An-Nisa': 165

Ayat

Terjemahan Per Kata
رُّسُلٗا
Rasul-Rasul
مُّبَشِّرِينَ
pembawa berita gembira
وَمُنذِرِينَ
dan pemberi peringatan
لِئَلَّا
supaya tidak
يَكُونَ
ada
لِلنَّاسِ
bagi manusia
عَلَى
atas
ٱللَّهِ
Allah
حُجَّةُۢ
alasan
بَعۡدَ
sesudah
ٱلرُّسُلِۚ
Rasul-Rasul
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
عَزِيزًا
Maha Perkasa
حَكِيمٗا
Maha Bijaksana

Terjemahan

(Kami mengutus) rasul-rasul sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu (diutus). Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Tafsir

Tafsir Surat An-Nisa': 163-165 Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya; Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Kitab Zabur kepada Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung. (Mereka Kami utus) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan supaya tidak ada lagi alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Ayat 163 Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Sakan dan Addi ibnu Zaid bertanya, "Wahai Muhammad, kami tidak mengetahui bahwa Allah menurunkan suatu kitab kepada manusia sesudah Musa." Maka Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan ucapan kedua orang Yahudi itu, yaitu firman-Nya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya.” (An-Nisa: 163) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang menceritakan bahwa Allah menurunkan firman-Nya: “Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit.” (An-Nisa: 153) sampai dengan firman-Nya: “Dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kebohongan besar (zina).” (An-Nisa: 156) Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi melanjutkan kisahnya, bahwa ketika Nabi ﷺ membacakan ayat-ayat tersebut kepada mereka (orang-orang Yahudi) dan memberitahukan kepada mereka perihal sepak terjang mereka yang jahat itu, maka mereka mengingkari semua kitab yang diturunkan oleh Allah, lalu mengatakan, "Allah sama sekali tidak pernah menurunkan sesuatu pun kepada manusia, baik Musa, atau Isa, ataupun nabi lainnya." Maka Nabi ﷺ berdiri, kemudian bersabda, "Juga tidak kepada seorang pun?" Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata, ‘Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia’." (Al-An'am: 91) Akan tetapi, apa yang diceritakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi ini masih perlu dipertimbangkan lagi. Karena sesungguhnya ayat dalam surat Al-An'am ini adalah Makkiyyah, sedangkan ayat yang ada di dalam surat An-Nisa adalah Madaniyyah, merupakan bantahan terhadap mereka ketika mereka meminta kepada Nabi ﷺ agar menurunkan sebuah kitab dari langit. Maka Allah ﷻ berfirman: “Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa sesuatu yang lebih dahsyat dari itu.” (An-Nisa: 153) Selanjutnya Allah menyebutkan perbuatan-perbuatan mereka yang memalukan dan penuh dengan keaiban, serta apa yang telah mereka lakukan di masa silam dan masa sekarang, yaitu berupa kebohongan. Lalu Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia telah menurunkan wahyu kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad ﷺ, sebagaimana Dia telah menurunkan wahyu kepada nabi-nabi terdahulu. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya.” (An-Nisa: 163) sampai dengan firman-Nya: “Dan Kami berikan Kitab Zabur kepada Daud.” (An-Nisa: 163) Zabur adalah nama kitab yang diturunkan oleh Allah ﷻ kepada Nabi Daud a.s. Kami akan menguraikan riwayat masing-masing nabi tersebut pada kisah-kisah mereka dalam surat Al-Anbiya, insya Allah; hanya kepada Allah kami percaya dan berserah diri. Ayat 164 Firman Allah ﷻ: “Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.” (An-Nisa: 164) Yakni sebelum ayat ini, dalam surat-surat Makkiyah dan lain-lainnya. Berikut ini adalah nama para nabi yang disebut oleh Allah ﷻ di dalam Al-Qur'an, yaitu: 1. Adam 2. Idris 3. Nuh 4. Hud 5. Saleh 6. Ibrahim 7. Luth 8. Ismail 9. Ishaq 10. Ya'qub 11. Yusuf 12. Ayyub 13. Syu'aib 14. Musa 15. Harun 16. Yunus 17. Daud 18. Sulaiman 19. Ilyas 20. Ilyasa' 21. Zakaria 22. Yahya 23. Isa 24. ZulKifli menurut kebanyakan ulama tafsir 25. Penghulu mereka semuanya, yaitu Nabi Muhammad ﷺ. Firman Allah ﷻ: “Dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.” (An-Nisa: 164) Sejumlah nabi lainnya yang cukup banyak tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah para nabi dan para rasul. Hal yang terkenal sehubungan dengan masalah ini adalah hadits Abu Dzar yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih di dalam kitab tafsirnya. Ibnu Mardawaih mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan dan Al-Husain ibnu Abdullah ibnu Yazid; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hisyam ibnu Yahya Al-Gassani, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Dzar yang menceritakan hadits berikut: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para nabi itu?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Seratus dua puluh empat ribu orang nabi." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah yang menjadi rasul dari kalangan mereka?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tiga ratus tiga belas orang rasul, jumlah yang cukup banyak." Aku bertanya, "Siapakah rasul yang paling pertama itu?" Nabi ﷺ menjawab, "Adam." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah dia nabi yang jadi rasul?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya, Allah menciptakannya secara langsung dengan tangan kekuasaan-Nya, kemudian meniupkan ke dalam tubuh Adam sebagian dari roh (ciptaan)-Nya setelah bentuknya sempurna." Selanjutnya Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai Abu Dzar, empat orang (dari mereka) adalah orang-orang Suryani, yaitu Adam, Syis, Nuh, dan Khunu', yakni Idris yang merupakan orang yang mula-mula menulis dengan qalam (pena). Dan empat orang rasul dari Arab, yaitu Hud, Saleh, Syu'aib, dan Nabimu, wahai Abu Dzar. Mula-mula nabi dari kalangan Bani Israil adalah Musa, dan yang terakhir adalah Isa. Mula-mula nabi adalah Adam, dan yang terakhir dari mereka adalah Nabimu.” Hadits ini secara lengkap diriwayatkan pula oleh Abu Hatim ibnu Hibban Al-Basti di dalam kitabnya yang berjudul Al-Anwa' wal Taqasim, ia menilainya berpredikat shahih. Tetapi Abul Faraj ibnul Jauzi berbeda dengannya, ia menyebutkan hadits ini di dalam kitabnya yang berjudul Al-Maudu'at (Hadits-Hadits Buatan), dan ia mencurigainya sebagai buatan Ibrahim ibnu Hisyam. Ibrahim ibnu Hisyam ini tidak diragukan lagi menjadi pembahasan bagi para Imam ahli Jarh Wat Ta'dil karena hadisnya ini. Akan tetapi, hadits ini telah diriwayatkan melalui jalur lain dari sahabat lainnya. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan hadits berikut: Aku bertanya, "Wahai Nabi Allah, berapakah jumlah para nabi itu?" Nabi ﷺ menjawab, "Seratus dua puluh empat ribu orang, dari jumlah itu ada tiga ratus lima belas orang (rasul). Jumlah yang cukup banyak." Ma'an ibnu Rifa'ah As-Salami orangnya dha’if, Ali ibnu Yazid orangnya dha’if pula; begitu pula Al-Qasim Abu Abdur Rahman, orangnya pun dha’if, Al-Hafidzh Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq Abu Abdullah Al-Jauhari Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah mengutus delapan ribu nabi; empat ribu orang kepada kaum Bani Israil dan empat ribu orang lainnya kepada seluruh umat manusia.” Hadits ini dinilai dha’if pula, di dalamnya terdapat Ar-Rabzi yang berpredikat dha’if, sedangkan gurunya bernama Ar-Raqqasyi jauh lebih dha’if. Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sabit Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Ma'bad ibnu Khalid Al-Ansari, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Saudara-saudaraku dari kalangan para nabi di masa lalu jumlahnya ada delapan ribu orang nabi, kemudian Isa ibnu Maryam, dan barulah aku sendiri.” Kami meriwayatkannya melalui sahabat Anas dari jalur lain: Telah menceritakan kepada kami Al-Hafidzh Abu Abdullah Az-Zahabi, telah menceritakan kepada kami Abul Fadl ibnu Asakir, telah menceritakan kepada kami Imam Abu Bakar ibnul Qasim ibnu Abu Sa'id As-Saffar, telah menceritakan kepada kami bibi ayahku (yaitu Siti Aisyah binti Ahmad ibnu Mansur ibnus Saffar), telah menceritakan kepada kami Asy-Syarif Abus Sanabik Hibatullah ibnu Abus Sahba Muhammad ibnu Haidar Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Imam Al-Ustaz Abu Ishaq Al-Isfirayini yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imam Abu Bakar Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Tariq, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Sa'd, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Safwan ibnu Sulaim, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku diutus sesudah delapan ribu orang nabi, di antara mereka empat ribu orang nabi dari kalangan Bani Israil.” Bila ditinjau dari segi ini, hadits berpredikat gharib; tetapi sanadnya tidak mengandung kelemahan, semua perawinya dikenal kecuali Ahmad ibnu Tariq; orang ini tidak kami kenal, apakah berpredikat adil atau dha’if, hanya Allah yang lebih mengetahui. Hadits Abu Dzar Al-Giffari mengenai jumlah para nabi cukup panjang. Muhammad ibnul Husain Al-Ajiri mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ja'far ibnu Muhammad ibnul Giryani secara imla dalam bulan Rajab tahun 297 Hijriah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hisyam ibnu Yahya Al-Gassani, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari kakekku, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Dzar yang menceritakan hadits berikut: Aku masuk ke dalam masjid, dan kujumpai Rasulullah ﷺ sedang duduk sendirian, maka aku duduk menemaninya dan bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan aku untuk menunaikan shalat" (yakni sunnah). Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Shalat adalah sebaik-baik pekerjaan, maka perbanyaklah atau persedikitlah.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling utama?" Maka Nabi ﷺ menjawab: “Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?" Nabi ﷺ menjawab: “Di antara mereka yang paling baik akhlaknya.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang muslim yang paling selamat?" Nabi ﷺ menjawab: “Orang (muslim) yang menyelamatkan orang-orang dari gangguan lisan (mulut) dan tangannya.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, hijrah apakah yang paling utama?" Nabi ﷺ menjawab: “Orang yang hijrah (meninggalkan) semua kejahatan. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, shalat apakah yang paling afdal? Rasulullah ﷺ menjawab: yang paling panjang qunutnya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, puasa apakah yang paling utama?' Rasulullah ﷺ menjawab: “Melakukan puasa fardu dengan cukup (baik) dan di sisi Allah ada pahala yang berlipat ganda dengan lipat ganda yang banyak.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, jihad apakah yang paling utama?" Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Orang yang kudanya disembelih dan darah dirinya dialirkan (yakni gugur).” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, hamba sahaya manakah yang paling afdal?" Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Hamba sahaya yang paling mahal harganya dan paling bernilai di kalangan tuannya.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Yang dikeluarkan dengan susah payah oleh orang yang minim hartanya, dan sedekah secara sembunyi-sembunyi kepada orang fakir (miskin).” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, ayat apakah yang paling agung di antara yang diturunkan kepadamu?" Rasulullah ﷺ menjawab: "Ayat Kursi," kemudian beliau ﷺ bersabda, "Wahai Abu Dzar, tiadalah langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi, melainkan seperti gelang yang dilemparkan di tengah padang sahara. Keutamaan Arasy atas Kursi sama dengan keutamaan padang sahara atas gelang itu." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para nabi itu?” Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Seratus dua puluh empat ribu orang nabi.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para rasul dari kalangan mereka?" Nabi ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Tiga ratus tiga belas orang rasul, jumlah yang cukup banyak lagi baik.” Aku bertanya, "Siapakah yang paling pertama di antara mereka?" Nabi ﷺ menjawab; "Adam." Aku bertanya, "Apakah dia seorang nabi yang jadi rasul?" Nabi ﷺ menjawab melalui sabdanya: Ya, Allah menciptakannya dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya, dan menyempurnakannya sebelum itu.” Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda pula: “Wahai Abu Dzar, empat orang adalah bangsa Suryani, yaitu Adam, Syis, Khanukh yakni Idris, dia orang yang mula-mula menulis dengan qalam (pena) dan Nuh. Empat orang dari bangsa Arab, yaitu Hud, Syu'aib, Saleh, dan Nabimu, wahai Abu Dzar. Mula-mula nabi Bani Israil adalah Musa dan yang paling terakhir adalah Isa. Mula-mula rasul adalah Adam, dan yang paling akhir adalah Muhammad.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah kitab yang diturunkan oleh Allah ﷻ?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Seratus empat buah kitab. Allah menurunkan kepada Syis sebanyak lima puluh sahifah, kepada Khunukh (Idris) tiga puluh sahifah, kepada Ibrahim sepuluh sahifah, dan kepada Musa sebelum Taurat sepuluh sahifah. Dan Allah menurunkan kitab Taurat, kitab Injil, kitab Zabur, dan Al-Furqan (Al-Qur'an).” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apa sajakah yang terkandung di dalam sahifah Nabi Ibrahim?” Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Semuanya mengandung kalimat berikut, ‘Wahai raja yang berkuasa, yang mendapat cobaan lagi teperdaya. Sesungguhnya Aku tidak menjadikanmu untuk menghimpun dunia sebagian darinya dengan sebagian yang lain, tetapi aku menjadikanmu agar menghindarkan diri dari doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya Aku tidak akan menolaknya, sekalipun dari orang kafir.’ Di dalamnya banyak terkandung tamsil-tamsil (yang antara lain mengatakan), ‘Diharuskan bagi orang yang berakal membagi waktunya ke dalam beberapa saat. Sesaat ia gunakan untuk bermunajat kepada Tuhannya, sesaat ia gunakan untuk menghisab dirinya sendiri, sesaat ia gunakan untuk memikirkan ciptaan Allah, dan sesaat lagi ia gunakan untuk kepentingan dirinya untuk mencari makan dan minumnya. Diharuskan bagi orang yang berakal tidak bepergian kecuali karena tiga perkara, yaitu mencari bekal untuk hari kemudian, mencari penghidupan, atau kesenangan yang tidak diharamkan, dan harus mengetahui zamannya guna menghadapi urusannya serta memelihara lisannya. Barang siapa yang memperhitungkan percakapannya dengan amalnya, niscaya ia akan sedikit bicara, kecuali mengenai hal yang berurusan dengannya.’ Abu Dzar melanjutkan kisahnya: Lalu aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang terkandung di dalam sahifah Nabi Musa'?" Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Semuanya merupakan nasihat-nasihat (pelajaran-pelajaran), yaitu: ‘Aku merasa heran terhadap orang yang percaya dengan kematian, lalu ia merasa gembira. Aku merasa heran terhadap orang yang percaya dengan takdir, lalu ia bersusah payah jungkir balik berusaha. Aku merasa heran dengan orang yang melihat dunia dan silih bergantinya terhadap para penghuninya, lalu ia merasa tenang dengan dunia itu (seolah-olah tidak akan mati). Dan aku merasa heran dengan orang yang percaya kepada hisab di hari kemudian, lalu ia tidak beramal’.” Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah di dalam kitab (Al-Qur'an) yang ada di tangan kita terdapat sesuatu yang telah tertera di dalam kitab-kitab Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan apa yang diturunkan oleh Allah kepadamu?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya benar, wahai Abu Dzar, bacalah firman Allah ﷻ: 'Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan ia ingat nama Tuhannya, lalu ia shalat. Tetapi kalian (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa'." (Al-A'la: 14-19) Aku berkata: “Wahai Rasulullah, berwasiatlah untukku." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku berwasiat kepadamu agar bertakwa kepada Allah, karena sesungguhnya takwa kepada Allah adalah induk semua perkaramu.” Aku berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu untukku." Rasulullah ﷺ bersabda: “Bacalah Al-Qur'an dan berzikir kepada Allah, karena sesungguhnya hal itu merupakan sebutan bagimu di langit dan nur bagimu di bumi.” Aku berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu untukku." Rasulullah ﷺ bersabda: “Hindarilah olehmu banyak tertawa, karena sesungguhnya hal itu dapat mematikan hati dan melenyapkan nur wajahmu.” Aku berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu untukku." Maka Rasulullah ﷺ, bersabda: “Berjihadlah kamu, karena sesungguhnya jihad itu merupakan ruhbaniyah umatku.” Aku berkata, "Tambahkanlah untukku." Maka Nabi ﷺ bersabda: “Diamlah kamu kecuali karena kebaikan, karena sesungguhnya (banyak) diam itu dapat mengusir setan dan membantumu untuk mengerjakan urusan agamamu.” Aku berkata, 'Tambahkanlah untukku." Rasulullah ﷺ bersabda: “Pandanglah orang yang di bawahmu dan janganlah kamu memandang orang yang di atasmu, karena sesungguhnya hal ini lebih mendorong dirimu untuk tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu.” Aku berkata, "Tambahkanlah untukku." Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Cintailah orang-orang miskin dan duduklah (bergaullah) bersama mereka, karena sesungguhnya hal ini mendorongmu untuk tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu.” Aku berkata, "Tambahkanlah untukku." Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Bersilaturahmilah kepada tetanggamu, sekalipun mereka memutuskannya darimu.” Aku berkata, "Tambahkanlah untukku." Rasulullah menjawab melalui sabdanya: “Katakanlah perkara yang hak, sekalipun pahit.” Aku berkata, "Tambahkanlah untukku." Rasulullah ﷺ, menjawab melalui sabdanya: “Janganlah kamu takut terhadap celaan orang yang mencela karena membela (agama) Allah.” Aku berkata, "Tambahkanlah untukku." Maka Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya, "Dapat mencegah dirimu terhadap orang lain apa yang kamu ketahui mengenai dirimu, sedangkan kamu tidak menemukan pada mereka apa yang kamu sukai. Cukuplah keaiban bagimu bila kamu mengetahui dari orang lain apa yang tidak kamu ketahui mengenai dirimu atau kamu menemukan pada mereka apa yang kamu sukai." Kemudian Rasulullah ﷺ mengusap tangannya ke dadaku seraya bersabda: “Wahai Abu Dzar, tidak ada akal jika tidak berpikir, tidak ada wara' jika tidak bisa menahan diri, dan tidak ada kehormatan jika tidak punya akhlak yang baik.” Imam Ahmad meriwayatkan dari Abul Mugirah, dari Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, bahwa Abu Dzar pernah bertanya kepada Nabi ﷺ. Maka Nabi ﷺ menyebutkan perkara shalat, puasa, sedekah, keutamaan ayat Kursi, dan kalimati la haula wala quwwata illa billahi (tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah), syuhada yang paling utama, hamba sahaya yang paling utama, kenabian Nabi Adam, dan bahwa dia diajak bicara langsung oleh Allah, serta bilangan para nabi dan para rasul, seperti yang disebutkan di atas. Abdullah ibnul Imam Ahmad mengatakan bahwa ia menjumpai dalam kitab ayahnya yang ditulis oleh tangan ayahnya sendiri, telah menceritakan kepadaku Abdul Muta'ali ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Abul Wadak yang mengatakan bahwa Abu Sa'id pernah bertanya, "Apakah menurut pendapatmu Khawarij adalah Dajjal?" Abul Wadak menjawab, "Bukan." Lalu Abu Sa'id berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku adalah penutup seribu nabi atau lebih, dan tidak sekali-kali seorang nabi yang diutus kecuali dia pasti memperingatkan umatnya terhadap Dajjal. Dan sesungguhnya telah dijelaskan kepadaku hal-hal yang belum pernah diterangkan. Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya, sedangkan Tuhan kalian tidaklah buta. Mata Dajjal yang sebelah kanan buta lagi menonjol tampak jelas seakan-akan seperti dahak yang ada pada tembok yang diplester, sedangkan mata kirinya seakan-akan seperti bintang yang berkilauan, pada tiap-tiap anggota tubuhnya terdapat lisan, dan ia selalu membawa gambaran surga yang hijau di dalamnya mengalir air dan gambaran neraka yang hitam lagi berasap.” Kami meriwayatkannya pada bagian yang di dalamnya terdapat riwayat Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Yahya ibnu Mu'in; disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Abul Wadak, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Sesungguhnya aku mengakhiri sejuta nabi atau lebih. Tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi kepada kaumnya, melainkan memperingatkan kepada mereka tentang Dajjal.” Lalu ia menuturkan hadits ini hingga selesai, demikianlah menurut lafal yang diketengahkannya, yaitu dengan tambahan lafal alfun (hingga maknanya menjadi satu juta, bukan seribu). Tetapi adakalanya lafal tersebut merupakan sisipan. Hanya Allah yang lebih mengetahui. Tetapi konteks riwayat Imam Ahmad lebih kuat dan lebih berhak untuk dinilai shahih. Semua perawi yang disebutkan dalam sanad hadits ini tidak ada masalah. Hadits ini diriwayatkan pula melalui jalur Jabir ibnu Abdullah. Untuk itu Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku benar-benar merupakan penutup seribu nabi atau lebih, dan sesungguhnya tidak ada seorang pun dari mereka melainkan telah memperingatkan umatnya tentang Dajjal. Dan sesungguhnya telah dijelaskan kepadaku apa-apa yang belum pernah dijelaskan kepada seseorang pun dari mereka (para nabi). Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya, sedangkan sesungguhnya Tuhan kalian itu tidaklah buta.” Firman Allah ﷻ: “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.” (An-Nisa: 164) Hal ini merupakan suatu penghormatan kepada Nabi Musa a.s. Karena itu, Nabi Musa dikenal dengan julukan 'Kalimullah'. Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Mardawaih meriwayatkan: Telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sulaiman Al-Maliki, telah menceritakan kepada kami Masih ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Abu Bakar ibnu Ayyasy, lalu ia mengatakan bahwa dirinya mendengar seorang lelaki membaca firman-Nya dengan bacaan seperti berikut: "Dan Musa berbicara kepada Allah secara langsung." Maka Abu Bakar ibnu Ayyasy berkata, "Tidak sekali-kali membaca ayat ini dengan bacaan itu, melainkan hanyalah orang kafir." Abu Bakar mengatakan bahwa ia belajar qiraat dari Al-A'masy, dan Al-A'masy belajar qiraat dari Yahya ibnu Wasab, Yahya ibnu Wasab belajar qiraat dari Abu Abdur-Rahman As-Sulami dan Abu AbdurRahman As-Sulami belajar qiraat dari Ali ibnu Abu Thalib, dan Ali ibnu Abu Thalib belajar qiraat dari Rasulullah ﷺ. Mengenai ayat ini yang bunyinya mengatakan: “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.” (An-Nisa: 164) Abu Bakar ibnu Ayyasy marah terhadap orang yang membaca ayat tersebut tiada lain karena orang tersebut membacanya dengan bacaan yang mengubah maknanya. Ternyata lelaki tersebut dari kalangan mu'tazilah yang mengingkari bahwa Allah berbicara kepada Musa a.s. atau berbicara kepada seseorang dari makhluk-Nya. Seperti yang kami riwayatkan dari salah seorang mu'tazilah, bahwa ia membacakan firman berikut kepada salah seorang syekh dengan bacaan berikut: “Dan Allah diajak bicara oleh Musa secara langsung.” Maka syekh itu berkata kepadanya, "Wahai Ibnul Lakhna, apakah yang akan engkau lakukan terhadap firman Allah ﷻ yang mengatakan: 'Dan tatkala datang Musa untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya'?" (Al-A'raf: 143) Dengan kata lain, makna ayat tersebut tidak mengandung takwil dan perubahan makna. Ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Husain ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Hani' ibnu Yahya, dari Al-Hasan ibnu Abu Ja'far, dari Qatadah, dari Yahya ibnu Wassab, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Tatkala Musa diajak berbicara oleh Allah, ia dapat melihat gerakan semut di atas Bukit Safa di malam yang gelap gulita.” Hadits ini berpredikat gharib dan sanadnya tidak shahih. Apabila hadits ini benar mauquf, berarti predikatnya jayyid (baik). Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya dan Ibnu Mardawaih telah meriwayatkan melalui hadits Humaid ibnu Qais Al-A'raj, dari Abdullah ibnul Haris, dari ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Nabi Musa pada hari ia diajak bicara oleh Tuhannya memakai jubah dari bulu, baju dari bulu, dan celana dari bulu serta sepasang terompah dari kulit keledai yang tidak disembelih.” Ibnu Mardawaih meriwayatkan pula hadits berikut dengan sanadnya, dari Juwaibir, dari Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah berbicara dengan Musa sebanyak seratus empat puluh ribu kalimat selama tiga hari, semuanya berisi wasiat. Ketika Musa mendengar pembicaraan manusia, maka ia menjadi marah karena pengaruh dari apa yang telah ia dengar dari kalam Tuhan Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Sanad atsar ini pun lemah karena Juwaibir berpredikat dha’if, dan Adh-Dhahhak tidak menjumpai masa hidup Ibnu Abbas. Mengenai atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Mardawaih serta lain-lainnya melalui jalur Al-Fadl ibnu Isa Ar-Raqqasyi, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ketika Allah berbicara kepada Musa pada hari Tur, bukan dengan kalam yang pernah Dia gunakan ketika menyerunya, maka Musa bertanya kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, apakah ini adalah kalam-Mu yang pernah Engkau gunakan kepadaku?" Allah ﷻ menjawab, "Bukan, wahai Musa. Sesungguhnya Aku berbicara denganmu baru hanya dengan kekuatan sepuluh ribu lisan dan Aku mempunyai kekuatan semua lisan, bahkan Aku lebih kuat daripada hal tersebut." Ketika Musa kembali kepada kaum Bani Israil, mereka bertanya, "Wahai Musa, gambarkanlah kepada kami kalam Tuhan Yang Maha Pemurah." Musa menjawab, "Aku tidak mampu melakukannya." Mereka berkata, "Serupakanlah saja kepada kami." Musa menjawab, 'Tidakkah kalian pernah mendengar suara guntur? Sesungguhnya hal itu berdekatan dengannya, tetapi bukan seperti suara guntur." Sanad riwayat ini dha’if, karena A-Fadl Ar-Raqqasyi adalah orang yang lemah sekali dalam periwayatan hadits. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris. dari Juz ibnu Jabir Al-Khasami, dari Ka'b yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah ketika berbicara kepada Musa memakai semua lisan (berbagai macam bahasa) kecuali kalam-Nya sendiri. Maka Musa berkata, "Wahai Tuhanku, apakah ini kalam-Mu?" Allah menjawab, "Bukan, sekiranya Aku berbicara dengan kalam-Ku, niscaya kamu tidak akan kuat mendengarnya.” Musa berkata, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu terdapat sesuatu yang memiliki suara mirip dengan-Mu?" Allah menjawab, "Tidak ada, dan yang lebih serupa dengan kalam-Ku ialah apa yang biasa kamu dengar dari suara guntur yang sangat keras." Tetapi riwayat ini mauquf hanya sampai pada Ka'b Al-Ahbar. Dia menukilnya dari kitab-kitab terdahulu yang menyangkut berita-berita Bani Israil, tetapi di dalamnya terkandung perubahan dan tambahan. Ayat 165 Firman Allah ﷻ: “(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.” (An-Nisa: 165) Yakni menyampaikan berita gembira kepada orang yang taat kepada Allah dan mengikuti jalan yang diridai-Nya dengan mengerjakan kebaikan, dan memberikan peringatan kepada orang yang menentang perintah-Nya dan mendustakan rasul-rasul-Nya dengan siksaan dan azab. Firman Allah ﷻ: “Agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutus-Nya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisa: 165) Dengan kata lain, Allah ﷻ menurunkan kitab-kitab-Nya dan mengutus rasul-rasul-Nya dengan membawa berita gembira dan peringatan, dan menerangkan apa yang disukai dan diridai-Nya serta menjelaskan apa yang dibenci dan ditolak-Nya, agar tidak ada alasan lagi bagi orang yang akan mengemukakan alasannya. Seperti pengertian yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya: “Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al-Qur'an itu (diturunkan), tentulah mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah’?" (Thaha: 134) Demikian pula makna yang ada dalam firman lainnya, yaitu: “Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan.” (Al-Qashash: 47) Di dalam kitab Shahihain disebutkan sebuah hadits melalui Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah, karena itulah Dia mengharamkan hal-hal yang keji baik yang lahir maupun yang batin (tidak kelihatan). Dan tidak ada seorang pun yang lebih suka dipuji daripada Allah ﷻ. Karena itulah maka Dia memuji diri-Nya sendiri. Tidak ada seorang pun yang lebih suka alasan (argumen) selain dari Allah. Karena itulah Dia mengutus para nabi untuk menyampaikan berita gembira dan peringatan. Menurut lafal yang lain disebutkan: “Karena itulah maka Dia mengutus rasul-rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya.”

An-Nisa': 165

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat