Al-Ma'idah: 116

Ayat

Terjemahan Per Kata
وَإِذۡ
dan ketika
قَالَ
berfirman
ٱللَّهُ
Allah
يَٰعِيسَى
Wahai Isa
ٱبۡنَ
putera
مَرۡيَمَ
Maryam
ءَأَنتَ
adakah kamu
قُلۡتَ
kamu mengatakan
لِلنَّاسِ
kepada manusia
ٱتَّخِذُونِي
jadikanlah aku
وَأُمِّيَ
dan ibuku
إِلَٰهَيۡنِ
dua Tuhan
مِن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِۖ
Allah
قَالَ
(Isa) berkata
سُبۡحَٰنَكَ
Maha Suci Engkau
مَا
tidak
يَكُونُ
ada
لِيٓ
bagiku
أَنۡ
bahwa
أَقُولَ
aku mengatakan
مَا
apa
لَيۡسَ
bukan
لِي
bagiku
بِحَقٍّۚ
dengan hak
إِن
jika
كُنتُ
aku adalah
قُلۡتُهُۥ
aku mengatakannya
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
عَلِمۡتَهُۥۚ
Engkau mengetahuinya
تَعۡلَمُ
Engkau mengetahui
مَا
apa
فِي
di dalam
نَفۡسِي
diriku
وَلَآ
dan tidak
أَعۡلَمُ
aku mengetahui
مَا
apa
فِي
di dalam
نَفۡسِكَۚ
diri Engkau
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
أَنتَ
Engkau
عَلَّـٰمُ
Maha Mengetahui
ٱلۡغُيُوبِ
yang gaib

Terjemahan

(Ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa putra Maryam, apakah engkau mengatakan kepada orang-orang, ‘Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?’” Dia (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa pun yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa pun yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa pun yang ada pada diri-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.”

Tafsir

Tafsir Surat Al-Ma'idah: 116-118 Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Wahai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah aku dan ibuku dua Tuhan selain Allah'? Isa menjawab, "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (untuk mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (untuk mengatakannya), yaitu, 'Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian,' dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." Ayat 116 Hal ini pun termasuk khitab Allah yang ditujukan kepada hamba dan rasul-Nya yaitu Isa putra Maryam. Allah berfirman kepadanya di hari kiamat di hadapan orang-orang yang menjadikan dia dan ibunya sebagai dua Tuhan selain Allah, yaitu: “Wahai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua Tuhan selain Allah’?" (Al-Maidah: 116) Di balik kalimat ini terkandung ancaman yang ditujukan kepada orang-orang Nasrani, sekaligus sebagai celaan dan kecaman terhadap mereka di hadapan semua para saksi di hari kiamat. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Qatadah dan yang lainnya. Pengertian ini disimpulkan oleh Qatadah melalui firman selanjutnya: “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.” (Al-Maidah: 119) As-Suddi mengatakan, khitab dan jawaban ini terjadi di dunia. Pendapat ini dibenarkan oleh Ibnu Jarir. Ia mengatakan bahwa hal ini terjadi ketika Allah mengangkatnya ke langit. Imam Ibnu Jarir mengemukakan alasannya untuk memperkuat pendapat tersebut melalui dua segi, yaitu: Pertama, pembicaraan dalam ayat ini memakai bentuk madi (masa lalu). Kedua, firman Allah ﷻ menyebutkan: “Jika Engkau menyiksa mereka.” (Al-Maidah: 118) “Dan jika Engkau mengampuni mereka.” (Al-Maidah: 118) Tetapi kedua alasan tersebut masih perlu dipertimbangkan lagi, mengingat madi menunjukkan pengertian bahwa kejadiannya merupakan suatu kepastian yang telah ditetapkan. “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau.” (Al-Maidah: 118), hingga akhir ayat. Ini merupakan ungkapan pembersihan diri Nabi Isa a.s. terhadap perbuatan mereka dan menyerahkan perkara mereka kepada kehendak Allah ﷻ. Ungkapan dengan bentuk syarat ini tidak memberikan pengertian kepastian akan kejadiannya, seperti juga yang terdapat di dalam ayat-ayat lain yang serupa. Tetapi pendapat yang dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya adalah pendapat yang paling kuat, yaitu yang menyatakan bahwa hal tersebut terjadi pada hari kiamat, dengan makna yang menunjukkan sebagai ancaman kepada orang-orang Nasrani dan kecaman serta celaan bagi mereka di hadapan para saksi di hari tersebut. Pengertian ini telah diriwayatkan oleh sebuah hadits yang berpredikat marfu yaitu diriwayatkan oleh An-Hafidzh Ibnu Asakir di dalam pembahasan autobiografi Abu Abdullah, maula Umar ibnu Abdul Aziz yang dinilai tsiqah (bisa dipercaya). Disebutkan bahwa ia pernah mendengar Abu Burdah menceritakan hadits kepada Umar ibnu Abdul Aziz, dari ayahnya (yaitu Abu Musa Al-Asy'ari) yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Apabila hari kiamat tiba, maka para nabi dipanggil bersama dengan umatnya masing-masing. Kemudian dipanggillah Nabi Isa, lalu Allah mengingatkannya akan nikmat-nikmat yang telah Dia karuniakan kepadanya, dan Nabi Isa mengakuinya." Allah ﷻ berfirman: “Wahai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu.” (Al-Maidah: 110), hingga akhir ayat. Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Wahai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah’?” (Al-Maidah: 116) Isa a.s. mengingkari bahwa dia tidak pernah mengatakan hal tersebut. Kemudian didatangkanlah orang-orang Nasrani, lalu mereka ditanya. Maka mereka mengatakan, "Ya, dialah yang mengajarkan hal tersebut kepada kami." Maka rambut Nabi Isa a.s. menjadi memanjang, sehingga setiap malaikat memegang sehelai rambut kepala dan rambut tubuhnya (karena merinding ketakutan). Lalu mereka didudukkan di hadapan Allah ﷻ dalam jarak seribu tahun perjalanan, hingga hujjah (alasan) mereka ditolak dan diangkatkan bagi mereka salib, kemudian mereka digiring ke dalam neraka. Hadits ini berpredikat gharib lagi 'aziz. Firman Allah ﷻ: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (untuk mengatakannya).” (Al-Maidah: 116) Menurut Ibnu Abu Hatim, jawaban ini merupakan jawaban yang sempurna, mengandung etika yang tinggi. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari Tawus, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Nabi Isa mengemukakan hujjahnya, dan Allah ﷻ menerimanya, yaitu dalam firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, ‘Wahai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua Tuhan selain Allah'?” (Al-Maidah: 116) Abu Hurairah menceritakan dari Nabi ﷺ bahwa setelah itu Allah mengajarkan hujjah (alasan) itu kepada Isa. “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (untuk mengatakannya).” (Al-Maidah: 116), hingga akhir ayat. Hal ini telah diriwayatkan pula oleh Ats-Tsauri, dari Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari Tawus dengan lafal yang serupa. Firman Allah ﷻ: “Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahui.” (Al-Maidah: 116) Yakni jika hal ini pernah aku lakukan, maka sesungguhnya Engkau telah mengetahuinya, wahai Tuhanku. Karena sesungguhnya tidak ada sesuatu pun dari apa yang kukatakan samar bagi-Mu. Aku tidak pernah mengatakan hal itu, tidak pernah berniat untuk mengatakannya, tidak pula pernah tebersit dalam hatiku. Ayat 117 Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan: “Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (untuk mengatakan)nya.” (Al-Maidah: 116-117) Yakni yang diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikannya kepada mereka. “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian!” (Al-Maidah: 117) Yakni tidak sekali-kali aku seru mereka melainkan seperti apa yang Engkau perintahkan kepadaku untuk menyampaikannya kepada mereka, yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian.” (Al-Maidah: 117) Yakni itulah yang aku katakan kepada mereka. Firman Allah ﷻ: “Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka.” (Al-Maidah: 117) Yakni aku dapat menyaksikan semua amal perbuatan mereka selama aku berada bersama-sama mereka. “Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (Al-Maidah: 117) Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pergi bersama Sufyan Ats-Tsauri menuju tempat Al-Mugirah ibnun Nu'man, lalu Al-Mugirah mendiktekan kepada Sufyan yang ditemani olehku. Setelah Al-Mugirah pergi, aku menyalinnya dari Sufyan. Ternyata di dalamnya disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan hadits berikut dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ berdiri di hadapan kami untuk mengemukakan suatu petuah dan nasihat. Beliau bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian kelak akan dihimpunkan oleh Allah ﷻ dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang lagi belum dikhitan. ‘Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya.’ (Al-Anbiya: 104) Dan sesungguhnya manusia yang mula-mula diberi pakaian kelak di hari kiamat ialah Nabi Ibrahim. Ingatlah, sesungguhnya kelak akan didatangkan banyak orang laki-laki dari kalangan umatku, lalu mereka digiring ke sebelah kiri, maka aku berkata, ‘Sahabat-sahabatku!’ Tetapi dijawab, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang dibuat-buat oleh mereka sesudahmu.’ Maka aku katakan seperti apa yang dikatakan oleh seorang hamba yang saleh, yaitu: ‘Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’ (Al-Maidah: 117-118) Maka dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka terus-menerus dalam keadaan mundur ke belakang mereka sejak engkau berpisah dengan mereka’.” Imam Bukhari telah meriwayatkannya ketika membahas tafsir ayat ini, dari Abul Walid, dari Syu'bah; dan dari Ibnu Kasir, dari Sufyan Ats-Tsauri. Kedua-duanya dari Al-Mugirah ibnu Nu'man dengan lafal yang sama. Ayat 118 Firman Allah ﷻ: “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Maidah: 118) Kalimat ini mengandung makna mengembalikan segala sesuatunya kepada kehendak Allah ﷻ, karena sesungguhnya Allah Maha Memperbuat segala sesuatu yang dikehendaki-Nya; Dia tidak ada yang mempertanyakan apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka akan dimintai pertanggungjawabannya. Kalimat ini pun merupakan pembersihan diri terhadap perbuatan orang-orang Nasrani yang berani berdusta kepada Allah dan rasul-Nya serta berani menjadikan bagi Allah tandingan dan istri serta anak. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Ayat ini mempunyai makna yang sangat penting dan merupakan suatu berita yang menakjubkan. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi ﷺ membacanya di malam hari hingga subuh, yakni dengan mengulang-ulang bacaan ayat ini. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepadaku Fulait Al-Amiri, dari Jisrah Al-Amiriyah, dari Abu Dzar yang menceritakan bahwa di suatu malam Nabi ﷺ melakukan shalat, lalu beliau membaca sebuah ayat yang hingga subuh beliau tetap membacanya dalam rukuk dan sujudnya, yaitu firman-Nya: “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Maidah: 118) Ketika waktu subuh Abu Hurairah bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau terus-menerus membaca ayat ini hingga subuh, sedangkan engkau tetap membacanya dalam rukuk dan sujudmu?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku syafaat bagi umatku, maka Dia memberikannya kepadaku; dan syafaat itu dapat diperoleh Insya Allah oleh orang yang tidak pernah mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun (dari kalangan umatku).” Jalur lain dan konteks lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Qudamah ibnu Abdullah, telah menceritakan kepadaku Jisrah binti Dajjajah, bahwa ia berangkat menunaikan ibadah umrahnya. Ketika sampai di Ar-Rabzah, ia mendengar Abu Dzar menceritakan hadits berikut, bahwa di suatu malam Rasulullah ﷺ bangkit untuk melakukan shalat Isya, maka beliau shalat bersama para sahabat. Setelah itu banyak orang dari kalangan sahabat beliau mundur untuk melakukan shalat (sunat). Ketika Nabi ﷺ melihat mereka melakukan shalat setelah mundur dari tempat itu, maka Nabi ﷺ pergi ke tempat kemahnya. Setelah Nabi ﷺ melihat bahwa kaum telah mengosongkan tempat itu, maka beliau ﷺ kembali ke tempatnya semula, lalu melakukan shalat (sunat). Kemudian aku (Abu Dzar) datang dan berdiri di belakang beliau, maka beliau berisyarat kepadaku dengan tangan kanannya, maka aku berdiri di sebelah kanan beliau. Kemudian datanglah Ibnu Mas'ud yang langsung berdiri di belakangku dan di belakang beliau, tetapi Nabi ﷺ berisyarat kepadanya dengan tangan kirinya, maka Ibnu Mas'ud berdiri di sebelah kiri beliau. Maka kami bertiga berdiri melakukan shalat, masing-masing melakukan shalat sendirian, dan kami membaca sebagian dari Al-Qur'an sebanyak apa yang dikehendaki oleh Allah. Sedangkan Nabi ﷺ hanya membaca sebuah ayat Al-Qur'an yang beliau ulang-ulang bacaannya hingga sampai di penghujung malam. Setelah kami menunaikan shalat Subuh, aku berisyarat kepada Abdullah ibnu Mas'ud, meminta kepadanya untuk menanyakan apa yang telah diperbuat oleh Nabi ﷺ tadi malam. Maka Ibnu Mas'ud menjawab dengan isyarat tangannya, bahwa dia tidak mau menanyakan sesuatu pun kepada Nabi ﷺ hingga Nabi ﷺ sendirilah yang akan memberitahukannya kepada dia. Maka aku (Abu Dzar) bertanya, "Demi ayah dan ibuku, engkau telah membaca suatu ayat dari Al-Qur'an, padahal Al-Qur'an seluruhnya telah ada padamu. Seandainya hal itu dilakukan oleh seseorang dari kalangan kami, niscaya kami akan menjumpainya (mudah melakukannya)." Nabi ﷺ bersabda, "Aku berdoa untuk umatku." Aku bertanya, "Lalu apakah yang engkau peroleh atau apakah jawaban-Nya kepadamu?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku mendapat jawaban (dari Allah) yang seandainya hal ini diperlihatkan kepada kebanyakan dari mereka sekali lihat, niscaya mereka akan meninggalkan shalat.” Aku bertanya, "Bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?" Nabi ﷺ bersabda, "Tentu saja boleh." Maka aku pergi seraya merunduk sejauh lemparan sebuah batu (untuk mengumumkan kepada orang-orang). Tetapi Umar berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya jika engkau menyuruh orang ini untuk menyampaikannya kepada orang banyak, niscaya mereka akan enggan melakukan ibadah." Maka Nabi ﷺ memanggilku kembali, lalu aku kembali (tidak jadi mengumumkannya). Ayat tersebut adalah firman Allah ﷻ: “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Maidah: 118) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris; Bakr ibnu Wadah pernah menceritakan kepadanya hadits berikut dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abdullah ibnu Amr bin As, bahwa Nabi ﷺ membaca perkataan Nabi Isa yang disebutkan oleh firman-Nya: “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Maidah: 118) Lalu beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa, "Ya Allah, selamatkanlah umatku," kemudian beliau menangis. Maka Allah berfirman, "Wahai Jibril, pergilah kepada Muhammad dan Tuhanmu lebih mengetahui dan tanyakanlah kepadanya apa yang menyebabkan dia menangis." Malaikat Jibril datang menemui Nabi ﷺ dan bertanya kepadanya. Maka Rasulullah ﷺ menceritakan apa yang telah diucapkannya padahal Allah lebih mengetahui tentang itu. Allah berfirman, "Wahai Jibril, pergilah kepada Muhammad dan katakanlah (kepadanya) bahwa sesungguhnya Kami akan membuatnya sukacita tentang nasib umatnya, dan Kami tidak akan membuatnya bersedih hati." Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hubairah; ia pernah mendengar Abu Tamim Al-Jaisyani mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Sa'id ibnu Musayyab; ia pernah mendengar Huzaifah ibnul Yaman menceritakan hadits berikut: Pada suatu hari Rasulullah ﷺ tidak menampakkan dirinya kepada kami. Beliau tidak keluar, hingga kami menduga bahwa beliau ﷺ tidak akan keluar hari itu. Dan ketika beliau keluar, maka beliau langsung melakukan sujud sekali sujud (dalam waktu yang lama) sehingga kami menduga bahwa roh beliau dicabut dalam sujudnya itu. Setelah mengangkat kepalanya (dari sujud), beliau bersabda: “Sesungguhnya Tuhanku telah meminta pendapatku sehubungan dengan umatku, yakni apakah yang akan dilakukan-Nya terhadap mereka? Maka aku menjawab, “Ya Tuhanku, terserah kepada-Mu, mereka adalah makhluk dan hamba-hamba-Mu. Allah meminta pendapatku kedua kalinya, dan aku katakan kepada-Nya hal yang sama.” Maka Allah berfirman kepadaku, "Aku tidak akan mengecewakanmu sehubungan dengan umatmu, wahai Muhammad.” Dan Allah memberi kabar gembira kepadaku bahwa orang yang mula-mula masuk surga dari kalangan umatku bersama-sama denganku adalah tujuh puluh ribu orang, dan setiap seribu orang (dari mereka) ditemani oleh tujuh puluh ribu orang, mereka semuanya tidak terkena hisab. Kemudian Allah mengirimkan utusan kepadaku untuk menyampaikan firman-Nya, "Berdoalah, niscaya kamu diperkenankan; dan mintalah, niscaya diberi.” Maka kukatakan kepada utusanNya (yakni Malaikat Jibril), "Apakah Tuhanku akan memberi permintaanku? Ia menjawab, "Tidak sekali-kali Dia mengutusku kepadamu melainkan untuk memberimu.” Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku tanpa membanggakan diri dan telah memberikan ampunan bagiku atas semua dosaku yang terdahulu dan yang kemudian, sedangkan aku masih berjalan dalam keadaan hidup dan sehat. Dan Dia memberiku, bahwa umatku tidak akan kelaparan dan tidak akan terkalahkan. Dia memberiku Al-Kautsar, yaitu sebuah sungai di dalam surga yang mengalir ke telagaku. Dia memberiku kejayaan, pertolongan, dan rasa takut (mencekam musuh-musuhku yang) berada di hadapan umatku dalam jarak perjalanan satu bulan. Dia memberiku bahwa aku adalah nabi yang mula-mula masuk surga. Dan Dia menghalalkan bagiku dan bagi umatku ganimah (rampasan perang), serta Dia telah menghalalkan bagi kami banyak hal yang dilarang keras atas umat-umat sebelumku, dan Dia tidak menjadikan suatu kesempitan pun bagi kami dalam agama.”

Al-Ma'idah: 116

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat