Ayat
Terjemahan Per Kata
بَلۡ
bahkan
كَذَّبُواْ
mereka mendustakan
بِمَا
dengan apa
لَمۡ
tidak
يُحِيطُواْ
mereka meliputi/mengetahui
بِعِلۡمِهِۦ
dengan ilmu pengetahuannya
وَلَمَّا
dan belum
يَأۡتِهِمۡ
datang kepada mereka
تَأۡوِيلُهُۥۚ
penjelasannya
كَذَٰلِكَ
demikianlah
كَذَّبَ
telah mendustakan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِهِمۡۖ
sebelum mereka
فَٱنظُرۡ
maka perhatikanlah
كَيۡفَ
bagaimana
كَانَ
adalah ia
عَٰقِبَةُ
akibat/kesudahan
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang zalim
بَلۡ
bahkan
كَذَّبُواْ
mereka mendustakan
بِمَا
dengan apa
لَمۡ
tidak
يُحِيطُواْ
mereka meliputi/mengetahui
بِعِلۡمِهِۦ
dengan ilmu pengetahuannya
وَلَمَّا
dan belum
يَأۡتِهِمۡ
datang kepada mereka
تَأۡوِيلُهُۥۚ
penjelasannya
كَذَٰلِكَ
demikianlah
كَذَّبَ
telah mendustakan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِهِمۡۖ
sebelum mereka
فَٱنظُرۡ
maka perhatikanlah
كَيۡفَ
bagaimana
كَانَ
adalah ia
عَٰقِبَةُ
akibat/kesudahan
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang zalim
Terjemahan
Bahkan, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna dan belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah halnya umat-umat sebelum mereka telah mendustakan (para rasul). Maka, perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang zalim.
Tafsir
(Yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna) subjek yang dimaksud adalah Al-Qur'an; mereka sama sekali tidak mau memikirkan tentangnya (dan belum pernah) tidak pernah (datang kepada mereka penjelasannya) akibat dari apa yang terkandung di dalamnya, yaitu berupa ancaman. (Demikianlah) yakni kedustaan itu (orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan) rasul-rasul mereka (Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang lalim itu) yaitu mereka yang mendustakan para rasul, makna yang dimaksud ialah kebinasaan yang telah menimpa mereka, demikian pula Kami akan membinasakan mereka yang mendustakannya.
Tafsir Surat Yunus: 37-40
Dan tidak mungkin Al-Qur'an ini dibuat-buat oleh selain Allah; akan tetapi (Al-Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.
Atau (patutkah) mereka mengatakan, "Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah, "(Kalau benar yang kalian katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa saja yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika memang kalian orang-orang yang benar.
Bahkan (yang sebenarnya), mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.
Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al-Qur'an, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ayat 37
Ayat ini menjelaskan tentang mukjizat yang terkandung di dalam Al-Qur'an, bahwa tidak ada seorang manusia pun yang mampu membuat hal yang serupa dengan Al-Qur'an, tidak pula dengan sepuluh suratnya, serta tidak pula satu surat darinya.
Karena dengan kefasihan bahasanya, paramasastranya, keringkasannya, keindahannya, dan kandungannya yang mencakup makna-makna yang jarang tetapi berlimpah dan bermanfaat di dunia dan akhirat, maka Al-Qur'an tiada lain kecuali datang dari sisi Allah, yang tiada sesuatu pun serupa dengan Dia dalam Zat, sifat, perbuatan, dan ucapan-Nya. Kalam atau firman Allah tidaklah seperti ucapan makhluk. Karena itu, di dalam firman-Nya disebutkan:
“Dan tidak mungkin Al-Qur'an ini dibuat-buat oleh selain Allah.” (Yunus: 37)
Yakni hal yang serupa dengan Al-Qur'an ini tidaklah layak kecuali dari sisi Allah. Isi Al-Qur'an tidaklah sama dengan hasil kreasi manusia.
“Akan tetapi (Al-Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya.” (Yunus: 37)
Yaitu kitab-kitab sebelum Al-Qur'an dan batu ujian terhadap kitab-kitab itu serta mengandung keterangan tentang apa yang terjadi pada kitab-kitab sebelumnya menyangkut perubahan, penggantian, dan penakwilan yang ada padanya.
Firman Allah : “Dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” (Yunus: 37)
Yakni penjelasan mengenai hukum-hukum, halal dan haram dengan penjelasan yang memuaskan, cukup lagi benar, tiada keraguan padanya dari sisi Allah Tuhan semesta alam.
Seperti yang telah disebutkan dalam hadis Al-Haris Al-A'war, dari Ali bin Abu Talib, bahwa di dalam Al-Qur'an terkandung berita umat-umat sebelum kalian, berita apa yang akan terjadi sesudah kalian, dan keputusan hukum di antara sesama kalian. Dengan kata lain, Al-Qur'an mengandung berita tentang masa lalu dan masa mendatang, serta hukum bagi apa yang terjadi di kalangan manusia, yaitu berupa syariat yang telah disukai dan diridai oleh Allah.
Ayat 38
Firman Allah : “Atau (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah, ‘(Kalau benar yang kalian katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa saja yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika memang kalian orang-orang yang benar’.” (Yunus: 38)
Artinya, jika kalian menuduh, mendustakan, dan meragukan bahwa Al-Qur'an itu dari sisi Allah; kalian pun mengatakan Al-Qur'an itu dusta dan buat-buatan yang telah direkayasa oleh Muhammad dari dirinya sendiri padahal Muhammad itu adalah manusia, sama dengan kalian. Dan dia menurut dakwaan kalian telah mampu mendatangkan Al-Qur'an ini, maka buatlah oleh kalian satu surat saja yang serupa dengannya, yakni yang sejenis dengan Al-Qur'an; dan mintalah tolong untuk itu kepada siapa saja yang kalian mampu memanggilnya dari kalangan manusia dan jin.
Hal ini merupakan tantangan pada tahap yang ketiga, karena sebelumnya Allah telah menantang mereka dan menyeru mereka jika mereka benar dalam tuduhannya yang mengatakan bahwa Al-Qur'an itu dibuat oleh Muhammad sendiri.
Maka silakan mereka menentangnya dengan hal yang serupa secara utuh dengan apa yang didatangkan olehnya. Dan mereka boleh meminta bantuan kepada siapa pun yang mereka kehendaki untuk membuat yang serupal dengannya. Lalu Allah menyebutkan bahwa mereka sama sekali tidak akan mampu melakukannya dan tiada jalan bagi mereka untuk itu. Allah berfirman: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’.” (Al-Isra: 88)
Kemudian tantangan terhadap mereka diperkecil menjadi sepuluh surat dari Al-Qur'an, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam permulaan surat Hud, yaitu: “Bahkan mereka mengatakan, ‘Muhammad telah membuat-buat Al-Qur'an itu.’ Katakanlah, ‘(Kalau memang demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang (yang kalian sanggup memanggilnya) selain Allah, jika kalian memang orang-orang yang benar’.” (Hud: 13)
Kemudian tantangan diturunkan lagi menjadi satu surat yang serupa dengan surat Al-Qur'an. Maka dalam surat ini Allah berfirman: “Atau (patutkah) mereka mengatakan,’Muhammad membuat-buatnya.; Katakanlah, ‘(Kalau benar yang kalian katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa saja yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar’.” (Yunus: 38)
Demikian pula yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah. yaitu surat Madaniyyah. Allah menantang mereka untuk mendatangkan suatu surat yang serupa, dan Allah menyebutkan bahwa mereka selamanya tidak akan mampu melakukan hal tersebut, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Maka jika kalian tidak dapat membuat(nya) dan pasti kalian tidak akan dapat membuat(nya).” (Al-Baqarah: 24), hingga akhir ayat. Padahal kefasihan saat itu merupakan pembawaan mereka dan syair-syair mereka telah sampai pada puncak keemasannya, tetapi Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan kepada mereka sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun. Karena itulah sebagian dari mereka ada yang beriman karena mengakui ketinggian paramasastra dalam Al-Qur'an, keindahannya, kemudahannya, kandungan makna yang ada di dalamnya serta kecemerlangannya.
Mereka adalah orang-orang yang paling menguasai dalam bab ini, paling mengerti, paling menggemarinya, dan paling memujanya. Perihalnya sama dengan pengakuan para ahli sihir Fir'aun yang mengetahui semua jenis ilmu sihir, bahwa apa yang dilakukan oleh Musa a.s. itu tidaklah keluar kecuali dari seseorang yang dikuatkan, dan dibimbing serta diutus dari sisi Allah. Dan bahwa apa yang dilakukannya itu tidak akan mampu dilakukan oleh manusia kecuali dengan seizin Allah.
Demikian pula halnya Isa a.s. Allah mengutusnya di masa ketenaran ilmu tabib dan pengobatan terhadap berbagai macam penyakit. Isa dapat meyembuhkan orang yang buta, orang yang berpenyakit sopak, bahkan dapat menghidupkan orang yang telah mati dengan seizin Allah. Hal seperti itu tidak ada kaitannya dengan pengobatan dan obat-obatan. Maka sebagian dari mereka ada yang mengakui dan beriman bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah.
Di dalam sebuah hadis sahih, dari Nabi ﷺ, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Tidak ada seorang nabi di antara nabi-nabi kecuali telah dianugerahi mukjizat yang serupa dengan apa yang sedang tenar di kalangan umatnya. Dan sesungguhnya apa yang diberikan kepadaku hanyalah berupa wahyu yang diturunkan oleh Allah kepadaku, maka aku berharap semoga akulah nabi yang paling banyak pengikutnya.”
Ayat 39
Firman Allah : “Bahkan (yang sebenarnya) mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka penjelasannya.” (Yunus: 39)
Yakni sebenarnya mereka mendustakan Al-Qur'an, tidak memahaminya, serta tidak mau mengenalnya.
“Padahal belum datang kepada mereka penjelasannya.” (Yunus: 39)
Artinya, mereka masih belum memahami hidayah dan agama yang benar yang terkandung di dalamnya, tetapi mereka terlanjur mendustakannya karena kebodohan dan kepandiran mereka sendiri.
“Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul).” (Yunus: 39)
Yaitu umat-umat yang terdahulu mendustakan Rasul-Nya.
“Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.” (Yunus: 39)
Maksudnya, perhatikanlah bagaimana Kami binasakan mereka karena kedustaan mereka kepada rasul-rasul Kami secara aniaya, congkak, kafir, ingkar, dan bodoh. Maka hati-hatilah, hai orang-orang yang mendustakan rasul; kalian pasti akan tertimpa apa yang pernah menimpa mereka.
Ayat 40
Firman Allah : “Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al-Qur'an.” (Yunus: 40)
Di antara mereka yang engkau diutus kepada mereka, hai Muhammad, ada orang-orang yang beriman kepada Al-Qur'an ini dan mengikutimu serta beroleh manfaat dari risalah yang disampaikan olehmu.
“Dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya.” (Yunus: 40)
Bahkan mereka mati dalam kekafirannya dan kelak akan dibangkitkan dalam keadaan kafir.
“Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Yunus: 40)
Dia mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah, lalu diberi-Nya hidayah; dan Dia mengetahui siapa yang berhak sesat, lalu Dia menyesatkannya. Dia Maha Adil dan tidak pernah zalim, bahkan Dia memberi kepada masing-masingnya sesuai dengan apa yang berhak ia terima. Maha Suci, Maha Tinggi lagi Maha Agung Allah, tidak ada Tuhan selain Dia.
Orang-orang musyrik menolak kebenaran Al-Qur'an bukan karena mereka tidak tahu kebenaran itu, tetapi antara lain karena keangkuhan mereka. Bahkan yang sebenarnya terjadi adalah mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna dan belum mereka peroleh penjelasannya. Sebagaimana orang-orang kafir Makkah mendustakan Al-Qur'an, demikianlah halnya umat-umat yang ada sebelum mereka telah mendustakan rasul-rasul dan bukti-bukti kebenaran yang mereka bawa. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim. Allah menghukum mereka dengan siksaan di dunia sesuai dengan kezaliman mereka dan kelak di akhirat akan disiksa di dalam neraka.
Pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa secara umum orangorang musyrik menolak kebenaran Al-Qur'an bahkan menuduh Nabi Muhammad telah membuat-buat Al-Qur'an, lalu pada ayat ini dijelaskan bahwa ternyata di antara mereka orang-orang musyrik itu ada orang-orang yang beriman kepadanya, yakni mengakui kebenaran Al-Qur'an hanya dalam hatinya, tetapi lahiriyahnya tetap menolak, dan di antaranya ada pula orang-orang yang tidak beriman kepadanya, tidak mengakui kebenaran Al-Qur'an baik secara lahir baupun batin. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan, yakni mengikuti kebatilan dan menolak kebenaran yang bersumber dari Tuhan Pemelihara alam. Allah akan memberi balasan atas apa yang mereka kerjakan.
Allah mengungkapkan bahwa orang-orang musyrikin ternyata tidak mampu menjawab tantangan Allah untuk membuat sesuatu yang semisal dengan Al-Qur'an. Allah menjelaskan keadaan orang-orang musyrikin yang sebenarnya, bahwa mereka setelah mendengar ayat-ayat yang dibacakan oleh Muhammad, mereka secara serta merta mendustakan-nya, padahal mereka belum memikirkan terlebih dahulu kandungan isinya, dan belum mengetahui duduk persoalannya. Sikap yang demikian itu adalah karena mereka memusuhi Muhammad yang membawa keyakinan baru yang berbeda dengan keyakinan nenek moyang mereka.
Kemudian Allah membandingkan sikap orang-orang musyrikin itu dengan sikap orang-orang musyrik yang hidup pada masa-masa sebelum mereka. Sebab, ada persamaan di antara mereka yaitu orang-orang musyrikin Mekah mendustakan ayat-ayat yang diterima oleh Muhammad saw, sedang orang-orang musyrik dari umat-umat yang lalu mendustakan rasul-rasul mereka, sama-sama mendustakan wahyu yang diterima nabi-nabi sebelum mereka menyelidiki kebenarannya secara seksama sebelum memahami penjelasannya.
Yang dimaksud dengan penjelasan di sini ialah kenyataan yang harus dihadapi oleh mereka akibat mendustakan ayat-ayat yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ seperti kenyataan yang telah diterima mereka atau oleh umat-umat pada masa lalu, sebagai akibat dari keingkaran mereka terhadap wahyu yang mereka terima. Kenyataan yang mereka alami ialah siksaan Allah yang mereka rasakan di dunia sebelum mereka merasakan siksaan yang lebih berat di akhirat.
Di akhir ayat, Allah menjelaskan bahwa memang demikian itulah nasib orang-orang yang mendustakan rasul-rasul dan nabi-nabi yang sebenarnya. Nasib ini tentu akan menimpa pula kaum musyrikin Mekah apabila mereka tetap bersikap keras dalam mendustakan wahyu-wahyu Allah. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ dan pengikut-pengikutnya agar memperhatikan bagaimana akhir kehidupan umat yang menganiaya diri sendiri karena mereka berani memusuhi dan mendustakan rasul-rasul Allah.
Allah berfirman:
Maka masing-masing (mereka itu) Kami azab karena dosa-dosanya, di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan ada pula yang Kami tenggelamkan. Allah sama sekali tidak hendak menzalimi mereka, akan tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri. (al-Ankabut/29: 40)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 37
“Dan tidaklah Al-Qur'an ini sesuatu yang telah diada-adakan oleh yang selain."
Kata ini, walaupun ashabun nuzul musyrikin Quraisy, tetapi dia untuk direnungkan di segala zaman. Al-Qur'an, yang isinya demikian tinggi mutunya, tidaklah mungkin ciptaan manusia. Al-Walid bin Mughirah sendiri, salah seorang pemuka musyrikin, ahli syair pula, berkata terus-terang bahwa ini adalah kata-kata yang melebihi dari segala kata; dia tetap di atas dan yang lain jatuh ke bawahnya, sebagaimana terdahulu telah kita salinkan katanya ketika dia didesak Abu Jahal menyatakan pendirian akan jadi pegangan kaumnya. Akhirnya, terpaksa al-Walid mendustai dirinya sendiri, lalu mengatakan bahwa Al-Qur'an ini adalah sihir yang dipelajari dengan tekun.
Mutu isi dan susun kata, gaya bahasa dan pilihan kalimat, hikmahnya yang tertinggi dan kebijaksanaannya yang menawan hati, syari'at yang digoreskannya untuk dituruti, gaya dan sastranya, bimbingan hubungan dengan Allah dan hubungan dengan masyarakat, perkhabarannya tentang zaman lampau dan peringatannya akan zaman depan, sampai-sampai menerangkan juga mengatur pemerintahan, siasat perang, susunan rumah tangga. Semuanya ini kian ditinjau dan direnungi, pasti akan menimbulkan kesan yang mendalam dalam jiwa manusia, bahwa Al-Qur'an ini bukanlah bikinan manusia. Dari ditilik pada kehidupan Muhammad ﷺ sendiri, yang 40 tahun lamanya sebelum dia menyatakan diri menjadi Rasulullah ﷺ, lebih lagi akal waras akan mengatakan bahwa ini bukanlah karangan Muhammad ﷺ. Mustahil Muhammad ﷺ yang tidak pandai tulis baca, bukan ahli sastra, bukan ahli syair dan bukan ahli pidato, tiba-tiba dari kehendak sendiri muncul saja mengemukakan ayat demi ayat, butir demi butir Al-Qur'an dari karangan sendiri.
“Tetapi sebagai pembenaran dari yang terdahulu dari dia." Pembenaran kita pakai sebagai arti dan tashdiq, yaitu mengikuti jejak dan membenarkan dan mengakui akan wahyu-wahyu yang terlebih dahulu telah turun. Sebab itu, Al-Qur'an ini adalah lanjutan belaka dari wahyu yang telah terdahulu, bahwasanya bukan baru pada Muhammad saja turun wahyu semacam ini, melainkan telah turun pula terlebih dahulu kepada Rasul-rasul dan Nabi Allah, seperti Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan nabi-nabi yang lain. Yang inti sari segala wahyu sejak zaman dahulu itu adalah satu belaka, yaitu mengajarkan kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa dan percaya akan kehidupan Akhirat. Tashdiq, atau pembenaran, boleh juga diartikan sebagai koreksi. Sebab jarak di antara nabi dengan nabi telah lama, jarak di antara Nubuwwat Muhammad dengan wafatnya Isa a.s. 600 tahun, dan jarak di antara Muhammad dengan Musa, Ibrahim dan Nuh dan lain-lain itu pun telah lebih jauh. Kadang-kadang isi wahyu yang diterima nabi-nabi yang terdahulu itu tidak diingat orang lagi, atau telah dikerumuni oleh “semut" bid'ah tambahan.
“Dan penjelasan dari al-Kitab." Al-Kitab di sini artinya ialah perintah-perintah yang dipikulkan Allah kepada manusia, supaya beribadah kepada-Nya, mengikut suruh meng-hentikan cegah. Semuanya diberikan tafshil, untuk kebahagiaan umat manusia. Cukup di dalam tuntunan tentang aqidah, syari'at, akhlak, pengajaran dan pendidikan dan soal-soal kemasyarakatan."Tidak ada keraguan padanya." Niscaya tidaklah ada isinya itu yang akan mendatangkan ragu dalam hati manusia kalau manusia itu benar-benar berpikir. Sebab dia adalah kebenaran dan petunjuk serta bimbingan
“Daripada Allah sarwa sekalian alam."
Oleh sebab dia datang dari satu sumber telaga saja, yaitu dari Allah, niscaya tidak ada keraguan di dalamnya. Jika dilihat dan direnungkan betapa Allah itu Maha Pengatur segala sesuatunya. Alam raya dan alam kecil,
sejak matahari dengan satelitnya, bintang-bintang yang mengelilinginya, sampai pada zat atom dengan satelitnya pula yang mempunyai peraturan yang sama, dapatlah dipahamkan bahwa Al-Qur'an ini yang berisi tashdiq terhadap kitab-kitab yang terdahulu dan tafshil isi perintah, tidak mungkin tercampur dengan peraturan dari lain penguasa. Karena tidak ada penguasa selain dan Allah.
Ayat 38
“Ataukah hendak mereka katakan: Dia (saja) yang mengada-adakan itu."
Pangkal ayat ini dikemukakan sebagai suatu pertanyaan, apakah mereka musyrikin itu mengatakan bahwa Al-Qur'an ini hanya diada-adakan atau d i karang-karangkan oleh Muhammad ﷺ? Pertanyaan demikian ialah untuk alasan penguat dari penjawaban yang akan datang, yaitu: “Katakanlah: Datangkanlah olehmu satu surah yang menyerupai ini dan panggillah olehmu siapa-siapa yang sanggup kamu panggil selain Allah." Tadi sudah dikatakan, mereka sendiri mengetahui kehidupan Muhammad ﷺ yang terang dan nyata, empat puluh tahun sebelum dia diutus menjadi Rasul. Bukanlah dia seorang pengarang, bukanlah dia seorang penyair, dan mereka kenal pula bahwa dia bukanlah seorang pendusta. Maka kalau kamu, hai musyrikin, masih saja menuduh bahwa Muhammad-lah yang menga-rang-ngarangkan Al-Qur'an ini, oleh sebab sebahagian besar daripada kamu adalah ahli syair, ahli pidato, ahli sastra, yang selama ini jauh lebih pintar; dan Muhammad di zaman lampau tidaklah dapat disetarafkan dengan mereka di ketinggian bersyair dan menyusun kata, maka sekarang cobalah kamu datangkan agak sebuah surah yang seumpamanya. Dan panggillah ahli-ahli bahasa kamu dari seluruh tanah Arab. Bukankah selama ini kamu telah biasa juga mengadakan perlombaan bersyair di pasar Ukaz, bertanding keindahan bahasa. Apakah salahnya kalau kamu adakan pula pertemuan demikian buat mencoba menciptakan surah Yuunus. Panggillah saksi-saksi atau ahli-ahli
“Jika memang kamu orang-orang yang benar."
Ini pun menjadi tantangan terus-menerus sampai ke akhir zaman. Banyak ahli-ahli pe-nyelidik zaman modern mengatakan bahwa Al-Qur'an ini sebenarnya adalah karangan Muhammad ﷺ saja. Memang Muhammad ﷺ itu seorang yang pintar. Mereka meng-akui Nabi Muhammad ﷺ seorang besar dan seorang yang sangat pintar, tetapi dia bukan rasul ataupun nabi. Oleh sebab itu Al-Qur'an adalah karangannya. Maka kalau memang Muhammad ﷺ itu tak mereka akui sebagai rasul, hanya orang pintar saja, tentu banyak orang yang lebih pintar dari Muhammad ﷺ, dan tentu sudah patut ada kesanggupan manusia menyusun kata lebih hebat daripada Al-Qur'an itu. Dan bisa berkumpul para ahli buat menggandingi dan menandingi. Dan ini tidak pernah terjadi.
Beberapa Nabi Palsu telah pula sesudah dia mengemukakan bahwa mereka menerima wahyu dari Allah, seumpama al-Bab yang bernama Mirza Ali Muhammad, atau Bahaultah atau Mirza Ghulam Ahmad. Mereka kemukakan apa yang mereka sebut wahyu-wahyu itu. Dan semua mereka bukanlah di tanah Arab. Berdua orang Iran dan seorang orang India. Maka ahli-ahli bahasa Arab akan tersenyum melihat “wahyu-wahyu" mereka itu, yang janggal bahasanya, jauh dari fashahat dan balaghah dan banyak yang menjiplak dari Al-Qur'an juga.
Di sinilah terasa pentingnya kita mengetahui bahwa Al-Qur'an itu sendiri bahasa Arab. Supaya dapat kita meyakini bahwa dia memang wahyu yang diturunkan dalam bahasa Arab. Al-Qur'an ini bisa saja kita terjemahkan dan kita tafsirkan ke dalam bahasa yang lain, namun terjemahan dan tafsiran itu bukanlah Al-Qur'an lagi, bukan wahyu. Kalau
telah kita dalami bahasanya tak dapat tidak, kita akan yakin dan iman bahwa Al-Qur'an memang wahyu. Nabi Muhammad ﷺ sendiri tidak sanggup menyusun kata lain untuk menandingi wahyu yang diturunkan Allah kepadanya dengan perantaraan Jibril itu.
Ayat 39
“Bahkan mereka telah mendustakan apa yang mereka belum mendalami mengetahuinya."
Di sini diterangkan apa sebab musyrikin-musyrikin itu berani saja menuduh bahwa Al-Qur'an adalah diada-adakan saja oleh Muhammad? Ialah sebab terbiasa orang yang masih dangkal pengetahuannya, belum mendalami menyelidiki, cepat saja mengeluarkan pendapat dengan tidak berdasar ilmu. Sama saja dengan setengah bangsa kita sendiri di zaman mutakhir ini, yang merasa ragu bahwa Al-Qur'an itu wahyu Allah, meskipun dia te-lah banyak sekali membaca, menyelidik dan studi terjemahan Al-Qur'an ke dalam bahasa Indonesia atau tafsirnya, atau terjemahan dan tafsir ke dalam bahasa Belanda dan Inggris.
Tadi sudah kita katakan, bahwa terjemahan dan tafsir Al-Qur'an bukanlah Al-Qur'an. Selidikilah bahasanya, susunannya, iramanya, fashahatnya, balaghahnya, i'jaznya, badi'nya. Untuk ini niscaya terlebih dahulu engkau wajib mempelajari bahasa Arab sejak dari nahwu dan sharafnya sampai kepada balaghah bahasa itu, tingkat syairnya dari zaman jahiliyah sampai zaman sekarang ini. Kalau ini sudah dipahami, tidak dapat tidak, engkau pasti mengakui bahwa Al-Qur'an itu memang wahyu, dan tidak akan sanggup barang mana manusia pun dalam keahlian bahasanya untuk menandinginya. Dia tetap di atas, sebab dia langsung dari Allah.
Untuk meyakini pula bahwa dia bukan ucapan sendiri karangan Muhammad ﷺ, pelajari pula hadits-hadits Nabi ﷺ di samping Al-Qur'an. Kita akan tahu, ini adalah kata Muhammad ﷺ sendiri, bukan wahyu Al-Qur'an yang disampaikan dengan perantaraan Muhammad saw,. Maka mereka itu, terutama pemuka-pemuka kaum Quraisy yang tidak mau iman kepada kenyataan ini, adalah bercakap karena ilmu yang masih dangkal. “Dan belum datang kepada mereka pengetahuan tentang kesudahannya." Selain mereka belum mengetahui lebih dalam tentang Al-Qur'an itu sendiri atau belum mau mendalaminya, mereka pun belum pula didatangi oleh ta'wil-nya, artinya belum datang kepada mereka kesudahan atau akibat ujung yang telah dibayangkan wahyu itu. Ibaratnya, banyaklah orang yang masih ragu-ragu menerima kebenaran karena belum melihat bukti. Misalnya di dalam suatu ayat, Allah memberi ingat betapa siksaan Allah kepada suatu kaum di dalam dunia ini juga karena tidak mau menerima kebenaran. Meskipun telah diingatkan kepada mereka bahwa umat yang terdahulu banyak yang telah dibinasakan Allah karena mereka mendurhakai ajaran nabi-nabi. Ini pun bisa kejadian dalam bentuk lain. Tetapi si musyrikin tidak mau percaya hal yang demikian. Itulah artinya belum datang kepada mereka ta'wilnya. Tetapi setelah musyrikin itu kalah dalam peperangan Badar, padahal mereka lebih 1.000 orang dan kaum Muslimin hanya berjumlah 300 orang, dan kemudian berturut-turut daerah mereka hilang satu per satu, dan kekuasaan mereka kian habis, sampai akhirnya Mekah sendiri ditaklukkan oleh Islam dan berhala mereka diruntuhkan, barulah mereka bertemu dengan ta'wil.
Maka berfirmanlah Allah pada lanjutan ayat, “,Demikian pun telah mendustakan orang-orang yang sebelum mereka." Pendustaan dan penolakan yang mereka lakukan terhadap engkau, wahai utusan-Ku, menolak sebelum mendalami, dan tidak mau percaya kalau be-lum melihat akibat kesudahan, bukanlah terjadi sekarang saja. Dahulu pun demikian di-lakukan umat-umat terdahulu kepada rasul-rasul dan nabi-nabi.
“Maka pandanglah bagaimana adanya akibat bagi orang-orang yang zalim."
Pandanglah dan perhatikanlah segala kejadian yang dulu itu. Mereka yang telah mendustakan Rasul ﷺ, menolak dengan kepala batu, tidak mau meninjau dan menye-lidiki, mereka telah zalim karena tidak mau menyambut seruan kebenaran. Maka berbagai ragamlah bala bencana yang ditimpakan Allah kepada mereka. Ada yang hancur karena datang gempa bumi, ada yang hangus dihantam angin samun, ada yang kering terbakar dan ada yang binasa karena banjir atau lulus tenggelam negeri mereka, atau sebagai tentara Fir aun yang tenggelam di laut. Pendeknya, ada-ada saja adzab siksa yang mereka terima. Maka kaum ini pun akan demikian juga halnya, ya utusan-Ku. Dan selama-lamanya akan demikian juga halnya. Orang yang zalim pasti menerima akibat yang buruk dari kezalimannya, dan masing-masing akan binasa menurut cara-cara sendiri yang ditentukan Allah.
Bagaimana dengan kaum yang didatangi Muhammad ﷺ? Datanglah lanjutan ayat,
Ayat 40
“Dan setengah dari mereka ada yang percaya kepadanya, dan setengahnya ada yang tidak percaya kepadanya."
Keadaan setelah Muhammad ﷺ berbeda dengan keadaan pada zaman dahulu tadi. Di kalangan kaum Muhammad ﷺ ini orang menjadi terbagi dua, setengahnya percaya dengan setengahnya tidak mau percaya. Dan kadang-kadang di dalam kalangan umat yang telah mengakui percaya tadi, setengahnya mulutnya saja yang mengaku, hatinya belum.
Keadaan pada waktu ayat diturunkan di Mekah pun demikian pula, setengahnya telah beriman dan setengahnya bertahan pada syiriknya. Dan keadaan setelah Islam tersebar pun demikian. Ada yang benar-benar memegang islam dengan percaya teguh dan ada yang geografi saja atau keturunan saja. Maka berfirmanlah Allah selanjutnya,
“Tetapi Allah engkau lebih mengetahui akan orang-orang yang berbuat binasa."
Maka yang hanya mulutnya saja yang mengakui beriman, atau Islamnya hanya keturunan belaka, kelak ternyata juga dari amal usaha masing-masing. Allah mengetahui mana yang berbuat syirik, zalim, aniaya, merusak, jahat dan nakal karena jiwa telah rusak, fitrah telah dipengaruhi setan. Orang-orang seperti ini pasti akan mendapat siksaan di dunia ini juga, yaitu kegagalan dan kekecewaan. Sedang engkau, wahai utusan-Ku, pasti menang.