikan seruan ayat-ayat atau peringatan Allah. Mereka keberatan me-nerima keduanya. Mereka keberatan menerima kalau pribadi Nuh yang menjadi Rasul, dan mereka keberatan pula terhadap seruan yang dia sampaikan. Keberatan atas kedua hal itu, keberatan menerima pribadinya dan keberatan menerima ajarannya, telah menim-bulkan rasa benci dan dendam di dalam hati mereka. Mau mereka ialah supaya mereka dibiarkan saja sesuka hati berbuat apa yang mereka hendak kerjakan, baik menyembah berhala atau kemaksiatan yang lain. Mereka marah kepada Nuh. Maka di dalam ayat ini di-terangkanlah bagaimana sambutan Nuh atas sikap mereka. Nuh telah tahu bahwa kaumnya keberatan menerima dirinya dan menerima petunjuk-petunjuk yang dia berikan. Nuh merasa bahwa keberatan itu telah memuncak menjadi kebencian, dan kalau kebencian telah sampai di puncak, niscaya kaumnya itu akan menyingkirkannya dari dunia, akan membunuhnya. Berkatalah dia, “Jika demikian maksud kalian terhadap diriku: Maka kepada Allah-lah aku bertawakal." Bagaimanapun sikap yang akan dilakukan kaumnya itu kepada dirinya, namun dia menyerah dan bertawakal hanya kepada Allah. Nabi Nuh as. memang telah mempunyai pengikut juga, tetapi pengikut itu masih sedikit sekali dan mereka pun lemah-lemah, golongan rendah, yang pernah menjadi satu alasan juga oleh kaumnya yang kaya raya dan berpengaruh untuk mencela Nabi Nuh. Mereka pernah berkata bahwa kami tidak mau mengikut engkau, sebab kami lihat pengikut-pengikut engkau itu hanyalah orang-orang yang rendah martabatnya dari kalangan kami dan lagi sontok dan dungu pikirannya, (surah Huud ayat 27, surah asy-Syu'araa' ayat 111). Sebab itu kami tidak hendak mengikut engkau, sebab kami merasa tidak setaraf dengan mereka. Dalam keadaan seperti demikian, dalam kesombongan kaumnya yang berkedudukan tinggi dan kelemahan serta sedikit jumlah pengikutnya, yang tidak akan bisa membela dia, tidak ada lain tempat Nuh berlindung melainkan Allah, Allah yang telah mengutusnya menjadi Rasul.
Di dalam ayat ini kita mendapat pelajaran bahwasanya tawakal kepada Allah, adalah sandaran yang paling kuat dan kukuh bagi Nabi Nuh. Tawakal bukanlah tanda dari ke-lemahan, tetapi yang teguh dari kekuatan jiwa. Maka oleh sebab tawakalnya itu telah penuh, berkatalah dia selanjutnya, “Maka bu-latkanlah persoalan kamu dan sekutu-sekutu kamu itu." Aku telah bertawakal kepada Allah, dan betapa pun banyak bilangan kamu dan betapa pun jahatnya maksud kamu kepadaku, mentang-mentang kamu kuat, dan orang yang mengikutku kamu anggap orang lemah dan bodoh, aku tidak takut. Seluruh urusanku ini telah aku tawakal bulatkan kepada Allah. Kamu boleh berbuat apa yang kamu kehendaki, boleh menyusun dan mengumpulkan seluruh kekuatanmu yang ada dan membulatkannya menjadi satu. Atau ibarat orang yang akan berangkat musafir, kamu boleh menyediakan seluruh persiapan kamu buat berangkat menentang Allah. Bulatkanlah seluruh persoalan kamu dan kumpulkan semuanya bersama-sama dengan berhala-berhala yang telah kamu persekutukan Allah dengan dia itu."Kemudian itu janganlah menjadikan ragu-ragu atas kamu urusan kamu itu." Artinya, jangan lagi mundur maju kalau hendak melawan, janganlah tanggung-tanggung.
“Dan jangan lagi kamu beri kesempatan bagiku."
Artinya, kalau kamu memang bermaksud hendak menyingkirkanku dari dunia ini, hendak membunuhku, namun aku sendiri nyata tidak berdaya. Kamu boleh melakukan itu.
Ini adalah satu ayat luar biasa di dalam membayangkan imannya seorang Rasulullah ﷺ. Muhammad ﷺ disuruh Allah menyampaikan berita itu kepada kaum Quraisy, supaya mereka paham bahwa sekalian Nabi dan Rasulullah ﷺ itu satu pendiriannya dan sama martabat imannya. Kedudukan Nabi Muhammad ﷺ di Mekah, terutama ketika ayat-ayat dan Surah Yuunus ini turun, sama dengan kedudukan Nabi Nuh. Yaitu penentang Nabi Muhammad terdiri dari golongan yang merasa dirinya lebih atas dan berpengaruh, sedang pengikut Nabi Muhammad ﷺ masih lemah. Menceritakan peristiwa betapa pendirian Nabi Nuh ketika dia ditantang kaumnya ini, oleh Nabi Muhammad ﷺ kepada Quraisy, jauh lebih mendalam pengaruhnya daripada jika Nabi Muhammad ﷺ sendiri yang me-ngatakan terus terang bawa pendiriannya adalah begitu. Mereka yang paham susun kata yang demikian fasih dari ayat Allah yang begitu mendalam, sudah dapat membawa kesan bahwa Muhammad ﷺ pun berpendirian seperti Nuh itu pula. Betapa pun lemahnya kelihatan dari luar, bertentangan dengan golongan terbesar dan masih mempunyai peng-ikut yang sedikit, lagi lemah, tetapi dia merasa kuat sebab dia bersandar, menyerah diri dan bertawakal kepada Allah. Sebab itu kalau mau melawan dia, kumpulkanlah kekuatan, jangan ragu-ragu. Dan kalau hendak menyakiti dan membunuh sekalipun, dirinya yang lemah tidak akan dapat bertahan kalau hanya dari segi dirinya sendiri, “Digantung dia akan tinggi, dibuang dia akan jauh, dibunuh dia akan mati." Sebab itu, segala ancaman dan gertak sambel tidaklah akan mempan buat memundurkannya daripada kewajiban yang telah dipikulkan Allah kepada dirinya.
Ayat ini menjelaskan bahwa perjuangan seorang rasul tidaklah perjuangan untuk dirinya. Dia hanya melancarkan kehendak dan perintah Allahv01eh sebab itu, dia bertawakal kepada Allah. Dia percaya bahwa rencana mengutusnya menyampaikan seruan kepada kaumnya adalah dari Allah sendiri, dan Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Innahu la ya-dhi'ni (Dia tidak akan mengecewakan Daku).
Ahli-ahli bahasa perenung Al-Qur'an, seumpama imam ahli balaghah Syekh Abdul Qahir Jarjani berkata bahwa ayat ini adalah mengandung suatu balaghah yang luar biasa tingginya, dan mengandung pula pendidikan yang agung bagi jiwa Mukmin di dalam meniru langkah Nabi.
Ayat 72
“Maka jika kamu berpaling, tidaklah kepada kamu aku akan minta upah."
