Ayat
Terjemahan Per Kata
وَيَوۡمَ
dan pada hari
يَحۡشُرُهُمۡ
(Allah) mengumpulkan mereka
كَأَن
seakan-akan
لَّمۡ
belum pernah
يَلۡبَثُوٓاْ
tinggal
إِلَّا
kecuali
سَاعَةٗ
sesaat
مِّنَ
dari
ٱلنَّهَارِ
siang hari
يَتَعَارَفُونَ
mereka saling berkenalan
بَيۡنَهُمۡۚ
diantara mereka
قَدۡ
sesungguhnya
خَسِرَ
rugi
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَّبُواْ
(mereka) mendustakan
بِلِقَآءِ
dengan pertemuan
ٱللَّهِ
Allah
وَمَا
dan tidak
كَانُواْ
adalah mereka
مُهۡتَدِينَ
orang-orang yang mendapat petunjuk
وَيَوۡمَ
dan pada hari
يَحۡشُرُهُمۡ
(Allah) mengumpulkan mereka
كَأَن
seakan-akan
لَّمۡ
belum pernah
يَلۡبَثُوٓاْ
tinggal
إِلَّا
kecuali
سَاعَةٗ
sesaat
مِّنَ
dari
ٱلنَّهَارِ
siang hari
يَتَعَارَفُونَ
mereka saling berkenalan
بَيۡنَهُمۡۚ
diantara mereka
قَدۡ
sesungguhnya
خَسِرَ
rugi
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَّبُواْ
(mereka) mendustakan
بِلِقَآءِ
dengan pertemuan
ٱللَّهِ
Allah
وَمَا
dan tidak
كَانُواْ
adalah mereka
مُهۡتَدِينَ
orang-orang yang mendapat petunjuk
Terjemahan
(Ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa) seakan-akan tidak pernah berdiam (di dunia) kecuali sesaat saja pada siang hari, (seperti ketika) mereka (sejenak) saling mengenal di antara mereka (setelah dibangkitkan dari alam kubur). Sungguh rugi orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah dan mereka bukanlah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Tafsir
(Dan di hari ketika Allah mengumpulkan mereka, seakan-akan) artinya keadaan mereka seolah-olah (tidak pernah tinggal) di dunia atau di alam kubur (melainkan hanya sesaat saja di siang hari) mengingat kengerian yang mereka lihat pada saat itu. Jumlah tasybih atau kalimat ka-allam yalbatsuu illaa saa'atan minan nahaar menjadi hal atau kata keterangan daripada dhamir maf'ul yang terdapat di dalam lafal yahsyuruhum (mereka saling berkenalan di antara sesama mereka) sebagian di antara mereka berkenalan dengan sebagian yang lain bila mereka dibangkitkan dari alam kubur, kemudian terputuslah perkenalan mereka mengingat ngerinya keadaan yang sedang mereka hadapi. Kalimat ayat ini menjadi jumlah hal yang muqaddarah atau berta'alluq pada zharaf. (Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah) yaitu mereka yang tidak mempercayai adanya hari berbangkit (dan mereka tidak mendapat petunjuk).
Tafsir Surat Yunus: 45
Dan (ingatlah) hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.
Allah ﷻ mengingatkan manusia akan terjadinya hari kiamat dan dibangkitkan mereka dari kuburannya masing-masing, lalu digiring menuju pelataran Mahsyar di hari kiamat.
“Dan (ingatlah) hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka.” (Yunus: 45), hingga akhir ayat.
Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
“Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari.” (Al-Ahqaf: 35)
“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (An-Nazi'at: 46)
“(Yaitu) di hari (ketika) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram, mereka berbisik-bisik di antara mereka, ‘Kalian tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sepuluh (hari) saja.’ Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka, ‘Kalian tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja.’ (Thaha: 102-104)
“Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, ‘Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)’.” (Ar-Rum: 55), hingga akhir ayat-ayat berikutnya.
Semua ayat tersebut menunjukkan betapa pendeknya hidup di dunia bila dibandingkan dengan kehidupan di akhirat, seperti halnya yang disebutkan oleh firman-Nya: “Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari.’ Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung. Allah berfirman, ‘Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian mengetahui’.” (Al-Muminun: 112-114)
Adapun firman Allah ﷻ: “Mereka saling mengenal.” (Yunus: 45) Maksudnya, anak mengenal orang tuanya, dan kaum kerabat sebagian dari mereka mengenal sebagian yang lainnya, sebagaimana keadaan mereka ketika hidup di dunia; tetapi pada hari itu masing-masing orang sibuk dengan keadaannya sendiri, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab (keluarga) di antara mereka.” (Al-Muminun: 101), hingga akhir ayat.
“Dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya.” (Al-Ma'arij: 10), hingga beberapa ayat berikutnya.
Mengenai firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.” (Yunus: 45)
Ayat di atas sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain: “Kecelakaan yang besar pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (Al-Mursalat: 15) Demikian itu karena diri mereka dan keluarga mereka mengalami kerugian di hari kiamat.
Bukankah hal itu merupakan kerugian yang jelas? Tiada kerugian yang lebih parah daripada kerugian yang diderita oleh orang-orang yang dipisahkan dari keluarga dan kekasih-kekasihnya di hari penyesalan dan kekecewaan, yaitu hari kiamat.
Setelah dijelaskan pada ayat sebelumnya bahwa Allah tidak sedikit pun menzalimi hamba-Nya, lalu dijelaskan tentang kebenaran ajaran Al-Qur'an, diantaranya adalah datangnya Hari Pembalasan. Dan ingatlah pada hari ketika Allah mengumpulkan mereka di Padang Mahsyar, mereka merasa seakan-akan tidak pernah berdiam di dunia kecuali sesaat saja pada siang hari, pada waktu mereka saling berkenalan. Sungguh rugi orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan siksa dan pahala dari Allah dan mereka itulah orang-orang yang benar-benar tidak mendapat petunjuk. Dan jika Kami perlihatkan kepadamu wahai Nabi Muhammad, sebagian dari siksaan yang Kami janjikan sebagai ancaman hukuman kepada mereka, tentulah engkau akan melihatnya atau jika Kami wafatkan engkau sebelum datangnya siksa itu, sehingga engkau tidak menyaksikan ketika siksaan itu datang, maka kepada Kami jualah mereka kembali dengan mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatan mereka, dan Allah menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan dan akan memberikan balasan dengan seadil-adilnya. Hukuman Tuhan bagi orang yang berbuat maksiat dapat diberikan di dunia atau di akhirat.
Allah memerintahkan Rasul-Nya agar memberikan peringatan kepada orang musyrik bahwa Allah akan menimpakan siksa kepada mereka di Hari Kiamat yaitu pada saat mereka dihimpun di Padang Mahsyar setelah mereka dibangkitkan kembali dari alam kubur. Mereka akan diperiksa pada hari itu dan akan diberikan pembalasan yang setimpal dengan amalnya. Pada hari itu mereka akan dapat membandingkan betapa lamanya waktu yang harus mereka lalui apabila dibandingkan dengan kehidupan dunia yang terasa sebentar saja. Di saat itulah mereka akan merasa menyesal karena tertipu oleh kehidupan dan kenikmatan dunia yang sifatnya hanya sementara, serta melupakan kehidupan akhirat padahal kehidupan akhirat itu adalah kehidupan yang kekal dan di saat itu pulalah mereka akan merasakan penyesalan yang berkepanjangan dan menerima hukuman. Allah berfirman:
Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah mereka tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan kecuali kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah). (al- Ahqaf/46: 35)
Dan firman Allah:
Dan pada hari (ketika) terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah, bahwa mereka berdiam (dalam kubur) hanya sesaat (saja). Begitulah dahulu mereka dipalingkan (dari kebenaran). (ar-Rum/30: 55)
Allah menjelaskan bahwa orang-orang musyrik merasa merugi karena mereka tidak dapat merasakan kebahagiaan yang abadi, karena mereka tidak beriman dengan iman yang benar, serta tidak melakukan amal yang baik, yang dapat meningkatkan diri mereka menjadi makhluk yang mulia yang pantas menerima keridaan Allah, sehingga mereka berhak memasuki surga. Mereka juga mendustakan kepercayaan bahwa orang-orang yang diridai Allah dapat bertemu dengan Allah. Itulah sebabnya maka Allah pada akhir ayat menandaskan bahwa mereka itu tergolong orang-orang yang tidak mendapat petunjuk, karena mereka telah menentukan pilihan yang salah yaitu mengutamakan kehidupan dunia yang fana, daripada kehidupan akhirat yang abadi yang mengandung kenikmatan yang tiada taranya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 41
“Dan jika mereka dustakan engkau, maka katakanlah: Bagiku amalku dan bagi kamu amal kamu."
Artinya, jika mereka masih saja bersitegang urat leher membantah, menyatakan tidak mau percaya, bahkan mendustakan lagi, maka matilah kita tegak pada amal usaha kita masing-masing. Bagiku adalah amalku sendiri. Amalku ialah menyampaikan keterangan ini, terus-menerus mengadakan dakwah, tidak akan berhenti. Amalku ialah selalu menyerukan perbaikan dan mengajarkan bakti kepada Allah. Memberikan kabar ancaman bagi yang menolak dan membawa berita gembira bagi yang percaya. Bagaimanapun kamu men-dustakannya, namun aku tidak akan berhenti dari amalku ini. Dan kamu pun boleh terus-menerus mendustakan, terus-menerus di dalam kufur dan syirik, berbuat fasad (kerusa-kan) dan zalim (aniaya).
“Kamu semua bebas dari apa yang aku amalkan dan aku pun bebas dari apa yang kamu semua amalkan."
Marilah kita tegak di dalam usaha dan pilihan hidup masing-masing. Kalian boleh meneruskan pendustaan dan kekufuran dan aku pun akan terus pula dalam iman dan keyakinan hidupku. Segala hasil dari amalku tidak ada sangkut pautnya dengan amalan kamu dan amalan kamu pun tidak ada sangkut-pautnya dengan amalanku. Ujung dan akibat amal kita masing-masing itu pasti ada kepastiannya kelak. Yang baik tidaklah mungkin membuahkan yang buruk dan yang buruk pun tidaklah mungkin menimbulkan buah yang baik. Dan kalau sekiranya kelak kamu mendapat hasil yang buruk, baik di dunia dengan kekalahan dan kehancuran, ataupun di akhirat dengan siksaan adzab, tidaklah ada sangkut-pautnya lagi dengan daku, sebab aku pun telah menumpahkan segenap tenagaku buat melanjutkan amal yang dibebankan kepadaku. Janganlah kelak, setelah akibat yang buruk itu kamu terima, lalu kamu menyesali aku. Sebab tidaklah pernah aku berhenti berusaha, cuma kamu jualah yang ingkar.
Ayat 42
“Dan setengah dari mereka ada yang datang mendengarkan kepada engkau."
Di pangkal ayat ini diakui, memang ada juga dari kalangan kafir musyrik itu yang suka mendengarkan perkataan Rasul ﷺ. Tepatnya ialah mendengar apabila Al-Qur'an beliau bacakan. Dahulu sudah pernah kita salinkan riwayat bahwa Abu Jahal dan Abu Sufyan pernah dengan diam-diam dan sembunyi-sembunyi datang malam hari ke pekarangan rumah Rasulullah ﷺ sengaja hendak mendengar Al-Qur'an beliau baca."Tetapi, apakah engkau dapat membuat mendengar orang yang tuli?" Banyak di antara mereka suka sekali mendengarkan engkau membaca Al-Qur'an. Tetapi, hanya telinga mereka saja
yang mendengarkan, entah karena indah bunyi Al-Qur'an itu, entah karena rapi susun katanya, tetapi hati mereka sendiri tidak mendengarkan. Tidak ada pertalian di antara telinga mereka dengan perhatian mereka. Oleh sebab itu, bertanyalah Allah kepada Rasul-Nya; adakah orang-orang yang hanya telinganya saja yang terbuka, padahal hati mereka pekak tuli bisa engkau suruh mendengar?
“Walaupun mereka tidak mau memikirkan."
Tegaslah bahwa yang mereka dengarkan itu hanya susun katanya, indah bacaannya, bukan maksud isinya. Sampai pada zaman kita ini pun masih beribu-ribu banyaknya orang yang asyik sekali mendengarkan bunyi Al-Qur'an, apalagi jika qira'at-nya baik, lagunya merdu, sampai dijadikan perlombaan memakai hadiah-hadiah istimewa, tetapi isi dari ayat yang dibaca itu tidak masuk ke dalam hati, sebab tidak menjadi perhatian dan tidak mau mempergunakan akal bagi memikirkan dan mengamalkan.
Ayat 43
“Dan setengah dari mereka ada yang memandang kepada engkau."
Serupa juga dengan mendengar apabila Nabi ﷺ membacakan ayat-ayat Al-Qur'an, tetapi tidak ada hubungan di antara telinga mereka dengan perhatian mereka, demikian pula di antara mereka itu yang memandang Nabi Muhammad ﷺ dengan mata. Mereka mengenal dia, ataupun memang berkenalan baik. Baik ketika mendengar sambil meman-dang wajahnya, ataupun di dalam pergaulan tiap hari. Tetapi, sungguh pun mata mereka memandang Nabi ﷺ, hati mereka buta, tidak melihat apa yang dibawakan oleh Nabi ﷺ itu. Sebab itu bertanyalah Allah, secara istifham inkari, pertanyaan membantah, apa-kah kepada orang yang semacam itu, buta hatinya, engkau akan memberinya petunjuk?
“Walaupun mereka tidak mau melihat?"
Di sini pun bertemulah pertalian mata lahir dengan mata hati. Walaupun mata mereka terbelalak melihat Rasul ﷺ atau melihat kenyataan ajaran yang beliau bawa, bagaimana mereka akan dapat diajak kalau hati mereka sendiri yang tidak mau melihat? Manakah yang lebih berbahaya, orang yang buta mata sedang hatinya terang-benderang, dengan orang yang matanya berkembang terbelalak, sedang hatinya buta? Diajak bagaimanapun, mereka tidak akan mau melihat. Bukankah kerap kita melihat orang yang melengahkan penglihatan matanya ke tempat lain, jika bertemu dengan barang yang tidak disukai hatinya?
Ayat 44
“Sesungguhnya Allah tidaklah menganiaya manusia sedikit pun."
Bolehlah kata-kata zhulm yang kita pada umumnya memberi arti aniaya, diperluas lagi pengertiannya. Yaitu tidaklah ada yang kurang, yang diberikan Allah kepada manusia. Cukup manusia itu diberi bekal. Ada penglihatan, ada pendengaran dan indra kelimanya, dan diberi pula akal. Di dalam ayat ini ditegaskan betapa lengkap genapnya anugerah ilahi kepada manusia; an-nas. Di antara segala yang bernyawa di dalam dunia ini, nyata benar kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia. Binatang hanya diberi naluri saja untuk penjaga hidup, tidak diberi akal buat berpikir. Binatang hanya diberi indra saja. Bagi manusia, pancaindra itu semata-mata alat buat berjalannya akal. Binatang melihat dan mendengar, manusia pun mendengar dan melihat. Binatang hanya telinga dan matanya yang mendengar dan melihat, namun pada manusia yang terlebih penting ialah pertimbangan akal yang di belakang pendengaran dan penglihatan itu. Sebagai makhluk yang istimewa, sebagai khalifatullah di bumi ini, tidak ada yang kurang yang dianugerahkan
Allah kepada manusia. Dan inilah maksud ayat ini
“Akan tetapi manusia sendirilah yang menganiaya diri mereka."
Karena manusia tidak mempergunakan pemberian Allah yang mulia dan amat berharga itu menurut patutnya, sebagai yang telah dijelaskan pula oleh Allah pada surah al-A'raaf (ayat 178) yang telah kita uraikan pada Juz 9, yaitu bahwa Allah telah menyediakan untuk neraka Jahannam, kebanyakan dari jin dan manusia, yang telah diberi Allah Ta'aala hati, yaitu akal dan pikiran tetapi tidak dipergunakan buat berpikir. Telah diberi Allah mata, tetapi tidak dipergunakan buat melihat. Telah dianugerahi Allah telinga, tetapi tidak dipergunakan buat mendengar. Sampai Allah mengatakan dalam ayat tersebut bahwa orang yang demikian sama saja dengan binatang, bahkan lebih sesat lagi dari binatang; sebabnya yang utama ialah lantaran kelalaian.
Kemudian datanglah lanjutan ayat, mengajak manusia berpikir bahwasanya hidup tidaklah hanya hingga ini saja. Hidup di sini hanya sebentar saja. Yang sangat penting buat di-pikirkan ialah hidup masa depan, hidup yang sesudah mati.
Ayat 45
“Dan (ingatlah) hari yang Dia akan mengumpulkan mereka."
Ingatkanlah kepada mereka hari itu, hari yang akan dituju, hari yang sebenar-benarnya hari, yaitu hari segala insan akan dikumpulkan oleh Allah di hadapan-Nya. Hari yang bernama Yaumul Jatn'i; Hari Kumpulan. Yaumul Hasyr; Hari Himpunan. Hari untuk memperhitungkan dosa dan pahala, ganjaran atau siksaan. Hari yang akan datang itu memang tidak kelihatan oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, tetapi di dalam merenung alam yang ada ini, akal telah menyimpulkan bahwasanya segala yang berpangkal mesti berakhir. Hari yang kita pakai sekarang, walaupun berapa puluh tahun usia kita, belumlah ada arti apa-apa jika dibanding dengan hari yang akan dihadapi kelak itu."Seakan-akan tidaklah mereka berhenti melainkan sesaat dari siang hari, berkenal-kenalan mereka di antara mereka." Artinya, jika dibanding dengan hari depan, hari akhirat yang akan kita tempuh itu, dengan hari hidup kita di dunia ini, tidaklah ada ubahnya kehidupan di dunia ini laksana seorang tengah berjalan, tiba-tiba berhenti sejenak di tengah jalan karena bertemu teman-teman, lalu yang belum berkenalan menjadi berkenalan, membicarakan suka duka kehidupan sesaat lamanya, lalu meneruskan perjalanan lagi. Alangkah singkatnya pertemuan itu, dan belum pula tentu nilai apa yang telah dibicarakan dengan berkenal-kenalan itu. Setelah perjalanan akan terus lagi, menghadapi pintu maut dan menghadapi pintu Akhirat. Sebab itu, berfirmanlah Allah selanjutnya, “Sungguh rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah itu." Bagaimana tidak akan rugi, padahal mendustakan pertemuan kelak dengan Allah itu menyebabkan hidup yang hanya sepanjang saat pertemuan perkenalan dengan teman itu, akan dibiarkan tinggal kosong tidak berisi dan tidak ada persiapan.
“Dan bukanlah mereka tnang-orang yang dapat petunjuk."
Seluruh hidup dunia ini menjadilah tumpukan dari kerugian, kalau iman akan hari kemudian tidak ada. Rugi karena tidak mendapat pegangan hidup di kala hidup, dan tidak mendapat limpahan karunia bahagia dalam kehidupan yang kekal. Sebab iman sebagai pendirian, dan amal sebagai pelancaran iman adalah alat belaka buat membersihkan dan menyucikan jiwa, dan buat meningkatkan martabat ruh menjadi naik. Pada tubuh yang lemah gemulai ini, hendaklah bersemayam suatu jiwa yang kuat, bersih dan selalu terlatih. Jiwa seperti inilah yang berhak ditumpahi Allah dengan pimpinan-Nya dan karamah-Nya. Jiwa yang seperti ini hidup terus, khulud terus, tidak mengenal berhenti. Di dunia ini dia hanya merasa sebagai orang singgah, dan perjalanan akan terus. Sebab itu, dia tidak takut menghadapi maut. Malahan tersebut di dalam suatu hadits, bahwasanya seorang yang mati karena berjuang menegakkan iman dan amal saleh, tegasnya seorang yang mati syahid, tidak keberatan jika dihidupkan kembali oleh Allah untuk syahid lagi. Karena demikian enaknya rasa syahid itu bagi jiwa yang terlatih.
Cobalah kita renungkan!
Alangkah beruntungnya dan bahagianya jiwa yang telah mencapai rasa ini! Dan alangkah rugi hidupnya kalau batas pikiran hanya sehingga ujung hayat dunia yang pendek dan hina-lata ini. Maka orang-orang begitu menjadi rugi, karena mereka tidak mempelajari nilai itu, lantaran itu mereka pun tidak mendapat hidayah dari Allah. Kegagalan mereka di dunia ini menyebabkan pula kegelapan mereka di akhirat.
Peringatan ini datang kepada penduduk Mekah yang musyrikin ketika Rasul ﷺ me-nyampaikan dakwahnya di Mekah. Tetapi dia telah terlukis sebagai ayat yang muhkamah, yang tidak akan bergeser dan tidak ada takwil atau arti lain lagi, menjadi pegangan juga bagi kita yang datang di belakang, dan telah tahu bahwa percaya akan hari akhirat adalah salah satu dari rukun (tiang) iman. Tetapi dalam pelaksanaan hidup sehari-hari kita telah kerap kali lupa sehingga hidup kita sudah sebagai orang menghasta kain sarung; berputar-putar, berbelit-belit, tetapi masih di sana saja.
Oleh sebab itu, hendaklah kita ukurkan hidup kita dengan petunjuk yang dibawakan oleh Rasul ﷺ kepada kita, dan hendaklah tegaskan terus ke mana dan apa yang kita tuju dalam hidup ini. Pengalaman-pengalaman yang pahit hendaklah kita jadikan pengajaran, dan di dalam waktu hidup yang singkat ini hendaklah kita isi penuh dengan amal yang berharga, yang menyebabkan hidup akhirat kita kelak menerima penghargaan yang tinggi daripada Allah.