Al-A'raf: 30

Ayat

Terjemahan Per Kata
فَرِيقًا
segolongan
هَدَىٰ
Dia beri petunjuk
وَفَرِيقًا
dan segolongan
حَقَّ
haq/pasti
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلضَّلَٰلَةُۚ
kesesatan
إِنَّهُمُ
sesungguhnya mereka
ٱتَّخَذُواْ
mereka menjadikan
ٱلشَّيَٰطِينَ
syaitan-syaitan
أَوۡلِيَآءَ
pelindung/pemimpin
مِن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِ
Allah
وَيَحۡسَبُونَ
dan mereka mengira
أَنَّهُم
bahwasanya mereka
مُّهۡتَدُونَ
orang-orang yang mendapat petunjuk

Terjemahan

Sekelompok (manusia) telah diberi-Nya petunjuk dan sekelompok (lainnya) telah pasti kesesatan atas mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan sebagai pelindung selain Allah. Mereka mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Tafsir

Tafsir Surat Al-A'raf: 28-30 Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, "Kami mendapati nenek moyang kami melakukan yang demikian, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah, "Sesungguhnya Allah tidak pernah memerintahkan berbuat kekejian. Mengapa kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui?" Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku memerintahkan aku menjalankan keadilan." Dan (katakanlah), Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) di setiap shalat dan berdoalah kepada-Nya dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya. Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula. Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk. Ayat 28 Mujahid mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik melakukan tawaf di Ka'bah dalam keadaan telanjang bulat. Mereka mengatakan, "Kami melakukan tawaf ini dalam keadaan seperti ketika kami dilahirkan oleh ibu-ibu kami." Para wanita meletakkan selembar kain atau sesuatu pada kemaluannya, lalu berkata: Apa pun yang terlihat darinya, baik sebagian atau seluruhnya, saya tidak menghalalkannya (haram). Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami melakukan yang demikian, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya’.” (Al-A'raf: 28), hingga akhir ayat. Menurut kami (Ibnu Katsir), orang-orang Arab di masa lalu selain kabilah Quraisy, bila mereka melakukan tawaf, maka mereka melakukannya tanpa berpakaian (telanjang bulat). Mereka mengartikan bahwa mereka tidak mau melakukan tawaf dengan memakai pakaian yang biasa mereka pakai untuk bermaksiat kepada Allah. Sedangkan orang-orang Quraisy yang dikenal dengan sebutan Al-Hamas selalu melakukan tawafnya dengan memakai pakaian mereka yang sedang dikenakannya. Orang Arab lain bila diberi pinjaman pakaian oleh orang Hamas, maka ia bertawaf memakainya pakaian itu. Dan orang yang mempunyai pakaian baru, maka dipakainya untuk bertawaf, setelah itu ia membuangnya tanpa ada seorang pun boleh mengambilnya. Barang siapa yang tidak mempunyai pakaian baru dan tidak pula ada seorang Hamas yang mau meminjamkan pakaian kepadanya, maka ia tawaf dengan telanjang bulat. Bahkan terkadang terdapat seorang wanita melakukan tawaf dengan telanjang bulat, kemudian ia menjadikan sesuatu pada kemaluannya guna menutupi apa yang dapat ditutupinya, lalu ia berkata: “Apa pun yang terlihat darinya, baik sebagian atau seluruhnya, saya tidak menghalalkannya.” Kebanyakan kaum wanita melakukan tawaf di malam hari dengan telanjang. Hal ini merupakan suatu tradisi yang mereka buat-buat sendiri yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Mereka mempunyai keyakinan bahwa perbuatan nenek moyang mereka itu bersandarkan kepada perintah Allah dan syariat-Nya. Maka Allah menyanggah mereka melalui firman-Nya: “Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami melakukan yang demikian, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya’." (Al-A'raf: 28) Dan Allah berfirman membantah mereka: “Katakanlah.” (Al-A'raf: 28) Wahai Muhammad, kepada orang-orang yang menyatakan demikian. “Sesungguhnya Allah tidak pernah memerintahkan berbuat kekejian.” (Al-A'raf: 28) Yakni apa yang kalian buat-buat itu adalah perkara yang keji dan mungkar, sedangkan Allah tidak pernah memerintahkan hal seperti itu. “Mengapa kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui?” (Al-A'raf: 28) Artinya, apakah kalian berani mengait-ngaitkan kepada Allah pendapat-pendapat yang kalian tidak ketahui kebenarannya? Ayat 29 Firman Allah ﷻ: “Katakanlah, ‘Tuhanku memerintahkan aku menjalankan keadilan’.” (Al-A'raf: 29) Yaitu keadilan dan jalan yang lurus. “Dan (katakanlah), ‘Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) di setiap shalat dan berdoalah kepada-Nya dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.’ (Al-A'raf: 29) Allah memerintahkan kalian agar beristiqamah dalam menyembah-Nya, yaitu dengan mengikuti ajaran para rasul yang diperkuat dengan mukjizat-mukjizat dalam menyampaikan apa yang mereka terima dari Allah dan mengajarkan syariat-syariat yang mereka sampaikan. Allah memerintahkan kepada kalian untuk beribadah dengan ikhlas hanya kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal, melainkan bila di dalam amal itu terhimpun dua rukun berikut, yaitu pertama, amal dikerjakan sesuai dengan tuntutan syariat yang benar, dan kedua, amal harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah ﷻ. Firman Allah ﷻ: “Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula.” (Al-A'raf: 29), sampai dengan firman-Nya: “Pasti kesesatan bagi mereka.” (Al-A'raf: 30) Makna ayat ini masih diperselisihkan. Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid mengenai makna firman-Nya: “Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula.” (Al-A'raf: 29) Kelak Allah akan menghidupkan kalian sesudah kalian mati. Menurut Al-Hasan Al-Basri mengatakan, sebagaimana Dia menciptakan kalian pada permulaan di dunia ini. Demikian pula kalian akan kembali kepada-Nya kelak di hari kiamat dalam keadaan hidup. Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula.” (Al-A'raf: 29) Yakni Allah memulai penciptaan-Nya, maka Dia menciptakan mereka. Sebelum itu mereka tidak ada, kemudian mereka mati, lalu Allah mengembalikan mereka dalam keadaan hidup. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, sebagaimana Allah memulai penciptaan kalian pada permulaannya, maka demikian pula Dia akan mengembalikan kalian pada akhirnya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Abu Ja'far ibnu Jarir yang diperkuat dengan apa yang telah diriwayatkan melalui hadits Sufyan Ats-Tsauri dan Syu'bah ibnul Hajjaj, keduanya dari Al-Mugirah ibnun Nu'man, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Rasulullah ﷺ berdiri di hadapan kami untuk menyampaikan suatu nasihat, lalu beliau bersabda: 'Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan kepada Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang lagi tak bersunat (tak berkhitan). Sebagaimana Kami telah menciptakan kalian pada permulaan. Demikian pulalah Kami akan mengembalikan kalian. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati, dan sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya'.” Hadits ini diketengahkan di dalam kitab Shahihain melalui hadits Syu'bah. Juga di dalam hadits Bukhari melalui hadits Ats-Tsauri dengan lafal yang sama. Warqa ibnu lyas (yaitu Abu Yazid) telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: “Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula.” (Al-A'raf: 29) Bahwa kelak orang muslim dibangkitkan sebagai orang muslim, dan orang kafir dibangkitkan sebagai orang kafir. Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula.” (Al-A'raf: 29) Yaitu mereka dikembalikan berdasarkan pengetahuan Allah tentang diri mereka. Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula.” (Al-A'raf: 29) Sebagaimana yang telah ditetapkan atas kalian, maka demikian pulalah keadaan yang kalian terima. Menurut riwayat yang lain, sebagaimana keadaan yang kalian alami, maka kelak kalian akan seperti itu. Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula.” (Al-A'raf: 29) Yakni barang siapa yang sejak semula diciptakan oleh Allah dalam keadaan celaka, maka ia akan menjadi orang seperti yang ditakdirkan-Nya, sebagaimana yang telah ditentukan-Nya sejak permulaan kejadiannya, meskipun ia melakukan amalam-amalan ahli kebahagiaan (ahli surga). Barang siapa yang sejak semula ditakdirkan bahagia oleh Allah, maka ia akan dikembalikan seperti apa yang telah ditakdirkan untuknya sejak semula, sekalipun ia mengamalkan amalan orang-orang yang celaka (penghuni neraka). Sebagaimana para ahli sihir mengamalkan amalan orang-orang yang celaka, maka pada akhirnya ia pasti akan menjadi orang seperti yang ditakdirkan untuknya sejak semula. Ayat 30 As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula. Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.” (Al-Araf: 29-30) Yaitu sebagaimana Kami menciptakan dan menjadikan sebagian dari kalian ada yang mendapat petunjuk, dan sebagian yang lain ada yang disesatkan. Maka demikian pulalah kelak kalian dikembalikan, dan demikian pulalah keadaannya sewaktu kalian dilahirkan dari perut ibu-ibu kalian. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Kalian akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kalian diciptakan semula. Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.” (Al-A'raf: 29-30) Sesungguhnya Allah ﷻ memulai penciptaan Ibnu Adam ada yang mukmin dan ada yang kafir (yakni dalam catatan takdir) Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Dialah yang menciptakan kalian, maka di antara kalian ada yang kafir dan di antara kalian ada yang beriman.” (At-Taghabun: 2) Kemudian Allah mengembalikan mereka pada hari kiamat dalam keadaan seperti permulaan kejadian mereka di dunia, yakni ada yang mukmin dan ada yang kafir. Menurut kami, pendapat ini diperkuat dengan sebuah hadits dari Ibnu Mas'ud di dalam kitab Shahih Bukhari yang mengatakan: Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya seseorang di antara kalian benar-benar mengamalkan amalan ahli surga hingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali hanya satu depa atau satu hasta. Namun takdir telah mendahuluinya (menentukannya), sehingga ia mengamalkan amalan ahli neraka, dan akhirnya ia masuk neraka. Dan sesungguhnya seseorang di antara kalian benar-benar mengamalkan amalan ahli neraka, hingga tiada jarak antara dia dan neraka kecuali hanya satu depa atau satu hasta. namun takdir telah menentukannya, sehingga ia mengamalkan amalan ahli surga, dan akhirnya masuk surga. Abul Qasim Al-Baghawi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengamalkan suatu amalan yang menurut pandangan orang lain dianggap sebagai amalan ahli surga, padahal sesungguhnya dia adalah ahli neraka. Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengamalkan suatu amalan yang kelihatan oleh orang lain sebagai amalan ahli neraka, padahal sesungguhnya dia termasuk ahli surga. Karena sesungguhnya semua amal perbuatan itu hanyalah terletak pada perbuatan akhirnya.” Demikianlah sepotong hadits dari Imam Bukhari yang diriwayatkannya melalui hadits Abu Gassan Muhammad ibnu Mutarrif Al-Madani dalam kisah Qazman di waktu Perang Uhud. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: “Kelak setiap orang akan dibangkitkan menurut amalan yang dilakukannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Al-A'masy, dengan sanad yang sama. Sedangkan lafaznya berbunyi seperti berikut: “Setiap hamba akan dibangkitkan menurut amal perbuatan yang dikerjakannya sampai dia mati.” Dan Ibnu Abbas juga menyebutkan hal yang semisal. Menurut kami, hal ini diperkuat oleh hadits Ibnu Mas'ud. Sebagai kesimpulannya menurut kami jika pendapat ini memang merupakan makna yang dimaksud oleh ayat, maka harus digabungkan dengan firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (Ar-Rum: 30) Juga dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Shahihain melalui Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Setiap anak dilahirkan menurut fitrah (agama Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang Yahudi, seorang Nasrani, dan seorang Majusi.” Di dalam kitab Shahih Muslim disebutkan melalui Iyad ibnu Himar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda, "Allah ﷻ telah berfirman dalam hadits qudsi: 'Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif lurus dan cenderung pada kebenaran), tetapi datanglah setan menggoda mereka. Maka setan membuat mereka menyimpang dari agamanya'." Dari penggabungan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah ﷻ menciptakan mereka agar di antara mereka ada yang mukmin dan ada pula yang kafir sebagai lawannya. Meskipun pada awal kejadian mereka Allah telah membekali mereka secara fitrah untuk mengetahui-Nya dan mentauhidkan-Nya, serta membekali mereka pengetahuan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Seperti yang telah Allah ambil dari mereka hal tersebut melalui suatu perjanjian (di zaman azali), dan menjadikan hal itu sebagai fitrah dan insting mereka. Meskipun demikian, pada akhirnya Allah menakdirkan bahwa di antara mereka ada yang celaka (kafir) dan ada yang bahagia (mukmin). Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: “Dialah yang menciptakan kalian, maka di antara kalian ada yang kafir dan di antara kalian ada yang beriman.” (At-Taghabun: 2) Di dalam sebuah hadits disebutkan: “Setiap orang berpagi hari (memulai hari), lalu menjual dirinya, maka ada yang memerdekakan dirinya sendiri, ada juga yang membinasakan dirinya sendiri.” Takdir Allah pasti terlaksana di kalangan makhluk-Nya, karena Dia adalah: “Yang menentukan takdir (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (Al-A'la: 3), dan Dia adalah: “Yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (Thaha: 50) Di dalam kitab Shahihain disebutkan: “Adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang berbahagia, maka dimudahkan baginya jalan mengerjakan amal orang-orang yang bahagia. Dan adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang celaka, maka dimudahkan baginya mengerjakan amal perbuatan orang-orang yang celaka.” Karena itulah dalam ayat ini Allah ﷻ menyebutkan melalui firman-Nya: “Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.” (Al-A'raf: 30) Kemudian Allah ﷻ menyebutkan penyebab hal tersebut melalui firman selanjutnya, yaitu: “Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.” (Al-A'raf: 30) Ibnu Jarir mengatakan bahwa hal ini merupakan dalil yang paling jelas untuk membuktikan kekeliruan orang yang menduga bahwa Allah tidak mengazab seseorang yang mengerjakan maksiat atau kesesatan yang diyakininya, kecuali bila ia melakukannya setelah memiliki pengetahuan darinya yang membenarkan sikapnya itu, lalu ia mengerjakannya dia dengan mengingkari Tuhan-Nya. Seandainya memang demikian, niscaya tidak ada bedanya antara golongan orang-orang yang sesat yang menduga bahwa dirinya mendapat petunjuk, dengan golongan orang-orang yang mendapatkan petunjuk yang sesungguhnya. Allah ﷻ telah menjelaskan dan membedakan peristilahan keduanya dan hukum-hukum mengenai keduanya dalam ayat ini.

Al-A'raf: 30

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat