Al-Ma'idah: 4

Ayat

Terjemahan Per Kata
يَسۡـَٔلُونَكَ
mereka akan bertanya kepadamu
مَاذَآ
apa-apa yang
أُحِلَّ
dihalalkan
لَهُمۡۖ
bagi mereka
قُلۡ
katakanlah
أُحِلَّ
dihalalkan
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلطَّيِّبَٰتُ
yang baik-baik
وَمَا
dan apa
عَلَّمۡتُم
kamu ajari
مِّنَ
dari
ٱلۡجَوَارِحِ
binatang buas
مُكَلِّبِينَ
dengan melatih untuk berburu
تُعَلِّمُونَهُنَّ
kamu mengajarnya
مِمَّا
dari apa/menurut apa
عَلَّمَكُمُ
mengajarkan kepadamu
ٱللَّهُۖ
Allah
فَكُلُواْ
maka makanlah
مِمَّآ
dari apa
أَمۡسَكۡنَ
ia tangkap
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَٱذۡكُرُواْ
dan sebutlah
ٱسۡمَ
nama
ٱللَّهِ
Allah
عَلَيۡهِۖ
atasnya
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَۚ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
سَرِيعُ
sangat cepat
ٱلۡحِسَابِ
perhitungan

Terjemahan

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, “Yang dihalalkan bagimu adalah (makanan-makanan) yang baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka, makanlah apa yang ditangkapnya untukmu dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”

Tafsir

Tafsir Surat Al-Ma'idah: 4 Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian (makanan) yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kalian latih untuk berburu, kalian mengajarinya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepada kalian. Maka makanlah apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah (ketika melepas binatang buas itu). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisabNya." Setelah Allah menyebutkan hal-hal yang diharamkan-Nya pada ayat sebelumnya, yaitu berupa segala sesuatu yang buruk lagi membahayakan tubuh atau agama, atau kedua-duanya (tubuh dan agama) orang yang bersangkutan, dan Allah mengecualikan apa-apa yang dikecualikan-Nya bila keadaan darurat. Seperti yang disebut di dalam firman-Nya: “Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang diharamkan-Nya atas kalian, kecuali apa yang terpaksa kalian memakannya.” (Al-An'am: 119) “Maka sesudah itu Allah ﷻ berfirman: “Mereka bertanya kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka’?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik." (Al-Maidah: 4) Perihalnya sama dengan apa yang disebut di dalam surat Al-A'raf dalam kaitan menyebutkan sifat Nabi Muhammad ﷺ, bahwa Allah menghalalkan bagi mereka yang baik-baik dan mengharamkan atas mereka yang buruk-buruk. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Abu Bukair, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ala ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Addi ibnu Hatim dan Zaid ibnu Muhalhal yang keduanya berasal dari Tai bertanya kepada Rasulullah ﷺ: "Wahai Rasulullah, Allah telah mengharamkan bangkai, apakah yang dihalalkan bagi kami darinya?" Maka turunlah firman-Nya: “Mereka menanyakan kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka’?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik." (Al-Maidah: 4) Menurut Sa'id, makna yang dimaksud ialah sembelihan yang halal lagi baik untuk mereka. Menurut Muqatil, yang dimaksud dengan tayyibat ialah segala sesuatu yang dihalalkan untuk mereka memperolehnya, berupa berbagai macam rezeki. Az-Zuhri pernah ditanya mengenai meminum air seni untuk berobat, maka ia menjawab, "Air seni bukan termasuk tayyibat." Demikianlah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Wahb mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya mengenai menjual burung pemangsa, ia menjawab bahwa burung itu bukan termasuk burung yang halal. Firman Allah ﷻ: “dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu." (Al-Maidah: 4) Yaitu dihalalkan bagi kalian hewan-hewan sembelihan yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, rezeki-rezeki yang baik, dihalalkan pula bagi kalian hewan yang kalian tangkap melalui binatang pemburu, seperti anjing pemburu, macan tutul pemburu, burung falcon (elang), dan lain-lainnya yang serupa. Sebagaimana yang dikatakan oleh mazhab jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi'in, dan para imam. Di antara mereka yang mengatakan demikian ialah Ali ibnu Abu Talhah yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu.” (Al-Maidah: 4) Hewan-hewan tersebut adalah