Ayat
Terjemahan Per Kata
قُل
katakanlah
لَّوۡ
jikalau
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
مَا
tidak
تَلَوۡتُهُۥ
kubacakan ia/ayat
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَلَآ
dan tidak
أَدۡرَىٰكُم
Dia beritahukan kepadamu
بِهِۦۖ
dengannya
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
لَبِثۡتُ
aku telah tinggal
فِيكُمۡ
padamu/bersamamu
عُمُرٗا
beberapa masa
مِّن
dari
قَبۡلِهِۦٓۚ
sebelumnya
أَفَلَا
apakah tidak
تَعۡقِلُونَ
kalian menggunakan akal
قُل
katakanlah
لَّوۡ
jikalau
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
مَا
tidak
تَلَوۡتُهُۥ
kubacakan ia/ayat
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَلَآ
dan tidak
أَدۡرَىٰكُم
Dia beritahukan kepadamu
بِهِۦۖ
dengannya
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
لَبِثۡتُ
aku telah tinggal
فِيكُمۡ
padamu/bersamamu
عُمُرٗا
beberapa masa
مِّن
dari
قَبۡلِهِۦٓۚ
sebelumnya
أَفَلَا
apakah tidak
تَعۡقِلُونَ
kalian menggunakan akal
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu. Sungguh, aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya (sebelum turun Al-Qur’an). Apakah kamu tidak mengerti?”
Tafsir
(Katakanlah, "Jika Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepada kalian dan aku tidak pula memberitahukan kepada kalian) mengajarkan kepada kalian (mengenainya) huruf laa di sini bermakna nafi atau meniadakan, kemudian diathafkan kepada nafi yang sebelumnya. Menurut qiraat yang lain dianggap sebagai lam yang menjadi jawab daripada huruf lau, dengan demikian berarti niscaya aku akan mengajarkannya kepada kalian dengan bahasa yang bukan bahasaku (Sesungguhnya aku telah tinggal) diam (bersama dengan kalian beberapa lama) yaitu empat puluh tahun (sebelumnya.") selama itu aku belum pernah menceritakan sesuatu kepada kalian (Maka apakah kalian tidak memikirkannya?) bahwasanya Al-Qur'an itu bukanlah buatanku sendiri.
Tafsir Surat Yunus: 15-16
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata, “Datangkanlah Al Al-Qur'an yang lain dari ini atau gantilah dia.” Katakanlah, "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (Kiamat) jika mendurhakai Tuhanku .”
Katakanlah (Muhammad), “Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepada kalian dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepada kalian. Sesungguhnya aku telah tinggal bersama kalian beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kalian tidak memikirkannya?”
Allah ﷻ menceritakan perihal pembangkangan orang-orang kafir dari kalangan kaum musyrik Quraisy yang ingkar lagi berpaling dari-Nya. Mereka itu apabila dibacakan Kitabullah dan hujah-hujah yang jelas oleh Rasulullah ﷺ, maka mereka mengatakan:
“Datangkanlah Al-Qur'an yang lain dari ini.” (Yunus: 15) Maksudnya, kembalikanlah yang ini dan datangkanlah kepada kami yang lainnya dari jenis yang berbeda, atau gantilah dengan yang isinya tidak seperti ini. Maka Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya:
“Katakanlah, ‘Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihakku sendiri’.” (Yunus: 15)
Yakni hal ini bukan dikembalikan kepadaku, karena sesungguhnya aku hanyalah semata-mata seorang hamba yang diperintah dan seorang rasul yang ditugaskan untuk menyampaikan ini dari Allah. “Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (Kiamat) jika mendurhakai Tuhanku.” (Yunus 15)
Kemudian Allah ﷻ berfirman mengemukakan hujah yang menguatkan kebenaran dari apa yang disampaikan oleh Rasul kepada mereka:
Ayat 16
“Katakanlah, ‘Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepada kalian dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepada kalian’.” (Yunus: 16)
Dengan kata lain, sesungguhnya aku menyampaikan ini kepada kalian hanyalah atas dasar izin dari Allah yang diberikan-Nya kepadaku, dan atas kehendak dan kemauan-Nya. Sebagai bukti bahwa aku bukanlah yang membuat-buatnya (Al-Qur'an) dari diriku sendiri, bukan pula aku yang mengada-adakannya, ialah kalian tidak mampu menandinginya. Dan sesungguhnya kalian telah mengetahui kejujuran dan kebenaranku sejak aku tumbuh besar di kalangan kalian sampai dengan Allah mengangkatku menjadi seorang rasul. Janganlah kalian menentangku dan menjelek-jelekkan diriku.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Sesungguhnya aku telah tinggal bersama kalian beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kalian tidak memikirkannya?” (Yunus: 16)
Maksudnya, bukankah kalian berakal yang dengannya kalian dapat mengenal antara yang benar dan yang batil?
Karena itulah ketika Heraklius, Raja (Kaisar) Romawi, bertanya kepada Abu Sufyan dan orang-orang yang bersamanya mengenai sifat dan ciri khas Nabi ﷺ, yaitu, "Apakah kalian menuduhnya pernah berkata dusta sebelum dia mengucapkan apa yang telah disampaikannya itu?" Abu Sufyan menjawab, "Tidak." Padahal Abu Sufyan saat itu adalah pemimpin orang-orang kafir dan gembong kaum musyrik; sekalipun demikian, dia mengakui kebenaran.
Dan kesaksian yang diutarakan oleh bekas musuh itu mengandung nilai lebih yang tersendiri. Maka Heraklius berkata kepada Abu Sufyan, "'Sesungguhnya aku pun mengetahui bahwa dia bukanlah orang yang suka berdusta kepada orang lain, yang karenanya lalu ia akan berdusta kepada Allah."
Ja'far bin Abu Talib berkata kepada Raja Negus, raja negeri Habsyah (Etiopia), "Allah telah mengutus kepada kami seorang rasul yang kami kenal kebenarannya, nasabnya, dan kejujurannya. Masa tinggal beliau ﷺ bersama kami sebelum diangkat menjadi seorang nabi adalah empat puluh tahun."
Menurut riwayat yang bersumber dari Sa'id ibnul Musayyab disebutkan empat puluh tiga tahun. Pendapat yang terkenal adalah yang pertama, lagi pula pendapat ini merupakan pendapat yang sahih.
Setelah menolak permintaan kaum musyrik untuk mendatangkan kitab selain Al-Qur'an atau mengubah sebagian isinya, lalu Allah berfirman, Katakanlah wahai Nabi Muhammad, Jika Allah menghendaki aku tidak membacakan dan menyampaikan Al-Qur'an kepada kamu, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan jika Allah tidak pula berkehendak memberitahukan wahyu yang diturunkan kepadaku, maka Dia tidak memberitahukannya kepadamu. Aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya, yakni selama 40 tahun sebelum turunnya AlQur'an dan selama masa itu aku tidak pernah berbohong serta tidak pernah berbicara dan menyampaikan hal seperti ini. Apakah kamu tidak mengerti ayat-ayat itu dan tidak memikirkan kandungannya' Karena mereka tetap keras menolak kebenaran Al-Qur'an sebagai wahyu dari Allah dan menuduh Nabi Muhammad berbohong, maka ditegaskan dalam bentuk pertanyaan, siapakah yang lebih zalim daripada orang yang dengan sengaja mengada-adakan kebohongan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya' Sungguh tidak ada orang yang lebih zalim daripada mereka dan mereka tidak akan mendapatkan keberuntungan untuk selama-lamanya. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat dosa itu tidak akan pernah beruntung.
.
Pada ayat ini Allah mengajarkan jawaban yang akan disampaikan Nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik yang mengingkari Al-Qur'an, yaitu perintah untuk mengatakan kepada orang-orang yang musyrik bahwa jika Allah berkehendak, Nabi tidak akan membacakannya. Nabi membacakan Al-Qur'an kepada mereka semata-mata atas perintah Allah dan kehendak-Nya. Seandainya Allah tidak berkehendak menyampaikan Al-Qur'an itu kepada mereka, tentu Dia tidak akan mengutus dirinya kepada mereka, sehingga Al-Qur'an yang mengandung petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat ini tidak akan sampai kepada mereka. Allah berfirman:
Sungguh, Kami telah mendatangkan Kitab (Al-Qur'an) kepada mereka, yang Kami jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (al-Araf/7: 52)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad, yang berisi petunjuk bagi kemaslahatan hidup di dunia dan di akhirat, serta menegaskan bahwa Muhammad adalah utusan Allah yang menyampaikan petunjuk itu kepada manusia.
Sebagai bukti kebenaran wahyu yang telah disampaikan itu maka Allah memerintahkan kepada Nabi, agar mengatakan kepada orang musyrik, bahwa dia (Muhammad) telah hidup dan bergaul bersama mereka lebih dari 40 tahun. Mereka semua telah mengetahui pula sifat-sifat, watak, dan kepribadian Nabi, telah mengetahui pula akhlak, tingkah laku, sikap, dan keadilannya terhadap mereka semua. Selama itu pula mereka semua mengetahui bahwa Nabi tidak pernah membaca satu kitab pun, karena dia tidak pandai membaca, tidak pernah belajar kepada seorang pun dan tidak pula menyampaikan perkataan yang sama nilainya dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Karena itu, apakah benar Nabi berbuat kebohongan, sebagaimana dugaan mereka. Kenapa mereka semua meminta kepada Nabi untuk mengganti ayat-ayat Al-Qur'an dengan yang lain.
Sebagaimana diketahui bahwa tiap-tiap rasul yang diutus Allah kepada kaumnya diberi berbagai keistimewaan oleh Allah, sebelum diangkat menjadi rasul, seperti Musa a.s. diberi hikmah dan ilmu pada saat-saat ia berumur antara 30 dan 40 tahun, pada waktu akalnya telah sempurna sebagaimana firman Allah:
Dan setelah dia (Musa) dewasa dan sempurna akalnya, Kami anugerahkan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (al-Qashash/28: 14)
Demikian pula Yusuf a.s. diberi oleh Allah hikmah dan pengetahuan pada saat ia mencapai umur dewasa, sebelum diangkat menjadi rasul, (Yusuf/12: 22) seperti ilmu mentakwilkan mimpi dan sebagainya.
Nabi Isa a.s. sebelum diangkat menjadi rasul, pada waktu kecil dalam buaian telah pandai berbicara, dilahirkan tanpa bapak, diberi Kitab, dan Hikmah. (?'li Imran/3: 46, 47 dan 48)
Nabi Muhammad telah diberi Allah keistimewaan seperti keistimewaan yang telah diberikan kepada nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu. Beliau juga diberi keistimewaan yang lain, yaitu keistimewaan yang langsung dirasakan, diyakini, dan diketahui oleh seluruh anggota masyarakat Mekah pada waktu itu. Seluruh penduduk Mekah menganggap beliau sebagai seorang yang jujur yang benar-benar dapat dipercayai, ia dipandang sebagai orang yang adil dalam menetapkan keputusan, tidak berat sebelah.
Sebagai contoh ialah kebijaksanaan beliau memberi keputusan kepada kabilah-kabilah Quraisy yang meminta beliau untuk menentukan siapa yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempatnya semula ketika Kabah direnovasi. Pemuka-pemuka Quraisy membersihkan dan mem-perbaiki Kabah, karena itu mereka mengeluarkan Hajar Aswad dari tempatnya. Setelah Kabah itu selesai dibersihkan dan diperbaiki, mereka ingin meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempatnya. Para kepala suku kabilah bertikai dalam menetapkan siapa yang paling berhak meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempatnya semula. Masing-masing kepala kabilah merasa berhak, sehingga terjadilah perdebatan dan perselisihan yang hampir menimbulkan pertumpahan darah di antara mereka. Maka salah seorang di antara mereka meminta Muhammad memberikan keputusan tentang siapa yang lebih berhak meletakkan Hajar Aswad itu kembali. Apa saja keputusan Nabi akan diikuti. Permintaan orang itu disetujui oleh kepala-kepala kabilah, dan Muhammad bersedia pula memenuhi permintaan mereka. Beliau membuka sorbannya dan meletakkan Hajar Aswad di atasnya, kemudian disuruhnya masing-masing kepala kabilah memegang tepi sorban itu dan bersama-sama mengangkatnya. Setelah tiba di tempat Hajar Aswad, beliau meletakkannya di tempat semula. Keputusan beliau ini diakui oleh kepala-kepala kabilah sebagai suatu keputusan yang adil, tepat dan bijaksana.
Orang-orang Mekah sangat percaya kepada beliau, karena kepercayaan itu beliau digelari "Al-Amin" (orang kepercayaan). Karena kepercayaan itu pula Khadijah mempercayakan dagangannya kepada beliau. Akhirnya Khadijah menjadi istri beliau. Beliau diakui oleh orang-orang Mekah sebagai orang yang berakhlak mulia, kuat kepribadiannya, disegani dan sebagainya.
Setelah beliau bertugas sebagai rasul, beliau menyampaikan ayat-ayat Al-Qur'an kepada mereka serta mengajak mereka untuk masuk agama Islam, tiba-tiba mereka menuduh Muhammad sebagai seorang pembohong, seorang yang mengganggu ketenteraman umum dan orang yang mengubah dan merusak kepercayaan serta adat istiadat yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka sejak dahulu. Karena kebencian mereka kepada Muhammad, mereka tidak ingat lagi akan sikap dan kepercayaan mereka terhadapnya. Inilah yang dimaksud Allah dengan firman-Nya di atas yang artinya: "Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 15
“Dan apabila dibacakan kepada mereka itu ayat-ayat Kami yang jelas-jelas."
Yakni jika dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an itu di hadapan mereka, yang isinya jelas, te-rang, jitu, tepat, yang kerap kali membongkar kejahatan musyrikin itu, mencela penyem-bahan mereka kepada berhala dan membuka rahasia-rahasia yang mereka sembunyikan."Berkatalah orang-orang yang tidak mengharap pertemuan Kami itu." Atau orang-orang yang tidak mempunyai harapan akan hari depan, karena iman tidak masuk dalam hati, sebagai yang telah kita uraikan di beberapa ayat di atas tadi. Kata mereka, “Datangkanlah Al-Qur'an selain dari ini atau gantilah dia."
Isi ayat-ayat yang dibacakan Rasulullah ﷺ kepada mereka itu amat jitu dan payah di-bandingkan Bayyinaatin. Jelas, terperinci dan fasih sehingga mesti membuat tunduk pikiran yang mendengarnya. Tetapi mereka tidak mau percaya! Bukan karena seruan itu tidak benar, melainkan karena mereka merasa sakit oleh pukulannya. Karena mereka telah membuat dasar pendirian bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu bukanlah rasul, hanya seorang tukang sihir, mereka minta supaya didatangkan Al-Qur'an yang lain, jangan wahyu yang sekarang itu. Atau ganti ucapannya itu dengan ucapan lain.
Apa sebab mereka meminta demikian? Mereka tahu, sebelum Nabi Muhammad ﷺ berusia 40 tahun, sebelum memaklumkan dirinya sebagai Rasulullah ﷺ, tidaklah beliau pernah terkenal sebagai seorang ahli syair atau ahli pidato. Tidak satu huruf pun namanya termasuk dalam daftar sastrawan ataupun penyair atau pujangga. Tidak pernah dia turun dalam perlombaan syair di Pasar ‘Ukaz. Sekarang tiba-tiba dia muncul dengan susun kata yang lain. Mereka tuduh bahwa ini adalah sihir, dengan maksud hendak menjatuhkan. Mereka menuntut Nabi Muhammad ﷺ mengemukakan Al-Qur'an lain dari yang dia ucapkan itu, atau ganti kata-katanya dengan yang lain. Tetapi Rasulullah ﷺ sudah disuruh Allah menjawab, “Katakanlah: “Tidaklah ada hak bagiku bahwa akan menggantinya dengan kemauan diriku sendiri." Tidak ada upayaku untuk menggantinya dengan Al-Qur'an lain. Sebab bukan aku sendiri yang empunya karangan."Tidak ada yang aku ikut, kecuali apa yang diwahyukan kepadaku Segala yang telah aku sampaikan itu bukan dari kata-kataku sendiri melainkan aku terima langsung. Akd sendiri tidak pandai mengarang
kata seperti itu. Buat menggantinya dengan kata lain, aku tidak sanggup dan tidak boleh.
“Sesungguhnya aku takut jika aku mendurhakai Allahku, akan adzab baru yang besar."
Pekerjaan ini bertanggung jawab di hadapan Allah. Aku ini Utusan-Nya. Kalau aku berani menambah-nambah atau mengganti-ganti sabda Ilahi yang telah aku terima itu, aku pun berdosa. Allah akan menyiksaku di hari Kiamat atas perbuatan khianat itu. Itu namanya pendurhakaan.
Ayat 16
“Katakanlah: “Kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah aku membacakannya kepada kamu."
Aku menyampaikan wahyu kepadamu ini adalah atas kehendak Allah. Kalau dia kehendaki pula di lain waktu, untuk menahan, niscaya aku sendiri tidak kuasa buat membacakan macam lain kepada kamu. “Dan tidak Dia akan memberi pengertian kamu dengan dia." Dengan wahyu itu Allah memberi kamu pengertian dan ilmu, dan kepadaku dia diturunkan untuk aku sampaikan kepada kamu. Kalau Allah memakai kekuasaan-Nya, sehingga wahyu itu tidak turun lagi kepadaku, sehingga aku tidak dapat membacakannya kepada kamu, dan kamu tidak dapat lagi mengetahui apa-apa atas petunjuk Allah, tidaklah ada lagi sumber wahyu yang lain. Aku sendiri tidak dapat berbuat apa-apa.
“Maka sesungguhnya aku telah tinggal di antara kamu sekian lama sebelumnya." Sudah lama aku hidup di tengah-tengah kamu sehingga kamu telah mengetahui keadaan diriku, sampai aku berusia 40 tahun. Selama 40 tahun, sebelum aku menjadi Rasul itu, pernahkah ada kamu mendengar bahwa aku pandai bercakap seperti itu? Adakah kata-kataku di masa itu yang patut kamu catat karena keistimewaannya? Sudah terang tidak ada, karena kamu sendiri telah tahu bahwa aku ini bukan penyair, bukan terkemuka dalam soal sastra.
“Apakah tidak kamu pikirkan?"
Apakah tidak kamu pikirkan? Empat puluh tahun aku hidup di tengah-tengah kamu. Kamu tahu aku tidak pandai menulis dan membaca. Kamu tahu bahwa di masa itu aku tidak menganut semacam agama yang biasa kamu pegang. Aku tidak ahli dalam satu macam ilmu dan pengetahuan. Aku tidak mengerti apa syari'at, dan aku tidak terlatih berpidato, atau syair atau natsar, dan tidak pula aku belajar kitab nabi-nabi yang telah lalu, dan tidak ada seorang guru pun tempat aku belajar. Sekarang kamu tuntut kepadaku mendatangkan Al-Qur'an lain dari wahyu yang aku terima ini, manakah aku bisa?
Yusuf, ketika dijadikan anak angkat oleh Menteri Bendahara Kerajaan Mesir dan dipe-lihara dalam rumahnya, telah diberi Allah kebijaksanaan dan ilmu, karena selalu melihat betapa bapak angkatnya itu mengatur siasat negara di bawah kuasa Fir'aun. Dalam pada itu Yusuf diberikan tuntunan-tuntunan ilham dari Allah, diberikan pula ilmu tentang ta'wil mimpi, padahal usianya waktu itu belum 40 tahun. Penderitaan beberapa tahun dalam penjara menambah matang pengetahuannya pula. (Lihat surah Yuusuf: 22)
Musa a.s. dari mulai kecil sudah tinggal dalam istana Fir'aun dan dijadikan anak angkat pula. Hidup sebagai anak raja dan apa-apa yang dilihat dan dialaminya di dalam istana menambah pula pengetahuannya dan persediaannya buat menjadi Rasulullah ﷺ kelak. Di dalam surah al-Qashshash ayat 14 diterangkan bahwa setelah beliau cukup dewasa dan biasa tegak sendiri, diberilah dia pengetahuan hukum, sebagai yang dahulu diberikan kepada kakeknya Yusuf itu. Cuma di dalam hal keadaan Musa ini, nampaknya usianya waktu dia mulai bangkit itu sudah lebih dewasa daripada Yusuf,
seketika Yusuf akan dipindahkan dari gedung istana ke dalam penjara.
Nabi Yahya a.s., masih kecil usia belasan tahun, telah diberi kitab (wahyu) dengan ke-teguhan dan telah diberi pula hukum. (Lihat surah Maryam: 12)
Nabi Sulaiman dapat merangkap menjadi Nabi, Rasul dan Raja, karena ayahnya Dawud adalah nabi, rasul dan raja. (Lihat surah an-Naml: 16)
Nabi kita Muhammad ﷺ tidaklah ada pengenalan orang tentang riwayatnya sebelum menjadi Rasul dalam usia 40 tahun itu. Yang dikenal dalam sejarah hanya dalam usia 25 tahun dia pergi ke Syam, membawa perniagaan Khadijah yang kemudian menjadi istrinya. Dalam usia 35 tahun terkenal dia dapat mendamaikan di antara ketua-ketua Quraisy yang bertengkar, karena semuanya merasa masing-masingnyalah yang berhak meletakkan Batu Hitam (al-Hajarul Aswad) ke tempatnya kembali. Untuk mengamankan perselisihan, mereka putuskanlah bahwa yang akan dijadikan hakim ialah barangsiapa yang dulu sekali masuk masjid pagi-pagi. Padahal Muhammad ﷺ tidak hadir dalam musyawarah orang memutuskan itu. Dia mula-mula datang masuk masjid pagi-pagi dengan tidak mengetahui terlebih dahulu bahwa dia yang akan dijadikan hakim. Ketika keputusan itu disampaikan kepadanya, terpaksa diterimanya. Kemudian, diangkatnya Batu Hitam itu ke dalam serbannya, dan dipersilakannyalah ketua-ketua Quraisy itu mengangkat serbar. itu bersama-sama sehingga semua merasa diri kebahagiaan, dan dengan demikian per-selisihan pun hilanglah. Sesampainya d: tempat yang ditentukan, dengan kerelaan mereka bersama, Muhammad pula yang mengangkat batu itu kembali dan meletakkan ke tempat sediakala dengan tangan beliau yar.g muiia. Sejak itu, beliau diberi orang gelar kehormatan al-Amin. Orang yang dipercaya.
Ketika terjadi ketua-ketua Quraisy membuat satu perjanjian, yaitu akan tetap memuliakan dan melindungi tamu-tamu Allah yang datang berziarah ke Ka'bah, Muhammad saw, turut hadir dalam perjanjian itu, tetapi bukan sebagai anggota penting, hanyalah mengikut paman-pamannya dari Bani Hasyim.
Hasilnya, sebelum usia 40 tahun itu, tidaklah dia termasuk orang penting dalam masya-rakat Quraisy, hanya terhitung orang baik dan jujur. Tidak ada ambisi kata orang sekarang buat merebut kedudukan-kedudukan penting dalam masyarakat aristokrasi Quraisy itu.
Apatah lagi, di zaman itu kemegahan yang utama orang Arab pada umumnya dan Quraisy pada khususnya ialah berlomba syair-syair. Sampai diadakan tiap tahun suatu pasaran buat berlomba syair di ‘Ukaz. Sangatlah rendah gengsi satu kabilah kalau kabilah itu tidak mempunyai ahli syair yang bisa dibanggakan. Sampai syair-syair yang terhitung indah diberi kemuliaan dengan digantungkan di dinding Ka'bah, buat dibaca oleh tiap-tiap orang yang datang thawaf. Maka urusan bersyair-syair itu tidak pula menarik minat beliau. Tidak ada satu riwayat pun mengatakan bahwa dia pernah pergi menghadiri perlombaan-perlombaan itu. Kala dia telah menjadi Rasul saw,, dia senang kalau ada orang membacakan syair-syair ahli syair itu, tetapi dia sendiri tidak pandai mengulang-ulangnya, tandanya tidak ada perhatian.
Membaca dia tidak pandai, menulis pun tidak. Seketika Jibril menyuruhnya membaca (iqra') pada wahyu yang pertama turun, dikatakannya terus-terang bahwa dia tidak pandai membaca.
Keadaan hidupnya yang seperti itu sebelum usia 40 tahun diketahui dan disaksikan orang-orang yang kemudian menentangnya. Semua mereka menganggapnya orang baik, orang yang dipercaya, tidak memiliki keinginan-keinginan pribadi, bukan sastrawan melainkan seorang suami yang baik dalam satu rumah tangga bahagia. Tidak ada orang terkemuka yang sakit hati kepadanya, karena tidak ada persaingan merebut kedudukan.
Semua itu membuktikan bahwa apa yang disampaikan dan dibacanya sekarang adalah semata-mata wahyu dari Allah. Bukan karangannya sendiri.
Tidak mungkin seseorang akan muncul menjadi sastrawan besar dalam usia 40 tahun, mengeluarkan susun kata yang mengherankan dan mengagumkan ahli sastra sendiri, sebagai al-Walid ai-Mughirah, kalau sebelum itu tidak ada bakat atau dasar-dasar yang telah ditanam terlebih dahulu.
Pendeknya, dari kecilnya bukanlah dia terdidik di istana raja-raja sebagai Yusuf dan Musa. Bukan anak raja sebagai Sulaiman, dan bukan ahli hukum sejak kecil sebagai Yahya.
Kemudian untuk menguatkan lagi bahwa dia tidak bisa menambah-nambah dan meng-ganti-ganti karena dia bukan seorang yang ahli untuk itu, sebab yang demikian wajib ber-gantung kepada keahlian, kelanjutannya disuruh Allah pula dia menjelaskan,
Ayat 17
“Maka siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang mengada-adakan suatu kedustaan di atas nama Allah, atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya?"
Ayat ini adalah lanjutan penjelasan dari ayat sebelumnya. Yaitu bahwa kalau Nabi Muhammad ﷺ misalnya sanggup mengabulkan permintaan mereka, membuat Al-Qur'an lain, atau mengganti kalimat-kalimatnya dengan semau-maunya, nyatalah dia telah ber-buat suatu dosa besar, yaitu mengada-adakan dusta atas nama Allah. Yang tidak wahyu di-katakan wahyu. Kalau demikian dia bukan Rasul lagi, tetapi seorang pemalsu. Tidak ada kejahatan dan aniaya yang lebih besar daripada itu.
“Sesungguhnya tidaklah akan berbahagia orang-orang yang durhaka itu."
Artinya, apabila aku mengencong keluar dari garis wahyu karena hendak memperturutkan kehendak kamu, niscaya aku berlaku curang dan bohong. Aku ada-adakan perkara yang tidak dititahkan Allah, dan aku perbuat suatu ayat palsu atau kataku sendiri aku katakan wahyu. Ini namanya cara durhaka, dosa besar, curang. Bagaimanapun pintarnya aku menyusun kata, namun aku tidak akan berbahagia, tidak akan dapat melanjutkan kecu-rangan itu. Yang busuk, bagaimanapun pandai manusia menyembunyikan, akhirnya mesti berbau juga. Yang demikian ialah misalnya kalau aku sanggup membuatnya. Dalam hal keadaanku sekarang ini mengarang-ngarang dan mengada-adakan dusta itu pun aku tidak sanggup. Karena pada diriku sendiri tidak ada satu ilmu lain pun kecuali apa yang diajarkan Allah kepadaku. Kamu sendiri menyaksikan bahwa sebelum usia 40 tahun bukanlah aku ini seorang yang pintar.