Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِن
dan jika
يَمۡسَسۡكَ
menimpakan kepadamu
ٱللَّهُ
Allah
بِضُرّٖ
kemudharatan
فَلَا
maka tidak
كَاشِفَ
mengangkat/menghilangkan
لَهُۥٓ
baginya
إِلَّا
kecuali
هُوَۖ
Dia
وَإِن
dan jika
يُرِدۡكَ
Dia menghendaki padamu
بِخَيۡرٖ
dengan kebaikan
فَلَا
maka tidak ada
رَآدَّ
menolak
لِفَضۡلِهِۦۚ
bagi karuniaNya
يُصِيبُ
Dia kenakan berikan
بِهِۦ
dengannya
مَن
siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
مِنۡ
dari
عِبَادِهِۦۚ
hamba-hambaNya
وَهُوَ
dan Dia
ٱلۡغَفُورُ
Maha Pengampun
ٱلرَّحِيمُ
Maha Penyayang
وَإِن
dan jika
يَمۡسَسۡكَ
menimpakan kepadamu
ٱللَّهُ
Allah
بِضُرّٖ
kemudharatan
فَلَا
maka tidak
كَاشِفَ
mengangkat/menghilangkan
لَهُۥٓ
baginya
إِلَّا
kecuali
هُوَۖ
Dia
وَإِن
dan jika
يُرِدۡكَ
Dia menghendaki padamu
بِخَيۡرٖ
dengan kebaikan
فَلَا
maka tidak ada
رَآدَّ
menolak
لِفَضۡلِهِۦۚ
bagi karuniaNya
يُصِيبُ
Dia kenakan berikan
بِهِۦ
dengannya
مَن
siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
مِنۡ
dari
عِبَادِهِۦۚ
hamba-hambaNya
وَهُوَ
dan Dia
ٱلۡغَفُورُ
Maha Pengampun
ٱلرَّحِيمُ
Maha Penyayang
Terjemahan
Jika Allah menimpakan suatu mudarat kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan jika Dia menghendaki kebaikan bagimu, tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikannya (kebaikan itu) kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tafsir
(Jika Allah menimpakan kepadamu) mengenakan kepadamu (sesuatu kemudaratan) seperti kemiskinan dan sakit (maka tidak ada yang dapat menghilangkan) yang melenyapkan (hal itu kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak) menahan (karunia-Nya) yang telah Dia kehendaki buatmu (Dia memberikan hal itu) kebaikan itu (kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.).
Tafsir Surat Yunus: 104-107
Katakanlah, "Hai manusia, jika kalian masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kalian sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kalian dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman,
Dan (aku telah diperintah), "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik.
Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.”
Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 104
Allah ﷻ berfirman kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad ﷺ, "Katakanlah, 'Hai manusia, jika kalian masih meragukan tentang kebenaran apa yang aku sampaikan kepada kalian, yaitu agama yang lurus ini, yang diwahyukan Allah kepadaku, maka aku tidak akan menyembah yang kalian sembah selain Allah, tetapi aku hanya menyembah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah Yang mematikan dan Yang menghidupkan kalian, kemudian kepada-Nyalah kalian dikembalikan. Jika sembahan-sembahan yang kalian seru selain Allah itu adalah benar, maka serulah dia agar menimpakan mudarat (bahaya) kepadaku. Pastilah ia tidak dapat menimpakan mudarat, tidak pula manfaat. Karena sesungguhnya yang dapat menimpakan mudarat dan memberi manfaat adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku diperintahkan agar termasuk orang-orang yang beriman'."
Ayat 105
Firman Allah ﷻ: “Dan (aku telah diperintah),’Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas’.” (Yunus: 105)
Maksudnya, ikhlaslah dalam beribadah, ikhlaskanlah ibadahmu hanya kepada Allah semata dengan hati yang jauh dari kemusyrikan.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yunus: 105) Ayat ini di-ataf-kan kepada firman-Nya: “Dan aku diperintahkan supaya termasuk orang-orang yang beriman.” (Yunus: 104)
Ayat 107
Firman Allah ﷻ: “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan.” (Yunus: 107), hingga akhir ayat.
Di dalam ayat ini terkandung makna yang menjelaskan bahwa kebaikan dan keburukan serta manfaat dan mudarat itu hanyalah bersumber dari Allah ﷻ semata, tiada seorang pun yang menyekutui-Nya dalam hal ini. Dialah yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya.
Al-Hafiz bin Asakir di dalam biografi Shafwan bin Sulaim telah meriwayatkan melalui jalur Abdullah bin Wahb : Telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ayyub, dari Isa bin Musa, dari Safwan bin Sulaim, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Carilah kebaikan sepanjang masa kalian, dan carilah karunia-karunia Tuhan kalian, karena sesungguhnya Allah mempunyai karunia-karunia dari sebagian rahmat-Nya yang dapat diperoleh oleh siapa yang dikehendaki-Nya dari kalangan hamba-hamba-Nya. Dan mintalah kalian kepada-Nya, mudah-mudahan aurat kalian ditutupi dan diamankan dari rasa takut.”
Kemudian Ibnu Asakir meriwayatkannya lagi melalui jalur Al-Lais, dari Isa bin Musa, dari Safwan (seorang lelaki dari kalangan Asyja'), dari Abu Hurairah secara marfu' dengan lafaz yang serupa.
Firman Allah ﷻ: “Dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yunus: 107)
Yakni kepada orang yang bertaubat kepada-Nya dari segala dosa, sekalipun dari dosa mempersekutukan Allah; jika ia bertaubat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya.
Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, seperti penyakit, kesedihan, dan cobaan lainnya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya darimu kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, seperti kesehatan, kesenangan, kebahagiaan, dan lain-lain, maka tidak ada yang dapat menolak dan menghalangi karunia-Nya tersebut sampai kepadamu. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dia Maha Pengampun atas dosa orang yang bertobat, Maha Penyayang dengan limpahan berbagai rahmat walau hamba-Nya masih banyak berbuat maksiat. Katakanlah wahai Nabi Muhammad, Wahai manusia! Sungguh telah datang kepadamu kebenaran, yakni Al-Qur'an, dari Tuhanmu, sebab itu barang siapa mendapat petunjuk, yakni beriman kepada Nabi Muhammad dan mengikuti petunjuk Al-Qur'an, maka sebenarnya petunjuk itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barang siapa memilih sesat, yakni ingkar kepada Nabi Muhammad dan Al-Qur'an, maka sesungguhnya kesesatannya itu akan mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah pemelihara, pengurus dan penjamin dirimu secara terus-menerus. Aku hanyalah seorang utusan yang mengajak kamu beriman kepada Allah. Dia, Allah yang akan memutuskan segala sesuatu.
Kemudian Allah dalam ayat ini menegaskan keesaan-Nya dalam memelihara hamba-Nya. Hanya Dialah yang kuasa menghilangkan kesulitan hidup atau kemudaratan yang sedang menimpa hamba-Nya, baik kesulitan karena kekurangan harta ataupun karena terganggunya kesehatan dan perlakuan yang tidak adil dari orang lain. Segala kesulitan yang menimpa seseorang itu tentu ada sebabnya. Sebab-sebab itu diciptakan Allah sebagai ujian bagi manusia, apakah mereka benar-benar berserah diri kepada Allah atau tidak, dan mereka berada di bawah pengawasan-Nya.
Manusia berkat pengalamannya yang lama dan luas dapat mengetahui sebagian sebab-sebab itu. Misalnya dalam soal kesehatan, menurut pengalaman manusia, bakteri tertentu yang menghinggapi tubuh manusia menjadi sebab bagi penyakit tertentu pula. Karena itu manusia menjaga dirinya dari bakteri tersebut dan bila dia sudah tercemar oleh bakteri tersebut sehingga sakit, dia akan berusaha mengobati penyakitnya sampai sembuh. Namun demikian, kesembuhannya bukan merupakan satu kepastian sebagai akibat berobat tersebut, tapi kesembuhan hanya dengan izin Allah. Demikian pula dalam bidang kehidupan manusia lainnya, seperti bidang sosial, ekonomi dan politik. Bilamana mereka mengalami kesulitan tentu ada sebab-sebabnya dan sebab-sebab itu berada dalam lingkungan mereka sendiri.
Kewajiban manusia adalah mencari sebab sambil berdoa kepada Allah dengan sepenuh hati serta tawakal kepada-Nya. Sesudah menyebutkan tentang kesulitan hidup yang menimpa manusia, Allah menyebutkan pula tentang kenikmatan dan kesenangan yang dialami manusia. Mengenai kesenangan dan kelapangan hidup ini, Allah menyatakan bahwa jika Dia berkehendak dengan iradat-Nya melimpahkan kenikmatan kepada manusia, maka tak seorangpun yang dapat menghambatnya. Kebahagiaan dan kesenangan itu adalah karunia-Nya kepada hamba-Nya dan menurut iradat-Nya. Apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan Allah tidak terikat kepada suatu sebab dalam memberikan kesenangan dan kebaikan. Karunia Allah atas hamba-Nya berdasarkan keluasan rahmat-Nya.
Allah Maha Pengampun, mengampuni segala dosa orang-orang yang bertobat, dan dosa orang kafir yang kemudian beriman kepada-Nya sebelum ajal tiba. Allah Maha Pengasih, mengasihi orang-orang beriman dan Dia tidak menyiksanya bila dia bertobat dari dosanya. Pengampunan dan kasih sayang-Nya meliputi seluruh umat manusia. Karena rahmat-Nya itu pula, maka tidak semua kejahatan di dunia ini dijatuhi siksaan tetapi menundanya sampai waktu tertentu.
Firman Allah:
Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)nya, sampai waktu yang sudah ditentukan. Nanti apabila ajal mereka tiba, maka Allah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya (Fathir/35: 45).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
DISIPLIN PENDIRIAN
Setelah pada ayat-ayat yang telah lalu dijelaskan, aqidah ini tidak sekali-kali akan dipaksakan kepada manusia, dan diterangkan pula betapa pentingnya mempergunakan akal untuk melihat alam sekeliling, dan diterangkan lagi bahwasanya Rasul dan orang-orang beriman pasti menang, dan jiwa kotor pasti
kalah, dan pertolongan Allah pasti atas orang-orang yang beriman, maka sekarang sebagai penutup surah, datanglah seruan kepada seluruh manusia. Seruan kepada manusia dimulai, setelah yang di dalam sendiri diteguhkan.
Ayat 104
“Katakanlah: Wahai sekalian manusia! Jika adalah kamu dalam keraguan dari hal agamaku."
Artinya, jika kamu masih ragu tentang inti dan pokok ajaran agamaku ini, atau kamu masih menyangka bahwa aku masih bisa bertolak angsur tentang pendirian ini, atau kamu masih mengharap bahwa satu waktu aku bisa mundur dari kepercayaan yang aku tegakkan, maka lebih baik aku katakan kepada kamu terus terang bahwa pengharapan kamu itu akan hampa, sebab “Maka tidaklah aku menyembah apa yang kamu sembah selain Allah." Selangkah pun aku tidak mau mundur daripada pendirian bahwa selain dari Allah tidak aku sembah, baik batu maupun kayu, berhala atau patung, malaikat atau manusia, binatang atau bulan dan matahari."Tetapi aku menyembah Allah yang mematikan kamu." janganlah kamu ragu lagi dan janganlah kamu mengharap bahwa aku akan berkisar dari pegangan yang satu itu. Berbagai dalih telah kamu tegakkan untuk mempertahankan pendirian kamu menyembah yang lain, sedang aku tetap hanya menyembah Allah. Yaitu Allah yang akan mematikan kamu. Dan yang lain itu, yang kamu sembah, tidaklah berkuasa sedikit pun pada menghidupkan dan mematikan. Allah yang akan mematikan kamu itulah yang selalu aku sembah, dan kepada-Nya aku beribadah.
“Dan aku diperintahkan bahwa hendaklah aku berada dalam golongan orang-orang yang beriman."
Dengan ujung kata bahwa beliau diperintahkan supaya berada dalam golongan orang yang beriman, yang percaya pada kekuasaan Allah yang tunggal itu, lebih jelaslah maksud suku ayat yang sebelumnya, ketika Rasul ﷺ disuruh mengatakan bahwa Allah itulah yang akan mematikan mereka yang musyrik itu. Berarti bahwa sekalian makhluk akan dimatikan Allah. Sesudah mati akan dibangkitkan kembali dan dihisab, dihitung dan dipertimbangkan segala amal dan ibadah mereka semasa hidup. Yang akan selamat hanyalah orang yang benar-benar beriman kepada Allah, dan tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah. Dan dengan ayat ini pun tersimpullah suatu Nadziir, yakni peringatan keras, bahwa seluruh manusia akan mati, akan bertemu dengan Allah buat mempertanggungjawabkan amalnya, dan yang akan selamat hanyalah orang yang beriman.
Ayat 105
“Dan bahwa hendaklah engkau menegakkan muka engkau kepada agama ini dalam keadaan ikhlas."
Yaitu selain dari ibadahku hanya kepada Allah saja, tidak boleh aku persekutukan yang lain dengan Dia, sebab Dia yang mematikan daku, maka kepadaku pun diperintahkan su-paya mukaku ini selalu aku hadapkan pada agama itu, dalam keadaan ikhlas. Tidak tercampur dengan yang lain dan tidak menoleh ke kiri kanan, jalan terus dan lurus. Hanifart kita artikan ikhlas atau bersih dan berat kepada Allah saja. Asal arti kata hanifan ialah condong. Yang dimaksud di sini ialah condong kepada Allah saja. Ibarat jarum kompas (pedoman), bagaimanapun rumah pedoman itu diputar-putar, dibelokkan, dimiringkan kepada yang lain, namun jarum itu tetap menghadap ke utara saja. Kapal yang besar bisa dibelokkan oleh arus ke timur atau ke barat, tetapi tujuan jarum pedoman tetap menghadap ke utara. Maka dengan kalimat hanifan, yang kita artikan ikhlas itu, ialah muka yang tetap pada tujuan. Wajah yang berarti muka, mengandung dua arti, pertama wajah muka yang zahir, ke
dua wajah muka yang batin. Latihan kita setiap hari di dalam melakukan ibadah kepada Allah dengan menghadap ke kiblat, adalah untuk melatih hati pula supaya tetap hanya menghadap kepada Allah, tidak membelok kepada yang lain. Di sinilah terdapat betapa besarnya pengaruh latihan dzikir, untuk menetapkan wajah hati menghadap Allah. Ingatlah latihan itu di dalam kita mengerjakan ibadah shalat. Syarat pertama ialah tegak berdiri yang betul menepatkan muka ke arah kiblat, lalu membaca takbiratul ihram “Allahu Akbar!" Diiringi dengan doa iftitah,
“Aku hadapkan wajahku kepada yang mencip-takan semua langit dan bumi, (wajahyang) ikhlas dan menyerah, dan tidaklah aku daripada golongan orang yang mempersekutukan." (al-An'aam: 79)
Selain dari kedua perintah itu, ditegaskan lagi larangan supaya lebih jelas.
“Dan sekali-kali janganlah engkau dari golongan orang-orang yang mempersekutukan."
Itulah rentetan perintah dan larangan yang diturunkan Allah kepadaku. Aku diperintahkan hanya menyembah Dia, dan aku dilarang mempersekutukan yang lain dengari Dia. Sebab itu janganlah kamu ragu-ragu lagi, bahwa aku akan mau bertolak angsur dari perintah dan larangan yang telah kuterima itu.
Selain dari itu ada larangan lagi.
Ayat 106
“Dan janganlah engkau seru selain dari Allah."
Sebab tidak ada faedahnya menyeru pada yang selain dari Allah itu."Barang yang tidak akan memberi manfaat kepada engkau dan memberi mudharat kepada engkau." Aku dilarang mengerjakan pekerjaan yang percuma. Seluruh isi alam ini, baik patung atau berhala, malaikat atau jin, kayu atau batu atau sembarang alam yang ada ini, tidak sebuah jua pun yang dapat memengaruhi buat mendatangkan laba atau untung dan tidak pula rugi atas diriku. Yang memberiku akal buat berpikir, yang memberiku penglihatan, pendengaran dan daya untuk hidup hanya Allah. Yang lain itu tidak turut menentukan apa-apa untuk dirimu. “Maka jika engkau kerjakan begitu." Yaitu menyembah, beribadah dan memuja kepada yang selain Allah itu.
“Sesungguhnya adalah engkau di kata itu dari orang-orang yang zalim."
Sudah nyata bahwa Allah tidak bersekutu dengan yang lain, dan akal yang murni pun telah sampai kepada kesimpulan itu, tiba-tiba Allah Yang Esa dipersekutukan; bukankah itu suatu kezaliman? Karena telah mendurhaka kepada kebenaran? Di surah Luqmaan, dalam rangkaian wasiat Luqman kepada anaknya, dijelaskan bahwa syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar. Di dalam surah an-Nisaa' (ayat 48 dan ayat 115) pun diterangkan bah-wa Allah tidaklah dapat memberi ampun jika dipersekutukan yang lain dengan Dia, sedang dosa yang lain selain dari syirik dapatlah di-beri-Nya ampun bagi barangsiapa yang Dia kehendaki. Setelah dikaji-kaji lebih mendalam, dapatlah dikatakan bahwa segala dosa yang diperbuat anak Adam selalulah bersumber dari syirik adanya.
Tiga ayat berturut-turut, isinya satu, yaitu mengulang-ulangkan tentang bahaya syirik, dan syirik adalah zalim. Supaya jelas betul-betul bagi kita sebagai Muslim tentang benteng jiwa dengan tauhid itu. Sampai di dalam ayat-ayat ini Nabi Muhammad ﷺ disuruh menyampaikan seruan ini kepada manusia, tetapi mengabarkan perintah kepada dirinya sendiri sehingga beliau disuruh menyebut “Aku diperintah" dan “Aku disuruh". Menjadi penegasan bahwa ketauhidan itu mulai ditegakkan pada diri beliau sendiri, dan tidak mengenal ragu-ragu atau tolak-angsur.
Mari kita renungkan sebentar! Kita kaum Muslimin dianjurkan, disunnahkan agar selalu memperbanyak membaca Al-Qur'an supaya kita paham isinya. Niscaya akan terbacalah ayat-ayat ini, terutama surah Yuunus yang sangat banyak mengulang-ulangi tentang tauhid itu. Tetapi apakah yang kita lihat?
Di beberapa kuburan yang dianggap keramat, kubur yang disebut kuburan waliyul-lah, berkumpullah orang-orang membaca Al-Qur'an. Berkumpul membaca surah Yaasiin. Kuburan itu dipuja, di sana berdoa meminta syafa'at wali itu, memohonkan kepada beliau menjadi wasilah atau orang perantaraan kepada Allah supaya si peminta dilepaskan dari bahaya atau disampaikan suatu kehendak. Mintakan berlaba berniaga, mintakan supaya anak gadis yang telah besar lekas mendapat jodoh. Dan 1001 macam permintaan. Kadang-kadang dibawakanlah hadiah apa-apa, sampai kambing dan kerbau, untuk beliau yang dalam kubur. Tetapi karena beliau tidak lagi dapat makan daging kambing dan kerbau, diulutlah segala hasil hadiah itu oleh penjaga kubur. Alangkah zalimnya! Dan oleh karena salah satu makna zalim ialah gelap, maka alangkah gelapnya dan alangkah kacau-balaunya, alangkah rijs-nya jiwa berbuat ini.
Kemudian itu berpuluh orang membaca Al-Qur'an siang dan malam di kubur itu. Mem-baca Al-Qur'an di mana-mana sunnah! Supaya isinya satu ayat demi satu ayat bisa meresap ke dalam pikiran, buat dipahamkan dan diamalkan. Tetapi mengapa mereka khususnya membaca di kuburan itu? Kata mereka supaya pahala bacaan itu dihadiahkan kepada beliau tuan wali yang di kubur itu.
Ini pun bertambah kacau lagi!
Kalau memang beliau itu seorang wali keramat, yang telah sanggup memberi manfaat dan mudharat seperti Allah, buat apa lagi dihadiahi pahala bacaan? Bukankah bacaanmu itu sebagai upah yang kamu bagikan kepadanya karena dia telah berkenan menyampaikan permohonanmu kepada Allah?
Dan sudah pastikah bagimu bahwa kamu membaca itu berpahala? Ibarat kwitansi tanda penerimaan pahala sudah yakin kamu terima, lalu kamu serahkan kepada kubur yang kamu sembah itu? Apakah pahala itu berupa barang? Kamu akan menjawab, “Pahala adalah urusan gaib, yaitu janji akan masuk surga kelak di kemudian hari!" Alangkah hebat dermawan kamu sehingga kamu demikian royal memberikan tiket masuk surga yang telah kamu terima, sebagai pahala membaca Al-Qur'an, kepada seorang yang kamu yakini sendiri bahwa dia akan masuk surga sebab dia wali, sedang kamu sendiri masih ragu apa-kah memang kamu akan masuk ke dalamnya. Namun, karena demikian cintamu kepada walimu itu, sampai hati kamu menyerahkan pahala itu kepadanya, biar engkau sendiri tidak masuk! Atau kurang mendapat pembahagian.
Maka dapatlah disimpulkan bahwa memuja kubur dengan segala hiasannya itu, di antaranya menghadiahkan pahala membaca Al-Qur'an kepada beliau yang terkubur, ada-lah termasuk dalam rentetan pekerjaan syirik belaka. Dalam kesempatan-kesempatan yang lain dalam tafsir ini telah kita berikan uraian ini dan akan kita berikan lagi,
Ayat 107
“Dan jika Allah menyentuhkan kepada engkau dengan suatu malapetaka, maka tidaklah ada yang akan melepaskannya, kecuali Dia."
Inilah lanjutan dan ketegasan daripada ayat-ayat yang sebelumnya tadi. Guna apa meminta kepada yang lain atau meminta perantaraan yang lain? Padahal kalau suatu ma-lapetaka atau marabahaya menimpa diri, tidak ada yang lain berkuasa atau berkesanggupan menghindarkan malapetaka itu. Tidak berhala, tidak patung. Tidak wali dan tidak keramat. Mengapa jiwa dibuat demikian lemah, lalu pergi meminta tolong atau memuja-muja yang lain, supaya dilepaskan dari marabahaya itu?
Jika misalnya engkau ditimpa sakit, sun-nah engkau berobat. Bukan dokter dan bukan resep atau obat yang kamu beli di apotek itu yang akan menyembuhkan engkau, melain-kan Allah jua, dengan hukum sebab akibatnya. Apabila engkau kaya jatuh miskin, atau dalam kesenangan ditimpa kesusahan, berikhtiar-lah engkau mencari jalan terlepas dari kesusahan itu, tetapi hendaklah engkau ingat bahwa yang sebenarnya berkuasa melepaskan engkau dari kesulitan itu hanya Allah. Atau engkau pernah teraniaya atau terfitnah, atau pihak yang berkuasa dalam negerimu memasukkan engkau ke penjara atau menahan dan merampas kemerdekaanmu, janganlah engkau pergi menjilat-jilat kepada penguasa itu sehingga muruahmu sebagai manusia menjadi jatuh; melainkan yakinlah bahwa yang akan membebaskanmu ialah Allah. Ubun-ubun penguasa itu sendiri adalah di dalam tangan Allah. Maka janganlah engkau pergi memohon ke kubur wali, bernazar ke tempat yang engkau anggap keramat, supaya dia menolong engkau memohonkan kepada Allah agar terlepas dari marabahaya itu, melainkan mohonlah langsung kepada Allah agar Allah membawa engkau ke tempat yang selamat."Dan jika Dia menghendaki atas engkau dengan suatu kebaikan, maka tidaklah ada yang dapat menolak dari karunia-Nya." Itulah yang sebaiknya. Jika Allah akan menimpakan kebaikan, anugerah, kejayaan dan kemuliaan di sisi-Nya kepada engkau, tidak pula ada suatu kekuasaan manusia, atau malaikat atau setan, atau patung atau berhala, atau kubur wali atau dukun yang bisa menghalanginya. Kadang-kadang malahan segala percobaan hendak menghambat nikmat Allah atas dirimu itu, hanyalah akan menambah sinar nikmat kebaikan itu juga. “Dia akan menimpakan," kebaikan itu—"Kepada barangsiapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya." Di sini tampak bahwa kalau Allah akan memberi anugerah suatu kebaikan kepada salah seorang dari hamba-hamba-Nya, tidak ada pula sesuatu kekuasaan yang dapat menghalanginya. Tidak dukun tukang mantra dan tidak penguasa yang zalim, tidak si hasad dan si dengki. Kalau sudah nyata bahwa nikmat anugerah Ilahi, tidak ada satu kekuatan pun yang kuasa menghambat dan merintanginya, mengapa maka di dalam menyembah Allah yang menganugerahkan nikmat dengan langsung itu, kita akan memakai perantaraan lagi dengan yang lain?
Kemudian di ujung ayat Allah pun berfirman,
“Sedang Dia adalah Maha Pengampun, lagi Penyayang
Dengan ujung ayat ini Allah membuka pintu selebar-lebarnya buat datang langsung kepada-Nya, Dia Pengampun! Betapa pun banyak dosa dan kelalaian yang diperbuat, kepada-Nya jugalah memohon ampun. Dia berjanji akan mengampuni. Dan Dia pun Penyayang. Dia tidak tega melihat hamba-Nya yang memohon kepada-Nya akan pulang dengan tangan kosong. Dan lagi, sebagai manusia, yang terjadi dari darah dan daging, daripada nuthfah dan ‘alaqah, banyaklah kekurangan kita, kebebalan dan kelalaian, kealpaan dan kesilapan. Kalau sekiranya tidaklah Rahmat, Rahman dan Rahim dari Allah, sudah lamalah kita ini hancur karena banyaknya dosa makhluk.
Karena kedua sifat Allah itu, Pengampun dan Penyayang, telah kita rasai setiap hari, alangkah zalimnya kita kalau kita memohon juga kepada yang lain, atau memakai peran-taraan yang lain. Sayyid Abdul Qadir Jailani, atau Habib al-Hadaad yang bermakam di Bogor atau Habib Alavdrus yang bermakam di Luar Batang atau Syekh Sarnman yang ber-makam di Madinah, tidaklah mempunyai kedua sifat itu, bahkan seluruh mereka itu pun memohon karunia untuk diri mereka sendiri kepada yang empunya sifat Ghafur dan Rahim itu juga adanya. Sebab itulah, di setiap rakaat dalam shalat, yaitu sebagai tonggak atau so-ko-guru dari seluruh ibadah kita, kita diwajibkan membaca surah al-Faatihah, sebagai Ummul Qur'an, ibu dari seluruh Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat,
“Hanya Engkau sajalah yang kami sembah, dan hanya Engkau sajalah tempat kami memohon pertolongan." (al-Faatihah: 5)
Dengan kata iyyaaka, yang berarti hanya Engkau saja, 17 kali sehari semalam kita me-negakkan tauhid dengan lidah dan perbuatan. Alangkah zalimnya kita dan membohongi diri sendiri, kalau kita menyembah pula kepada yang lain dan memohon pertolongan pula kepada yang lain.