Al-Baqarah: 245

Ayat

Terjemahan Per Kata
مَّن
siapakah
ذَا
orang
ٱلَّذِي
yang
يُقۡرِضُ
(dia) memberi pinjaman
ٱللَّهَ
Allah
قَرۡضًا
pinjaman
حَسَنٗا
yang baik
فَيُضَٰعِفَهُۥ
maka Dia akan melipat gandakannya
لَهُۥٓ
kepadanya
أَضۡعَافٗا
lipat ganda
كَثِيرَةٗۚ
yang banyak
وَٱللَّهُ
dan Allah
يَقۡبِضُ
Dia menyempitkan
وَيَبۡصُۜطُ
dan Dia melapangkan
وَإِلَيۡهِ
dan kepadaNya
تُرۡجَعُونَ
kalian dikembalikan

Terjemahan

Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah? Dia akan melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat. Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki). Kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah: 243-245 Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedangkan mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati, maka Allah berfirman kepada mereka, "Matilah kalian," kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah memberikan karunia kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. Dan berperanglah kalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Barang siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kalian dikembalikan. Ayat 243 Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa jumlah mereka adalah empat ribu orang, dan diriwayatkan pula darinya bahwa jumlah mereka adalah delapan ribu orang. Abu Saleh mengatakan, jumlah mereka adalah sembilan ribu orang. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas pula bahwa jumlah mereka adalah empat puluh ribu orang. Wahb ibnu Munabbih dan Abu Malik mengatakan, mereka terdiri atas tiga puluh ribu orang lebih. Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa mereka adalah penduduk sebuah kota yang dikenal dengan nama Jawurdan. Hal yang sama dikatakan oleh As-Suddi dan Abu Saleh, tetapi ditambahkan bahwa mereka dari arah Wasit. Sa'id ibnu Abdul Aziz mengatakan bahwa mereka adalah penduduk negeri Azri'at. Sedangkan menurut Ibnu Juraij, dari ‘Atha’, hal ini hanyalah semata-mata perumpamaan saja. Ali ibnu ‘Ashim mengatakan bahwa mereka adalah penduduk kota Zawurdan yang jauhnya satu farsakh dari arah Wasit. Waki' Ibnul Jarrah di dalam kitab tafsirnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Maisarah ibnu Habib An-Nahdi, dari Al-Minhal ibnu Amr Al-Asadi, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan deagan firman-Nya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedangkan mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati.” (Al-Baqarah: 243) Ibnu Abbas mengatakan bahwa jumlah mereka ada empat ribu orang; mereka keluar meninggalkan kampung halamannya untuk menghindari penyakit ta'un yang sedang melanda negeri mereka. Mereka berkata, "Kita akan mendatangi suatu tempat yang tiada kematian padanya." Ketika mereka sampai di tempat anu dan anu, maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kalian!” (Al-Baqarah: 243) Maka mereka semuanya mati. Kemudian lewatlah di samping mereka seorang nabi, lalu nabi itu berdoa kepada Allah agar mereka dihidupkan kembali, maka Allah menghidupkan mereka. Yang demikian itu dinyatakan di dalam firman-Nya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedangkan mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati.” (Al-Baqarah: 243), hingga akhir ayat. Tidak hanya seorang saja dari kalangan ulama Salaf menyebutkan bahwa mereka adalah suatu kaum penduduk sebuah negeri di zaman salah seorang nabi Bani Israil. Mereka bertempat tinggal di kemah-kemahnya di tanah kampung halaman mereka. Akan tetapi, datanglah wabah penyakit yang membinasakan, menimpa mereka. Akhirnya mereka keluar menghindari maut ke daerah-daerah pedalaman. Mereka bertempat di sebuah lembah yang luas, dan jumlah mereka yang banyak itu memenuhi lembah tersebut. Maka Allah mengirimkan dua malaikat kepada mereka; salah satunya dari bawah lembah, sedangkan yang lainnya datang dari atasnya. Kedua malaikat itu memekik sekali pekik di antara mereka, akhirnya matilah mereka semuanya seperti halnya seseorang mati. Kemudian mereka dikumpulkan di kandang-kandang ternak, lalu di sekitar mereka dibangun tembok-tembok (yang mengelilingi) mereka. Mereka semuanya binasa dan tercabik-cabik serta berantakan. Setelah lewat masa satu tahun, lewatlah melalui mereka seorang nabi dari kalangan nabi-nabi Bani Israil yang dikenal dengan nama Hizqil. Lalu Nabi Hizqil meminta kepada Allah agar mereka dihidupkan kembali di hadapannya, dan Allah memperkenankan permintaan tersebut. Allah memerintahkan kepadanya agar mengucapkan, "Wahai tulang belulang yang telah hancur, sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu agar berkumpul kembali!" Maka tergabunglah tulang-belulang