Artinya, kalau seruan Nabi Nuh supaya mereka mengumpulkan kekuatan dan benar-benar menantang, sehingga lekas jelas kepu-tusan Allah “asal sabut terapung, asal batu terbenam", kalau seruan itu tak dipedulikan, melainkan berhanyut-hanyut juga mereka dalam kekufuran, tidak ada sambutan yang tegas, tetapi *beliau—Nabi Nuh—sekali-kali
tidaklah akan berhenti dan sekali-kali tidaklah akan bosan. Dia akan terus, dan terus menyampaikan seruan. Sampai pada zaman kita ini pun, orang-orang yang kufur itu kerap kali mengajak orang yang menyeru pada kebenaran, mengukur cita-cita yang mulia dengan mata benda. Oleh karena Nabi Nuh tidak mau berhenti-henti menyampaikan seruan kebenaran, mereka ukurlah itu dengan uang. Mungkin Nuh ini menghendaki upah atau gaji dan pekerjaannya. Maka supaya mulutnya berhenti bertutur, lebih baik disumbat dengan uang. Samalah perasaan kaum Nabi Nuh di waktu itu dengan seorang Tuan Besar yang sombong melihat seorang mengepit buku les-derma memasuki pagar pekarangan rumahnya. Dia bosan kalau-kalau tetamu itu masuk ke rumahnya, lalu bercerita panjang tentang kewajiban berderma dan bersedekah, mendirikan sebuah masjid atau rumah pendidikan agama. Sebelum orang itu membuka bicara dan membuka buku les lekas-lekas dikeluarkannya uang logam Rp10, dan disuruhnya orang itu lekas-lekas pergi sebelum membanyol.
Ayat ini menerangkan betapa sambutan Nabi Nuh atas penerimaan yang demikian. Bahwa pekerjaannya ini tidak akan dihentikannya, walaupun mereka berpaling. Dan dari mereka dia tidak meminta upah."Tidak ada upahku, melainkan atas tanggungan Allah." janganlah kamu sangka bahwa kedatanganku ini hendak merugikan kamu dari sisi harta, melainkan hendak memberimu keuntungan dari segi pendirian hidup. Dan naikkanlah tingkat cara kamu berpikir pada yang lebih tinggi, jangan mengikut kedatangan seorang rasul dengan kelobaan hidupmu yang amat rendah, terikat oleh benda, sebab kamu menyembah benda.
“Dan aku telah diperintah"—Oleh Allah—“Supaya adalah aku dari golongan orang yang Muslim (menyerah diri)."
Dengan ujung ayat ini, menceritakan percakapan Nabi Nuh kepada kaumnya, sekali lagi kita mendapat arti yang sangat dalam atau cita yang paling tinggi dari hidup sebagai Muslim. Kita sudah tahu, arti Muslimin ialah orang-orang yang benar-benar telah mem-bulatkan kepercayaannya kepada Allah. Karena sudah insaf bahwa tidak ada yang lain lagi yang berkuasa menentukan hidup ataupun mati kita, menentukan rejeki kita, kaya dan miskin kita, melainkan Allah. Sebab itu, Islam yang sejati itu dirumuskan di dalam kalimat syahadat “Tidak ada Allah, melainkan Allah." Maka Islam adalah mencakup segala kegiatan hidup kita dan tawakal adalah sebagian dari Islam. Di dalam kedua ayat berturut ini, kita telah dapat memahami caranya Nabi Nuh membawakan tawakal dan Islam. Di dalam menghadapi maksud jahat kaumnya, beliau bertawakal kepada Allah, dan di dalam menghadapi seluruh persoalan hidup, dan Islam kepada Allah.
Ayat 73
‘Tetapi mereka telah mendustakan dia."
Kita telah dapat membaca di dalam Al-Qur'an, satu surah sendiri khusus dinamai surah Nuuh, bahwa siang dan malam beliau telah menyeru mereka (ayat 5). Sekalipun telah menyampaikan seruan secara terang-terang, berjelas-jelas (ayat 8), secara berhadap-ha-dapan dan secara keras, namun segala seruan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari saja, (ayat 6). Tentu akhirnya Allah menjatuhkan keputusan yang tidak dapat dielakkan lagi."Maka telah Kami selamatkan dia dan orang-orang yang sertanya di dalam bahtera itu." Sebagaimana yang diuraikan Allah di dalam wahyu-Nya pada surah Huud (sesudah surah ini), dan di dalam surah al-Mu'minuun, surah asy-Syu'araa', surah al-A'raaf dan dengan sekilas ringkas pada surah-surah yang lain. Dibawa Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman kepadanya dengan sebuah bahtera.
“Dan Kami jadikanlah mereka khalifah-khalifah." Khalifah yang berarti pengganti atau penyambut waris untuk melanjutkan hukum-hukum Allah dalam dunia ini. Dari keturunan Nabi Nuh dan pengikut-pengikutnya di dalam bahtera itu, terutama dari putranya, da-tanglah orang-orang yang akan menurunkan Ibrahim, dan Ibrahim menurunkan pula Nabi-nabi yang lain sehingga walaupun sebahagian besar penduduk bumi karena ingkar kepada kehendak Allah telah binasa, namun bibit atau tampang yang akan melaksanakan ajaran Allah terpelihara baik di dalam bahtera itu."Dan telah Kami tenggelamkan orang-orang yang telah mendustakan ayat-ayat Kami itu." Meskipun dahulu mereka banyak mayoritas, memegang kendali masyarakat, sombong, angkuh dan mengejek rasul, karena merasa diri kuat, merekalah yang tenggelam binasa, sedangkan Nuh dan para pengikutnya yang lemah dan sedikit itu menurunkan manusia-manusia yang sekarang telah memenuhi seluruh dunia ini. Orang-orang yang dalam dunia ini, meskipun di waktu itu mereka hanya sedikit.
“Maka pandanglah, betapa jadinya akibat orang-orang yang kena ancam."
Artinya, pandang dan renungkanlah oleh engkau, wahai Rasui-Ku betapa yang telah terjadi kepada orang-orang yang menentang seorang Rasulullah ﷺ, yaitu Nuh a.s. Bu-kankah akhirnya mereka binasa juga di dalam kekufuran? Tenggelam tidak bangkit lagi. Orang yang mereka hinakan selama ini, itulah yang naik, sedangkan mereka yang bertahan di dalam kesombongan, merekalah yang lulus ke dalam dasar laut. Sampaikanlah hal ini kepada mereka itu, kaum Quraisy musyrikin itu, untuk mereka jadikan qiyas bandingan tentang keputusan kehendak Allah, yaitu bahwasanya kecurangan tidaklah pernah menang menghadapi kejujuran, dan kebatilan tidaklah dapat mengalahkan yang hak.
Di dalam ayat ini kita melihat suatu susunan yang indah dalam Al-Qur'an, yaitu menyebutkan terlebih dahulu keadaan Nabi Nuh dan pengikutnya yang diselamatkan Allah dalam bahtera, karena mereka menjadi khalifah di atas bumi, padahal sepintas lalu kita merasa bahwa mereka menjadi khalifah ialah setelah kaum Nuh yang kufur itu tenggelam. Tetapi setelah kita selidiki lebih mendalam, susunan Allah mendahulukan khalifah itulah yang lebih kena dan tepat, untuk mengelakkan prasangka orang, bahwa yang selamat dalam bahtera ialah khalifah dari kaum yang telah binasa, melainkan khalifah penyambut pengajaran yang disampaikan Allah kepada Adam, dilanjutkan oleh Syits putra Adam, disambut lagi oleh Idris cucu-cicit dari Syits dan ditegakkan lagi oleh Nuh. Maka di dalam penumpang bahtera adalah anak-anak Nuh, di antaranya ialah Sham yang akan menurunkan Ibrahim, dan Ibrahim inilah kelak yang akan menurunkan rasul-rasul dan nabi-nabi, termasuk Musa, Isa, Muhammad ﷺ membawa obor tauhid ke muka dunia ini.
Inilah pendapat penafsiran dari hamba, penafsir yang dhaif ini, yaitu di samping pe-nafsiran yang lebih umum, bahwasanya mendahulukan sebutan khalaa'if itu daripada orang yang tenggelam, ialah sebagai tasliyah, pengobat hati bagi Rasul dan orang-orang yang beriman, bahwa kesudahan atau akibat dari orang yang beriman haruslah didahulukan, daripada menyebut kaum kafir yang sudah nyata tenggelam, lulus, tungkus-lumus dalam gulungan ombak, badai, taufan dan gelombang.
Ayat 74
“Kemudian itu telah Kami bangkitkan sesudahnya beberapa rasul kepada kaum mereka."