anjing-anjing pemburu yang telah dilatih, dan burung elang serta burung pemangsa lainnya yang telah dilatih untuk berburu. Kesimpulannya ialah jawarih artinya hewan-hewan pemangsa, seperti anjing, macan tutul, burung elang, dan lain sebagainya yang serupa. Demikianlah riwayat Ibnu Abu Hatim, kemudian ia mengatakan, telah diriwayatkan dari Khaisamah, Tawus, Mujahid, Mak-hul, dan Yahya ibnu Kasir hal yang serupa. Telah diriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa ia pernah mengatakan, "Burung elang dan burung garuda termasuk jawarih (hewan pemangsa) dari jenis burung." Telah diriwayatkan hal yang serupa dari Ali ibnul Husain. Telah diriwayatkan dari Mujahid, bahwa ia memakruhkan berburu dengan memakai segala jenis burung pemangsa, lalu ia membacakan firman-Nya: “dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu.” (Al-Maidah: 4) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair hal yang serupa. Ibnu Jarir menukilnya dari Adh-Dhahhak dan As-Suddi. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa hewan yang diburu oleh burung pemangsa dan lain-lainnya termasuk ke dalam jenis burung pemburu, maka apa yang kamu dapatkan adalah untukmu dan apa yang tidak sempat kamu dapatkan janganlah kamu memakannya. Menurut kami, apa yang diriwayatkan dari jumhur ulama yaitu bahwa berburu dengan burung pemangsa sama dengan memakai anjing pemburu, karena burung pemburu menangkap mangsanya dengan cakarnya, sama halnya dengan anjing sehingga tidak ada bedanya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh mazhab Imam yang empat dan lain-lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir yang menguatkannya dengan hadits yang diriwayatkan dari Hannad, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Addi ibnu Hatim yang menceritakan hadits berikut: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang tangkapan burung elang, maka beliau ﷺ menjawab, "Apa yang ditangkap untukmu, makanlah." Imam Ahmad mengecualikan berburu dengan memakai anjing hitam, karena menurut Imam Ahmad anjing hitam termasuk hewan yang wajib dibunuh dan tidak boleh dipelihara. Di dalam kitab Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits melalui sahabat Abu Bakar, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Keledai, wanita, dan anjing hitam dapat memutuskan shalat." Lalu aku (Abu Bakar) bertanya, "Apakah bedanya antara anjing merah dan anjing hitam?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Anjing hitam adalah setan." Di dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan membunuh anjing, kemudian beliau ﷺ bersabda: “Apakah gerangan yang menimpa mereka dan anjing-anjing itu, bunuhlah oleh kalian setiap anjing yang hitam pekat dari anjing-anjing itu.” Hewan-hewan yang biasa dipakai berburu itu dinamakan jawarih, berasal dari kata al-jurh yang artinya al-kasbu (penghasilan), seperti yang dikatakan oleh orang-orang Arab “Fulanun jaraha ahlahu khairan," yang artinya: “si Fulan menghasilkan kebaikan bagi keluarganya.” Mereka mengatakan, "Fulanun la jariha lah,” yang artinya: “si Fulan tidak mempunyai penghasilan (mata pencaharian).” Allah ﷻ telah berfirman: “Dan Dia mengetahui apa yang kalian kerjakan pada siang hari.” (Al-An'am: 60) Yakni mengetahui apa yang kalian hasilkan berupa kebaikan dan keburukan. Mengenai penyebab turunnya ayat ini disebutkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim: Telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Habbab, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Aban ibnu Saleh, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Salma Ummu Rafi, dari Abu Rafi' maula Rasulullah ﷺ, bahwa Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan untuk membunuh anjing-anjing (hitam), maka anjing-anjing itu dibunuh. Lalu orang-orang datang kepadanya dan bertanya, "Wahai Rasulullah, mana sajakah yang dihalalkan dari jenis ini yang engkau perintahkan agar dibunuh?" Rasulullah ﷺ diam, dan Allah menurunkan firman-Nya: “Mereka bertanya kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka’?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik, dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu" (Al-Maidah: 4), hingga akhir ayat. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Apabila seseorang lelaki melepaskan anjing (pemburu)nya. lalu ia mengucapkan tasmiyah (bismillah) dan anjing itu menangkap buruan untuknya, maka hendaklah ia memakannya selagi anjing itu tidak memakannya.” Masih dalam bab yang sama: Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Kuraib, dari Zaid ibnul Habbab berikut sanadnya, dari Abu Rafi' yang menceritakan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi ﷺ, lalu meminta izin untuk masuk. Ia diizinkan masuk tetapi ia tidak mau masuk, maka Nabi ﷺ bersabda, "Saya telah memberimu izin masuk, wahai utusan Allah." Malaikat Jibril menjawab, "Tetapi kami (para malaikat) tidak mau masuk ke dalam suatu rumah yang ada anjingnya." Abu Rafi’ mengatakan, "Lalu Nabi ﷺ memerintahkan kepadaku membunuh semua anjing yang ada di Madinah, hingga aku sampai pada seorang wanita yang memiliki seekor anjing. Saat itu anjingnya sedang menggonggong, maka wanita itu meninggalkan anjingnya karena tidak tega melihatnya dibunuh. Kemudian aku (Abu Rafi') datang kepada Rasulullah ﷺ dan kuceritakan hal itu kepadanya, tetapi beliau ﷺ tetap memerintahkan kepadaku untuk membunuhnya. Maka aku kembali lagi kepada wanita itu dan membunuh anjingnya." Kemudian mereka datang dan bertanya, "Wahai Rasulullah, apa sajakah yang dihalalkan bagi kami dari jenis hewan ini yang engkau perintahkan agar semuanya dibunuh?" Rasulullah ﷺ diam, dan Allah menurunkan firman-Nya: “Mereka menanyakan kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka’?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik dan (binatang buruan yang ditangkap) oleh binatang pemangsa yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu." (Al-Maidah: 4) Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Aban ibnu Saleh dengan lafal yang sama; dan Imam Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, dari Ikrimah, bahwa Rasulullah ﷺ mengutus Abu Rafi' untuk membunuh semua anjing hingga sampai di Awali (daerah Madinah yang tinggi). Maka datanglah ‘Ashim ibnu Addi, Sa'd ibnu Ktiais'amah dan Uwaim ibnu Sa'idah, lalu mereka bertanya, "Apakah yang dihalalkan bagi kami, wahai Rasulullah?" Maka turunlah ayat ini. Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Sammak, dari Ikrimah, dan hal yang sama dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dalam penyebab turunnya ayat ini, yaitu berkenaan dengan pembunuhan terhadap anjing. Firman Allah ﷻ: “untuk berburu.” (Al-Maidah: 4) Lafal ayat ini dapat dikatakan sebagai hal dari damir yang terkandung di dalam firman-Nya: “yang telah kalian ajari.” (Al-Maidah: 4) Dengan demikian, berarti ia menjadi hal dari fa'il. Dapat pula diartikan sebagai hal dari maf'ul yaitu lafal al-jawarih, yakni binatang pemangsa yang telah kalian ajari saat kalian menggunakannya untuk menerkam hewan buruan kalian. Pengertian ini menunjukkan bahwa hewan pemburu tersebut membunuh mangsanya dengan taring dan cakar kukunya. Dalam keadaan demikian, berarti dapat disimpulkan bahwa hewan pemburu bila membunuh binatang buruannya dengan menabraknya atau menindihinya dengan berat tubuhnya, hukumnya tidak halal, seperti yang dikatakan oleh salah satu pendapat dari Imam Syafii dan segolongan ulama. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan: “Kalian mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepada kalian.” (Al-Maidah: 4) Dengan kata lain, apabila dilepaskan oleh tuannya, ia langsung memburu mangsanya; dan apabila diperintahkan untuk mengintipnya sebelum menerkamnya, maka ia menuruti tuannya; apabila menangkap hewan buruannya, ia menahan dirinya untuk tuannya hingga tuannya datang kepadanya, dan ia tidak berani menangkapnya, lalu ia makan sendiri. Karena itulah disebutkan oleh firman Allah ﷻ selanjutnya: “Maka makanlah apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah (ketika melepas binatang buas itu).” (Al-Maidah: 4) Bilamana binatang pemburu telah diajari dan menangkap mangsanya untuk tuannya, sedangkan si tuan telah membaca asma Allah ketika melepasnya, maka hewan buruan itu halal, sekalipun telah dibunuhnya, menurut kesepakatan ulama. Di dalam sunnah terdapat keterangan yang menunjukkan pengertian yang sama dengan makna ayat ini, seperti yang disebut di dalam kitab Shahihain dari Addi ibnu Hatim yang menceritakan: . Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melepaskan anjing pemburu yang telah dilatih dan aku menyebut nama Allah." Rasulullah ﷺ menjawab, "Apabila kamu melepaskan anjing terlatihmu dan kamu sebut nama Allah, maka makanlah selagi anjingmu itu menangkap hewan buruan untukmu.” Aku bertanya, "Sekalipun hewan buruan itu telah dibunuhnya?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Sekalipun telah dibunuhnya selagi tidak ditemani oleh anjing lain yang bukan dari anjing-anjingmu, karena sesungguhnya kamu hanya membaca tasmiyah untuk anjingmu, bukan membacanya untuk anjing lain." Aku bertanya kepadanya, "Sesungguhnya aku melempar hewan buruan dengan tombak dan mengenainya." Rasulullah ﷺ menjawab, "Jika kamu melemparnya dengan tombak dan tombak itu menembus tubuhnya, maka makanlah.Tetapi jika yang mengenainya ialah bagian sampingnya (tengahnya), sesungguhnya hewan buruan itu mati karena terpukul, jangan kamu makan." Menurut lafal lain yang juga dari keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) disebutkan seperti berikut: “Jika kamu melepaskan anjing pemburumu, bacalah nama Allah; dan jika ia menangkap hewan buruannya untukmu, lalu kamu dapati ia masih hidup, maka sembelihlah hewan buruan itu. Jika kamu mendapatinya telah mati dan anjingmu tidak memakannya, makanlah, karena sesungguhnya terkaman anjingmu itu merupakan sembelihannya.” Menurut riwayat lain yang ada pada Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan seperti berikut: "Dan jika anjingmu itu memakannya, maka janganlah kamu makan, karena sesungguhnya aku merasa khawatir bila anjingmu itu menangkapnya untuk dirinya sendiri.” Inilah yang dijadikan dalil oleh jumhur ulama, dan hal inilah yang dikatakan oleh mazhab Syafii menurut qaul yang shahih. Yaitu apabila anjing pemburu memakan sebagian dari hewan buruannya, maka hewan buruan itu haram secara mutlak. Dalam hal ini mereka tidak memberikan keterangan yang rinci, sama dengan makna yang ada dalam hadits. Tetapi diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf bahwa mereka mengatakan tidak haram sama sekali. Atsar-atsar yang menyangkut masalah ini dibeberkan dibawah. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad dan Waki, dari Syu'bah, dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Salman Al-Farisi pernah mengatakan, "Makanlah, sekalipun anjing pemburu itu memakan dua pertiga hewan buruannya," bilamana memang anjing itu memakan sebagian darinya. Hal yang sama diriwayatkan oleh Sa'id ibnu Abu Arubah dan Umar ibnu Amir dari Qatadah. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Muhammad ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Mujahid ibnu Musa, dari Yazid, dari Humaid, dari Bakar ibnu Abdullah Al-Muzanni dan Al-Qasim, bahwa Salman pernah mengatakan, "Apabila anjing pemburu memakannya, kamu boleh memakannya, sekalipun ia memakan dua pertiganya." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Makhramah ibnu Bukair, dari ayahnya, dari Humaid ibnu Malik ibnu Khaisam Ad-Du-ali, bahwa ia pernah bertanya kepada Sa'd ibnu Abu Waqqas tentang hewan buruan yang dimakan sebagiannya oleh anjing pemburu. Maka Sa'd ibnu Abu Waqqas menjawab, "Makanlah olehmu, sekalipun tiada yang tersisa darinya kecuali hanya sepotong daging.” Syu'bah meriwayatkannya dari Abdu Rabbih ibnu Sa'id, dari Bukair ibnul Asyaj, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang mengatakan, "Makanlah (hewan buruan itu), sekalipun anjing pemburu telah memakan dua pertiganya." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Amir ibnu Abu Hurairah yang mengatakan, "Apabila kamu melepas anjing pemburumu, lalu anjing pemburumu memakan sebagian dari hewan tangkapannya, maka kamu tetap boleh memakannya, sekalipun anjing pemburu telah memakan dua pertiganya dan yang tersisa adalah sepertiganya." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, bahwa ia pernah mendengar Abdullah; dan telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidillah ibnu Umar, dari Nafi', dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan, "Apabila kamu melepas anjing terlatihmu dan kamu sebutkan nama Allah (ketika melepaskannya), maka makanlah olehmu selagi anjing itu menangkap buruannya untukmu, baik ia memakannya ataupun tidak memakannya." Hal yang sama diriwayatkan oleh Ubaidillah ibnu Umar dan ibnu Abu Zi-b serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Nafi. Atsar-atsar di atas terbukti bersumber dari Salman, Sa'd ibnu Abu Waqqas, Abu Hurairah, dan Ibnu Umar. Hal yang sama diriwayatkan dari Ali dan Ibnu Abbas. Tetapi menurut atsar yang dari ‘Atha’ dan Al-Hasan Al-Basri, masalah ini masih diperselisihkan. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Az-Zuhri, Rabi'ah, dan Imam Malik. Imam Syafii menurut qaul qadim-nya mengatakan masalah ini, tetapi dalam qaul jadid-nya hanya mengisyaratkannya saja. Telah diriwayatkan melalui jalur Salman Al-Farisi secara marfu'; Ibnu Jarir mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Musa Al-Lahuni, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar (yaitu At-Taji), dari Abu Iyas Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman Al-Farisi, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: “Apabila seorang lelaki melepaskan anjingnya untuk menangkap hewan buruan, lalu dapat ditangkapnya dan dimakannya sebagiannya maka hendaklah dia memakan yang sisanya.” Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa dalam sanad hadits ini masih perlu ada yang dipertimbangkan lagi. Sa'id tidak dikenal pernah mendengar dari Salman Al-Farisi, tetapi orang-orang yang tsiqah meriwayatkannya dari kalam yang tidak marfu'. Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini memang benar, tetapi diriwayatkan makna yang sama secara marfu' melalui jalur-jalur lainnya. Imam Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Minhal Ad-Darir (yang tuna netra), telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Habib Al-Muallim, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa seorang Badui yang dikenal dengan nama Abu Sa'labah pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai anjing yang terlatih untuk berburu, maka berilah aku fatwa mengenai hasil buruannya." Maka Nabi ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Jika kamu mempunyai anjing yang terlatih, maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu.” Abu Sa'labah bertanya lagi, "Baik sempat disembelih, tidak sempat disembelih, dan sekalipun anjing itu memakan sebagiannya." Nabi ﷺ menjawab: “Ya, sekalipun anjing itu memakan sebagiannya.” Abu Sa'labah bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, berilah aku fatwa mengenai berburu dengan panahku." Rasulullah ﷺ menjawab: “Makanlah apa yang dihasilkan oleh anak panahmu.” Abu Sa'labah berkata, "Baik dalam keadaan sempat disembelih ataupun tidak sempat disembelih?" Nabi ﷺ bersabda: “Dan sekalipun hilang dari pencarianmu selagi masih belum membusuk atau kamu menemukan padanya bekas anak panah selain anak panahmu.” Abu Sa'labah bertanya, "Berilah aku fatwa mengenai wadah milik orang-orang Majusi jika kami terpaksa memakainya." Nabi ﷺ bersabda: “Cucilah terlebih dahulu, lalu pakailah ia untuk makan.” Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh Imam Abu Dawud. Imam An-Nasai mengetengahkannya, demikian pula Imam Abu Dawud melalui jalur Yunus ibnu Saif, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Sa'labah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Apabila kamu melepaskan anjingmu dan kamu sebutkan nama Allah, maka makanlah tangkapannya, sekalipun anjingmu telah memakan sebagiannya, dan makan pulalah apa yang berhasil kamu tarik dengan tanganmu.” Sanad kedua hadits ini jayyid (baik). Ats-Tsauri meriwayatkan dari Sammak ibnu Harb, dari Addi yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Apa yang ditangkap oleh anjing terlatihmu untuk kamu, maka makanlah.” Abu Salabah bertanya, "Sekalipun anjing itu memakannya?" Nabi ﷺ menjawab, “Ya." Abdul Malik ibnu Habib meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Asad ibnu Musa, dari Ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi, dari Addi hal yang serupa. Semua atsar yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa dimaafkan memakan hasil buruan anjing pemburu, sekalipun anjing telah memakan sebagiannya. Atsar-atsar ini dijadikan dalil oleh orang-orang yang berpendapat tidak haram hasil buruan yang dimakan oleh anjing pemburunya atau hewan pemburu lainnya, seperti dalam keterangan di atas dari orang-orang yang kami ketengahkan pendapatnya. Tetapi ulama lainnya bersikap pertengahan. Untuk itu mereka mengatakan, "Jika anjing pemburu memakan hewan tangkapannya sehabis menangkapnya, maka hal ini diharamkan," karena berdasarkan hadits Addi ibnu Hatim yang disebutkan di atas, juga karena Illat (penyebab) yang diisyaratkan oleh Nabi ﷺ melalui sabdanya: “Dan jika anjingmu memakannya, maka janganlah kamu makan, karena sesungguhnya aku merasa khawatir bila anjingmu itu menangkapnya untuk dirinya sendiri. Jika anjing tersebut menangkapnya, kemudian menunggu-nunggu tuannya dan tidak kunjung datang, hingga ia lama menunggu dan lapar, lalu ia makan sebagian tangkapannya karena lapar, maka dalam keadaan seperti ini tidak mempengaruhi kehalalannya, dan bukan termasuk yang diharamkan. Mereka mendasari pendapatnya dengan hadits Abu Sa'labah Al-Khusyani. Pemisahan atau rincian ini dinilai cukup baik, menggabungkan makna di antara kedua hadits yang shahih tadi. Sehingga Al-Ustaz Abul Ma'ali Al-Juwaini dalam kitab Nihayah-nya mengatakan, "Seandainya saja masalah ini dirincikan secara mendetail seperti ini." Memang Allah telah mengabulkan apa yang dicita-citakannya. Pendapat yang rinci ini ternyata dikatakan oleh sejumlah sahabat. Ulama lainnya sehubungan dengan masalah ini mempunyai pendapat yang keempat, yaitu memisahkan antara anjing pemburu yang memakan, hukumnya haram berdasarkan hadits Addi ibnu Hatim; dan antara burung pemangsa dan lain-lainnya yang sejenis yang makan, hukumnya tidak haram, karena burung tidak dapat diajari dan tidak akan mengerti kecuali hanya memakan hewan buruannya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Asy-Syaibani, dari Hammad, dari Ibrahim, dari Ibnu Abbas, bahwa ia mengatakan sehubungan dengan masalah burung pemburu yang dilepaskan untuk memburu buruannya; ternyata ia membunuhnya, maka hasil buruannya boleh dimakan. Sesungguhnya anjing itu jika kamu pukul, maka ia tidak mau memakannya, tetapi mengajari burung pemburu untuk kembali kepada pemiliknya (tuannya) bukan dengan cara memukulnya. Karena itu, bila burung pemburu memakan sebagian dari tangkapannya dan telah mencabuti bulu hewan buruannya, maka hewan buruannya masih boleh dimakan. Demikianlah menurut pendapat Ibrahim An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, dan Hammad ibnu Abu Sulaiman. Mereka mengatakan demikian berdalilkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, yaitu: Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Addi ibnu Hatim yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah suatu kaum yang biasa berburu dengan memakai anjing dan elang pemburu, apakah yang dihalalkan untuk kami darinya?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Dihalalkan bagi kalian buruan yang ditangkap oleh binatang pemangsa yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu; kalian mengajarinya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepada kalian. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang pemangsa itu (waktu melepasnya).” Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda pula: “Dan anjing pemburu yang kamu lepaskan dengan menyebut nama Allah atas anjing itu (ketika melepasnya), maka makanlah olehmu hewan tangkapannya yang ditangkapnya untukmu.” Aku (Addi ibnu Hatim) bertanya, "Sekalipun hewan tangkapannya itu telah membunuhnya." Rasulullah ﷺ bersabda: “Sekalipun telah membunuhnya selagi ia tidak memakannya.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah jika anjing-anjing kami dicampur dengan anjing-anjing lainnya (dalam perburuan itu)?" Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Jangan kamu makan (hasil tangkapannya) sebelum kamu mengetahui bahwa anjingmulah yang menangkapnya.” Aku bertanya, "Sesungguhnya kami adalah suatu kaum yang biasa berburu dengan memakai anak panah, maka apakah yang dihalalkan bagi kami?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Selagi kamu membacakan nama Allah atasnya dan panahmu menembusnya, maka makanlah.” Segi penyimpulan dalil yang dilakukan oleh mereka ialah bahwa dalam berburu disyaratkan memakai anjing pemburu; hendaknya anjing tidak memakan hasil tangkapannya, hal ini tidak disyaratkan dalam berburu memakai burung elang. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan di antara keduanya dalam masalah hukum. Firman Allah ﷻ: “Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). (Al-Maidah: 4) Membaca bismillah dilakukan sewaktu melepasnya, seperti apa yang dikatakan oleh Nabi ﷺ kepada Addi ibnu Hatim melalui sabdanya, yaitu: “Apabila kamu lepas anjing terlatihmu dan kamu sebut nama Allah, maka makanlan apa yang ditangkapnya untukmu.” Di dalam hadits Abu Sa'labah yang diketengahkan di dalam kitab Shahihain disebutkan pula: “Apabila kamu melepas anjingmu, maka sebutlah nama Allah; dan apabila kamu melepas anak panahmu, sebutlah nama Allah.” Karena itulah sebagian dari para imam seperti Imam Ahmad menurut pendapat yang masyhur darinya mensyaratkan bacaan tasmiyah (bismillah) waktu melepas anjing pemburu dan anak panahnya, berdasarkan ayat dan hadits ini. Pendapat yang sama dikatakan oleh jumhur ulama menurut qaul yang masyhur dari mereka, yaitu makna yang dimaksud dari ayat ini ialah perintah membaca bismillah sewaktu melepasnya. Demikianlah menurut As-Suddi dan lain-lainnya. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya).” (Al-Maidah; 4); Bahwa apabila kamu melepas hewan pemangsamu, ucapkanlah bismillah. Tetapi jika kamu lupa membacanya, maka tidak ada dosa atas dirimu (tidak apa-apa). Sebagian ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari ayat ini ialah perintah membaca bismillah sewaktu hendak makan. Seperti yang disebutkan di dalam hadits Shahihain, bahwa Rasulullah ﷺ mengajari anak tirinya, yaitu Umar ibnu Abu Salamah. Untuk itu beliau ﷺ bersabda: “Sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah (makanan) yang dekat denganmu.” Di dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan: Dari Siti Aisyah r.a bahwa mereka pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada suatu kaum yang baru masuk Islam datang kepada kami dengan membawa dua jenis daging, tanpa kami ketahui apakah mereka menyebut nama Allah (ketika menyembelihnya) atau tidak." Rasulullah ﷺ bersabda: “Sebutlah nama Allah oleh kalian sendiri, lalu makanlah.” Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Badil, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah ﷺ makan bersama enam orang sahabatnya, lalu datanglah seorang Arab Badui yang langsung ikut makan sebanyak dua suap. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya andaikata dia membaca nama Allah, niscaya makanan ini cukup buat kalian. Maka apabila seseorang di antara kalian memakan makanan, hendaklah ia menyebut nama Allah. Jika ia lupa menyebut nama Allah pada permulaannya, hendaklah ia membaca, "Bismillahi awwalahu wa akhirahu" (Dengan menyebut asma Allah pada permulaan dan akhirnya). Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yazid ibnu Harun dengan lafal yang sama. Hadits ini munqathi’' (terputus) antara Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair dan Siti Aisyah, karena sesungguhnya dia belum pernah mendengar dari Siti Aisyah hadits ini. Sebagai buktinya ialah sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Hisyam (yakni Ibnu Abu Abdullah Ad-Dustuwai'), dari Badil, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, bahwa ada seorang wanita dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama Ummu Kalsum, telah menceritakan kepadanya dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah ﷺ makan bersama enam orang sahabatnya. Lalu datanglah seorang Arab Badui yang sedang lapar, maka orang Badui itu langsung ikut makan sebanyak dua suap. Nabi ﷺ bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya andaikata dia menyebut nama Allah, niscaya (makanan ini) cukup bagi kalian. Karena itu, apabila seseorang di antara kalian makan, hendaklah terlebih dahulu menyebut nama Allah. Dan jika ia lupa menyebut-Nya pada permulaan makan, hendaklah ia mengucapkan, "Dengan menyebut nama Allah pada permulaan makan dan akhirnya." Hadits diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan Imam An-An-Nasai melalui berbagai jalur dari Hisyam Ad-Dustuwai' dengan lafal yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Subh, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna ibnu Abdur Rahman Al-Khuza'i yang berguru kepada Wasit. Dia selalu mengucapkan bismillah pada permulaan makan, dan pada akhir suapannya dia mengucapkan “Bismillahi awwalahu wa akhirahu” (Dengan menyebut nama Allah pada permulaan makan dan kesudahannya). Maka aku (Jabir ibnu Subh) bertanya kepadanya, “Sesungguhnya kamu membaca bismillah pada permulaan makanmu, tetapi mengapa engkau sesudah makan mengucapkan kalimat ‘bismillahi awwalahu wa akhirahu’?" Al-Musanna ibnu Abdur Rahman menjawab, "Aku akan menceritakan kepadamu bahwa kakekku (yaitu Umayyah ibnu Makhsyi, salah seorang sahabat Nabi ﷺ) pernah kudengar menceritakan hadits berikut, bahwa ada seorang lelaki sedang makan, ketika itu Nabi ﷺ melihatnya, dan lelaki itu tidak membaca bismillah; hingga pada akhir suapannya dia baru mengucapkan, "Dengan nama Allah pada permulaan makan dan akhirnya.” Maka Nabi ﷺ bersabda: 'Demi Allah, setan masih terus makan bersamanya hingga ia membaca tasmiyah (bismillah), maka tidak ada suatu makanan pun yang ada dalam perut setan melainkan setan memuntahkannya (karena bacaan bismillah itu)'." Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam An-An-Nasai melalui hadits Jabir ibnu Subh Ar-Rasi Abu Bisyr Al-Basri. Ibnu Mu'in menilainya tsiqah, begitu pula Imam An-An-Nasai. Tetapi Abul Fat Al-Azdi mengatakan bahwa hadisnya tidak dapat dijadikan sebagai hujah. Hadits lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Khaisamah, dari Abu Huzaifah yang menurut Abu Abdur Rahman Abdullah ibnu Imam Ahmad disebutkan bahwa Abu Huzaifah ini nama aslinya adalah Salamah ibnul Haisam ibnu Suhaib, salah seorang murid sahabat Ibnu Mas'ud. Ia menceritakan hadits ini dari Huzaifah yang menceritakan, "Kami apabila menghadiri suatu jamuan bersama Nabi ﷺ, kami tidak berani menyentuh makanan terlebih dahulu sebelum Rasulullah ﷺ memulainya. Ketika kami sedang menghadiri suatu jamuan, tiba-tiba datanglah seorang budak wanita, seakan-akan ada yang mendorongnya, lalu budak wanita itu langsung meletakkan tangannya pada jamuan makanan yang ada. Maka Rasulullah ﷺ menahan tangan budak wanita itu. Lalu datang pula seorang Arab Badui, seakan-akan ada yang mendorongnya dan langsung hendak mengambil makanan. Maka Rasulullah ﷺ memegang tangan orang Badui itu, lalu bersabda: “Sesungguhnya setan menghalalkan makanan jika tidak disebutkan nama Allah atasnya, dan sesungguhnya setan datang dengan budak wanita ini untuk menghalalkannya, karena itu aku tahan tangannya. Dan setan datang pula dengan orang Arab Badui ini untuk menghalalkannya, karena itu aku tahan tangannya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya tangan setan itu kupegang dengan tanganku bersama tangan keduanya.” Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan Imam An-An-Nasai melalui hadits Al-A'masy dengan lafal yang sama. Hadits lain. Imam Muslim dan Ahlus Sunan selain Imam At-Tirmidzi meriwayatkan melalui jalur Ibnu Juraij, dari Abuz Zubair, dari Jabir ibnu Abdullah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Apabila seorang lelaki memasuki rumahnya, lalu ia menyebut nama Allah ketika memasukinya, juga ketika hendak makan, maka setan berkata, “Tiada tempat menginap dan tiada makan malam bagi kalian” (ditujukan kepada sesamanya). Tetapi jika seseorang memasuki rumahnya tanpa menyebut nama Allah ketika memasukinya, maka setan berkata (kepada sesamanya), "Kalian telah menjumpai tempat menginap." Dan apabila ia tidak menyebut nama Allah ketika hendak makan, maka setan berkata, "Kalian telah menjumpai tempat menginap dan makan malam." Demikianlah menurut lafal Imam Abu Dawud. Hadits lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbih, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Wahsyi ibnu Harb, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa seorang lelaki bertanya kepada Nabi ﷺ, "Sesungguhnya kami makan, tetapi kami tidak pernah merasa kenyang." Nabi ﷺ bersabda: “Barangkali kalian makan terpisah-pisah (sendiri-sendiri), sekarang berjamaahlah dalam menyantap makanan kalian dan sebutlah nama Allah, niscaya kalian diberkati dalam makanan kalian.” Imam Abu Dawud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui jalur Al-Walid ibnu Muslim.

Al-Ma'idah: 4

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat