Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَوۡ
dan kalau /sekiranya
يُعَجِّلُ
menyegerakan
ٱللَّهُ
Allah
لِلنَّاسِ
bagi manusia
ٱلشَّرَّ
kejahatan
ٱسۡتِعۡجَالَهُم
permintaan penyegeraan mereka
بِٱلۡخَيۡرِ
dengan kebaikan
لَقُضِيَ
pasti diputus/diakhiri
إِلَيۡهِمۡ
kepada mereka
أَجَلُهُمۡۖ
ajal/umur mereka
فَنَذَرُ
maka/akan tetapi Kami biarkan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
لَا
tidak
يَرۡجُونَ
mereka mengharapkan
لِقَآءَنَا
pertemuan dengan Kami
فِي
dalam
طُغۡيَٰنِهِمۡ
kesesatan mereka
يَعۡمَهُونَ
mereka bingung
وَلَوۡ
dan kalau /sekiranya
يُعَجِّلُ
menyegerakan
ٱللَّهُ
Allah
لِلنَّاسِ
bagi manusia
ٱلشَّرَّ
kejahatan
ٱسۡتِعۡجَالَهُم
permintaan penyegeraan mereka
بِٱلۡخَيۡرِ
dengan kebaikan
لَقُضِيَ
pasti diputus/diakhiri
إِلَيۡهِمۡ
kepada mereka
أَجَلُهُمۡۖ
ajal/umur mereka
فَنَذَرُ
maka/akan tetapi Kami biarkan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
لَا
tidak
يَرۡجُونَ
mereka mengharapkan
لِقَآءَنَا
pertemuan dengan Kami
فِي
dalam
طُغۡيَٰنِهِمۡ
kesesatan mereka
يَعۡمَهُونَ
mereka bingung
Terjemahan
Jikalau Allah menyegerakan keburukan bagi manusia sebagaimana permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pasti ajal mereka diakhiri. Akan tetapi, Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami (di akhirat) terombang-ambing dalam kesesatan mereka.
Tafsir
(Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan) artinya sama seperti mereka meminta mendapatkan dengan segera (kebaikan, pastilah diakhiri) boleh dibaca laqudhiya atau laqadha (umur mereka) lafal ajaluhum dapat dibaca rafa` yakni menjadi ajaluhum dan dapat pula dibaca nashab hingga menjadi ajalahum; seumpamanya Allah membinasakan mereka dengan segera akan tetapi ternyata Allah menangguhkan (Maka Kami biarkan) Kami tinggalkan (orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami bergelimang di dalam kesesatan mereka) mereka hidup diselimuti oleh keraguan yang membingungkan.
Tafsir Surat Yunus: 11
Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. Maka Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, bergelimang di dalam kesesatan mereka.
Allah ﷻ menyebutkan tentang sifat penyantun dan lemah lembutNya terhadap hamba-hamba-Nya. Dia tidak memperkenankan bagi mereka jika mereka mendoakan keburukan buat diri mereka sendiri atau harta benda dan anak-anak mereka, di saat mereka sedang marah dan emosi. Allah ﷻ pun mengetahui bahwa mereka tidak sengaja melakukan hal itu, karena itulah maka Dia tidak mengabulkan doa mereka, sebagai kasih sayang dan rahmat buat mereka.
Perihalnya berbeda jika mereka mendoakan kebaikan, keberkahan, dan kesuburan buat diri, harta benda, dan anak-anak mereka, maka Allah memperkenankannya bagi mereka. Untuk itulah Allah ﷻ berfirman:
“Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka.” (Yunus: 11), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, seandainya setiap mereka mendoakan keburukan dalam hal tersebut diperkenankan oleh Allah, niscaya doanya itu akan membinasakan diri mereka. Karena itulah tidak diperkenankan banyak melakukan doa seperti itu, seperti apa yang disebutkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab Musnad-nya.
Disebutkan: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hatim bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Mujahid Abu Jazarah, dari Ubadah ibnul Walid; Jabir telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah mendoakan untuk kebinasaan diri kalian, janganlah mendoakan kecelakaan bagi anak-anak kalian, dan janganlah mendoakan kehancuran bagi harta benda kalian, agar kalian tidak menepati suatu saat ijabah dari Allah, yang karenanya doa kalian diperkenankan.”
Imam Abu Dawud meriwayatkannya melalui hadis Hatim bin Ismail dengan sanad yang sama. Imam Al-Bazzar mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan secara munfarid oleh Ubadah ibnul Walid bin Ubadah ibnus Samit Al-Ansari, tanpa ada seorang pun yang menemaninya.