tiap jasad sebagian yang lain menyatu dengan yang lainnya. Kemudian Allah memerintahkan kepada nabi tersebut untuk mengucapkan, "Wahai tulang-belulang yang telah hancur, sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu untuk memakai daging, urat, dan kulitmu!" Maka terjadilah hal tersebut, sedangkan nabi menyaksikannya. Kemudian Allah ﷻ memerintahkan kepada nabi untuk mengatakan: “Wahai para arwah, sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar setiap ruh kembali kepada jasad yang pernah dimasukinya!" Maka mereka bangkit hidup kembali seraya berpandangan; Allah telah menghidupkan mereka dari tidurnya yang cukup panjang itu, sedangkan mereka mengucapkan kalimat berikut: “Maha Suci Engkau, tidak ada Tuhan selain Engkau.” Dihidupkan-Nya kembali mereka merupakan pelajaran dan bukti yang akurat yang menunjukkan bahwa kelak di hari kiamat jasad akan dibangkitkan hidup kembali. Karena itulah Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya Allah memberikan karunia kepada manusia.” (Al-Baqarah: 243) Yakni melalui ayat-ayat (tanda-tanda) yang jelas yang diperlihatkan kepada mereka, hujah-hujah (argumentasi) yang kuat, dan dalil-dalil yang akurat. “Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak bersyukur.”(Al-Baqarah: 243) Yaitu mereka tidak menunaikan syukurnya atas limpahan nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka dalam urusan agama dan keduniawian mereka. Di dalam kisah ini terkandung pelajaran dan dalil yang menunjukkan bahwa tiada gunanya kewaspadaan dalam menghadapi takdir, dan tidak ada tempat berlindung dari Allah kecuali hanya kepada Dia. Karena sesungguhnya mereka keluar untuk tujuan melarikan diri dari wabah penyakit mematikan yang melanda mereka agar hidup mereka panjang. Akan tetapi, pada akhirnya nasib yang menimpa mereka adalah kebalikan dari apa yang mereka dambakan, dan datanglah maut dengan cepat sekaligus membinasakan mereka semuanya. Termasuk ke dalam pengertian ini ialah sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: Telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Malik dan Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar; keduanya meriwayatkan hadits berikut dari Az-Zuhri, dari Abdul Hamid ibnu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnul Khattab, dari Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal, dari Abdullah ibnu Abbas, bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab berangkat menuju negeri Syam. Ketika ia sampai di Sarg, para pemimpin pasukan yang terdiri atas Abu Ubaidah ibnul Jarrah dan teman-temannya datang menjumpainya. Lalu mereka memberitahukan kepadanya bahwa wabah penyakit yang mematikan sedang melanda negeri Syam. Maka Khalifah Umar ibnul Khattab menuturkan hadits mengenai hal ini. Abdur Rahman ibnu Auf yang tadinya tidak ada di tempat karena mempunyai suatu keperluan datang, lalu ia berkata memberikan kesaksiannya, bahwa sesungguhnya ia mempunyai suatu pengetahuan tentang masalah ini. Ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila wabah berada di suatu tempat, sedangkan kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar untuk menghindarinya. Dan apabila kalian mendengar suatu wabah sedang melanda suatu daerah, maka janganlah kalian mendatanginya.” Akhirnya Khalifah Umar mengucapkan hamdalah (memuji kepada Allah atas kesaksian tersebut), lalu ia kembali lagi (ke Madinah). Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui hadits Az-Zuhri dengan lafal sama, sebagiannya melalui jalur yang lain. Imam Ahmad mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Hajjaj dan Yazid Al-Ama; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zu'aib, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah, bahwa Abdur Rahman ibnu Auf pernah menceritakan kepada Khalifah Umar hadits berikut dari Nabi ﷺ ketika Umar berada di negeri Syam, yaitu: “Sesungguhnya wabah ini pernah menimpa umat-umat sebelum kalian sebagai azab. Karena itu, apabila kalian mendengar wabah ini berada di suatu daerah, maka janganlah kalian memasukinya. Dan apabila ia berada di suatu daerah, sedangkan kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar darinya karena menghindarinya.” Maka Umar (dan pasukannya) kembali lagi (ke Madinah) dari Syam. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Shahihain melalui hadits Malik, dari Az-Zuhri dengan lafal yang serupal. Ayat 244 Firman Allah ﷻ: “Dan berperanglah kalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 244) Yakni sebagaimana sikap waspada tiada gunanya dalam menghadapi takdir, demikian pula melarikan diri dari jihad karena menghindarinya tidak dapat memperpendek atau memperpanjang ajal, melainkan ajal itu telah dipastikan serta rezeki telah ditetapkan takaran dan bagiannya masing-masing, tiada yang diberi tambahan, tiada pula yang dikurangi, semuanya tepat seperti apa yang dikehendaki-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang, "Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh." Katakanlah, "Hindarilah kematian itu dari diri kalian, jika kalian memang benar." (Ali Imran: 168) Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban perang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah, "Kesenangan di dunia itu hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kalian tidak akan dizalimi sedikit pun. Di mana saja kalian berada, kematian akan mendatangi kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (An-Nisa: 77-78) Telah diriwayatkan kepada kami dari panglima pasukan kaum muslim yang dijuluki 'Pedang Allah', yaitu Khalid ibnul Walid, bahwa ia mengatakan ketika sedang menjelang ajalnya, "Sesungguhnya aku telah mengikuti perang anu dan anu, dan tiada suatu anggota tubuhku yang selamat melainkan padanya terdapat bekas tusukan pedang, panah, dan pukulan pedang. Tetapi aku kini mati di atas tempat tidurku, seperti unta mati (di kandangnya). Semoga mata orang-orang yang pengecut tidak dapat tidur," maksudnya dia merasa sedih dan sakit karena dirinya tidak mati dalam peperangan, dan ia merasa kecewa atas hal tersebut, mengingat dirinya mati di atas kasur. Ayat 245 Firman Allah ﷻ: “Barang siapa yang mau memberikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Al-Baqarah: 245) Allah ﷻ menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya agar menafkahkan hartanya di jalan Allah. Allah ﷻ mengulang-ulang ayat ini di dalam Al-Qur'an tidak hanya pada satu tempat saja. Di dalam hadits yang berkaitan dengan asbabun nuzul ayat ini disebutkan bahwa Allah ﷻ berfirman: “Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Tuhan yang tidak miskin dan tidak pula berbuat zalim.” Ibnu Abu Hatim mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnu Khalifah, dari Humaid Al-A'raj, dari Abdullah ibnul Haris, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: “Barang siapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (membelanjakan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya.” (Al-Baqarah: 245) Maka Abud Dahdah Al-Ansari berkata, "Wahai Rasulullah, apakah memang Allah menginginkan pinjaman dari kami?" Nabi ﷺ menjawab, "Benar, Abud Dahdah." Abud Dahdah berkata, "Wahai Rasulullah, ulurkanlah tanganmu." Maka Rasulullah ﷺ mengulurkan tangannya kepada Abud Dahdah. Lalu Abud Dahdah berkata, "Sesungguhnya aku meminjamkan kepada Tuhanku kebun milikku." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa di dalam kebun milik Abud Dahdah terdapat enam ratus pohon kurma, sedangkan istri dan anak-anaknya tinggal di dalam kebun itu. Maka Abud Dahdah datang ke kebunnya dan memanggil istrinya, "Wahai Ummu Dahdah." Ummu Dahdah menjawab, "Labbaik." Abud Dahdah berkata, "Keluarlah kamu, sesungguhnya aku telah meminjamkan kebun ini kepada Tuhanku." Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Mardawaih melalui Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Umar secara marfu' dengan lafal yang serupa. Yang dimaksud dengan firman-Nya: “Pinjaman yang baik.” (Al-Baqarah: 245) Menurut apa yang diriwayatkan dari Umar dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf ialah berinfak untuk jalan Allah. Menurut pendapat lain, yang dimaksud ialah memberi nafkah kepada anak-anak. Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah membaca tasbih dan taqdis. Firman Allah ﷻ: “Maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Al-Baqarah: 245) Sama halnya dengan makna yang ada di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.” (Al-Baqarah: 261), hingga akhir ayat. Tafsir ayat ini akan dikemukakan nanti pada tempatnya. Imam Ahmad mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, dari Ali ibnu Za'id, dari Abu Usman An-Nahdi yang menceritakan, "Aku datang kepada sahabat Abu Hurairah , dan kukatakan kepadanya, 'Sesungguhnya telah sampai kepadaku bahwa engkau pernah mengatakan, sesungguhnya amal kebaikan itu dilipatgandakan pahalanya menjadi sejuta kebaikan.' Abu Hurairah berkata, 'Apakah yang membuatmu heran tentang hal ini? Sesungguhnya aku mendengarnya sendiri dari Nabi ﷺ' Nabi ﷺ telah bersabda: 'Sesungguhnya Allah melipatgandakan kebaikan sebanyak dua juta kali lipat pahala kebaikan'.’ Hadits ini berpredikat gharib karena Ali ibnu Zaid ibnu Jad'ah banyak memiliki hadits-hadits yang munkar. Akan tetapi, hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ibnu Abu Hatim dari jalur lain. Ia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abu Khallad (yaitu Sulaiman ibnu Khallad Al-Muaddib), telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad Al-Muaddib, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Uqbah Ar-Rufa'i, dari Ziad Al-Jahssas, dari Abu Usman An-Nahdi yang menceritakan bahwa "Tiada seorang pun yang lebih banyak duduk di majelis Abu Hurairah selain dari aku sendiri. Abu Hurairah datang berhaji sebelumku, sedangkan aku datang sesudahnya. Tiba-tiba penduduk Basrah meriwayatkan atsar darinya, bahwa ia pernah mengatakan: Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, 'Sesungguhnya Allah melipatgandakan pahala suatu kebaikan menjadi sejuta kali lipat pahala kebaikan.'' Maka aku berkata, 'Celakalah kalian. Demi Allah, tiada seorang pun yang lebih banyak berada di majelis Abu Hurairah selain dari aku, tetapi aku belum pernah mendengar hadits ini.' Maka aku berangkat dengan maksud untuk menyusulnya, tetapi kujumpai dia telah berangkat berhaji. Maka aku berangkat pula menunaikan ibadah haji untuk menjumpainya dan menanyakan hadits ini. Lalu aku menjumpainya untuk tujuan ini dan kukatakan kepadanya, 'Wahai Abu Hurairah, hadits apakah yang pernah kudengar dari penduduk Basrah, mereka mengatakannya bersumber dari kamu?' Abu Hurairah bertanya, 'Hadits apakah itu?' Aku menjawab, 'Mereka menduga engkau pernah mengatakan: Sesungguhnya Allah melipatgandakan pahala suatu kebaikan menjadi sejuta kebaikan.' Abu Hurairah menjawab, 'Wahai Abu Usman, apakah yang engkau herankan dari masalah ini, sedangkan Allah ﷻ telah berfirman: “Barang siapa yang mau memberikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Al-Baqarah: 245) Allah ﷻ telah berfirman pula: “Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (At-Taubah: 38) Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah melipat gandakan pahala suatu kebaikan menjadi dua juta kebaikan." Semakna dengan hadits ini adalah hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan lain-lainnya melalui jalur Amr ibnu Dinar, dari Salim, dari Abdullah ibnu Umar ibnul Khattab, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang memasuki sebuah pasar, lalu ia mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu," maka Allah mencatatkan baginya sejuta kebaikan dan menghapuskan darinya sejuta keburukan (dosa). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim ibnu Bassam, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail Al-Muaddib, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ketika diturunkannya firman Allah ﷻ: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai.” (Al-Baqarah: 261), hingga akhir ayat. Maka Rasulullah ﷺ berdoa, "Wahai Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: “Barang siapa yang mau memberikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Al-Baqarah: 245) Nabi ﷺ berdoa lagi, "Wahai Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Lalu turunlah firman-Nya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang diberikan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10) Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula dari Ka'b Al-Ahbar, bahwa Ka'b Al-Ahbar pernah kedatangan seorang lelaki, lalu lelaki itu berkata bahwa sesungguhnya ia pernah mendengar seseorang mengatakan, "Barang siapa yang membaca qul huwallahu ahad sekali, maka Allah akan membangun untuknya sepuluh juta gedung dari mutiara dan yaqut di surga." Apakah aku harus mempercayai ucapannya itu? Ka'b Al-Ahbar menjawab, "Ya, apakah engkau heran terhadap hal tersebut?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Ka'b berkata, "Bahkan dilipatgandakan menjadi dua puluh atau tiga puluh juta, dan bahkan lebih dari itu, tiada yang dapat menghitungnya selain dari Allah sendiri." Selanjutnya Ka'b membacakan firman-Nya: “Barang siapa yang mau memberikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (Al-Baqarah: 245) Istilah katsir atau banyak dari Allah berarti tidak terhitung jumlahnya. Firman Allah ﷻ: “Dan Allah menyempitkan dan melapangkan rezeki.” (Al-Baqarah: 245) Dengan kata lain, belanjakanlah harta kalian dan janganlah kalian pedulikan lagi dalam melakukannya, karena Allah Maha Pemberi rezeki; Dia menyempitkan rezeki terhadap siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, dan Dia melapangkannya terhadap yang lainnya di antara mereka; hal tersebut mengandung hikmah yang sangat bijak dari Allah. “Dan kepada-Nyalah kalian dikembalikan.” (Al-Baqarah: 245) Yakni di hari kiamat nanti.

Al-Baqarah: 245

×
×
Bantu Learn Quran Tafsir
untuk
Terus Hidup Memberi Manfaat