Ayat

Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكُمُ
Tuhan kalian
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَ
telah menciptakan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضَ
dan bumi
فِي
dalam
سِتَّةِ
enam
أَيَّامٖ
hari/masa
ثُمَّ
kemudian
ٱسۡتَوَىٰ
Dia menuju
عَلَى
diatas
ٱلۡعَرۡشِۖ
'Arasy
يُدَبِّرُ
Dia mengatur
ٱلۡأَمۡرَۖ
segala urusan
مَا
tidak
مِن
dari
شَفِيعٍ
seorang pemberi syafaat
إِلَّا
kecuali
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
إِذۡنِهِۦۚ
izinNya
ذَٰلِكُمُ
demikian
ٱللَّهُ
Allah
رَبُّكُمۡ
Tuhan kalian
فَٱعۡبُدُوهُۚ
maka sembahlah Dia
أَفَلَا
maka apakah tidak
تَذَكَّرُونَ
kamu mengambil pelajaran
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكُمُ
Tuhan kalian
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَ
telah menciptakan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضَ
dan bumi
فِي
dalam
سِتَّةِ
enam
أَيَّامٖ
hari/masa
ثُمَّ
kemudian
ٱسۡتَوَىٰ
Dia menuju
عَلَى
diatas
ٱلۡعَرۡشِۖ
'Arasy
يُدَبِّرُ
Dia mengatur
ٱلۡأَمۡرَۖ
segala urusan
مَا
tidak
مِن
dari
شَفِيعٍ
seorang pemberi syafaat
إِلَّا
kecuali
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
إِذۡنِهِۦۚ
izinNya
ذَٰلِكُمُ
demikian
ٱللَّهُ
Allah
رَبُّكُمۡ
Tuhan kalian
فَٱعۡبُدُوهُۚ
maka sembahlah Dia
أَفَلَا
maka apakah tidak
تَذَكَّرُونَ
kamu mengambil pelajaran
Terjemahan

Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ʻArasy (seraya) mengatur segala urusan. Tidak ada seorang pun pemberi syafaat, kecuali setelah (mendapat) izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu. Maka, sembahlah Dia! Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
Tafsir

(Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari) dari hari-hari dunia, artinya dalam masa yang perkiraannya sama dengan enam hari karena sesungguhnya pada masa itu belum ada matahari dan bulan. Akan tetapi seandainya Allah berkehendak, maka Dia dapat menciptakannya dalam sekejap mata. Allah swt, tidak memakai cara tersebut dimaksud untuk memberikan pelajaran kepada makhluk-Nya tentang ketekunan dan kesabaran di dalam bertindak (kemudian Dia bersemayam di atas Arsy) bersemayamnya Allah disesuaikan dengan keagungan sifat-Nya (untuk mengatur segala urusan) di antara makhluk-makhluk-Nya (Tiada seorang pun) huruf min merupakan shilah atau penghubung (yang dapat memberikan syafaat) kepada seseorang (kecuali sesudah ada keizinan-Nya) ayat ini merupakan sanggahan terhadap perkataan orang-orang kafir yang menyatakan bahwa berhala-berhala mereka dapat memberikan syafaat kepada diri mereka. (Zat yang demikian itulah) yaitu yang menciptakan dan yang mengatur (Allah, Rabb kalian, maka sembahlah Dia) artinya tauhidkanlah Dia. (Maka apakah kalian tidak mengambil pelajaran?) lafal tadzakkaruuna asalnya tatadzakkaruuna, kemudian huruf ta yang kedua diidgamkan ke dalam huruf dzal asal kalimat, maka jadilah tadzakkaruuna.
Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada keizinan-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kalian, maka sembahlah Dia. Maka apakah kalian tidak mengambil pelajaran? Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam seluruhnya, Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan ayyam dalam ayat ini sama dengan hari-hari kita sekarang.
Sedangkan menurut pendapat lainnya, setiap hari sama dengan seribu tahun menurut perhitungan kalian, seperti yang akan diterangkan kemudian. kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy. (Yunus: 3) 'Arasy ialah makhluk yang paling besar dan merupakan atap dari semua Makhluk. Ibnu Abi Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami. Hajjaj bin Hamzah, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abu Khalid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sad At-Ta-i berkata, '"Arasy adalah yaqut berwarna merah." Wahb bin Munabbih mengatakan bahwa Allah menciptakan 'Arasy dari nur-Nya.
tetapi pendapat ini garib. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: untuk mengatur segala urusan. (Yunus: 3) Artinya, mengatur semua makhluk. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Tidak ada tersembunyi dari-Nya seberat zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi. (Saba: 3) Dan tiada sesuatu pun yang menyibukkan-Nya. Segala macam masalah tidak akan membuat-Nya keliru. Dia tidak pernah bosan dengan banyaknya orang yang meminta dengan mendesak, serta perhatian-Nya kepada yang besar tidak melupakan-Nya untuk memperhatikan yang kecil yang terdapat di gunung-gunung, lautan-lautan, dan kota-kota serta padang-padang sahara, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya. (Hud: 6), hingga akhir ayat.
dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Al-An'am: 59) Ad-Darawardi telah meriwayatkan dari Sa'd bin Ishaq bin Kab bin Ujrah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi. (Yunus: 3), hingga akhir ayat.
Maka mereka bersua dengan iringan yang besar, yang mereka lihat tiada lain kecuali dari kalangan orang-orang Arab Badui. Lalu mereka berkata kepada iringan tersebut, "Siapakah kalian ini?" Iringan itu menjawab, "Kami dari bangsa jin, kami diusir dari Madinah oleh ayat ini." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Tiada seorangpun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada keizinan-Nya. (Yunus: 3) Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat-ayat lain, yaitu: Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah melainkan dengan seizin dari-Nya. (Al-Baqarah: 255) Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). (An-Najm: 26) Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat. (Saba: 23) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Dzat) yang demikian itulah Allah.
Tuhan kalian, maka sembahlah Dia. Maka apakah kalian tidak mengambil pelajaran? (Yunus: 3) Maksudnya, esakanlah Dia dengan hanya menyembah-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya. Maka apakah kalian tidak mengambil pelajaran? (Yunus: 3) hai orang-orang musyrik, dalam urusan kalian; karena kalian telah menyembah tuhan yang lain beserta Allah, padahal kalian mengetahui bahwa Dialah Yang Maha Esa Yang menciptakan makhluk. Seperti yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat lainnya melalui firman-Nya: Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka.Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Tentu mereka akan menjawab, "Allah." (Luqman: 25) Katakanlah, "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arasy yang besar? Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah. Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak bertakwa?" (Al-Muminun: 86-87) Demikian pula ayat yang sebelum dan yang sesudahnya, semuanya bermakna senada."
Kalau orang kafir merasa heran atas diturunkannya Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad, maka apakah mereka tidak merasa heran dengan penciptaan langit dan bumi serta segala isinya' Tuhan Mahakuasa menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad, sebagaimana Dia Mahakuasa menciptakan langit dan bumi. Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi yang terbentang luas, dalam enam masa untuk memberikan pelajaran kepada manusia bahwa segala sesuatu perlu proses, melalui perencanaan yang matang dan dikerjakan secara maksimal. Jika Allah menghendaki, maka Dia Mahakuasa menciptakan keduanya dalam sekejap. Setelah sempurna masa penciptaan langit dan bumi, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy, singgasana untuk mengatur segala urusan makhluk-Nya. Tidak ada yang dapat memberi syafaat, yakni pertolongan pada Hari Kiamat untuk mendapat keringanan atau terbebas dari azab Allah kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Zat yang Mahaagung, Tuhanmu yang memelihara dan membimbingmu, maka sembahlah Dia, karena hanya Dia yang berhak disembah, jangan mempersekutukan Dia dengan apa pun. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran dari kesempurnaan penciptaan langit dan bumi beserta isinya' Semuanya tunduk, patuh, dan bertasbih kepada Allah, Tuhan Pengatur segala urusan.
Setelah dijelaskan bahwa Allah pencipta langit dan bumi, dan hanya Dia yang berhak disembah, lalu pada ayat ini dijelaskan tentang kepastian datangnya Hari Kiamat. Pada hari tersebut, hanya kepada-Nya, yakni kepada Allah kamu semua akan kembali. Itu merupakan janji Allah yang benar dan pasti tidak sedikit pun diragukan lagi. Sesungguhnya Dialah yang Maha Kuasa memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya, yakni menghidupkannya kembali pada Hari Kebangkitan, agar Dia dapat memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dengan balasan yang adil sesuai yang mereka kerjakan. Jika Allah menghendaki, maka berkat anugerah dan kemurahan-Nya, mereka akan memperoleh pahala melebihi yang mereka kerjakan. Sedangkan untuk orang-orang kafir disediakan balasan berupa minuman air yang mendidih yang dapat merusak seluruh alat pencernaan mereka dan akan memperoleh siksaan yang pedih karena kekafiran mereka. Inilah wujud keadilan Allah atas perbuatan hamba-Nya di dunia
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Dialah yang mengatur perjalanan planet dan benda-benda angkasa lainnya, sehingga satu sama lain tidak saling berbenturan. Dia pula yang menciptakan bumi dan segala isi yang terkandung di dalamnya, sejak dari yang kecil sampai kepada yang besar, semuanya diciptakan dalam enam masa yang hanya Allah sendiri yang mengetahui berapa lama waktu enam masa yang dimaksud itu. Setelah menciptakan langit dan bumi, Dia bersemayam di atas Arsy (singgasana), dan dari Arsy ini Dia mengatur dan mengurus semua makhluk-Nya.
Ketika Rasulullah ﷺ ditanya tentang Arsy, beliau mengatakan:
Bersabda Rasulullah, "Dahulu, Allah telah ada, dan belum ada sesuatupun sebelum-Nya dan adalah Arsy-Nya di atas air, kemudian Dia menciptakan langit dan bumi, dan menulis segala sesuatu di Lauh Mahfudh." (Riwayat al-Bukhari dalam Kitab at-Tauhid)
Selanjutnya Allah menerangkan bukti lainnya yang membantah pendapat orang-orang kafir bahwa Al-Qur'an itu adalah sihir, yaitu Dialah yang memiliki dan menguasai segala sesuatu dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Dia dapat berbuat sesuai dengan apa yang dikendaki-Nya. Tidak ada sesuatu makhluk pun?walaupun ia seorang rasul atau malaikat?dapat memberikan syafaat kecuali dengan izin-Nya.
Yang dimaksud dengan "syafaat" disini ialah pertolongan para malaikat, nabi dan orang-orang saleh kepada manusia pada Hari Kiamat untuk mendapatkan keringanan atau kebebasan dari azab Allah jika Allah memerintahkan atau mengizinkannya.
Ayat ini membantah dakwaan orang-orang kafir bahwa berhala yang mereka sembah selain Allah dapat memberi syafaat kepada mereka di Hari Kiamat. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah:
Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat (pertolongan) mereka sedikit pun tidak berguna kecuali apabila Allah telah mengizinkan (dan hanya) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia ridai. (an-Najm/53: 26)
Syafaat yang paling dirasakan manfaatnya oleh seseorang hamba ialah syafaat yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw, kepada seseorang yang hati dan jiwanya mengakui keesaan Allah. Abu Hurairah menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw, lalu Rasulullah menjawab:
Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku pada Hari Kiamat, ialah orang-orang yang mengucapkan: "La ilaha illallah" yang timbul dari hati dan jiwa yang bersih." (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah)
Allah menegaskan kepada orang-orang kafir, apakah mereka tidak ingat dan tidak memperhatikan dalil-dalil dan bukti-bukti yang nyata ini, bahwa yang menciptakan alam ini adalah Allah sendiri, Dia yang mengatur segala urusan dari atas Arsy-Nya, dan Dia yang memberikan syafaat kepada orang yang dikehendaki-Nya. Itulah Tuhan yang wajib disembah, tidak ada tuhan yang lain selain Dia. Janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, baik dalam penciptaan langit dan bumi, maupun dalam penyembahan-Nya.
Walaupun orang-orang Jahiliyah mengakui bahwa Allah sendirilah yang menciptakan alam ini, tidak bersekutu dengan siapapun, tetapi mereka mempersekutukan Allah dengan yang lain dalam menyembah-Nya. Mereka menyembah berhala di samping menyembah Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 3
“Sesungguhnya Allah kamu adalah Allah."
Di sini terdapat Allah sebagai Rabbun. Di sini kita pakai arti Rabbun ialah Allah, artinya yang asli ialah Pemelihara, Pendidik, Pengasuh. Kepada Kamu yang kecil ini, hai Insan, yang hidup di tempat terbatas di dalam bumi ini, tidak lain Pengatur kamu, Pendidik dan Pemelihara kamu, melainkan Allah itulah. Tidak lain! Apakah kamu saja yang dididik, dipelihara, diasuh dan dibelai-Nya sebagai Rabbun?
Sebagai Allah? Lanjutan ayat menegaskan, “Yang telah menjadikan semua langit dan bumi di dalam enam hart, kemudian itu ber-semayamlah Dia di atasArsy."
Pada diri kita yang kecil yang seumpama tidak ada arti ini, terasa pemeliharaan Allah dengan adanya hidup dan akal kita, dan adanya rejeki untuk kita makan dan pakai. Maka Allah yang memberi kita hidup itu, Allah yang satu itu saja, tidak ada Allah lain, Dia jugalah yang telah menjadikan semua langit, alam cakrawala raya yang dahsyat itu.
Dari tempat kita berdiri ini dapat kita melihat langit dalam kebiruannya, dihiasi dengan awan-gumawan. Itu semuanya Allah Yang Mengatur dan Memelihara. Dan kita berdiri di atas bumi, berpijak pada tanah. Maka tanah tempat kita tegak ini, bumi tempat kita hidup, penciptanya Dia juga, tidak yang lain. Disebutkan masa mencipta itu, yaitu enam hari. Dahulu dalam surah al-A'raaf ayat 54 juz 8 telah kita uraikan agak luas tentang arti enam hari, kemudian di surah Huud ayat 7 akan bertemu lagi berita enam hari itu. Kelak akan bertemu lagi di dalam surah al-Hadiid ayat 4 juz 27, dan ditambah lagi bahwa selain dari semua langit dan bumi itu dengan kata “dan yang di'antara keduanya" pada surah al-
Furqaan ayat 59 dan surah as-Sajdah ayat 4, pun surah Qaaf ayat 38. Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan enam hari itu bukanlah enam hari hitungan kita di bumi yang sekarang ini, tetapi lebih luas daripada itu, yang bisa diartikan enam edaran masa, yang satu-satu edaran itu memakan waktu kadang-kadang ratusan ribu tahun, bahkan jutaan tahun.
Maka di dalam ayat ini Allah berfirman bahwa setelah selesai Allah minciptakan semua langit dan bumi itu di dalam masa enam hari, atau enam masa yang Dia sendiri Yang Mahatahu, berapa tahunkah yang satu hari itu, entah lebih dari 50.000 tahun, selama perjalanan Malaikat dan ruh melakukan Mikraj ke Hadirat Allah, sebagai disebutkan pada surah al-Ma'arij ayat 5, entah bagaimana, hanya Dia Yang Mahatahu. Setelah selesai itu, bersemayamlah Dia di atas Arsy-Nya. Yang dapat kita pahamkan, bahwa Allah itu bukan saja menjadikan semua langit dan bumi, lalu dibiarkan-Nya saja sesudah terjadi, melainkan diatur-Nya dengan sempurna dengan serba kekuasaan-Nya. Sebab duduk ke atas Arsy di sini sudah mengandung sekali akan arti bahwa Allah mengatur dan menadbir kuasa-Nya dalam kerajaan dan kekuasaan yang seluas itu. Setelah duduk di atas Arsy itu datang lagi lanjutan ayat, sehingga lebih jelas maksud duduk atau bersemayam: “Dia Mengatur Perintah"
Yudabbiru di dalam ayat ini, kita artikan secara umum dan ringkas, yaitu Dia Mengatur. Kalau kita gali makna kalimat ini lebih dalam, tidak salahlah kalau kita ambil langsung saja kalimat ini, lalu kita artikan “Dia menadbir perintah." Sebab ambilan asal kata ialah dubur, yang berarti ekor atau hujung. Maka di dalam Allah Mengatur suatu perintah, Allah telah mengetahui dan menentukan ujungnya, akhirnya atau ekornya ataupun akibatnya. Di situ nampak bahwa di dalam mengatur alam ini, Allah mempunyai rencana yang tegas dan konkret,
Dan menjadi kias ibarat pula bagi kita manusia, bahwasanya barangsiapa manusia yang pekerjaannya pakai rencana, atau tadbir, artinya mengingat pangkal dan ujung, pangkal dan ekor atau akibat, dekatlah dia pada kesempurnaan. Rencana atau tadbir Allah itu di dalam menjalankan perintah dan kehendak-Nya, meliputilah kepada semua langit dan bumi tadi, dan meliputi pula kepada manusia yang kecil ini, sampai pula kepada yang lebih kecil daripada manusia. Keseluruhan dan kesatuan tadbir adalah pada Allah. Tadbir Allah itu tepat dan jitu. Manusia betapapun pintar, tidaklah dapat membuat tadbir sendiri di luar rangka tadbir Allah. Rencana dan tadbir manusia hanya dapat berlangsung apabila sesuai dengan keizinan Allah. Sebab itu berfirman Allah selanjutnya, “Tidak siapa yang dapat membela kecuali dengan izin-Nya."
Untuk mengesankan tafsirnya lebih dalam pada jiwa kita, hendaklah baca dari tertib ayat pertama dan kedua, dan lihat persambungannya. Allah menjadikan semua langit dan bumi dan Allah pula yang menadbirnya dari persemayaman-Nya, yaitu Arsy artinya singgasana, mahligai dan takhta, yang sudah dapat dipahamkan, yaitu Kekuasaan. Di samping menadbir alam cakrawala yang luas itu, manusia pun ditadbir. Salah satu tadbir untuk manusia ialah diutus Rasul, sebagai dijelaskan pada ayat kesatu. Rasul itu diutus mengajari manusia agar manusia itu menyesuaikan hidupnya dengan tadbir Allah. Kalau hidupnya disesuaikannya dengan tadbir Allah yang mengenai manusia, selamatlah dia. Kalau tidak, akan tergilaslah dia oleh tadbir raksasa Ilahi. Pada saat itu tidak seorang jua yang dapat membela. Guru tidak dapat membela, ayah-bunda tidak dapat membela, yang dapat membela hanyalah yang diberi izin oleh Allah. Membela itu ialah memohonkan kepada Allah agar si anu diampuni, agar si fulan diringankan siksaannya. Di antara yang diberi izin oleh Allah memohonkan syafaat itu ialah Malaikat yang memikul Arsy, sebagai tersebut di dalam surah al-Mu'min ayat 7, yang siang malam memohonkan kepada Allah agar orang-orang yang beriman diberi ampun. Di sini terang sekali betapa sulitnya syafaat (pembelaan) itu. Pertama, tidak sembarang orang diberi izin oleh Allah memohonkan ampun bagi orang yang bersalah melanggar tadbir Ilahi. Yang dibolehkan itu hanyalah beberapa Malaikat pilihan atau manusia pilihan. Di antaranya ialah syafaat Nabi Muhammad ﷺ di akhirat kelak, sebagai tersebut di dalam hadits syafaat yang terkenal. Syarat yang kedua, ialah bahwa yang dimintakan syafaat itu ialah orang yang beriman dan beramal saleh. Artinya, bahwa dasar hidup orang itu adalah baik. Batinnya baik dengan iman dan lahirnya baik dengan amal. Mungkin sekali-sekali dia terkhilaf, lalu dia langsung memohon tobat kepada Allah. Orang semacam itulah yang boleh dimintakan syafaat oleh manusia atau Malaikat yang ditentukan Allah. Dan mereka itu pun hanya semata-mata boleh turut memintakan, tetapi yang memutuskan akan memberi ampun, tetap pada Allah.
“Itulah Dia Allah, Allah kamu, maka sembahlah Dia."
Maka inilah sebagai pengunci dari kata sejak semula, yang telah menerangkan betapa luas kekuasaan Allah, mencipta dan mengatur semua langit dan bumi, mengutus Rasul untuk manusia, supaya manusia pun menuruti tadbir Ilahi, dan Mahabesar-lah Dia dalam kekuasaan-Nya, sehingga seseorang manusia pun tidak bisa lepas dari ikatan tadbir itu, dan tidak bisa mengelakkan tanggung jawab kepada orang lain, dan tidakbisa meminta kepada yang selain Allah, karena yang lain itu tidak bisa mentadbir dan tidak sempurna tadbirnya. Maka sudahlah terang olehmu bahwa Yang Sebenarnya Tuhan yang patut disembah hanya Allah saja, Yang Tunggal dalam Kekuasaan-Nya. Sembahlah Dia jangan lagi sembah yang lain.
“Maka apakah kamu tidak hendak ingat?"
Sudah terbentang alam di sekeliling dirimu, terbentang langit lazuardi dan terhampar bumi persada di bawah kakimu, sedang kamu ada berotak, sedangkan kamu di dunia bukan semata-mata makan dan minum atau memamah biak sebagai kerbau. Apalah artinya kamu menjadi manusia yang berakal kalau akalmu tidak kamu pergunakan untuk mengingat kekuasaan Allah dan tadbir-Nya itu? Dan dengan ini pula patutlah engkau ingat bahwasanya diri engkau tidaklah terpisah daripada alam yang di kelilingmu, baik langit yang di atasmu atau bumi yang di bawahmu. Pikirkanlah itu dan ingatlah.
Di dalam beberapa tafsir ada juga bertemu beberapa cerita tentang Arsy. Sampai ada yang menyebut bahwa Arsy itu tercipta daripada batu Zabarjad yang hijau, bertakhtakan ratna mutu manikam, dan bersalutkan emas dewangga. Maka segera cerita tentang Arsy yang demikian adalah diselat-selatkan lagi ke dalam tafsir oleh pembuat dongeng Israiliyat.
Dan pegangan madzhab salaf tentang (Arsy atau tentang Allah bersemayam di atasnya, ialah membaca saja apa yang tertulis dan tidak usah mencari tafsir yang lain atau khayalan. Karena keadaan di dalam alam yang gaib tidaklah dapat dinilai dan di-rangkakan dengan alat yang ada pada kita di dalam alam syahadah yang sangat terbatas ini. Yang terang dan sepakat di antara Ulama Salaf dan Khalaf tentang tafsir, bahwa setelah selesai menciptakan semua langit dan bumi, kemudian itu Allah bersemayam ke atas Arsy, ialah berarti bahwa Allah bukan saja khalaqa (Mencipta atau Menjadikan), sesudah terjadi membiarkan saja; bukan demikian. Melainkan sesudah terjadi Allah pun Mengaturnya dan Yudabbiru mentadbirnya. Dan bersemayam di Arsy berarti memegang penuh kekuasaan-Nya.
Ayat 4
“Kepada-Nyalah tempat kembali kamu semua, sebagai … Allah yang benar."
Dari Dia kita datang dan kepada-Nya kita akan kembali dan selama hidup yang hanya sesaat seketika ini tidaklah lepas dari tilikan-Nya. Maka kata “kembali" atau “pulang" di sini, bukanlah berarti bahwa sebelum pulang itu kita telah jauh atau terlepas dari tilikan Allah. Makan minum, sandang-pangan, persediaan untuk hidup seluruhnya pun adalah dari Dia belaka. Diumpamakan kita telah keluar atau pergi dari rumah kita yang asal, yaitu dari tanah, namun hidup kita pun tetap di atas tanah, dan kembalinya pun tetap ke dalam tanah. Oleh karena itu, jika Allah berfirman bahwa kepada-Nya jualah tempat kembali kita, berartilah kembali untuk memberikan pertanggungjawaban.
“Sesungguhnya Dialah yang memulai kejadian, kemudian Dia akan mengembalikannya." Suku kata ayat ini menutupi purbasangka dan keraguan orang yang tidak segera percaya bahwa orang yang telah mati tidak akan dapat hidup kembali, atau mustahil hidup kembali. Memang mustahil kalau yang menciptakan dahulunya itu Allah, yang mematikannya Allah, lalu yang menghidupkannya kembali orang lain. Memang kalau kita yang membunuh seekor burung, kita tidak berupaya menghidupkannya. Dan jenazah yang telah terbujur panjang di tempat tidur menunggu dikuburkan, tidaklah dapat kita suruh bangun kembali, meskipun waris-waris telah berurai air mata. Tetapi bagi Allah, yang memulai ciptaan, lalu menghidupkan dan kemudian mematikan, mudahlah menghidupkannya kembali dalam kehidupan yang lain. Sebab perubahan daripada adam (tidak ada) kepada ada yang bernama hidup, dan mati yang bernama lenyap, dan kemudian hidup lagi dalam bentuk yang lain, hanyalah perubahan-perubahan belaka. Dia pun termasuk tadbir.
Guna apa Dia akan mengembalikan hidup yang kedua kali itu?
“Karena akan dibalasi-Nya orang-orang yang beriman dan beramal saleh dengan adil."
Tidak ada amal atau jasa yang akan terbuang sia-sia, tidak ada usaha ikhlas yang akan hilang percuma. Semuanya akan diberi ganjaran seadil-adilnya. Walau manusia tidak me-nampak atau tidak mau menghargai, namun di sisi Allah semuanya itu tercatat. Di dalam surah al-Anbiyaa' ayat 47, Allah menjelaskan bahwa di hari Kiamat itu kelak Allah akan menegakkan neraca pertimbangan yang seadil-adilnya sehingga tidak seorang jua pun yang akan teraniaya atau dirugikan, bahkan meskipun hanya seberat biji sawi yang amat kecil itu, juga akan dihadirkan. Dan Allah pun bersedia memberikan karunia tambahan. Bila diamalkan satu amalan yang baik di dunia, akan diberi ganjaran seadil-adilnya di akhirat, dan kemudian Allah bersedia lagi menambah berlipat-ganda, sekali waktu yang satu dibalas sepuluh, sekali waktu lagi ditanam satu biji, menumbuhkan tujuh cabang dan satu cabang menghasilkan seratus biji pula. Sebagaimana di dalam surah an-Nisaa' ayat 173 ada disebutkan, bahwa orang yang beriman dan beramal saleh akan dibayar penuh untuk pahala mereka dan akan ditambah lagi dengan karunianya.
“Dan orang-orang yang tidak percaya, untuk mereka adalah minuman dari air mendidih dan siksaan yang pedih, lantaran apa yang telah mereka kafir itu."
Al-Hanim telah kita artikan air yang sedang mendidih karena terlalu amat panas; itulah yang akan menjadi minuman dari orang yang kafir, yaitu tidak mau memercayai kebenaran Ilahi, disertai pula dengan adzab siksaan yang pedih. Ialah sebagai imbangan daripada balas ganjaran mulia dan adil yang akan diterima oleh orang yang beriman dan beramal saleh. Dapatlah kita pahamkan betapa besar kesannya ancaman meminum air mendidih ini sebagai hanya satu contoh daripada macamnya adzab. Bukan saja air mendidih suatu perumpamaan yang mengerikan bagi orang Arab di tempat ayat diturunkan, di negeri pasir yang orang sangat merindukan air tawar, bahkan di seluruh zaman dan tempat di dunia, air mendidih jadi minuman tetaplah sesuatu yang ngeri. Dan ini hanya satu macam dari berbagai adzab.
Ada orang bertanya, “Apakah layak memberikan hukuman sengeri itu, dari Allah yang bersifat Rahman dan Rahim, kepada manusia yang telanjur berbuat dosa karena kelemahannya?" Kita jawab, Ayat-ayat ini adalah peringatan agar manusia menjaga diri sebelum berdosa. Laksana badan ataupun jiwa kita ini, bisa saja ditimpa oleh penyakit yang ngeri, sakit dada, lemah jantung, penyakit tifus dan kolera dan berbagai penyakit yang lain. Jika ahli kesehatan telah memberi peringatan supaya menjaga diri jangan ketularan oleh penyakit itu, menjaga makanan dan minuman, tidak dipedulikan segala nasihat itu. Karena kesalahan diri sendiri lalai berjaga-jaga, penyakit itupun datang menimpa. Bolehkah disandarkan kekejaman pada Allah, jika seorang tidak menjaga dirinya ditimpa penyakit?
Orang yang taat dan patuh memelihara peraturan dan tata cara hidup menurut yang sewajarnya, adillah jika dia menerima nikmat ruhani tersebab usahanya. Dan orang yang melanggar segala peraturan, sehingga kemudian mendapat siksa yang ngeri dan kejam di akhirat, adalah laksana penyakit badan tadi juga, dia menerima siksa karena dia sendiri yang salah. Sebab itu adzab bukan dari sebab luaran, melainkan sebab dari dalam diri sen-diri.