Hal ini semakna dengan firman Allah ﷻ: “Dan manusia mendoa untuk keburukan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan.” (Al-Isra: 11) hingga akhir ayat.
Mujahid di dalam tafsir ayat ini yaitu firman-Nya: “Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan.” (Yunus: 11) hingga akhir ayat, mengatakan bahwa perumpamaannya ialah seperti perkataan seorang tua kepada anaknya atau harta bendanya jika ia marah terhadapnya, "Ya Allah, janganlah Engkau berkati dia, dan laknatilah dia." Seandainya permintaan mereka itu dikabulkan dengan segera sebagaimana dikabulkan bagi mereka dalam hal kebaikan, niscaya akan binasalah mereka.
Setelah dijelaskan pada ayat sebelumnya bahwa Allah Mahasuci dari segala kekurangan, Mahasempurna dengan segala ciptaan-Nya, Mahaadil dalam memberikan hukuman atau pahala, lalu dijelaskan pada ayat ini bahwa Dia Maha Terpuji karena tidak segera menghukum orang yang durhaka sebagaimana permintaan mereka agar Allah menyegerakan siksa. Mereka diberi kesempatan untuk kembali kepada tuntunan Al-Qur'an. Dan kalau Allah menyegerakan keburukan, sebagai hukuman atas perbuatan jahat bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pasti diakhiri umur mereka, yakni dibinasakan. Namun Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, yakni tidak percaya pada hari Kiamat dalam keadaan bingung dan tetap berada di dalam kesesatan mereka sesuai kemauan mereka. Ayat ini masih menjelaskan tentang sifat-sifat buruk manusia, yaitu tidak bersyukur ketika mendapat anugerah atau nikmat. Dan apabila manusia ditimpa bahaya akibat ulah mereka sendiri, dia berdoa kepada Kami dengan memuji dan mengakui keagungan Allah dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, yakni terus berdoa tiada henti dalam segala situasi, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali ke jalan yang sesat, seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk menghilangkan bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan berupa kedurhakaan.
.
Salah satu sifat dan watak manusia, adalah ingin segala sesuatu yang akan terjadi padanya dipercepat atau disegerakan, baik itu berupa hukuman atau kemudaratan, kebaikan atau pahala. Padahal, mereka telah mengetahui bahwa semuanya itu terjadi atas kehendak Allah, sesuai dengan hukum-hukum-Nya dan sesuai pula dengan ketetapan dan aturannya. Allah berfirman:
..Mereka hanyalah menunggu (berlakunya) ketentuan kepada orang-orang terdahulu. Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi ketentuan Allah dan tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu. (Fathir/35: 43)
Dan firman Allah:
(Demikianlah) hukum Allah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu. (al-Fath/48: 23)
Pada ayat-ayat Al-Qur'an yang lain dijelaskan sifat tergesa-gesa yang ada pada manusia, sebagaimana firman Allah:
Dan manusia (seringkali) berdoa untuk kejahatan sebagaimana (biasanya) dia berdoa untuk kebaikan. Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa. (al-Isra/17: 11)
Dan firman Allah:
Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Ku. Maka janganlah kamu minta Aku menyegerakannya. (al-Anbiya/21: 37)
Sifat tergesa-gesa ingin memperoleh kebaikan dan kesenangan pada manusia itu, adalah karena keinginan mereka memperoleh manfaat dari sesuatu dalam waktu singkat, padahal mereka mengetahui bahwa segala sesuatu ada prosesnya. Proses itu memerlukan tekad/niat yang kuat, kesabaran dan keuletan. Mustahil mereka akan mencapai suatu kesenangan, tetapi mereka tidak berusaha mencapainya dengan mengikuti syarat-syarat tercapainya sesuatu.
Lain halnya dengan keinginan manusia mengalami suatu siksaan, bahaya atau malapetaka. Keinginan ini timbul karena kebodohan, ketidakimanan, kedurhakaan, dan keingkaran mereka terhadap Nabi Muhammad ﷺ atau karena mereka ingin memperolok-olokan sesuatu yang tidak mereka inginkan itu, atau karena kemarahan dan kebencian mereka terhadap sesuatu dan sebagainya, seperti yang terjadi atas orang-orang yang putus asa dalam kehidupannya, maka ia memohon kematian atas dirinya. Demikian pula orang-orang kafir yang tidak menginginkan sesuatu yang disampaikan Rasul Allah, lalu minta bukti dengan cara segera mendatangkan azab yang dijanjikan kepada mereka.
