An-Nisa': 98

Ayat

Terjemahan Per Kata
إِلَّا
kecuali
ٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ
orang-orang yang tertindas
مِنَ
dari
ٱلرِّجَالِ
laki-laki
وَٱلنِّسَآءِ
dan perempuan
وَٱلۡوِلۡدَٰنِ
dan anak-anak
لَا
tidak
يَسۡتَطِيعُونَ
mereka mampu/kuasa
حِيلَةٗ
daya upaya
وَلَا
dan tidak
يَهۡتَدُونَ
mereka mendapat petunjuk
سَبِيلٗا
jalan

Terjemahan

Kecuali, mereka yang tertindas dari (kalangan) laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah).

Tafsir

Tafsir Surat An-Nisa': 97-100 Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menzalimi diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimanakah kalian ini?" Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kalian dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali, Kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hij'rah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ayat 97 Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah dan lainnya; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman Abul Aswad yang menceritakan, "Telah diputuskan untuk mengirimkan suatu pasukan kepada penduduk Madinah, lalu aku mendaftarkan diri pada pasukan itu. Aku berjumpa dengan Ikrimah maula Ibnu Abbas, lalu aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Dia melarangku melakukan hal tersebut dengan larangan yang keras. Lalu ia berkata, 'Telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa dahulu ada sejumlah kaum muslim bersama-sama kaum musyrik memperkuat pasukan mereka di masa Rasulullah ﷺ. Maka ada anak panah yang meluncur dan mengenai seseorang dari kaum muslim yang bergabung dengan pasukan kaum musyrik itu, lalu ia mati terbunuh, atau terpukul lehernya oleh pedang hingga mati.' Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: 'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menzalimi diri sendiri'." (An-Nisa: 97) Al-Al-Laits meriwayatkannya melalui Abul Aswad. Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (yakni Az-Zubairi), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syarik Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa dahulu ada suatu kaum dari kalangan penduduk Mekah, mereka menyembunyikan keislamannya. Tetapi kaum musyrik memaksa mereka berangkat berperang dalam Perang Badar bersama-sama mereka, lalu ada sebagian dari mereka yang gugur. Maka orang-orang muslim berkata. "Mereka yang gugur di antaranya terdapat sahabat-sahabat kita, yaitu kaum muslim; mereka dipaksa mengikuti perang." Akhirnya mereka memintakan ampun buat mereka yang gugur. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menzalimi diri sendiri.” (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu dikirimkan surat kepada orang-orang muslim yang tersisa berisikan ayat ini, dan dikatakan kepada mereka bahwa tiada uzur yang dapat diterima dari mereka." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Kemudian kaum muslim yang tersisa (di Mekah) itu keluar, tetapi mereka dikejar oleh kaum musyrik, lalu kaum musyrik memberi mereka perlindungan. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Di antara manusia ada yang mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah'." (Al-Baqarah: 8) hingga akhir ayat. Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah pemuda dari kalangan kabilah Quraisy yang mengakui dirinya telah masuk Islam di Mekah, antara lain ialah Ali ibnu Umayyah ibnu Khalaf, Abu Qais ibnul Walid ibnul Mugirah, Abu Mansur ibnul Hajjaj, dan Al-Haris ibnu Zam'ah. Adh-Dhahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang dari kaum munafik yang tidak ikut berperang bersama Rasulullah ﷺ di Mekah, tetapi mereka keluar bersama-sama pasukan kaum musyrik dan memihak kepada mereka dalam Perang Badar, lalu di antara mereka ada yang mati dalam peperangan tersebut. Maka turunlah ayat yang mulia ini, yang maknanya umum mencakup semua orang yang bermukim di tengah-tengah kaum musyrik, padahal mereka mampu melakukan hijrah, namun mereka tidak dapat menegakkan agamanya; maka dia adalah orang yang menzalimi dirinya sendiri dan dinilai sebagai orang yang berbuat dosa besar menurut kesepakatan umat dan menurut nas ayat ini, karena Allah ﷻ telah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menzalimi diri sendiri.” (An-Nisa: 97) Yakni karena ia tidak mau berhijrah ke Madinah. “(Kepada mereka) malaikat berkata, ‘Dalam keadaan bagaimanakah kalian ini?’." (An-Nisa: 97) Dengan kata lain, mengapa kalian tinggal di Mekah dan tidak mau hijrah ke Madinah? “Mereka menjawab, ‘Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah) ini’.” (An-Nisa: 97) Maksudnya, kami tidak mampu keluar meninggalkan negeri ini, tidak mampu pula bepergian keluar meninggalkannya. “Para malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas?’." (An-Nisa: 97) hingga akhir ayat. Imam Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Daud ibnu Sufyan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Hissan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Musa (yaitu Abu Dawud), telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sa'd ibnu Samurah ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Habib ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Sulaiman ibnu Samurah, dari Samurah ibnu Jundub: Amma Ba'du, Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang bergabung dengan orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka sesungguhnya ia sama dengannya.” As-Suddi mengatakan, "Tatkala Al-Abbas, Uqail, dan Naufal ditawan, maka Rasulullah ﷺ berkata kepada Al-Abbas: 'Tebuslah dirimu dan anak saudaramu!' Al-Abbas berkata, 'Wahai Rasulullah, bukankah kami shalat menghadap ke kiblatmu dan mengucapkan syahadatmu?' Rasulullah ﷺ bersabda: 'Wahai Abbas, sesungguhnya kalian melawan, maka kalian dilawan.' Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan kepadanya ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Bukankah bumi Allah itu luas?'.” (An-Nisa: 97) hingga akhir ayat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Ayat 98 Firman Allah ﷻ: “Kecuali mereka yang tertindas.” (An-Nisa: 98) hingga akhir ayat. Hal ini merupakan pemaafan dari Allah ﷻ bagi mereka dalam meninggalkan hijrah. Itu karena mereka tidak mampu melepaskan dirinya dari tangan kekuasaan kaum musyrik. Seandainya mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan apa yang mereka ketahui, niscaya mereka akan menempuh jalan untuk hijrah. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: “Yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah).” (An-Nisa: 98) Menurut Mujahid, Ikrimah, dan As-Suddi, yang dimaksud dengan sabil dalam ayat ini ialah jalan untuk hijrah. Ayat 99 Firman Allah ﷻ: “Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya.” (An-Nisa: 99) Allah memaafkan ketidakikutan mereka dalam berhijrah, dan mudah-mudahan yang datang dari Allah berarti suatu kepastian, yakni mereka pasti dimaafkan oleh-Nya. “Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (An-Nisa: 99) Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Yahya, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ sedang melakukan shalat Isya dan sesudah membaca: "Semoga Allah memperkenankan orang yang memuji-Nya," tiba-tiba beliau mengucapkan doa berikut sebelum sujud, yaitu: "Ya Allah, selamatkanlah Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah. Ya Allah, selamatkanlah Salamah ibnu Hisyam. Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid ibnul Walid. Ya Allah, selamatkanlah orang-orang yang tertindas dari kalangan kaum mukmin (di Mekah). Ya Allah, keraskanlah pembalasan-Mu terhadap Mudar. Ya Allah, jadikanlah kepada mereka (timpakanlah kepada mereka) musim paceklik sebagaimana musim paceklik Nabi Yusuf." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar Al-Muqri, telah menceritakan kepadaku Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ mengangkat tangannya sesudah salam dari shalatnya seraya menghadap ke arah kiblat, lalu berdoa: “Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid ibnul Walid, Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, Salamah ibnu Hisyam, dan orang-orang yang tertindas dari kaum muslim yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan hijrah dari tangan orang-orang kafir.” Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajaj, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ali ibnu Zaid, dari Abdullah atau Ibrahim ibnu Abdullah Al-Qurasyi, dari Abu Hurairah, bahwa dahulu Rasulullah ﷺ acapkali membaca doa berikut sesudah shalat Zuhur, yaitu: “Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid, Salamah ibnu Hisyam, Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, dan orang-orang muslim yang tertindas dari tangan kekuasaan orang-orang musyrik. Mereka yang tertindas itu tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah.” Hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang memperkuatnya di dalam kitab sahih yang diriwayatkan melalui jalur lain, seperti yang disebutkan di atas. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Uyaynah, dari Ubaidillah ibnu Abu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, "Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang tertindas dari kalangan kaum wanita dan anak-anak." Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Kecuali mereka yang tertindas.” (An-Nisa: 98) Ibnu Abbas mengatakan, "Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang dimaafkan oleh Allah ﷻ" Ayat 100 Firman Allah ﷻ: “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (An-Nisa: 100) Ayat ini menganjurkan untuk berhijrah dan memberikan semangat untuk memisahkan diri dari orang-orang musyrik, bahwa ke mana pun orang mukmin pergi, niscaya ia dapat menemui tempat berlindung dan penghidupan yang menaunginya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa al-muragham ialah berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Hal yang sama dikatakan pula oleh riwayat yang bersumber dari Adh-Dhahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Sauri. Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Tempat hijrah yang banyak.” (An-Nisa: 100) Yaitu tempat untuk menyingkir dari hal-hal yang tidak disukai. Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Tempat hijrah yang luas.” (An-Nisa: 100) Yakni benteng-benteng perlindungan. Makna lahiriah muragham, hanya Allah yang lebih mengetahui, ialah tempat yang kokoh untuk menyelamatkan diri dan membuat musuh-musuh tidak dapat berkutik. Firman Allah ﷻ: “Dan rezeki yang banyak.” (An-Nisa: 100) Yaitu rezeki yang berlimpah. Banyak ulama antara lain ialah Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (An-Nisa: 100) yang menyelamatkannya dari kesesatan menuju jalan hidayah, dan menyelamatkannya dari kemiskinan kepada kecukupan. Firman Allah ﷻ: “Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.” (An-Nisa: 100) Dengan kata lain, barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan niat untuk berhijrah, lalu di tengah jalan ia meninggal dunia, maka ia telah memperoleh pahalanya di sisi Allah, yaitu pahala orang yang berhijrah. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain dan lain-lainnya baik kitab sahih ataupun kitab musnad atau kitab sunnah melalui jalur Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari, dari Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi dari Alqamah ibnu Abu Waqqas Al-Laisi, dari Umar ibnul Khattab yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya semua amal perbuatan itu tergantung niat masing-masing, dan sesungguhnya masing-masing orang itu hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Maka barang siapa yang hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya untuk dunia, niscaya dia akan memperolehnya; atau untuk wanita, niscaya ia memperolehnya.” Maka (pahala) hijrah seseorang itu tergantung kepada apa yang diniatkannya sejak semula. Hadis ini umum pengertiannya menyangkut masalah hijrah dan semua amal perbuatan. Hadis lainnya ialah yang disebut di dalam kitab Sahihain, menceritakan seorang lelaki (dari kaum Bani Israil) yang membunuh sembilan puluh sembilan orang, kemudian melengkapi pembunuhannya dengan orang yang keseratus, yaitu seorang ahli ibadah (karena ketika ia bertanya tentang jalan tobat, maka si ahli ibadah mengatakan bahwa pintu tobat telah tertutup baginya). Kemudian ia bertanya kepada seorang alim, "Apakah masih ada tobat bagiku?" Orang alim menjawab, "Tiada yang menghalang-halangi antara kamu dan tobat," hal ini diungkapkannya dengan nada balik bertanya. Kemudian orang alim itu menyarankan agar ia berpindah tempat dari negerinya menuju negeri lain yang di negeri tersebut penduduknya menyembah Allah. Ketika lelaki itu berangkat meninggalkan negerinya untuk berhijrah ke negeri lain tersebut, di tengah jalan kematian menimpanya. Maka berselisih pendapatlah malaikat rahmat dan malaikat azab. Para malaikat rahmat mengatakan bahwa lelaki ini datang untuk bertobat, sedangkan para malaikat azab mengatakan bahwa ia masih belum sampai ke negeri yang dituju. Akhirnya mereka diperintahkan untuk mengukur jarak di antara kedua tempat tersebut; mana yang lebih dekat dari lelaki itu, maka ia termasuk penghuninya. Maka Allah memerintahkan kepada bumi yang menuju ke negeri yang saleh agar mendekat, dan memerintahkan kepada bumi yang jahat (penduduknya) agar menjauh dari jenazah lelaki itu. Akhirnya para malaikat menemukan bahwa jenazah lelaki itu lebih dekat satu jengkal ke negeri yang menjadi tujuan hijrahnya, kemudian ia dibawa oleh malaikat rahmat. Menurut riwayat yang lain, ketika maut datang menjemputnya, ia sempat membalikkan badannya ke arah negeri yang menjadi tujuan hijrahnya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Atik, dari ayahnya (yaitu Abdullah ibnu Atiq) yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang keluar untuk berjihad di jalan Allah, kemudian ia bertanya, ‘Di manakah orang-orang yang berjihad di jalan Allah?’ lalu dia terjungkal dari kendaraannya kemudian meninggal dunia, maka sungguh pahalanya telah ditetapkan Allah; atau ia disengat hewan berbisa, lalu mati, maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah; atau ia mati dengan sendirinya, maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Yang dimaksud dengan hatfa anfihi ialah meninggal dunia di atas peraduannya. Abdullah ibnu Atik mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya ini benar-benar suatu kalimat yang pernah aku dengar dari seseorang Badui sebelum Rasulullah ﷺ mengatakan, 'Barang siapa yang mati secara cepat, maka sungguh surga ditetapkan baginya’." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdul Malik ibnu Syaiban Al-Khuzami, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnul Mugirah Al-Khuzami, dari Al-Munzir ibnu Abdullah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, bahwa Az-Zubair ibnul Awwam pernah menceritakan, bahwa Khalid ibnu Hizam berhijrah ke negeri Habsyah, tetapi di tengah jalan ia digigit ular beracun hingga meninggal dunia, maka turunlah ayat berikut sehubungan dengannya, yaitu firman-Nya: “Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa: 100) Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa pasti akan kedatangannya dan menunggu-nunggunya, sedangkan aku telah berada di negeri Habsyah. Tiada sesuatu pun yang lebih menyedihkan diriku ketika berita kematiannya sampai kepadaku. Karena sesungguhnya tidak ada seorang pun yang hijrah dari kalangan kabilah Quraisy, melainkan ia ditemani oleh seseorang dari keluarganya atau kaum kerabatnya. Sedangkan aku tidak mempunyai seorang teman pun dari kalangan Bani Asad ibnu Abdul Uzza (selain dia) dan aku tidak mengharapkan selainnya." Atsar ini gharib (aneh) sekali, karena kisah ini adalah Makkiyah, sedangkan turunnya ayat ini adalah Madaniyah. Barangkali dia bermaksud bahwa hukum ayat ini umum mencakup hal yang lainnya juga, sekalipun asbabun nuzulnya bukan berlatar belakang kisah ini. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud maula Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Asy'as (yaitu Ibnu Siwar), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Damrah ibnu Jundub keluar dengan maksud berhijrah kepada Rasulullah ﷺ, tetapi ia meninggal dunia di tengah jalan sebelum sampai kepada Rasulullah ﷺ. Maka turunlah firman-Nya: “Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya.” (An-Nisa: 100), hingga akhir ayat. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Damrah ibnul Ais Az-Zurqi yang sedang sakit matanya; ketika itu ia masih di Mekah. Ketika turun ayat berikut, yakni firman-Nya: “Kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak berdaya.” (An-Nisa: 98) Maka ia berkata, "Aku adalah orang yang kaya, dan sesungguhnya aku mampu berhijrah." Lalu ia bersiap-siap dengan maksud hendak pergi berhijrah kepada Nabi ﷺ. Tetapi baru saja sampai di Tan'im, ia meninggal dunia. Maka turunlah firman-Nya: “Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud).” (An-Nisa: 100) hingga akhir ayat. Imam Ath-Thabarani mengatakan: telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arubah Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih Al-Himsy, telah menceritakaa kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Sauban, dari ayahnya, telah menceritakan kepada kami Makhul, dari Abdur Rahman ibnu Ganam Al-Asy'ari, telah menceritakan kepada kami Abu Malik yang mengatakan, "Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya Allah telah berfirman bahwa barang siapa berangkat untuk berjuang di jalan-Ku, berperang untuk memperoleh rida-Ku, dan membenarkan janji-Ku serta iman kepada rasul-rasul-Ku, maka dia berada di dalam jaminan Allah. Adakalanya Allah mewafatkannya di dalam pasukan itu, maka Allah memasukkannya ke dalam surga. Dan adakalanya dia kembali dalam jaminan Allah, sekalipun ia mencari budak, maka Kami memberinya, hingga Allah mengembalikannya kepada keluarganya bersama dengan apa yang diperolehnya berupa pahala atau ghanimah. Dan ia telah memperoleh sebagian dari karunia Allah, lalu mati, atau terbunuh, atau ditendang oleh kudanya atau oleh untanya atau disengat oleh serangga atau mati di atas peraduannya dengan kematian apa pun yang dikehendaki oleh Allah, maka dia adalah orang yang mati syahid'." Imam Abu Dawud meriwayatkannya melalui hadits Baqiyyah mulai dari "sebagian dari karunia Allah" hingga akhir hadits, dan ia menambahkan sesudah kalimat, fahuwa syahidun (maka dia adalah mati syahid), yaitu: "Dan sesungguhnya dia dimasukkan ke dalam surga." Al-Hafidzh Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Humaid ibnu Abu Humaid, dari ‘Atha’ ibnu Yazid Al-Laisi, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Barang siapa yang berangkat haji, lalu ia meninggal dunia (sebelum sampai ke tujuannya), maka dicatatkan baginya pahala haji sampai hari kiamat. Dan barang siapa yang berangkat umrah, lalu ia meninggal dunia (di tengah jalan), maka dicatatkan baginya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barang siapa yang berangkat berjihad di jalan Allah, lalu ia mati (di tengah jalan), maka dicatatkan baginya pahala orang yang berjihad sampai hari kiamat.” Bila ditinjau dari segi sanadnya, hadits ini gharib (asing).

An-Nisa': 98

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat