Al-A'raf: 78

Ayat

Terjemahan Per Kata
فَأَخَذَتۡهُمُ
maka menimpa mereka
ٱلرَّجۡفَةُ
gempa
فَأَصۡبَحُواْ
maka jadilah mereka
فِي
dalam
دَارِهِمۡ
rumah mereka
جَٰثِمِينَ
mayat-mayat yang bergelimpangan

Terjemahan

Maka, gempa (dahsyat) menimpa mereka sehingga mereka menjadi (mayat-mayat yang) bergelimpangan di dalam (reruntuhan) tempat tinggal mereka.

Tafsir

Tafsir Surat Al-A'raf: 73-78 Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Saleh. Ia berkata, "Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagi kalian selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti yang nyata dari Tuhan kalian. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagi kalian, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kalian mengganggunya dengan menyakitinya, maka akibatnya kamu akan mendapatkan azab yang pedih." Dan ingatlah oleh kalian ketika Tuhan menjadikan kalian pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Ad dan memberikan tempat bagi kalian di bumi. Kalian dirikan istana-istana di dataran rendah dan kalian pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dandan janganlah kamu melakukan kejahatan dan membuat kerusakan bumi. Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah, yaitu orang-orang yang telah beriman di antara kaumnya, "Tahukah kalian bahwa Saleh diutus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?” Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu yang disampaikannya." Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingkari apa yang kamu imani.” Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka durhaka terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata, "Wahai Saleh, datangkanlah kepada kami ancaman yang kamu janjikan jika benar engkau termasuk orang-orang yang diutus (Allah)." Lalu gempa (dahsyat) menimpa mereka, maka mereka pun menjadi (mayat-mayat yang) bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka. Ayat 73-76 Ulama tafsir mengatakan bahwa nasab kaum Tsamud ialah Tsamud ibnu Asir ibnu Iram ibnu Sam ibnu Nuh. Dia adalah saudara lelaki Jadis ibnu Asir, demikian pula kabilah Tasm. Mereka semuanya adalah pengganti-pengganti dari kalangan bangsa Arabul Aribah sebelum Nabi Ibrahim a.s. Kaum Tsamud ada sesudah kaum 'Ad, tempat tinggal mereka terletak di antara Hijaz dan negeri Syam serta Wadil Qura dan daerah sekitarnya. Rasulullah ﷺ pernah melalui bekas tempat tinggal mereka ketika dalam perjalanannya menuju medan Tabuk, yaitu pada tahun sembilan Hijriah. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Sakhr ibnu Juwairiyah, dari Nafi, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ dalam perjalanannya menuju medan Tabuk memerintahkan orang-orang beristirahat di daerah Al-Hajar, yaitu di bekas tempat tinggal kaum Tsamud. Kemudian orang-orang (para sahabat) mengambil air dari sumur-sumur yang dahulu dipakai untuk minum oleh kaum Tsamud. Mereka membuat adonan roti dengan air sumur-sumur itu dan menempatkannya di panci-panci besar. Tetapi Nabi ﷺ memerintahkan kepada mereka agar menumpahkan air yang ada di panci-panci itu dan memberikan adonan mereka kepada unta-unta mereka sebagai makanannya. Kemudian Nabi ﷺ membawa mereka berangkat hingga beristirahat bersama mereka di sebuah sumur yang pernah dijadikan sebagai tempat minum unta tersebut (unta Nabi Saleh). Nabi ﷺ melarang mereka memasuki bekas daerah kaum yang pernah diazab, dan Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya saya merasa khawatir bila kalian akan ditimpa oleh azab seperti yang menimpa mereka, maka janganlah kalian memasuki bekas tempat tinggal mereka.” Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Dinar, dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ ketika di Al-Hajar pernah bersabda: “Janganlah kalian memasuki daerah mereka yang pernah diazab itu kecuali bila kalian sambil menangis. Dan jika kalian tidak dapat menangis, janganlah kalian memasukinya, (sebab) dikhawatirkan kalian akan ditimpa azab seperti yang pernah menimpa mereka.” Pokok hadits ini diketengahkan di dalam kitab Shahihain melalui berbagai jalur. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun Al-Mas'udi, dari Ismail ibnu Wasit, dari Muhammad ibnu Abu Kabsyah Al-Anmari, dari ayahnya yang mengatakan bahwa dalam masa Perang Tabuk orang-orang bergegas memasuki daerah Al-Hajar. Ketika Rasulullah ﷺ mendengar berita itu, maka beliau menyerukan kepada orang-orang, "Dirikanlah salat berjamaah!" Lalu saya (perawi) datang menghadap Rasulullah ﷺ yang saat itu sedang memegang tombak kecil seraya bersabda, "Apakah yang mendorong kalian hingga berani memasuki daerah kaum yang dimurkai oleh Allah ﷻ?" Maka ada seorang lelaki dari kalangan mereka yang menjawab dengan suara yang keras, "Kami kagum kepada mereka, wahai Rasulullah." Rasulullah ﷺ menjawab, "Maukah kalian aku ceritakan tentang hal yang lebih mengagumkan daripada itu? Yaitu seorang lelaki dari kalangan kalian sendiri akan menceritakan kepada kami apa yang telah terjadi sebelum kalian dan apa yang akan terjadi sesudah kalian. Maka luruskanlah diri kalian, karena sesungguhnya Allah tidak mempedulikan sesuatu pun ketika mengazab kalian. Kelak akan datang suatu kaum yang tidak dapat berbuat sesuatu pun untuk membela dirinya." Tidak ada seorang pun dari kalangan pemilik kitab sunnah yang mengetengahkan hadits ini. Abu Kabsyah nama aslinya adalah Umar ibnu Sa'd, menurut pendapat yang lain bernama Amir ibnu Sa'd. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ, melewati daerah Al-Hajar, beliau bersabda: “Janganlah kalian meminta mukjizat, karena sesungguhnya kaum Nabi Saleh pernah memintanya. Dan unta itu datang dari lembah ini dan keluar dari lembah itu. Tetapi mereka kaum Saleh durhaka terhadap perintah Tuhan mereka dan menyembelih unta itu. Awalnya unta itu meminum bagian air mereka selama satu hari, sedangkan pada hari lainnya, mereka minum dari air susu unta itu. Akhirnya mereka menyembelih unta itu, maka mereka diazab oleh suatu teriakan, yang dengan teriakan itu Allah membinasakan semua manusia di bawah langit ini dari kalangan mereka, kecuali seorang lelaki (dari mereka) yang sedang berada di tanah suci Allah. Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah lelaki itu?" Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Dia adalah Abu Righal, tetapi ketika ia keluar dari tanah suci, maka ia pun tertimpa azab seperti apa yang menimpa kaumnya.” Hadits ini tidak terdapat di dalam suatu kitab pun dari kitab Sittah, dan dinilai shahih dengan syarat Imam Muslim. Firman Allah ﷻ: “Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud.” (Al-A'raf: 73) Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kabilah Tsamud saudara mereka, yaitu Saleh. “Ia berkata, ’Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagi kalian selain Dia’.” (Al-A'raf: 73) Pada garis besarnya semua utusan Allah menyerukan untuk menyembah Allah semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kamu sekalian akan Aku’." (Al-Anbiya: 25) “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu’." (An-Nahl: 36) Adapun firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti yang nyata dari Tuhan kalian. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagi kalian.” (Al-A'raf: 73) Artinya, telah datang kepada kalian hujjah Allah yang membenarkan apa yang aku sampaikan kepada kalian. Mereka sebelumnya selalu meminta kepada Saleh suatu tanda dari Allah (mukjizat) kepada Nabi Saleh. Mereka meminta agar Saleh mengeluarkan dari sebuah batu besar seekor unta untuk mereka, yang hal itu disaksikan oleh mata kepala mereka sendiri. Satu-satunya batu besar itu terletak di suatu bagian dari daerah Al-Hajar, batu itu dinamakan Al-Katibah. Mereka meminta kepada Nabi Saleh untuk mengeluarkan seekor unta betina yang unggul dari batu besar itu buat mereka. Maka Nabi Saleh membuat sumpah dan perjanjian terhadap mereka, yaitu jika Allah mengabulkan permintaan mereka, maka mereka akan beriman kepada Nabi Saleh dan benar-benar akan mengikutinya. Setelah mereka bersedia dan memberikan sumpah dan perjanjian mereka kepadanya, maka Nabi Saleh a.s. berdiri mengerjakan shalat dan berdo’a menuju ke tempat salatnya dan berdoa memohon kepada Allah ﷻ. Maka batu besar itu mendadak bergerak dan terbelah, kemudian keluarlah darinya seekor unta betina yang janinnya bergerak pada kedua sisi lambungnya (yakni sedang mengandung kembar), seperti apa yang mereka minta. Pada saat itu juga pemimpin mereka yaitu Junda ibnu Amr bersama para pengikutnya yang taat kepada perintahnya, beriman kepada Nabi Saleh. Ketika orang-orang terhormat lainnya dari kalangan kabilah Tsamud hendak beriman, mereka dihalang-halangi oleh Zu-ab ibnu Amr ibnu Labid dan Al-Hubab, seorang pengurus berhala mereka, serta Rabab ibnu Sa'r ibnu Jahlas. Junda ibnu Amr mempunyai saudara sepupu yang dikenal dengan nama Syihab ibnu Khalifah ibnu Mihlah ibnu Labid ibnu Hiras, dia adalah orang yang terhormat dan terkemuka di kalangan kabilah Tsamud. Ketika dia mau masuk Islam, ia dihalang-halangi oleh orang-orang tadi, akhirnya dia menuruti kemauan mereka. Sehubungan dengan peristiwa itu seorang lelaki dari kalangan orang-orang yang beriman dari kaum Tsamud yang dikenal dengan nama Muhawwisy ibnu Asamah ibnud Damil mengatakan melalui bait-bait syairnya: Segolongan orang dari keluarga Amr yang dipimpin oleh Syihab diajak untuk memeluk agama Nabi (Saleh). Dia adalah pemuka seluruh kaum Tsamud. Maka ia berniat memenuhi seruan Nabi itu Seandainya dia memenuhi seruannya, niscaya Saleh hidup di kalangan kami menjadi orang terhormat. Dan mereka tidak rela bila pemimpin mereka hanya menjadi pengekor. Orang-orang yang sesat dari kalangan penduduk Hajar berpaling pergi sesudah mendapat petunjuk. Setelah Unta betina itu melahirkan, ia beserta anaknya tinggal bersama dalam suatu masa di tengah-tengah mereka. Unta itu minum dari air sumur mereka satu hari, dan memberikan kesempatan bagi mereka (kaum Tsamud) untuk meminumnya satu hari.Mereka meminum susu unta betina itu pada hari unta itu meminum air sumur, air susunya dapat memenuhi semua wadah dan panci besar mereka menurut sekehendak mereka. Hal ini dikisahkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: “Dan beritakanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya air itu terbagi antara mereka (dengan unta betina itu), tiap-tiap giliran minum dihadiri (oleh yang punya giliran).” (Al-Qamar: 28) Dan firman Allah ﷻ lainnya yang mengatakan: “Saleh menjawab, ‘Ini seekor unta betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kalian mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari yang tertentu.” (Asy-Syu'ara: 155) Unta betina itu hidup bebas berkeliaran di lembah-lembah tempat mereka tinggal, datang dari suatu lembah dan keluar menuju lembah yang lain mencari kebebasan. Unta tersebut banyak mengambil air, dan menurut kisahnya unta betina itu sangat besar tubuhnya dan mempunyai penampilan yang sangat cantik. Apabila unta betina itu melewati ternak milik mereka, maka semua ternak mereka memisahkan diri darinya karena ketakutan. Setelah hal tersebut berlangsung cukup lama di kalangan mereka, dan mereka makin gencar dalam mendustakan Nabi Saleh a.s., maka mereka bertekad membunuh unta betina itu dengan tujuan agar bagian airnya dapat mereka peroleh setiap harinya. Menurut suatu pendapat, mereka semuanya sepakat untuk membunuh unta betina itu. Qatadah mengatakan, telah sampai kepadaku suatu kisah yang mengatakan bahwa lelaki yang membunuh unta itu terlebih dahulu berkeliling menemui semua kaumnya untuk memperoleh persetujuan dalam membunuhnya, yang dimintai persetujuan termasuk kaum wanita dan anak-anak yang berada di dalam kemah-kemah. Menurut kami, memang demikianlah pengertian lahiriahnya karena berdasarkan kepada firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyamaratakan mereka (dengan tanah).” (Asy-Syams: 14) “Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menzalimi unta betina itu.” (Al-Isra: 59) Ayat 77 Adapun firman Allah ﷻ: “Kemudian mereka sembelih unta betina itu.” (Al-A'raf: 77) Perbuatan membunuh unta itu disandarkan kepada keseluruhan kabilah, maka hal ini menjadi bukti bahwa mereka semua telah menyetujui perbuatannya. Wallahu a’lam. Imam Abu Ja'far ibnu Jarir dan lain-lainnya dari kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa penyebab terbunuhnya unta betina itu ialah karena ulah seorang wanita dari kalangan mereka yang bernama Unaizah binti Ganam ibnu Mijlaz yang dijuluki dengan sebutan Ummu Usman. Dia adalah seorang nenek-nenek yang kafir, juga seorang yang sangat memusuhi Nabi Saleh a.s. Dia seorang wanita yang berharta dan mempunyai banyak anak perempuan yang cantik-cantik serta kaya raya. Suaminya bernama Zuab ibnu Amr, salah seorang pemuka kaum Tsamud. Ada juga wanita lainnya yang dikenal dengan nama Sadaqah binti Al-Muhayya ibnu Zuhair ibnul Mukhtar, seorang wanita yang mempunyai kedudukan tinggi, berharta, lagi cantik. Pada asalnya ia menjadi istri seorang lelaki muslim dari kaum Tsamud, tetapi suaminya telah menceraikannya. Kedua wanita itulah biang keladi yang menyebabkan terbunuhnya unta betina tersebut, dan keduanya menyediakan hadiah buat orang yang mau membunuhnya. Sadaqah memanggil seorang lelaki yang dikenal dengan nama Al-Hubab, lalu Sadaqah menawarkan dirinya kepada Al-Hubab untuk menyembelih unta betina itu. Tetapi Al-Hubab menolaknya. Kemudian Sadaqah memanggil sepupunya yang dikenal dengan nama Musadda' ibnu Muharrij ibnul Muhayya, dan ternyata saudara sepupunya ini mau menerima tawarannya. Sedangkan Unaizah binti Ganam memanggil Qaddar ibnu Salif ibnu Jadza', seorang lelaki berkulit merah, bermata biru, dan bertubuh pendek. Mereka menduga bahwa Qaddar adalah anak zina, bukan anak dari Salif, orang yang dianggap sebagai ayahnya. Sesungguhnya dia adalah hasil hubungan gelap antara ibunya dengan seorang laki-laki bernama Sahyad, tetapi ia dilahirkan di dalam ikatan perkawinan Salif. Unaizah berkata kepadanya, "Aku akan memberikan anak perempuanku yang kamu sukai jika kamu berhasil membunuh unta betina itu." Maka pada saat itu berangkatlah Qaddar ibnu Salif bersama Musadda' ibnu Muharrij, lalu mereka membujuk orang-orang yang sesat dari kalangan kaum Tsamud. Akhirnya mereka berdua dapat membawa tujuh orang lagi untuk mengikuti mereka, sehingga mereka semuanya berjumlah sembilan orang. Mereka disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: “Dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan.” (An-Naml: 48) Mereka yang sembilan orang itu merupakan pemimpin-pemimpin dari kaumnya masing-masing. Akhirnya mereka mendapat dukungan dari semua kabilah Tsamud yang kafir dan setuju perbuatan tersebut dilakukan. Mereka berangkat dan mengintai unta itu di saat unta itu keluar dari tempat air. Qaddar memasang perangkap yang ditempatkan pada sebuah batu besar di jalan yang biasa dilaluinya. Sementara itu, Musadda' memasang perangkap pula pada bagian jalan lainnya. Ketika unta betina itu melewati perangkap Musadda', ia membidikkan anak panahnya dan mengenai bagian betisnya. Lalu anak perempuan Ganam yang bernama Unaizah memerintahkan kepada anak perempuannya yang memiliki paras paling cantik untuk membukakan penutup wajahnya di hadapan Qaddar dan teman-temannya. Tanpa ragu, Qaddar menebas pedangnya ke belakang leher unta, membuatnya terjatuh ke tanah, mengeluarkan rintihan yang menyayat hati, memperingatkan kepada anaknya agar melarikan diri. Kemudian Qaddar menusuk bagian tenggorokannya dan langsung menyembelihnya. Sedangkan anak unta betina itu lari menuju sebuah bukit yang kokoh dan menaiki sebuah batu besar yang ada padanya. Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari orang yang pernah mendengar dari Al-Hasan Al-Basri, yang telah menceritakan bahwa anak unta betina itu berkata, "Wahai Tuhanku, di manakah ibuku?" Menurut suatu pendapat, anak unta itu merintih sebanyak tiga kali, lalu ia masuk ke dalam batu besar itu dan lenyap dari pandangan mata. Menurut pendapat yang lain, mereka dapat mengejarnya dan menyembelihnya seperti nasib yang dialami induknya. Setelah penyembelihan unta betina itu telah selesai mereka kerjakan, beritanya terdengar oleh Nabi Saleh a.s. Maka Nabi Saleh mendatangi mereka di saat mereka sedang berkumpul. Ketika Nabi Saleh melihat bahwa unta betina itu telah disembelih, ia menangis dan berkata, seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya: “Bersukarialah kalian di rumah kalian selama tiga hari.” (Hud: 65), hingga akhir ayat. Pembunuhan unta tersebut terjadi pada hari Rabu. Pada petang harinya kesembilan orang lelaki itu bertekad akan membunuh Nabi Saleh. Mereka mengatakan, "Jika dia benar, maka berarti kita mendahuluinya mati sebelum kita mati (karena azab). Jika dia bohong, maka kita timpakan kepadanya nasib yang sama seperti yang dialami untanya itu." Mereka berkata, "Bersumpahlah kalian dengan nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya pada malam hari, kemudian kita katakan kepada warisnya bahwa kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar.” Dan mereka pun merencanakan tipu daya dengan sungguh-sungguh, dan Kami merencanakan tipu daya (pula), sedangkan mereka tidak menyadari. “Maka perhatikanlah bagaimana akibat dari tipu daya mereka, bahwa Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya.” (An-Naml: 51) Ketika mereka bertekad melaksanakan niatnya dan telah sepakat, maka mereka datang di malam hari untuk membunuh Nabi Saleh secara mengejutkan. Namun, Allah mengirimkan batu-batu yang menghalangi mereka sampai ke Nabi Saleh. Pada pagi hari Kamis (yaitu hari pertama penangguhan tersebut), wajah mereka berubah warnanya menjadi kuning, persis seperti apa yang dijanjikan oleh Nabi Saleh kepada mereka. Selanjutnya pada hari kedua, yakni hari Jumat wajah mereka berubah menjadi merah. Pada hari ketiga, yaitu hari Sabtu wajah mereka berubah menjadi hitam. Dan pada pagi hari Ahadnya mereka dalam keadaan kaku dan duduk seraya menatap azab Allah dan siksa-Nya yang menimpa mereka, semoga Allah melindungi kita dari hal seperti itu. Mereka tidak mengetahui apakah yang harus mereka lakukan dan tidak mengerti pula bagaimanakah azab itu dapat datang menimpa mereka. Matahari terbit dengan cerahnya, dan datanglah kepada mereka suatu teriakan dari langit dan gempa yang dahsyat dari bagian bawah mereka. Maka semua roh mereka sekaligus tercabut dalam masa yang sama saat itu juga. Ayat 78 “Maka mereka pun menjadi (mayat-mayat yang) bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka.” (Al-A'raf: 78) Yakni mereka mati tidak bernyawa lagi, tiada seorang pun yang selamat dari azab itu, baik anak kecil, orang dewasa, laki-laki, maupun perempuan. Mereka mengatakan bahwa kecuali seorang wanita muda yang lumpuh, namanya Kalbah binti Salaq, tetapi nama panggilannya adalah Zari'ah. Dia sangat kafir dan sangat memusuhi Nabi Saleh a.s. Ketika ia menyaksikan pemandangan azab yang menimpa kaumnya itu, dengan serta merta kakinya yang lumpuh tadi dapat bergerak dan ia dapat berlari, lalu ia melarikan diri dengan sangat cepatnya. Ia mendatangi suatu kabilah dari kalangan kabilah lainnya, kemudian menceritakan kepada mereka apa yang telah dilihatnya dan azab yang menimpa kaumnya. Lalu ia meminta minum, dan setelah diberi air minum, ia langsung mati. Ulama tafsir mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang tersisa dari keturunan kaum Tsamud selain Nabi Saleh a.s. beserta orang-orang yang mengikutinya, dan seorang lelaki dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama panggilan Abu Righal. Ketika azab menimpa kaumnya, ia sedang bermukim di tanah suci selama beberapa waktu, sehingga ia selamat dari azab itu dan tidak ada sesuatu pun yang menimpanya. Tetapi ketika di suatu hari ia keluar dari tanah suci menuju ke tanah lainnya yang tidak suci, maka datanglah batu dari langit dan menimpa dirinya, lalu ia mati seketika itu juga. Hadits yang menceritakan hal ini telah disebut pada permulaan kisah ini melalui hadits Jabir ibnu Abdullah. Mereka menyebutkan bahwa Abu Righal ini adalah orang tua dari Bani Saqif yang bertempat tinggal di Taif. Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, telah menceritakan kepadanya Ismail ibnu Umayyah, bahwa Nabi ﷺ lewat di kuburan Abu Righal, lalu beliau bersabda, "Tahukah kalian kuburan siapakah ini?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah ﷺ bersabda: “Ini adalah kuburan Abu Righal, seorang lelaki dari kaum Tsamud Dia tinggal di tanah suci Allah, maka kesucian tanah-Nya menghindarkan dia dari azab-Nya. Tetapi setelah dia keluar darinya, maka dia pun tertimpa azab yang telah menimpa kaumnya, kemudian ia dikuburkan di tempat ini dan dimakamkan bersamanya dengan sebatang emas. Maka orang-orang yang ada saat itu segera menggali kuburan itu dengan pedang mereka untuk mencari emas tersebut, lalu mereka mengeluarkan emas itu. Abdur Razzaq mengatakan bahwa Ma'mar mengatakan, Az-Zuhri pernah mengatakan bahwa Abu Righal adalah bapak moyangnya orang-orang Saqif. Riwayat ini berpredikat mursal bila ditinjau dari segi sanadnya. Diriwayatkan pula melalui jalur lain secara muttasil, seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu lshaq, dari Ismail ibnu Umayyah, dari Bujair ibnu Abu Bujair yang mengatakan, ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda di saat para sahabat berangkat bersamanya menuju Taif dan di tengah jalan menjumpai sebuah kuburan, lalu beliau ﷺ bersabda: “Ini adalah kuburan Abu Righal, bapak moyangnya orang-orang Saqif. Dia berasal dari kabilah Tsamud. Dia tinggal di tanah suci ini sehingga ia mendapatkan perlindungan. Tetapi ketika ia keluar dari tanah suci, maka ia pun tertimpa azab yang telah menimpa kaumnya di tempat ini, lalu ia dikuburkan di tempat ini. Sebagai tandanya ialah ia dikuburkan bersama sebatang emas. Jika kalian menggalinya, niscaya kalian akan memperolehnya. Maka orang-orang segera menggali kuburan itu dan mengeluarkan batang emas darinya. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Yahya ibnu Mu'in, dari Wahb ibnu Jarir ibnu Hazim, dari ayahnya, dari Ibnu Ishaq dengan sanad yang sama. Menurut guru kami (yaitu Abul Hajjaj Al-Mazi), hadits ini hasan 'aziz. Menurut kami, predikat mausul-nya diriwayatkan secara munfarid oleh Bujair ibnu Abu Bujair. Bujair ini adalah seorang guru yang tidak dikenal kecuali melalui hadits ini. Yahya ibnu Mu'in mengatakan bahwa ia belum pernah mengetahui ada seseorang meriwayatkan darinya selain Ismail ibnu Umayyah. Menurut kami, berdasarkan pertimbangan ini dikhawatirkan predikat marfu' hadits ini hanyalah ilusi semata. Sesungguhnya hal yang tidak meragukan ialah bila dianggap sebagai perkataan Abdullah ibnu Amr sendiri yang ia kutip dari kedua temannya. Guru kami mengatakan, "Abul Hajjaj setelah saya ketengahkan hadits ini kepadanya mengatakan bahwa pendapat tersebut barangkali ada benarnya."

Al-A'raf: 78

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat