Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَذَٰنٞ
dan suatu permakluman
مِّنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
وَرَسُولِهِۦٓ
dan RasulNya
إِلَى
kepada
ٱلنَّاسِ
manusia
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡحَجِّ
haji
ٱلۡأَكۡبَرِ
besar
أَنَّ
bahwa sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
بَرِيٓءٞ
berlepas diri
مِّنَ
dari
ٱلۡمُشۡرِكِينَ
orang-orang musyrik
وَرَسُولُهُۥۚ
dan RasulNya
فَإِن
maka jika
تُبۡتُمۡ
kamu bertaubat
فَهُوَ
maka itu
خَيۡرٞ
lebih baik
لَّكُمۡۖ
bagi kalian
وَإِن
dan jika
تَوَلَّيۡتُمۡ
kamu berpaling
فَٱعۡلَمُوٓاْ
maka ketahuilah
أَنَّكُمۡ
bahwa sesungguhnya kamu
غَيۡرُ
tidak/bukan
مُعۡجِزِي
melemahkan
ٱللَّهِۗ
Allah
وَبَشِّرِ
dan beritakanlah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
بِعَذَابٍ
dengan siksa/azab
أَلِيمٍ
pedih
وَأَذَٰنٞ
dan suatu permakluman
مِّنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
وَرَسُولِهِۦٓ
dan RasulNya
إِلَى
kepada
ٱلنَّاسِ
manusia
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡحَجِّ
haji
ٱلۡأَكۡبَرِ
besar
أَنَّ
bahwa sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
بَرِيٓءٞ
berlepas diri
مِّنَ
dari
ٱلۡمُشۡرِكِينَ
orang-orang musyrik
وَرَسُولُهُۥۚ
dan RasulNya
فَإِن
maka jika
تُبۡتُمۡ
kamu bertaubat
فَهُوَ
maka itu
خَيۡرٞ
lebih baik
لَّكُمۡۖ
bagi kalian
وَإِن
dan jika
تَوَلَّيۡتُمۡ
kamu berpaling
فَٱعۡلَمُوٓاْ
maka ketahuilah
أَنَّكُمۡ
bahwa sesungguhnya kamu
غَيۡرُ
tidak/bukan
مُعۡجِزِي
melemahkan
ٱللَّهِۗ
Allah
وَبَشِّرِ
dan beritakanlah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
بِعَذَابٍ
dengan siksa/azab
أَلِيمٍ
pedih
Terjemahan
Suatu maklumat dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Jika kamu (kaum musyrik) bertobat, itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah. Berilah kabar ‘gembira’ (Nabi Muhammad) kepada orang-orang yang kufur (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.
Tafsir
(Dan inilah suatu permakluman) pengumuman (dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar) yaitu hari raya kurban (bahwa) sesungguhnya (Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik) dan perjanjian-perjanjian mereka (dan Rasul-Nya) demikian pula. Sehubungan dengan ayat ini Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadis, bahwa pada tahun itu juga, yaitu tahun sembilan Hijriah, Nabi ﷺ mengutus Ali untuk mempermaklumkan ayat-ayat ini pada hari raya kurban di Mina. (Yang isinya ialah), bahwasanya sesudah tahun ini tidak boleh lagi orang musyrik melakukan haji dan tawaf di Baitullah dan tidak boleh pula tawaf di Baitullah dengan telanjang. (Kemudian jika kalian, kaum musyrikin, bertobat) dari kekafiran (maka bertobat itu lebih baik bagi kalian dan jika kalian berpaling) dari iman (maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah) beritahukanlah (kepada orang-orang kafir akan siksaan yang pedih) azab yang pedih dengan cara dibunuh dan ditawan dan mendapat siksaan neraka kelak di akhirat.
Tafsir Surat At-Taubah: 3
Dan (inilah) suatu maklumat dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari Haji Akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Kemudian jika kalian (kaum musyrik) bertobat, maka bertobat itu lebih baik bagi kalian; dan jika kalian berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.
Firman Allah ﷻ: “(Dan inilah) suatu maklumat dari Allah dan Rasul-Nya.” (At-Taubah 3)
Yakni pemberitahuan dan peringatan pendahuluan kepada semua orang pada hari Haji Akbar. Hari Haji Akbar ialah Hari Raya Kurban, yang merupakan hari manasik yang paling utama, paling jelas, dan paling besar di antara hari-hari manasik lainnya.
“Bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.” (At-Taubah: 3)
Yaitu Rasul-Nya berlepas diri pula dari mereka, kemudian Allah menyerukan kepada mereka untuk bertobat kepada-Nya melalui firman-Nya:
“Kemudian jika kalian (kaum musyrik) bertobat.” (At-Taubah: 3) Maksudnya, bertobat dari kemusyrikan dan kesesatan yang biasa kalian kerjakan.
“Maka bertobat itu lebih baik bagi kalian, dan jika kalian berpaling.” (At-Taubah: 3)
Yakni kalian tetap mengerjakan perbuatan kalian yang dahulu.
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian tidak dapat melemahkan Allah.” (At-Taubah: 3)
Bahkan Allah kuasa terhadap kalian, dan kalian berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, berada di bawah keperkasaan dan kehebatan-Nya.
“Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (At-Taubah: 3)
Yaitu di dunia dengan kehinaan dan kekalahan, dan di akhirat dengan gada pemukul dan belenggu-belenggu.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada Kami Abdullah bin Yusuf, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepada kami Aqil, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Humaid bin Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah menceritakan, "Pada musim haji itu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyuruhku bergabung dengan orang-orang yang telah dikirim olehnya pada Hari Raya Kurban untuk menyerukan maklumat di Mina, bahwa sesudah tahun ini tidak boleh haji lagi seorang musyrik pun, dan tidak boleh ada lagi orang yang tawaf di Baitullah dengan telanjang."
Humaid mengatakan, “Kemudian Nabi ﷺ mengirim dan memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menyerukan tentang pemutusan hubungan ini." Abu Hurairah mengatakan, "Maka Ali bergabung bersama kami untuk menyerukan pemutusan hubungan ini kepada orang-orang yang ada di Mina pada Hari Raya Kurban, yaitu tidak boleh berhaji lagi seorang musyrik pun sesudah tahun ini, dan tidak boleh lagi ada orang melakukan tawaf di Baitullah dengan telanjang."
Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula, bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Humaid bin Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah telah mengatakan, "Abu Bakar mengirimku bersama orang-orang yang ditugaskannya untuk menyerukan maklumat di Mina, bahwa sesudah tahun ini tidak boleh lagi seorang musyrik pun melakukan haji, dan tidak boleh lagi ada seseorang melakukan tawaf di Baitullah dengan telanjang." Hari Haji Akbar adalah Hari Raya Kurban, sesungguhnya hari ini disebut 'akbar' karena sebagian orang ada yang membuat istilah 'haji asgar".
Maka Abu Bakar menyerukan hal tersebut kepada semua orang pada tahun itu sehingga pada tahun haji wada' yang pada tahun itu Rasulullah ﷺ melakukan ibadah hajinya tidak ada lagi seorang musyrik pun yang melakukan haji. Demikianlah lafal hadits yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dalam Kitabul Jihad-nya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar dari Az-Zuhri dari Ibnul Musayyib, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya.” (At-Taubah: 1) Bahwa Nabi ﷺ di masa Perang Hunain melakukan umrah dan Ji'ranah, kemudian memerintahkan Abu Bakar mengumumkan pemutusan itu pada musim haji tahun itu juga.
Ma'mar mengatakan, Az-Zuhri berkata bahwa Abu Hurairah telah menceritakan kepadanya bahwa Abu Bakar memerintahkan kepadanya untuk menyerukan pemutusan hubungan tersebut di tahun itu di mana Abu Bakar mengerjakan hajinya.
Abu Hurairah mengatakan, "Kemudian Nabi ﷺ mengirimkan Ali untuk menyerukan maklumat yang sama, sedangkan Abu Bakar menyerukan maklumat itu dalam musim haji seperti apa yang diperintahkan kepadanya."
Teks hadits ini mengandung keganjilan bila ditinjau dari segi bahwa amir haji di tahun umrah Ji'ranah sebenarnya adalah ‘Attab ibnul Usaid, sedangkan Abu Bakar hanya menjadi amir haji pada tahun kesembilan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Mugirah, dari Asy-Sya'bi, dari Muharriz bin Abu Hurairah, dari ayahnya, bahwa ia bersama Ali bin Abu Talib, ketika Rasulullah ﷺ mengutusnya untuk menyerukan pemutusan hubungan kepada penduduk Mekkah.
Muharriz bertanya, "Apakah yang kamu serukan?" Abu Hurairah menjawab, "Kami menyerukan bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang yang beriman, dan tidak boleh ada orang yang telanjang melakukan tawaf di Baitullah. Dan barang siapa yang antara dia dan Rasulullah ﷺ terdapat perjanjian perdamaian, maka masa penangguhannya sampai dengan empat bulan. Apabila empat bulan telah berlalu, maka sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Dan sesudah tahun ini tidak boleh ada lagi seorang musyrik melakukan haji." Abu Hurairah melanjutkan kisahnya bahwa ia terus-menerus menyerukan maklumat tersebut hingga suaranya serak.
Asy-Sya'bi mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muharriz bin Abu Hurairah, dari ayahnya, bahwa ia bersama Ali bin Abu Talib ketika Nabi ﷺ mengutusnya untuk menyerukan maklumat itu. Apabila suara Ali telah serak, maka dialah yang menggantikannya. Muharriz bertanya, "Apa sajakah yang kamu serukan?” Abu Hurairah menjawab, "Empat perkara, yaitu tidak boleh ada lagi orang yang telanjang melakukan tawaf di Baitullah, dan barang siapa yang mempunyai perjanjian dengan Rasulullah ﷺ maka keamanannya berakhir sampai habis masa perjanjiannya, dan tidak dapat masuk surga kecuali orang yang beriman, dan sesudah tahun ini tidak boleh ada lagi orang musyrik yang melakukan haji."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir melalui berbagai jalur dari Asy-Sya'bi, dan Syu'bah telah meriwayatkannya dari Mugirah, dari Asy-Sya'bi dengan sanad yang sama, hanya saja di dalam riwayatnya disebutkan, "Barang siapa yang antara dia dan Rasulullah ﷺ terdapat perjanjian perdamaian, maka batas perjanjiannya berakhir setelah lewat empat bulan, hingga akhir hadits."
Ibnu Jarir mengatakan, “Aku merasa khawatir bila hal ini merupakan ilusi dari sebagian yang aku nukil, mengingat berita tentang masalah ini cukup banyak perselisihannya.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Simak, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ mengutusnya bersama Abu Bakar untuk mengumumkan seruan ini. Ketika Rasulullah ﷺ sampai di Dzul Hulaifah, beliau bersabda, "Tiada yang pantas menyampaikannya kecuali seorang lelaki dari kalangan Ahli Baitku." Maka beliau ﷺ mengutus Ali bin Abu Talib radhiyallahu ‘anhu untuk menyerukannya.
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir, dari Bandar, dari Affan dan Abdus Samad keduanya dari Hammad bin Salamah dengan lafaz yang serupa. Kemudian ia mengatakan bahwa hadits ini yang dari Anas radhiyallahu ‘anhu berpredikat gharib (maksud beliau: dha’if (lemah) -pent).
Abdullah bin Ahmad bin Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Lawin, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Jabir, dari Simak, dari Hanasy, dari Ali radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa ketika diturunkan sepuluh ayat dari surat Bara’ah kepada Nabi ﷺ, maka Nabi ﷺ memanggil Abu Bakar dan mengutusnya untuk membacakan ayat-ayat tersebut kepada penduduk Mekkah. Kemudian Nabi ﷺ memanggil Ali dan bersabda, "Susullah Abu Bakar. Manakala kamu menyusulnya, maka ambillah surat itu darinya, lalu pergilah ke Mekkah dan bacakanlah isinya kepada mereka!" Ali melanjutkan kisahnya, bahwa ia menyusul Abu Bakar ketika ia berada di Juhfah.
Lalu ia mengambil surat itu dari tangan Abu Bakar, sedangkan Abu Bakar sendiri kembali kepada Nabi ﷺ dan bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah telah diturunkan sesuatu mengenai diriku?" Nabi ﷺ menjawab, "Tidak, tetapi Jibril datang kepadaku dan mengatakan bahwa tiada yang layak untuk menjadi gantimu kecuali engkau sendiri atau seseorang dari kalangan ahli baitmu."
Sanad hadits ini mengandung kelemahan, karena makna yang dimaksud bukanlah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu kembali pada saat itu juga setelah suratnya diambil alih oleh Ali, melainkan ia kembali sesudah menunaikan manasik yang diperintahkan oleh Rasulullah ﷺ untuk memimpinnya dan dia sebagai amirnya, seperti apa yang akan diterangkan di dalam riwayat yang lain.
Abdullah bin Ahmad bin Hambal telah meriwayatkan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Umar bin Hammad, dari Asbat bin Nasr, dari Simak, dari Hanasy, dari Ali radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika Rasulullah ﷺ mengutusnya untuk menyerukan pemutusan hubungan, ia berkata, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku bukan ahli bicara dan bukan pula ahli berkhutbah." Nabi ﷺ bersabda, “Seharusnya aku sendiri yang menyampaikannya atau kamu yang menyampaikannya." Ali berkata, “Jika merupakan keharusan, maka saya akan berangkat." Nabi ﷺ bersabda, "Berangkatlah, sesungguhnya Allah akan meneguhkan lisanmu dan memberikan petunjuk ke hatimu." Nabi ﷺ mengatakan demikian seraya meletakkan tangannya ke mulut Ali.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq, dari Zaid bin Yasig (seorang lelaki), dari Hamdan bahwa kami pernah bertanya kepada Ali, "Misi apakah yang pernah engkau bawa?" yakni di saat Nabi ﷺ mengutusnya bersama Abu Bakar dalam musim haji itu.
Ali menjawab, "Saya diutus untuk menyampaikan empat perkara, yaitu: Tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman, tidak boleh ada lagi orang yang melakukan tawaf dengan telanjang. Dan barang siapa yang antara dia dengan Nabi ﷺ terdapat perjanjian, maka batas keamanannya sampai habis masa perjanjiannya. Dan sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang yang musyrik mengerjakan haji."
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya dari Qilabah, dari Sufyan bin Uyaynah, dan ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
Syu'bah meriwayatkannya dari Abu Ishaq, dan dia mengatakan bahwa Zaid bin Utsail keliru dalam periwayatannya. Ats-Tsauri meriwayatkannya dari Abu Ishaq, dari sebagian teman-temannya, dari Ali radhiyallahu ‘anhu.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Zakariya, dari Abu Ishaq, dari Zaid bin Yatsigh, dari Ali yang mengatakan, "Rasulullah ﷺ ketika diturunkan kepadanya surat Baraah mengutusku untuk menyerukan empat perkara yaitu tidak boleh lagi ada orang yang melakukan tawaf dengan telanjang, dan tidak boleh mendekati Masjidil Haram seorang musyrik pun sesudah tahun ini. Dan barang siapa yang antara dia dengan Rasulullah ﷺ terdapat perjanjian perdamaian, maka batasnya sampai habis masa perjanjiannya. Dan tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman."
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Muhammad bin Abdul Ala, dari Ibnu Tsaur dari Ma'mar, dari Abu Ishaq, dari Al-Harits, dari Ali yang mengatakan, “Saya pernah diutus untuk menyampaikan empat perkara, ...” hingga akhir hadits.
Israil telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Zaid bin Yasir yang mengatakan bahwa setelah surat Baraah diturunkan, Rasulullah ﷺ mengutus Abu Bakar, kemudian mengutus pula Ali untuk menggantikannya, maka Alilah yang menggantikannya. Ketika Abu Bakar kembali, ia bertanya, “Apakah telah diturunkan sesuatu mengenai diriku?" Nabi ﷺ bersabda, “Tidak, tetapi aku diperintahkan untuk menyampaikannya sendiri atau oleh seorang lelaki dari kalangan Ahli Baitku."
Ali pergi menemui penduduk Mekkah dan menyerukan empat perkara itu kepada mereka, "Sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik memasuki Mekkah, tidak boleh lagi ada orang tawaf di Baitullah dengan telanjang, tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman, dan barang siapa yang antara dia dengan Rasulullah ﷺ terdapat perjanjian perdamaian, maka batasnya adalah bila habis masa perjanjiannya."
Muhammad bin Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim bin Hakim bin Abbad bin Hanif, dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali ibnul Husain bin Ali yang mengatakan bahwa ketika surat Bara’ah diturunkan kepada Rasulullah ﷺ yang saat itu beliau telah mengutus Abu Bakar untuk memimpin haji orang-orang di tahun itu, dikatakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, sebaiknya engkau mengirimkan utusan kepada Abu Bakar." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak pantas menjadi waliku kecuali hanya seseorang dari Ahli Baitku."
Kemudian Nabi ﷺ memanggil Ali dan bersabda, "Berangkatlah kamu dengan membawa kisah dari surat Bara’ah ini dan serukanlah kepada semua orang pada Hari Raya Kurban bila mereka telah berkumpul di Mina, bahwa tidak akan masuk surga orang yang kafir, tidak boleh haji lagi seorang musyrik pun sesudah tahun ini, dan tidak boleh lagi ada orang yang tawaf di Baitullah dengan telanjang. Dan barangsiapa yang mempunyai perjanjian perdamaian dengan Rasulullah ﷺ, maka masa tangguhnya sampai berakhirnya masa perjanjiannya." Maka Ali berangkat dengan mengendarai unta Rasulullah ﷺ yang diberi nama Al-‘Adhba’, hingga menyusul Abu Bakar di tengah perjalanannya. Lalu Abu Bakar bertanya, "Apakah engkau datang sebagai pemerintah ataukah sebagai orang yang diperintah?" Ali menjawab, "Tidak, bahkan saya datang sebagai orang yang diperintah." Lalu keduanya melanjutkan perjalanannya. Maka Abu Bakar memimpin ibadah haji orang-orang pada tahun itu di tempat-tempat yang biasa mereka lakukan manasik haji di masa Jahiliahnya.
Kemudian ketika Hari Raya Kurban tiba, Ali berdiri, lalu mengumumkan seruan yang diperintahkan oleh Rasulullah ﷺ. Ia mengatakan, "Hai manusia, sesungguhnya tidak akan masuk surga orang yang kafir, dan sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik menunaikan haji, dan tidak boleh lagi ada orang yang tawaf dengan telanjang; dan barang siapa yang mempunyai perjanjian perdamaian dengan Rasulullah ﷺ maka batas penangguhannya ialah sampai habis masa perjanjiannya."
Sesudah tahun itu tidak ada lagi orang musyrik yang menunaikan haji, tidak ada pula orang yang tawaf dengan telanjang. Kemudian keduanya kembali kepada Rasulullah ﷺ. Hal tersebut merupakan pemutusan hubungan terhadap orang-orang musyrik dan orang-orang yang mempunyai perjanjian perdamaian yang tak terikat dengan waktu maupun yang terikat dengan waktu sampai masa yang ditentukan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah dan Abdullah bin Rasyid, telah menceritakan kepada kami Haiwah bin Syuraih, telah menceritakan kepada kami Ibnu Shakhr, bahwa dia pernah mendengar Abu Mu'awiyah Al-Bajali, seorang penduduk Kufah, mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abus Shahba’ Al-Bakri bercerita bahwa ia pernah bertanya kepada Ali tentang hari Haji Akbar.
Ali menjawab, "Rasulullah ﷺ mengutus Abu Bakar bin Abu Quhafah untuk memimpin ibadah haji kaum muslim, dan Nabi ﷺ mengutusku bersamanya dengan membawa empat puluh ayat dari surat Bara’ah. Ketika berada di Arafah Abu Bakar berkhutbah kepada semua orang di hari Arafah. Setelah menyelesaikan khotbahnya, ia menoleh ke arahku dan berkata, 'Berdirilah, hai Ali, sampaikanlah risalah dari Rasulullah ﷺ itu.' Aku bangkit dan membacakan kepada mereka empat puluh ayat dari surat Bara’ah.
Setelah itu kami berangkat dan mendatangi Mina, lalu aku melempar jumrah, menyembelih kurban, dan selanjutnya memotong rambut. Aku menyadari bahwa tidak semua orang yang berkumpul di hari Arafah menghadiri khutbah Abu Bakar itu.
Maka aku berkeliling ke seluruh perkemahan seraya membacakan ayat-ayat tersebut kepada mereka dari satu kemah ke kemah yang lain. Karena itulah kalian menduga bahwa hal itu terjadi pada Hari Raya Kurban, padahal tidak, melainkan pada hari Arafah."
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Abu Ishaq, bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Juhaifah tentang hari Haji Akbar. Kemudian dijawab bahwa hari itu adalah hari Arafah. Ia bertanya, "Apakah hal itu dari dirimu sendiri ataukah dari sahabat Nabi Muhammad ﷺ?" Abu Juhaifah menjawab bahwa semuanya mengatakan demikian.
Abdur Razzaq meriwayatkan pula dari Ibnu Juraij, dari ‘Atha’ yang mengatakan bahwa hari Haji Akbar adalah hari Arafah.
Amr ibnul Walid As-Sahmi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syihab bin Abbad Al-Basri, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab mengatakan, "Hari ini adalah hari Arafah, hari ini adalah hari Haji Akbar, maka jangan sekali-kali ada seseorang yang melakukan puasa padanya." Perawi, Syibah bin Abbad Al-Bashri, melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia mengerjakan haji sesudah ayahnya dan mendatangi Madinah, lalu menanyakan tentang penduduknya yang paling utama.
Orang-orang Madinah menjawab bahwa dia adalah Sa'id ibnul Musayyib. Maka saya (perawi) datang kepadanya dan bertanya, "Sesungguhnya saya telah bertanya kepada mereka tentang penduduk Madinah yang paling utama, ternyata mereka mengatakan Sa'id ibnul Musayyib, maka ceritakanlah kepadaku tentang puasa hari Arafah."
Sa'id ibnul Musayyib menjawab, "Aku akan menceritakan kepadamu tentang apa yang telah dikatakan oleh orang-orang yang lebih utama daripada diriku sebanyak seratus kali lipat. Dia adalah Umar atau Ibnu Umar, bahwa dia telah melarang melakukan puasa pada hari Arafah, dan dia mengatakan bahwa hari Arafah adalah hari Haji Akbar.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Dan hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abdullah ibnu Zubair, Mujahid, Ikrimah, dan Tawus, bahwa mereka telah mengatakan bahwa hari Arafah adalah hari Haji Akbar.
Sehubungan dengan hal ini terdapat sebuah hadits mursal yang diriwayatkan oleh Ibnu Juraij. Ia telah menceritakan dari Muhammad bin Qais, dari Ibnu Makhramah, bahwa pada hari Arafah Rasulullah ﷺ berkhutbah, yang antara lain mengatakan: “Hari ini adalah hari Haji Akbar.”
Telah diriwayatkan pula melalui jalur lain dari Ibnu Juraij: dari Muhammad bin Qais, dari Al-Miswar bin Makhramah, dari Rasululllah ﷺ, bahwa beliau berkhutbah kepada mereka di Arafah. Pada pembukaannya beliau membaca hamdalah dan pujian kepada-Nya, setelah itu beliau bersabda: “Amma ba'du, sesungguhnya hari ini adalah hari Haji Akbar.”
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada Hari Raya Kurban.
Hasyim telah meriwayatkan dari Ismail bin Abu Khalid, dari Asy-Sya'bi, dari Ali radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa hari Haji Akbar adalah Hari Raya Kurban.
Abu Ishaq As-Subai'i telah meriwayatkan dari Al-Haris Al-A'war, bahwa ia pernah bertanya kepada Ali radhiyallahu ‘anhu tentang hari Haji Akbar, maka Ali menjawab bahwa hari Haji Akbar adalah Hari Raya Kurban.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, ia pernah mendengar Yahya ibnul Jazzar menceritakan dari Ali radhiyallahu ‘anhu bahwa pada Hari Raya Kurban ia keluar dengan mengendarai baghal putihnya menuju Al-Jibanah. Tiba-tiba ada seorang lelaki datang yang langsung memegang tali kendali baghal kendaraannya dan menanyakan kepadanya tentang hari Haji Akbar. Maka Ali menjawab, "Hari Haji Akbar ialah harimu sekarang ini. Lepaskanlah kendaraanku!"
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan, dari Syu'bah, dari Abdul Malik bin Umair, dari Abdullah bin Abu Aufa, bahwa ia telah mengatakan, "Hari Haji Akbar adalah Hari Raya Kurban."
Syu'bah dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Abdul Malik bin Umair dengan lafaz yang serupa. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan lain-lainnya, dari Asy-Syaibani, dari Abdullah bin Abu Aufa.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abdullah bin Sinan yang menceritakan bahwa Al-Mugirah bin Syu'bah berkhutbah kepada kami pada Hari Raya Kurban di atas unta kendaraannya. Ia antara lain mengatakan “Hari ini adalah Hari Raya Kurban, dan hari ini adalah Hari Raya Adha dan hari ini adalah hari Haji Akbar."
Hammad bin Salamah telah meriwayatkan dari Simak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas: ia pernah mengatakan bahwa hari Akbar adalah Hari Raya Kurban. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Juhaifah, Sa'id bin Jubair, Abdullah bin Syaddad ibnul Had,Nafi' bin Jubair bin Mut'im, Asy-Sya'bi, Ibrahim An-Nakha'i, Mujahid, Ikrimah, Abu Ja'far Al-Baqir, Az-Zuhri, Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam; mereka semuanya telah mengatakan bahwa hari Haji Akbar ialah Hari Raya Kurban.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Dalam hadits yang terdahulu dari Abu Hurairah yang ada di dalam kitab Sahih Bukhari telah disebutkan bahwa Abu Bakar mengirim mereka pada Hari Raya Kurban untuk menyerukan maklumat ini di Mina. Sehubungan dengan hal ini terdapat hadits-hadits yang menceritakannya, antara lain ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Ja'far bin Jarir sebagai berikut: Telah menceritakan kepadaku Sahl bin Muhammad Al-Hassani, telah menceritakan kepada kami Abu Jabir Al-Harbi, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnul Gazi Al-Jarasyi, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa pada Hari Raya Kurban Nabi ﷺ berdiri di tempat pelemparan jumrah, yaitu pada haji wada'. Lalu beliau ﷺ bersabda: “Hari ini adalah hari Haji Akbar.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Marduyah melalui hadits Abu Jabir yang nama aslinya Muhammad bin Abdul Malik dengan sanad yang sama. Ibnu Marduyah telah meriwayatkannya pula melalui hadits Al-Walid bin Muslim, dari Hisyam ibnul Gazi dengan sanad yang sama. Kemudian ia meriwayatkannya pula melalui hadits Sa'id bin Abdul Aziz, dari Nazi' dengan sanad yang sama.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Amr bin Murrah, dari Murrah, dari Murrah Al-Hamdani, dari seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ berdiri di atas kendaraan unta merahnya di antara mereka, lalu bersabda: "Tahukah kalian, hari apakah yang kalian jalani sekarang? Mereka menjawab, "Hari ini adalah Hari Raya Kurban.” Rasulullah ﷺ bersabda, "Kalian benar, hari ini adalah hari Haji Akbar."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai’, telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun, dari Muhammad bin Sirin, dari Abdur Rahman bin Abu Bakrah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa pada hari itu Rasulullah ﷺ berdiri di atas unta kendaraannya, sedangkan orang-orang memegang tali kendalinya. Lalu beliau bertanya, "Hari apakah hari ini?" Kami diam, sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama selain nama lazimnya. Lalu beliau bersabda: “Bukankah hari ini adalah hari Haji Akbar?”
Sanad hadits ini sahih, inti hadits ini disebutkan di dalam kitab Shahih.
Abul Ahwas telah meriwayatkan dari Syabib, dari Urwah, dari Sulaiman bin Amr ibnul Ahwas dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ dalam haji wada'-nya bersabda, "Hari apakah sekarang?" Mereka menjawab, "Hari ini adalah hari Haji Akbar."
Dari Sa'id ibnul Musayyib, disebutkan bahwa ia telah mengatakan, "Hari Haji Akbar ialah hari kedua dari Hari Raya Kurban." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Mujahid mengatakan bahwa hari Haji Akbar adalah semua hari haji. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Ubaid.
Sufyan mengatakan bahwa hari haji, hari Perang Jamal, dan hari Perang Siffin, semuanya terjadi dalam hari-hari haji.
Sahl As-Siraj mengatakan bahwa Al-Hasan Al-Basri pernah ditanya mengenai hari Haji Akbar, maka ia menjawab, "Mengapa kalian menanyakan tentang Haji Akbar? Hari Haji Akbar adalah hari ketika Abu Bakar diangkat oleh Rasulullah ﷺ menjadi amir haji untuk memimpin haji kaum muslim." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abi Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Ibnu Aun, bahwa ia pernah bertanya kepada Muhammad (yakni Ibnu Sirin) tentang hari Haji Akbar. Maka Ibnu Sirin menjawab, "Hari Haji Akbar ialah suatu hari yang bertepatan dengan hari Rasulullah ﷺ mengerjakan ibadah haji dan berhaji pula seluruh penduduk Badui (nomaden).
Setelah ayat sebelumnya menyatakan pemutusan hubungan dengan kaum musyrik Mekah, maka ayat ini menegaskan kembali maklumat ini serta menyebarluaskannya kepada semua orang dalam tenggang waktu empat bulan. Dan bahwa inilah satu maklumat atau pemberitahuan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar yang terjadi pada tahun ke-9 Hijriah, bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrik Mekah berupa pemutusan hubungan perjanjian dengan mereka; dan begitu pula Rasul-Nya melakukan hal yang sama. Kemudian Allah menegaskan kembali jika kalian, wahai kaum musyrik, bertobat, maka itu lebih baik bagi kalian di dunia dan akhirat; dan jika kalian berpaling dari keimanan yang benar atau tidak mau bertobat, maka ketahuilah bahwa kalian tidak dapat melemahkan atau lari dari azab Allah. Dan dengan demikian berilah kabar gembira kepada orang-orang kafir tersebut bahwa mereka akan mendapat azab yang pedih, baik di dunia ini sebagai tawanan atau terbunuh dan di akhirat kelak, yaitu dimasukkan ke dalam neraka. -.
Pada ayat ini Allah menerangkan satu pernyataan pada hari Haji Akbar yang isinya menyatakan bahwa Allah dan Rasul-Nya memutuskan hubungan dan perjanjian dengan orang musyrik serta membersihkan agama mereka dari semua khurafat dan kesesatan.
Banyak hadis-hadis sahih yang diriwayatkan bertalian dengan permasalahan ini, antara lain bahwa Abu Hurairah berkata:
Saya (Abu Hurairah) diutus oleh Abu Bakar pada hari raya haji bersama dengan orang-orang yang ditugaskan untuk memaklumkan di Mina bahwa orang musyrik tidak diperbolehkan naik haji sesudah tahun ini dan tidak dibolehkan tawaf di Baitullah dengan telanjang. Kemudian Rasulullah ﷺ menyusuli dengan mengutus Ali bin Abi thalib dan memerintahkannya untuk memaklumkan (membaca ayat) Baraah dan orang musyrik tidak dibolehkan haji lagi sesudah tahun itu dan tidak dibolehkan tawaf di Baitullah dengan telanjang (sebagaimana kebiasaan kaum musyrikin). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Abu Hurairah berkata lagi:
Saya bersama-sama dengan Ali bin Abi thalib ketika ia diutus Rasulullah ﷺ kepada penduduk Mekah dengan (membacakan) ayat Baraah lalu ia bertanya, "Apakah yang kamu serukan (umumkan)." Ali menjawab, "Kami serukan, bahwa tidak ada yang masuk surga melainkan orang-orang mukmin, tidak dibolehkan tawaf di Baitullah dengan telanjang, barang siapa yang ada janji dengan Rasulullah ﷺ maka temponya atau masanya sampai empat bulan dan apabila selesai empat bulan, maka Allah dan Rasul-Nya membebaskan diri dari orang musyrikin, dan tidak dibolehkan orang musyrikin naik haji ke Baitullah ini sesudah tahun kita ini (tahun ke-9 Hijri)." (Riwayat Ahmad dari Abu Hurairah)
Para ulama banyak mengemukakan pendapat tentang apa yang dimaksud dengan haji akbar, antara lain sebagai berikut:
a. Menurut Abdullah bin Harits, Ibnu Sirin dan Asy-Syafii bahwa yang dimaksud dengan haji akbar ialah hari Arafah, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibnu Majah.
b. Menurut Ibnu Qayyim dan lain-lainnya bahwa yang dimaksud dengan haji akbar ialah hari Nahar atau hari menyembelih kurban (10 Zulhijjah) berdasarkan hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim.
c. Al-Qadzi (Iyadz) mengatakan, "Apabila kita meneliti pendapat-pendapat itu maka pendapat yang terpilih adalah haji akbar itu ialah hari-hari mengerjakan manasik haji sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid. Tetapi apabila kita membahas tentang hari raya Haji Akbar, maka tidak diragukan lagi ialah wukuf di Arafah karena haji adalah Arafah. Barang siapa yang dapat wukuf di Arafah, maka ia benar-benar melakukan ibadah haji, dan barang siapa yang tidak wukuf di Arafah, maka ia tidak memperoleh haji. Maka yang dimaksud dengan haji akbar dalam surah ini dan diucapkan Nabi ﷺ dalam khutbahnya, ialah hari Nahar."
Adapun sebab dinamakan haji akbar yang berarti haji besar, maka sebagian ulama mengatakan ialah untuk membedakannya dengan umrah yang disebut haji kecil. Ada pula yang mengatakan, karena amal-amal yang dikerjakan pada masa haji itu lebih besar pahalanya jika dibandingkan dengan amal-amal yang dikerjakan pada masa-masa yang lain. Ada pula yang mengatakan, karena pada waktu itulah nampak kemuliaan yang lebih besar bagi kaum Muslimin dan kehinaan bagi orang-orang musyrikin dan masih banyak lagi pendapat lain yang berbeda.
Menurut ayat ini kelanjutan dari pemberitahuan itu ialah jika kaum musyrikin bertobat, menyesali kesesatan mereka dari perbuatan syirik, melanggar janji, dan sebagainya, dan kembali kepada jalan yang benar, yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan menghilangkan permusuhan dengan kaum Muslimin, maka itulah yang paling baik bagi mereka untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Akan tetapi, jika mereka berpaling, tidak mau menerima kebenaran dan petunjuk dan tetap membangkang, maka mereka tidak akan dapat melemahkan kekuasaan Allah dan tidak akan dapat menghilangkan pertolongan yang dijanjikan Allah kepada Rasulullah ﷺ dan kepada orang-orang mukmin, yaitu kemenangan mereka dalam mengalahkan orang-orang musyrik dan munafik. Mereka bukan saja menderita kekalahan dan kehinaan di dunia bahkan Rasulullah pun diperintahkan Allah untuk menyampaikan berita bahwa mereka akan mendapat siksa yang sangat pedih di akhirat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Surah at-Taubah
(PERMOHONAN AMPUN)
SURAH KE-9,129 AYAT, DITURUNKAN Di MADINAH
(AYAT 1 -93)
Bismillahirrahmanirrahim
Tahun itu merupakan tahun kesembilan Hijriah. Pada tahun kedelapan Mekah sudah ditaklukkan. Dengan jatuhnya Mekah dan kalahnya pertahanan penghabisan kaum musy-rikin dalam Peperangan Hunain, maka habislah segala kekuatan mereka. Dengan jatuhnya Mekah ke tangan Islam, kekuatan musyrikin sudah tidak ada lagi. Mereka sebagian besar telah tobat dan memeluk Islam. Thaif pun akhirnya datang juga menyatakan ketundukan.
Baik menurut kenyataan de-facto ataupun menurut kenyataan hukum dan pengakuan de-jure, daulah Islamiyah telah berdiri. Tinggal lagi menghapuskan sisa-sisa yang tinggal. Sebab itu, pada tahun kesembilan itu tidaklah Rasulullah ﷺ sendiri yang memimpin kaum Muslimin yang telah beratus-ribu itu (kira-kira 174.000 orang) untuk mengerjakan haji, melainkan diserahkannya pimpinan kepada Abu Bakar. Kemudian setelah Abu Bakar berangkat ke Mekah memimpin rombongan kafilah haji yang besar itu, Rasul ﷺ menyuruh Ali bin Abi Thalib menyusul Abu Bakar. Mulanya Abu Bakar menyangka kalau-kalau pimpinan akan diambil dari tangannya dan diserahkan kepada Ali. Oleh karena beliau memang seorang yang sangat jujur dan setia kepada Rasul, tidaklah dia keberatan kalau pimpinan hendak diserahkan kepada yang lebih muda itu (usia Abu Bakar ketika itu 60 tahun). Tetapi Ali menjelaskan bahwa kedatangannya bukanlah buat menggantikan pimpinan beliau, hanya semata-mata membawa tugas istimewa dari Rasulullah ﷺ, dalam rangka pimpinan Abu Bakar, buat membacakan beberapa peraturan yang telah datang dari langit, di dalam surah Bara'ah mengenai hubungan dengan kaum musyrikin.
Maka sesampai di Mekah, sampai pun ketika wuquf ke Arafah ataupun sampai mabit (bermalam) di Mina, dilaksanakanlah perintah membacakan pangkal surah Bara'ah ini oleh Ali di bawah perintah Abu Bakar. Dia bacakan dengan tidak memakai bismillah lagi:
Ayat 1
“(Suatu) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang yang telah kamu adakan perjanjian, dari orang-orang musyrikin itu."
Artinya, mulai saat ini sekalian perjanjian-perjanjian yang pernah diperbuat di antara Nabi ﷺ dengan kaum musyrikin, tidak akan berlaku lagi. Dalam perjuangan selama se-puluh tahun, sejak Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah, sudah banyak diperbuat perjanjian dengan kaum musyrikin itu, baik yang di Mekah ataupun di tempat lain dengan kabilah yang lain. Perjanjian tidak serang-menyerang, perjanjian jaminan tidak akan berperang se-kian tahun, dan sebagainya. Berkali-kali timbul kejadian, setelah perjanjian diikat, kaum musyrikin jualah yang memungkiri janji itu, sebagaimana kejadian dengan kaum Quraisy yang memungkiri satu pasal dari janji Hu-daibiyah, yaitu memberikan perbantuan kepada kabilah yang berjanji dengan mereka, ketika kabilah itu berperang dengan kabilah yang telah mendapat perlindungan dari Nabi ﷺ Dalam perjanjian itu disebut pula tidak akan berperang selama sepuluh tahun. Tetapi dengan sebab mereka memungkiri janji itu terlebih dahulu, berhaklah Rasulullah ﷺ menyerang Mekah, padahal baru dua tahun saja sesudah perjanjian diperbuat.
Begitulah juga ketika terjadi Peperangan Tabuk. Berkata mufassir al-Baghawi bahwa seketika Perang Tabuk itu kaum munafik telah menunjukkan sikap yang tidak jujur dan kaum musyrikin mulai pula memungkiri janji-janji mereka, karena melihat bahwa persiapan Peperangan Tabuk itu sangat sukar.
Lantaran itu datanglah firman Allah, sebagai tersebut dalam surah al-Anfaal ayat 58 bahwa kalau Rasul ﷺ takut bahwa janji itu akan mereka khianati, hendaklah Rasul ﷺ mencampakkan janji itu ke muka mereka dengan tegas (‘alaa sawaa).
Dari bukti dan pengalaman-pengalaman yang telah banyak terjadi itu dapatlah disim-pulkan bahwa kaum musyrikin, kalau masih dapat mencari dalih, mereka akan berusaha melepaskan diri dari ikatan janji dengan cara yang tidak jujur.
Sekarang dengan kemenangan-kemenangan islam yang telah berturut-turut, sehingga kepribadian yang dipertahankan musyrikin itu tidak ada lagi, bahwa seluruh kekuasaan sudah berada pada Rasul ﷺ, dan tidak ada lagi kekuasaan yang kedua di seluruh negeri itu, datanglah ketentuan Rasul ﷺ menyatakan bahwa mulai saat itu segala perjanjian yang pernah diikat di antara musyrikin dengan Rasul ﷺ, tidak berlaku lagi. Hal ini disuruh sampaikan oleh utusan istimewa Rasulullah ﷺ sendiri, Ali bin Abi Thalib ketika musim haji. Sebab haji pada musimnya itu dikerjakan juga oleh orang yang masih musyrik. Sebab itu kalau kaum musyrikin masih ada, mereka pun dapat mendengarkan pengumuman itu. Yaitu bahwa mulai saat itu, Rasulullah ﷺ atau kaum Muslimin seluruhnya tidak terikat lagi dengan sekalian janji yang pernah diperbuat pada masa-masa yang lalu itu. Sebab itu maka kedatangan Ali bin Abi Thalib adalah sebagai membacakan proklamasi.
Ayat 2
“Maka bolehlah kamu melawat-lawat dibumi selama empat bulan."
Artinya, diberi waktu selama empat bulan, yaitu mulai proklamasi itu pada 10 Dzulhijjah tahun kesembilan sampai pada sepuluh hari bulan Rabful Akhir tahun kesepuluh. Selama empat bulan itu mereka diberi kesempatan untuk berpikir, apakah mereka akan terus tunduk ataupun mereka akan melawan juga. Selama empat bulan mereka tidak akan di-ganggu-gugat oleh kaum Muslimin, tidak akan diperangi. Memberi tempo empat bulan itu pun termasuk dalam rangka proklamasi. Suatu kesempatan yang begitu luas diberikan kepada mereka yang menunjukkan betapa kekuatan Islam pada masa itu. Sehingga kalaupun mereka dalam masa empat bulan itu hendak menyusun kekuatan kembali akan memerangi Islam, Rasul ﷺ dan kaum Muslimin pun bersedia menghadapinya. Namun, diberikan
juga lanjutan peringatan, supaya mereka berpikir-pikir benar terlebih dahulu sebelum menempuh jalan yang salah, “Dan ketahuilah olehmu bahwasanya kamu tidaklah akan terlepas dari Allah!" Artinya, kalau kamu gegabah, terburu-buru mengambil keputusan akan mempergunakan hari yang empat bulan buat menyusun kekuatan kembali akan melawan Allah dan Rasul, percuma dan sia-sialah perbuatanmu itu, sebab kekuatan kamu tidak ada lagi, dan kamu tidak akan terlepas dari ancaman Allah.
“Dan bahwasanya Allah akan menghinakan orang-orang yang kafir."
Tekanan kata menguatkan yang pertama bahwasanya kalau mereka melawan, mereka akan kalah. Kekuatan mereka tidak ada lagi.
Dan kalau mereka tidak segera memeluk Islam, mereka akan hina. Sebab selain dari Islam, agama yang diakui hanyalah dua agama Ahlul Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani. Ke-musyrikan tidak ada lagi tempatnya di tanah Arab. Untuk ini, sebagai penjelasan maka Ali bin Abi Thalib menyampaikan pula pesan tambahan lisan dari Rasulullah ﷺ:
“Tidak boleh lagi orang musyrik naik haji sejak tahun ini dan tidak, boleh ada orang yang thawaf sambil bertelanjang."
Pendeknya sejak hari itu kemusyrikan tidak diakui lagi di Tanah Arab.
Ayat 3
“Dan (inilah pula) satu pemberitahuan dari Allah dan Rasul-Nya kepada manusia pada hari Haji Yang Besar bahwasanya Allah memutuskan hubungan dengan orang-orang musyrikin itu, dan begitu (pula) Rasul-Nya."
Artinya bahwa diberitahukan, dipermaklumkan, diproklamasikan di hadapan umum bahwa mulai waktu itu segala perjanjian di antara Rasulullah ﷺ dengan kaum musyrikin tidak berlaku lagi, hubungan telah diputuskan.
Untuk itu sengaja diutus Ali bin Abi Thalib sebagai keluarga yang terdekat dari Nabi ﷺ untuk menuruti Abu Bakar yang telah ditetapkan oleh Nabi ﷺ menjadi Amir al-Haj di tahun kesembilan itu. Demikian pentingnya proklamasi ini, sehingga ketika orang bertanya kepada Rasulullah ﷺ mengapa tidak dirang-kapkan saja tugas itu kepada Abu Bakar, beliau telah menjawab bahwa untuk menyampaikan maklumat yang penting itu, dipakai tradisi atau adat istiadat bangsa Arab yang telah tua, yaitu hendaklah keluarga beliau yang paling dekat sendiri yang diwakilkan, kalau tidak dapat yang bersangkutan sendiri. Karena bagi kaum musyrikin itu, pribadi Nabi ﷺ sendirilah yang dianggap bertanggung jawab. Karena demikian pula keterangan yang diterima Rasulullah ﷺ dari Jibril.
Abu Hurairah yang turut mengiringkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika menyusul Abu Bakar itu, telah berkata, “Aku ada beserta Ali pada waktu menyampaikan Bara'ah itu. Maka kami telah menyorak-nyorakkan,
“Tidak akan masuk ke dalam surga melainkan orang yang beriman. Dan tidak boleh lagi thawaf orang yang bertelanjang. Dan barangsiapa yang ada diantaranya dan di antara Rasulullah, ﷺ suatu perjanjian, maka masanya dan batasnya ialah sampai empat bulan. Bila habis empat bulan lepaslah Allah dari ikatan janji itu. Demikian juga RasubNya. Dan, sesudah tahun ini orang musyrikin tidak boleh lagi naik haji ke rumah ini."
Menurut hadis Bukhari dan Muslim, Abu Bakar pun telah mendapat juga perintah me-nyuruh menyampaikan pengumuman ini, dan telah beliau suruh dua orang yang lantang suaranya menyorak-nyorakkan dengan suara keras. Tetapi dengan kedatangan Ali sebagai utusan resmi Rasulullah ﷺ, sebagai keluarganya yang terdekat, yaitu menuruti adat orang Arab bila memutuskan perjanjian sepihak, kalau tak dapat yang bersangkutan sendiri datang, hendaklah diutusnya keluarga terdekat. Dengan sebab demikian bertambah diperkukuh dan bertambah jadi resmilah sifat pengumuman itu. Dalam satu hadits di-riyatakan bahwa Abu Hurairah yang turut membantu, sampai parau suaranya.
TENTANG HAJI AKBAR
Bilakah hari yang dinamai Haji Akbar itu?
Patut juga kita ketahui tentang Haji Akbar itu menurut sumber yang sebenarnya. Sebab sudah menjadi kebiasaan orang awam di dunia ini bahwa yang dikatakan Haji Akbar ialah bila waktu wuquf di Arafah bertepatan dengan hari Jum'at.
Dirawikan oleh Ibnu Jarir:
Menyampaikan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Abil Hakam, mengabarkan kepada kami Abu Zar'ah dan Abdullah bin Rasyid, mengabarkan kepada kami Haywah bin Syuraih, mengabarkan kepada kami Ibnu Syakhar, bahwa dia telah mendengar Abu Mu'awiyah al-Bajali salah seorang penduduk Kufah. Dia ini berkata, “Saya mendengar Abu Shahba al-Bakri berkata, ‘Aku bertanya kepada Ali dari hal Haji Akbar itu. Menjawab Ali, ‘Bahwasanya Rasulullah ﷺ mengutus Abu Bakar bin Abu Quhafah memimpin orang pergi haji. Lalu saya pun dikirim pula beserta (Abu Bakar) dengan membawa 40 ayat dari surah Bara'ah. Sehingga sampai ke Arafah, maka berkhutbahlah Abu Bakar pada Hari Arafah itu. Setelah selesai beliau berkhutbah, menolehlah beliau kepadaku seraya berkata, ‘Berdirilah engkau hai Ali! Penuhilah tugas yang dipikulkan Nabi ﷺ Kepadamu. Maka saya pun berdirilah, lalu saya baca 40 ayat surah Bara'ah itu. Kemudian setelah selesai wuquf, kami melanjutkan ke Mina. Maka saya lontarlah jumrah dan saya sembelih kurban dan saya cukur rambut saya. Maka tahulah saya bahwa belum seluruh orang yang berhaji itu yang mendengar khutbah Abu Bakar di Hari Arafah. Maka saya kelilingilah kemah-kemah yang banyak itu satu demi satu, dan saya bacakan ayat yang 40 itu."
Berkata Ali selanjutnya, “Saya sangka Tuan-Tuan berpendapat bahwa (Haji Akbar) itu pada Hari Nahar. Ketahuilah, bahwa hari itu ialah Hari Arafah."
Dan berkata pula Abdurrazzaq, dia menerima dari Ma'mar, dia menerima dari Abu Ishaq, dia ini berkata, “Aku tanyakan kepada Abu Hurairah dari hal Haji Akbar itu.
Dia menjawab, ‘Hari Arafah, Lalu saya tanyakan pula, Apakah keterangan ini dari engkau sendiri atau dari sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ?' Dia menjawab, “Semua sama pendapat tentang itu." (bahasa Arabnya: Kullun fi zaalika).
Dan, diriwayatkan pula dari Abdurrazzaq, dari Ibnu Juraij dan Atha, “Hari Haji Akbar ialah Hari Arafah."
Dan berkata Amir bin al-Walid as-Sahmi, “Menyampaikan kepada kami Syihab bin Ab-bad al-Bishri, dia menerima dari ayahnya. Berkata ayahnya itu, Aku mendengar Umar bin Khaththab berkata, ‘Ini adalah Hari Arafah. Ini adalah hari Haji Akbar, maka janganlah seorang juga berpuasa di hari ini. Lalu dia berkata selanjutnya. Aku pun pergi naik haji sesudah (wafat) ayahku. Maka datanglah aku ke Madinah. Lalu, aku bertanya siapa orang Madinah ini yang lebih afdhal (lebih terkemuka dari yang lain). Orang menjawab, ‘Said bin al-Musayyab. Sebab itu, ajarkanlah kepadaku dari hal puasa pada Hari Arafah, bolehkah tidak?' Dia berkata, ‘Saya akan mengabarkan kepada engkau apa yang pernah saya terima dari orang yang 1.000 kali lebih afdhal daripadaku, yaitu Umar atau Ibnu Umar (ragu pembawa riwayat). Beliau melarang puasa di hari itu dan beliau katakan bahwa hari itu adalah hari Haji Akbar."
Dirawikan hadits itu oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim. Demikian pula dirawikan oleh Ibnu Abbas, Abdullah bin Zubair, Mujahid, Ikrimah, dan Thaus. Semua berpendapat bah-wa Hari Arafah, itulah hari Haji Akbar.
Semua ini kita salinkan dari Tafsir Ibnu Katsir.
Lalu di sini kita salinkan pula keterangan lain yang diterima dari Abdullah bin Abi Aufaa. Dia berkata, “Hari Haji Akbar ialah Hari Nahar"
Hari Nahar (dengan huruf kha tidak bertitik atau huruf jim tidak bertitik), ialah hari penyembelihan kurban, hari kesepuluh.
Menurut keterangan dari al-A'masy yang diterimanya dari Abdullah bin Sinan. Dia berkata, “Mughirah bin Syu'bah pernah berkhutbah di Hari Adha, dengan mengendarai seekor unta, ‘Hari ini adalah Hari Adha, hari ini adalah Hari Nahar, dan inilah hari Haji Akbar."
Merawikan pula Humaid bin Salamah dari Sammak dan Ikrimah (Maulaa Ibnu Abbas) dari Ibnu Abbas bahwa Ibnu Abbas berkata, “Hari Akbar ialah Hari Nahar."
Selain itu, terdapat riwayat bahwa Abu Juhaifah, Said bin Jubair, Abdullah bin Syaddad bin al-Had, Nafi bin Jubair bin Muth'im, asy-Sya'bi, Ibrahim an-Nakha'i, Mujahid, dan Ikrimah, Abu Ja'far al-Baqir, az-Zuhri, dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam; semuanya berpendapat bahwa Haji Akbar itu ialah Hari Nahar (hari Kesepuluh).
Semuanya ini adalah nama tabi'in.
Menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Tirmidzi, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaihi, dari Ali bin Abi Thalib bahwa Ali pernah bertanya langsung kepada Rasulullah ﷺ tentang Haji Akbar itu. Maka beliau menjawab,
“Ialah Hari Nahar."
Menurut hadits yang dirawikan pula Ibnu Abu Aufaa bahwa Rasulullah ﷺ bersabda
“Hari penyembelihan kurban inilah hari Haji Akbar." (HR Ibnu Abu Aufaa)
Keterangan ini menjadi lebih jelas lagi setelah datang sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu )arir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Abusy-Syaikh, Ibnu Mardawaihi, dan Abu Nu'aim, diterima dari Abdullah bin Umar,
“Bahwasanya Rasulullah ﷺ berdiri di Hari Nahar di antara ketiga jamrah, pada waktu haji yang beliau hajikan. Maka beliau berkata, ‘Hari apakah ini.' Mereka menjawab, ‘Hari Nahar!' Maka beliau berkata, ‘Inilah dia hari Haji Akbar."‘ (HR Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Abusy-Syaikh, Ibnu Mardawaihi, dan Abu Nu'aim)
Menilik kedua riwayat itu, teranglah bahwa yang dimaksud dengan hari Haji Akbar, ialah Hari Nahar, hari penyembelihan kurban, yaitu hari kesepuluh di Mina.
Sekarang jelas apa yang dimaksud dengan Haji Akbar, niscaya timbul pula pertanyaan, “Apa yang dimaksud dengan Haji Ashghar?Atau Haji Kecil?"
Menurut riwayat dari beberapa orang tabi'in, terutama Atha, asy-Sya'bi, dan Mujahid:
yang dimaksud dengan Haji Akbar ialah Hari Nahar, hari kesepuluh setelah kita sampai di Mina, kembali dari Arafah dan Muzdalifah. Karena pada hari itu, seluruh manasik haji telah sempurna.
Tetapi menurut suatu riwayat lagi dari Sufyan ats-Tsauri, “Seluruh hari haji itu dinamai Haji Akbar. Yaitu sejak kita mulai bersiap akan berangkat di hari kedelapan yang dinamai hari Tarwiyah, sampai wuquf di Arafah, sampai bermalam di Muzdalifah, dan sampai melontar jamratul Aqabah pagi-pagi hari kesepuluh, lalu memotong rambut dan menyembelih kurban, semuanya itu dinamai Hari Akbar!" Sufyan ats-Tsauri memisalkannya kepada memakai kalimat hari dalam hal yang penting-penting, seumpama Hari Penaklukkan Mekah (Majmal Fathi).
Menurut sebuah riwayat pula dari Mujahid: Haji Akbar ialah Haji Qiran dan Haji Ashghar ialah Haji Ifrad.
Menurut riwayat yang dikuatkan pula oleh Ibnu Jarir ath-Thabari, “Haji Akbar ialah haji seluruhnya dan Haji Ashghar ialah umrah. Sebab manasik yang dikerjakan ketika haji lebih banyak, sebab itu dinamai Haji Besar. Dan, manasik yang dikerjakan di waktu umrah sedikit saja, sebab itu dinamai Haji Ashghar (Kecil).
Riwayat ini diterima juga dari Ibnu juraij dan dari Atha.
Maka banyak pulalah terdapat riwayat bahwa Haji Akbar itu adalah terjadi pada tahun kesembilan, pada haji yang dipimpin oleh Abu Bakar itu. Sebab katanya, pada hari itu berkumpul dan bersamaan tanggal haji orang musyrikin dengan tanggal jatuhnya hari raya orang Yahudi dan hari raya orang Nasrani.
Pendapat ini dikuatkan pula oleh satu riwayat pertanyaan orang kepada tabi'in yang masyhur, al-Hasan al-Bishri. Orang bertanya, “Bilakah Hari Haji Akbar itu?" Beliau menjawab, “Apa perlunya kamu tanyakan lagi perkara Haji Akbar itu? Haji Akbar telah terjadi pada tahun Abu Bakar diangkat Rasulullah ﷺ menjadi wakilnya, lalu dia pun membawa manusia naik Haji di tahun itu." Riwayat ini diterima dari Ibnu Abi Hatim.
Maka kalau perkataan Hasan Bishri itu yang dijadikan pedoman, niscaya Haji Akbar hanya baru sekali kejadian, yang bertepatan padanya hari raya orang Islam dengan hari raya orang Yahudi dan Nasrani.
Tetapi ada lagi suatu riwayat syadzdzah (mengganjil) yang diterima dari Ibnu Sirin yang dirawikan oleh Ibnu Jarir dari Waki', ketika orang bertanya kepada Ibnu Sirin tentang Haji Akbar. Beliau menjawab, “Haji Akbar ialah haji yang bersamaan di antara Haji Rasulullah ﷺ dengan naik hajinya orang Wabar (Wabar menurut kamus ialah Badui).
Sejak Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah, beliau hanya mengerjakan umrah satu kali, yaitu Umrah Qadha tahun ketujuh. Lalu beliau menaklukkan Mekah pada tahun kedelapan. Naik Haji tahun kesembilan dipimpin oleh Abu Bakar. Dan Rasulullah ﷺ naik haji hanya sekali pula, yaitu tahun kesepuluh. Dan haji ini ialah yang terkenal dengan sebutan Haji Wada' (Haji Selamat Tinggal). Karena, tahun depannya Rasulullah ﷺ tidak naik haji lagi. Sebab 80 hari sesudah itu, beliau wafat.
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha menulis di dalam Tafsir al-Manar bahwa Rasulullah ﷺ wuquf di Arafah ketika Haji Wada' itu bertepatan dengan hari Jum'at.
Dari sinilah barangkali sebabnya maka timbul kepercayaan pada orang awam bahwa Haji Akbar itu akan terjadi apabila wuquf di Arafah itu bertepatan dengan Hari Jum'at, maka haji pada tahun itu adalah Haji Akbar.
Kepercayaan orang awam ini dihubung-hubungkan juga karena ada sabda Nabi bahwa hari Jum'at adalah Sayyidul Ayyam, penghulu dari hari yang tujuh. Jika bertepatan dengan Wuquf, niscaya dia menjadi Akbar!
Tetapi setelah kita teliti dan kita nilai hadits-hadits Nabi ataupun riwayat sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ ataupun lebih cenderunglah pikiran kita kepada Hari Nahar, Hari Kesepuluh adalah Hari Haji Akbar, dan Umrah adalah Haji Ashghar. Dengan tidak pula melupakan suatu riwayat lagi yang diterima orang dari asy-Sya'bi.
Kata beliau, “Kata orang bahwa Haji Ashghar (Haji Kecil) ialah mengerjakan umrah dalam bulan Ramadhan."
Sekarang kita kembali kepada lanjutan tafsir ayat:
“Maka jika kamu bertobat maka itulah yang lebih baik bagi kamu." Dengan rangkaian lanjutan ayat ini, diberikanlah kesempatan yang seluas-luasnya bagi kaum musyrikin, yang telah diberi tempo lapang empat bulan buat bertobat. Jika mereka bertobat adalah itu untuk kemaslahatan diri mereka sendiri. Sebab dengan ketobatan itu, mereka telah masuk dalam masyarakat Muslim. Ditutup lembaran yang lama, dibuka lembaran yang baru, dan senantiasa terbuka bagi mereka kesempatan buat beramal,
‘Tetapi jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwasanya kamu tidaklah akan terlepas dari Allah. Dan peringatkanlah kepada orang-orang kafir itu, akan suatu adzab yang pedih."
Kalau mereka berpaling juga, mereka tidak akan dapat melepaskan diri lagi. Ke mana mereka akan lari, sedang Islam ketika itu telah menguasai seluruhnya? Dan perpalingan itu tidak akan habis hingga itu saja. Mereka akan terus mendapat adzab siksaan Allah, baik di dunia maupun kelak di akhirat.
Kalau mereka bertobat, tobat mereka akan diterima baik. Sedang kalau mereka berpaling atau masih juga melawan, maka jalan untuk melepaskan diri tidak ada. Tidak ada lagi tem-pat buat paham musyrik di Tanah Arab yang sudah dalam penaklukan Islam.