Artinya, sesudah Nuh diseberangkan dengan bahtera dengan selamat, sebagai pelancaran dari apa yang telah diisyaratkan Allah dalam ayat Allah di atas tadi, yaitu datangnya khalaa'if atau pengganti dan penyambung tugas."Sebab negeri telah berkelebaran, anak buah telah berkembangan", satu laki-laki isi perahu dan perempuan jodohnya telah ber-anak, dan anak telah bercucu sehingga telah terbentuk masyarakat bersuku, berkabilah, berkaum, dan berumat manusia, diutus Allahlah kepada kaum-kaum itu beberapa rasul. Diutuslah Hud kepada kaum ‘Ad, Shalih kepada kaum Tsamud, Syu'aib kepada kaumnya ahli Madyan dan tetangganya penduduk Aikah. Demikian pula Ibrahim sebelum itu, dan Luth dan lain-lain. “Maka datanglah rasul-rasul itu kepada mereka dengan serba-serbi keterangan."
Sebagaimana yang diuraikan dalam surah-surah yang lain, yaitu mereka bawakan keterangan-keterangan, baik berupa alasan lidah dengan percakapan yang timbul dari hati ke hati, sebagai keahlian Nabi Syu'aib dalam berpidato, atau Nabi Shalih diberi mukjizat dengan unta, dan berbagai cara yang sepatutnya menarik hati mereka. “Tetapi tidak juga mereka hendak beriman kepada apa yang telah didustakan oleh orang-orang yang terdahulu itu." Meskipun berbagai keterangan, alasan dan dalil telah dikemukakan oleh rasul-rasul yang diutus Allah kemudian dari Nuh itu, namun mereka tidak juga mau menerimanya dan masih tetap menduakan, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang dahulu tadi, khususnya yang telah tenggelam karena tidak percaya kepada Nabi Nuh tadi. Hal ini diperingatkan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwa jika sekarang ini kuffar Quraisy itu membangkang sedemikian rupa kepada engkau, wahai utusan-Ku, namun yang begitu terjadi juga pada kaum nabi-nabi yang datang sesudah Nuh.
“Demikianlah telah Kami cap atas hati orang-orang yang melanggar."
Pada tiap zaman, terhadap kepada setiap rasul dan nabi, sejak zaman Nuh, sampai nabi-nabi yang datang sesudah Nuh, sampai kepada engkau sendiri, wahai utusan-Ku yang terakhir, bertemulah selalu manusia-manusia yang hati mereka telah dicap. Artinya sudah keras laksana batu, tidak dapat berubah lagi, sebab mereka sendiri yang terlebih dahulu telah melangkah kepada pelanggaran batas. Dapat diumpamakan kepada cerita seorang mandor kebun, yang dahulunya sifatnya lemah lembut, penuh belas-kasihan. Pada suatu hari dia menyepak seorang kuli. Pada penyepakan yang pertama dia masih ragu-ragu dan takut, tetapi buat seterusnya sudah menjadi kebiasaannya, sehingga rasa kasih sayangnya tidak ada lagi. Atau seumpama seorang yang satu kali telah menjadi pembunuh, jiwanya menjadi dicap oleh Allah karena pembunuhan yang pertama itu sehingga buat selanjutnya mudah saja baginya menyentak pisau kalau bertengkar dalam perkara yang kecil sekalipun. Sebab itu, kepada orang-orang Mukmin selalu diberi peringatan, awaslah diri jangan sampai satu kali telah terperosok kepada kejahatan, bahaya besar mulai mengancam, yaitu jiwa akan dicap, atau dimaterai oleh Allah.
Begitulah kebanyakan sebab-sebab dari kekufuran dan kemusyrikan Quraisy pada khususnya, sebagai sebab dari turun ayat, dan jiwa manusia pada umumnya. Kalau pada permulaan mereka tidak menjaga batas-batas sopan, budi, kemanusiaan, suatu hati yang suci bersih; lalu diperturutkan hawa nafsu, maka terlibat ke dalamnya sehingga tidak bisa menarik diri lagi. Dicap oleh Allah.