Keinginan dan permintaan mereka itu dijawab oleh Allah dengan tegas melalui firman-Nya dalam ayat ini, yaitu seandainya Allah mau memperkenankan doa dan permintaan manusia, supaya ditimpakan azab kepada mereka atau suatu malapetaka, sesuai dengan permintaan yang mereka ajukan semata-mata karena kebodohan atau ingin melemahkan bukti-bukti kenabian yang disampaikan kepada mereka, seperti yang pernah diminta oleh orang-orang musyrik Mekah, tentulah Allah akan segera mengabulkannya dan itu amat mudah bagi Allah.
Permintaan ini sering diajukan orang-orang musyrik Mekah kepada Nabi Muhammad ﷺ yang menyampaikan agama Allah kepada mereka. Mereka meminta yang tidak pantas kepada Nabi, seperti meminta datangnya azab kepada mereka sebagaimana yang pernah didatangkan kepada bangsa-bangsa dahulu kala, meminta datangnya kiamat dan sebagainya, sebagaimana firman Allah:
Dan mereka meminta kepadamu agar dipercepat (datangnya) siksaan, sebelum (mereka meminta) kebaikan, padahal telah terjadi bermacam-macam contoh siksaan sebelum mereka. Sungguh, Tuhanmu benar-benar memiliki ampunan bagi manusia atas kezaliman mereka, dan sungguh, Tuhanmu sangat keras siksaan-Nya. (ar-Raad/13: 6)
Dan firman Allah:
Dan mereka meminta kepadamu agar segera diturunkan azab. Kalau bukan karena waktunya yang telah ditetapkan, niscaya datang azab kepada mereka dan (azab itu) pasti akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedang mereka tidak menyadarinya. (al-Ankabut/29: 53)
Bahkan orang-orang musyrik itu, karena sangat ingkar kepada Al-Qur'an, berani berdoa agar disegerakan azab atas mereka seandainya yang disampaikan Muhammad itu adalah benar. Allah berfirman:
Dan (ingatlah,) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika (Al-Qur'an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih." (al-Anfal/8: 32)
Orang-orang musyrik yang mengingkari adanya Hari Kiamat, menantang Rasulullah agar disegerakan datangnya Hari Kiamat itu, sebagaimana firman Allah:
Orang-orang yang tidak percaya adanya Hari Kiamat meminta agar hari itu segera terjadi, dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa Kiamat itu adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah tentang terjadinya Kiamat itu benar-benar telah tersesat jauh. (asy-Syura/42: 18)
Tujuan orang-orang musyrik meminta kepada Nabi Muhammad ﷺ agar didatangkan segera hukuman yang dijanjikan itu, bukan hanya karena mereka tidak percaya kepadanya, tetapi juga untuk membantah dan melemahkan hujjah dan bukti kenabian, memperolok-olokan ayat-ayat Al-Qur'an yang disampaikan kepada mereka dan untuk mengatakan kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwa mereka sangat mengingkari segala macam yang disampaikan beliau kepada mereka. Adakalanya di antara mereka ada yang percaya kepada Nabi saw, tetapi rasa dengki kepada Muhammad dan fanatik kepada agama nenek moyang mereka telah menyebabkan mereka tetap mengingkarinya.
Dari ayat ini dipahami bahwa Allah tidak akan memperkenankan doa dan permintaan mereka, dan tidak menghendaki kehancuran mereka seperti yang telah dialami oleh umat yang telah lalu, tetapi Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. Muhammad diutus sebagai nabi dan rasul terakhir kepada seluruh manusia sebagai rahmat bagi seluruh alam. Karena itu Allah selalu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat. Kalau mereka tetap dalam keingkaran dan kekafirannya sampai mati, maka Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih.
Allah tidak akan mendatangkan azab kepada mereka di dunia sebagaimana yang telah ditimpakan kepada umat-umat yang dahulu, karena seandainya Allah menimpakan azab kepada mereka, tentu mereka akan musnah semuanya, dan kemusnahan itu akan menimpa pula orang-orang yang beriman yang hidup dan berdiam di antara mereka, sebagaimana firman Allah:
Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. (an-Nahl/16: 61).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SESAT DAN BINGUNG
Setelah Allah menerangkan perbandingan siksaan buat orang yang kafir dengan nikmat karunia surga yang akan diterima orang yang beriman, sekarang datanglah ayat selanjutnya menerangkan penerimaan setengah manusia atas seman Rasul ﷺ. Mereka ingkar tidak mau menerima. Kalau diancam dengan adzab, mereka minta, “Mana adzab itu, bawalah ke mari. Bawa kemari sekarang juga!" Karena mereka tidak mau percaya.
Ayat 11
“Dan kalau sekiranya disegerakan oleh Atlah kepada manusia suatu kejahatan sebagaimana mereka meminta segera dengan kebaikan, niscaya dihabiskanlah bagi mereka ajal mereka."
Perangai setengah manusia itu ialah meminta bukti sekarang juga! Kalau orang durhaka kepada Allah dikatakan akan diadzab, mereka akan berkata, mana adzab itu, kita mau lihat sekarang juga! Kalau dikatakan bahwa orangyang taat tunduk kepada kebenaran akan mendapat nikmat, mereka akan berkata, mana dia nikmat itu, kami akan melihat buktinya kini juga. Kaum musyrikin di Mekah pada waktu itu banyak yang menentang demikian. Dan di dalam segala zaman pun banyak terdapat orang yang demikian. Kata mereka, “Si Fulan itu tidak pernah mengerjakan agama, namun dia kaya raya juga! Si Anu itu tekun beragama, hidupnya melarat juga!" Kata mereka pula: “Agama selalu mengajarkan masuk surga kalau taat, masuk neraka kalau durhaka. Padahal surga dan neraka itu adalah hari depan yang belum tentu."
“Apakah Allah tidak sanggup mendatangkan adzab sekarang juga? Atau apakah Allah tidak berupaya mendatangkan kebaikan secepat mungkin?"
Ayat ini telah memberikan jawaban, “Kalau sekiranya kehendak manusia yang seperti itu diperturutkan, yaitu ditimpakan kepada mereka kejahatan, kehancuran, sebagaimana yang ditimpakan kepada umat-umat yang dahulu dalam sekejap mata, niscaya habislah ajal mereka di saat itu juga. Mereka tidak ada lagi di permukaan bumi, sehingga yang menyam-but agama itu tidak ada lagi. Padahal Nabi Muhammad ﷺ sebagai nabi akhir zaman, adalah Rahmat untuk seluruh alam, dan agama yang dibawanya sebagai lanjutan ajaran nabi-nabi yang telah lalu ialah untuk dipakai oleh manusia turun-temurun. Maka kalau sekiranya permintaan kaum musyrikin jahiliyah Quraisy yang ingkar itu dikabulkan sekarang juga, secepat-cepatnya Allah menurunkan malapetaka untuk mereka sehingga mereka hancur musnah, tentu tidak ada lagi keturunan yang akan menyambut ajaran agama ini dan melanjutkan menyebarkannya kepada seluruh dunia.
“Tetapi Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan Kami itu di dalam kesesalan dalam keadaan bingung."
Mereka diadzab juga, tetapi bukan dengan adzab kemusnahan melainkan dengan adzab kebingungan karena jalan yang telah tersesat. Hidup laksana menghasta kain sarung, berputar di sana ke di sana saja. Sebab, sebagaimana di ayat-ayat di atas tadi, kalau orang telah beriman, niscaya dia percaya bahwa akan datang masanya dia bertemu dengan Allah, untuk mempertanggungjawabkan amalnya selama di dalam dunia ini. Bagaimana orang yang tidak mau menerima kepercayaan itu? Mereka menjadi kebingungan, karena tidak tentu ke mana hidup akan diarahkan. Mereka mempertahankan soal yang telah lapuk, atau menegakkan benarg yang telah basah. Mereka teruskan juga pekerjaan menentang Rasul ﷺ dan menghambat perkembangan Islam, namun Islam bertambah dihambat bertambah berkembang, dan Nabi ﷺ sendiri bertambah diperangi bertambah menang, sehingga me-reka bingung.
Karena jalan yang telah tersesat, mereka menjadi bingung. Alangkah tepatnya ungkapan itu. Sebab mereka menemui jalan yang buntu. Akan tentu mereka takut hilang, sebab jalan di muka mereka telah samar. Akan surut, mereka pun tidak bisa lagi, karena langkah telah terlangkahkan. Adzab jiwa seperti ini, bagi kelompok manusia yang telah cerdas, lebih pedih daripada segera saja dibinasakan. Bukankah kerap kali manusia yang telah bingung karena kehilangan pedoman hidup itu ingin sekali membebaskan diri mereka dari kesulitan dengan memilih mati? Bukankah banyak orang yang membunuh diri itu ialah karena hendak membebaskan diri dari kebingungan?
Ayat 12
“Dan apabila menyentuh kepada manusia sesuatu kesusahan, dia pun berdoa kepada Kami sedang berbaring ataupun duduk atau berdiri."
Ayat ini masih berhubungan dengan ayat sebelumnya. Dia membayangkan tabiat perangai manusia. Dengan sombong dan bangga, mereka menentang Nabi Allah. Coba datangkan tanda bukti kekuasaan Allah dengan mengadzab kami sekarang juga, dan kalau memang ada nikmat karuni atas yang taat, cobalah lekaskan! Apakah permintaan demikian sungguh-sungguh datang dari jiwa mereka? Bukan! Sebab jiwa orang yang seperti demikian bukanlah jiwa yang tahan kena cobaan. Sebab keimanan akan pertemuan dengan Allah tidak ada. Kalau mereka ditimpa suatu kemudharatan atau kesusahan, mereka akan gelisah berdoa, mohon kepada Allah, ya Allah, kasihanilah hamba-Mu ini. Mereka berdoa, baik sedang berbaring tidur, sedang duduk tafakur maupun sedang tegak berdiri. Bukan main besar malapetaka yang menimpa diriku, tidaklah aku sanggup melepaskan diri daripadanya, kalau tidak dengan pertolongan Engkau. Bilakah agaknya aku akan terlepas dari bahaya ini? Ya Allah, tolonglah aku—bukan kepalang khusyuk doa mereka ketika itu.
Orang musyrikin itu sendiri, jika bahaya yang menimpa telah sangat besar, tidaklah pada berhala mereka meminta tolong. Mereka langsung meminta kepada Allah. Beribu-ribu tawanan kaum komunis yang ditawan karena pemberontakan mereka yang gagal di awal bulan Oktober 1965, sesampai dalam penjara banyak yang kembali shalat dan berdoa, karena memang dahulunya mereka orang Islam juga. Malahan ada yang percaya kepada jimat penangkal bahaya, padahal selama bertahun-tahun lamanya mereka dididik buat me-nyingkirkan perbuatan yang menurut mereka tidak masuk akal. Boris Pasternack, penga-rang Rusia yang mengarang Dr. Zhivago itu, menerangkan juga bahwa ketika orang-orang komunis telah masuk dalam penjara, banyak
yang seperti komunis di Jawa tadi, yaitu menyimpan jimat. Sebab azimat itu rupanya ada pula dalam kalangan Kristen Ortodoks, sebagaimana dalam kalangan Islam kolot.
“Tetapi tatkala telah Kami lepaskan daripadanya kesusahannya itu, dia pun pergi, seakan-akan tidak pernah berdoa kepada Kami buat menghilangkan kesusahan yang menimpanya itu." Ini pun tabiat kebanyakan manusia tadi. Di waktu susah dia tekun berdoa kepada Allah, tetapi setelah bahaya terlepas, dia pun pergi! Allah mereka belakangi dan tidak mereka tegur sapa lagi.
Mereka telah lupa bagaimana keadaan mereka di dalam susah dahulu, bagaimana di waktu itu mereka berdoa dengan tekun.
Begitulah perangai orang yang sejak semula jiwa mereka tidak berdiri atas dasar kepercayaan akan bertemu dengan Allah itu. Begitulah keadaan jiwa dari musyrikin Mekah yang menentang Nabi Allah minta diturunkan adzab sekarang juga. Orang yang keras mulut dan sombong itulah kelak, bila datang bahaya, akan kelihatan kecil dan kerdil jiwanya.
“Sepenli itulah disanjung-sanjungkan bagi orang-orang yang melanggar batas, apa yang mereka kerjakan itu."
Orang yang melanggar batas yang ditentukan Allah, yaitu batas Allah sebagai Khaliq dengan batas manusia sebagai makhluk. Pelanggar batas itu telah menyombong, artinya telah keluar dari batasnya sebagai manusia, dan mencoba masuk ke dalam bidang Hak Allah. Apabila dipukul sedikit saja oleh Allah dengan bahaya, kelihatanlah kebingungan, kehilangan pedoman dan gelisah. Namun, kalau terlepas, mereka lupa lagi. Berbeda sangat dengan orang yang berjalan di dalam batas dan garis. Bagi mereka datangnya suatu bahaya, ada penangkis, yaitu sabar. Dan bila datang keuntungan atau lepas dari bahaya, ada pula persediaan, yaitu syukur. Mereka tidak gelisah pada waktu susah, dan tidak lupa daratan pada waktu senang.
Ayat 13
“Dan sesungguhnya telah Kami binasakan beberapa kurun dari sebelum kamu."
Satu kurun kadang-kadang berarti 100 tahun, sebagai di dalam bahasa Indonesia kita sebut satu abad. Kadang-kadang berarti juga satu angkatan atau keturunan, yang dalam bahasa Barat disebut generasi. Telah dibinasakan Allah beberapa kurun itu."Setelah mereka zalim." Pembinasaan yang menimpa mereka ialah karena aniaya mereka sendiri, zalim mereka sendiri, melanggar batas dan peraturan."Dan telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan penjelasan-penjelasan." Semua rasul itu datang bukan sembarang datang, melainkan datang dengan wahyu dari Allah. Ada yang membawa Kitab lengkap sebagai Musa dengan Tauratnya, Syu'aib, Luth, Hud dan Shalih dan lain-lain."Tetapi tidaklah mereka mau percaya." Dengan ringkas dibayangkan di dalam ayat ini perjuangan Rasul-rasul itu, yang diuraikan agak panjang pada surah-surah yang lain, bagaimana Rasul-rasul itu datang, bagaimana pula kaum itu menolak, dan akhirnya bagaimana Allah menghancurkan mereka.
“Demikianlah Kami ganjar kaum yang durhaka."
Ganjaran siksaan datang kepada mereka karena sebabnya telah bertemu, yaitu Lamma zhalamu, tatkala mereka telah zalim. Yang berkuasa berbuat semau-mau, yang lemah ter-tindas dan tidak ada jaminan karena lemahnya. Tidak ada lagi percaya-memercayai dan Allah hanya tinggal pada bibir, tidak keluar dari rongga hati. Sebab itu, kacaulah masyarakat mereka, dan seluruhnya telah ditimpa dosa, seluruhnya telah durhaka. Orang baik-baik pun tidak dapat lagi mempertahankan pendirian hidup yang baik, sebab seluruh masyarakat umumnya telah jahat. Orang yang benar tidak berani lagi menyebut yang benar, sebab kalau yang benar disebut, akan berbahaya kepada dirinya sendiri.
Dan lantaran tidak berani itu pun dia telah durhaka, melalaikan kewajiban karena takut mati. Lantaran itu datanglah adzab Allah. Adzab itu dua macam. Pertama, suatu kaum atau bangsa yang telah menghancurkan dirinya dari dalam karena aniaya, karena keadilan ti-dak tegak. Maka jatuhlah semangat bangsa atau umat itu dan lemahlah dia, Macam-macam penyakit pun akan datang. Setengahnya, karena tidak tahan kezaliman bangsa sendiri, dia pun bersedia menerima pertuanan bangsa asing. Sebagaimana cerita jatuhnya Singapura ke tangan Majapahit menurut dongeng Sejarah Melayu ialah karena Raja Singapura menghukum mati anak perempuan seorang pembesar kerajaan dengan menusuk farji pe-rempuan itu dengan sula pucuk nipah. Karena sakit hati si ayah, dialah yang membukakan rahasia pertahanan Singapura kepada penyerang dari Majapahit.
Zalim dalam negeri itu terbagi dua pula. Pertama, zalim tiap pribadi karena memper-turutkan hawa nafsu; mabuk, zina, judi, boros; yang semuanya merusak akhlak atau ruhani jasmani (mental). Kedua, ialah kezaliman yang berkuasa. Mentang-mentang ber-kuasa berbuat semau-mau, merampas milik rakyat, menaikkan pajak, menahan orang yang dicurigai hingga bertahun-tahun dengan tidak tentu ujung pangkal, dendam yang tidak habis-habis. Sehingga rasa bencilah yang tumbuh dari rakyat kepada pemerintahnya. Dan dia tersenyum menyatakan simpati, hanya karena takut ditembak saja. Inilah dua ragam dari sebab kehancuran suatu umat. Ini banyak bertemu dalam riwayat Fir'aun di Mesir.
Kedua, ialah adzab yang banyak diterangkan di dalam Al-Qur'an itu. Yaitu umat yang dimusnahkan karena menentang ajaran rasul yang dikirim Allah kepada mereka. Rasul itu semua telah datang dengan berbagai penjelasan, kadang-kadang dengan mukjizat, namun mereka tidak juga mau beriman.
Ayat 14
“Kemudian itu Kami jadikan kamu pengganti-pengganti di bumi ini sesudah mereka."
Turunnya ayat ini pada mulanya tentu kepada penduduk Mekah, sebab kepada merekalah mulanya Allah mengutus Rasul-Nya Muhammad ﷺ. Maka diperingatkan-lah kepada mereka itu, bahwasanya setelah umat-umat terdahulu itu, karena durhaka, karena zalim, telah binasa, sekarang kamu pula ditimbulkan Allah dari sisa yang tinggal dari umat yang telah binasa itu. Kamu bisa melanjutkan hidup dan telah berkembang biak pula. Kamu adalah khalaa'if artinya pengganti-pengganti, atau penyambung-penyambung dari umat yang dahulu itu buat melanjutkan hidup manusia di bumi. Dan telah diutus pula kepada kamu seorang rasul, yaitu Muhammad ﷺ.
“Supaya Kami pandangi betapa kamu beramal."
Maksudnya, hendaknyalah pengalaman dari umat-umat yang telah kamu gantikan itu kamu jadikan perbandingan dan i'tibar. Maka Allah akan melihat bagaimana caranya kamu melanjutkan hidup sebagai pengganti dan pelanjut tugas umat manusia. Apakah kamu akan memilih jalan yang salah sebagai umat-umat yang telah binasa itu, atau kamu akan terima ajaran Allah dengan baik?
Kadang-kadang timbul rasa tidak puas kita dengan tafsir-tafsir yang lama-lama apabila mereka menafsirkan ayat-ayat yang seperti ini. Dengan cepat saja dikatakan bahwa ayat ini turun untuk orang Quraisy yang menentang Nabi Muhammad ﷺ, sebab ayat ini turun di Mekah. Padahal orang Quraisy atau musyrikin hanya sebab saja bagi turunnya ayat, sedang ayat ini selanjutnya akan menjadi pedoman bagi Umat Muhammad sendiri, umat yang telah mengakui Muhammad sebagai Rasulnya dan Islam sebagai agamanya. Ayat ini bukan lagi buat Quraisy, melainkan buat kita Umat Muhammad ﷺ.
Kita ini adalah khalaa'if dari umat yang telah lalu. Dan umat Islam yang datang di belakang adalah khalaa'if dari umat Islam yang terdahulu. Kurun kadang-kadang berarti 100 tahun, dan kadang-kadang berarti satu generasi. Kita telah melalui 14 kurun atau abad sampai sekarang. Bukan sedikit suka duka riwayat dan tarikh yang telah ditempuh dan dijalankan oleh kurun demi kurun Islam. Kita sudah pernah mencapai jaya, tetapi pun pernah meluncur turun. Beberapa kerajaan pernah naik, dan beberapa kerajaan pernah runtuh. Jatuhnya susunan Khulafaur Rasyidin yang masih dekat dengan contoh teladan Rasulullah ﷺ, karena kekuasaan direbut Mu'awiyah, orang Islam sendiri, yang menukar pilihan bersama pada sistem keturunan. Dari republik menjadi kerajaan (dinasti). Mu'awiyah menurut ungkapan sekarang ialah seorang ambisius yang brillian.
jatuhnya Kerajaan Bani Umayyah ialah karena kuasa direbut oleh Bani Abbas.
Jatuhnya Kerajaan Bani Abbas yang telah memegang kekuasaan selama 500 tahun, adalah karena datangnya serangan bangsa Mongol yang dahsyat pada tahun 656 Hijriyah atau 1286 Masehi. Kemudian dari itu boleh dikatakan tidak ada lagi suatu kerajaan pusat kesatuan umat Islam yang betul-betul. Bahkan Bani Abbas sendiri pun sebelum jatuhnya karena serangan Mongol, bukan lagi lambang kesatuan umat Islam sebagai yang dipusa-kakan dari Nabi Muhammad ﷺ Pernah suatu waktu berdiri tiga kerajaan besar, yang ketiganya sama-sama mendakwakan dirinya pemegang khalifah; Amirul Mukminin. Yaitu Bani Abbas di Baghdad, Fathimiyah (Syi'ah) di Mesir dan Bani Umayyah di Cordova (Andalusia).
Nabi Muhammad ﷺ pernah menerangkan bahwa dari segi aqidah pedoman keagamaan, beliau telah meninggalkan pusaka yang cukup. Malahannya serupa dengan siangnya. Akan tetapi, beliau mengatakan bahwa ancaman besar yang akan menimpa Islam sesudah beliau wafat ialah timbulnya fitnah-fitnah, yaitu kemelut, kacau-balau, huru-hara karena pertarungan sesama sendiri, karena perebutan kekuasaan. Maka belum setengah abad sesudah beliau wafat, telah timbul fitnah besar peperangan Ali dengan Mu'awtyah. Kata setengah ahli sejarah, pertarungan ini adalah lanjutan dendam Bani Umayyah pada zaman jahiliyah terhadap Bani Hasyim. Dendam ini pula yang menjadi bibit yang kelak akan menjatuhkan kekuasaan Bani Umayyah setelah berkuasa lebih 80 tahun, karena direbut oleh Bani Abbas. Sebab Bani Abbas adalah Bani Hasyim.
Di dalam halaman sejarah, Islam berkembang terus memenuhi dunia ini, tidak pernah terhenti jalannya. Akan tetapi, ada kerajaan yang naik dan ada yang jatuh. Ujung ayat yang tengah kita tafsirkan ini menyatakan, Allah hendak melihat bagaimana kamu beramal, bantaran itu, ujung ayat ini mengandung suatu ilmu yang penting dalam mengkaji naik jatuhnya suatu kerajaan, semaraknya suatu bangsa atau muramnya. Ujung ayat ini menyuruh kita belajar filsafat sejarah dan ilmu kemasyarakatan (sosiologi).
Ayat ini dan beberapa ayat lain memberi kita kesan, bahwasanya keruntuhan atau ke-hancuran negeri-negeri sebagai ‘Ad, Tsamud, Tubba', Madyan, Aikah, Sadum dan Gamurrah, yang begitu penting buat diperhatikan pada zaman lampau, akan terjadi lagi dalam bentuk yang lain di zaman selanjutnya. Sebab pada zaman dahulu itu nabi-nabi datang membawa Mukjizat. Mereka itu menolak nabi dan mendustakan mukjizat. Nabi paling akhir ialah Muhammad ﷺ Mukjizat yang beliau bawa ialah Al-Qur'an, dan Al-Qur'an itu tetap ada sampai sekarang, dan isinya tetap hidup. Maka dapatlah kita uji kebenaran Al-Qur'an dengan perjalanan sejarah Muslimin yang kita
tempuh dari abad ke abad. Terusirnya lebih dari 4 juta kaum Muslimin dari Spanyol di abad keenam belas, niscaya lebih hebat dari runtuhnya negeri Nabi Syu'aib atau negeri Nabi Luth. Pada zaman sekarang, berdirilah Negara Israel kepunyaan Yahudi, dengan ban-tuan kerajaan-kerajaan besar Barat di tengah-tengah pusat kebudayaan orang Arab. Dan di antara keduanya itu, pernah pukul rata 300 tahun tiga perempat dari wilayah negeri-negeri Islam jatuh jadi jajahan. Ini semuanya lebih hebat daripada hilang dan runtuhnya negeri Nabi Shalih.
Soal ini sekian lamanya tidak menjadi perhatian dari sarjana-sarjana Islam sendiri. Ulama itu apabila menghadapi soal seperti ini kebanyakan menjawab dengan pesimis atau tasyaa'um, mengatakan bahwa semuanya ini adalah adzab Allah kepada kita kaum Muslimin karena meninggalkan agama. Dan kita akan terlepas dari bencana ini kalau kelak Imam Mahdi datang. Dan kata mereka pula, semuanya ini adalah takdir yang tidak dapat kita elakkan.
Hanya seorang ahli pikir Islam yang mengupas soal-soal kenaikan dan keruntuhan ini secara ilmiah, yaitu Ibnu Khaldun. Karangannya, Muqaddimah menjadi bahan studi yang mendalam, sampai pada zaman kita ini tentang ilmu sosiologi.
Ujung ayat menegaskan bahwa Allah mau meiihat apa yang kamu kerjakan. Alangkah penting hubungan manusia dengan perkembangan pekerjaan dan usaha mereka dalam membangun masyarakat mereka. Apabila semangat bekerja masih berkobar, berdasar kepada iman akan Allah, suatu masyarakat atau suatu negara tidak akan runtuh. Tetapi apabila semangat bekerja mulai kendur, karena iman yang mendorong pun sudah padam, keruntuhan tidak dapat dicegah lagi. Yang lemah hancur dan yang kuat naik. Agama, tegasnya Al-Qur'an dan as-Sunnah sudah ditinggalkan Rasul ﷺ akan menjadi pedoman di dalam menghadapi dan menguasai hidup. Kekuatan iman memberikan ilham yang kuat. Hidup mesti dapat menyesuaikan diri dengan ruang dan waktu, sedang Al-Qur'an mengatasi dan memimpin perubahan ruang dan waktu.
Semangat yang telah nyaris runtuh bisa bangun kembali kalau umat pulang kepada iman dan amalnya.