Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلَمَّا
maka tatkala
قَضَيۡنَا
Kami telah menetapkan
عَلَيۡهِ
atasnya (Sulaiman)
ٱلۡمَوۡتَ
kematian
مَا
tidak ada
دَلَّهُمۡ
menunjukkan kepada mereka
عَلَىٰ
atas
مَوۡتِهِۦٓ
kematiannya
إِلَّا
kecuali
دَآبَّةُ
binatang merayap
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
تَأۡكُلُ
memakan
مِنسَأَتَهُۥۖ
tongkatnya
فَلَمَّا
maka tatkala
خَرَّ
dia tersungkur
تَبَيَّنَتِ
menjadi jelas/nyata
ٱلۡجِنُّ
jin
أَن
bahwa
لَّوۡ
sekiranya
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
ٱلۡغَيۡبَ
gaib
مَا
tidak
لَبِثُواْ
mereka tetap
فِي
dalam
ٱلۡعَذَابِ
siksa
ٱلۡمُهِينِ
menghinakan
فَلَمَّا
maka tatkala
قَضَيۡنَا
Kami telah menetapkan
عَلَيۡهِ
atasnya (Sulaiman)
ٱلۡمَوۡتَ
kematian
مَا
tidak ada
دَلَّهُمۡ
menunjukkan kepada mereka
عَلَىٰ
atas
مَوۡتِهِۦٓ
kematiannya
إِلَّا
kecuali
دَآبَّةُ
binatang merayap
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
تَأۡكُلُ
memakan
مِنسَأَتَهُۥۖ
tongkatnya
فَلَمَّا
maka tatkala
خَرَّ
dia tersungkur
تَبَيَّنَتِ
menjadi jelas/nyata
ٱلۡجِنُّ
jin
أَن
bahwa
لَّوۡ
sekiranya
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
ٱلۡغَيۡبَ
gaib
مَا
tidak
لَبِثُواْ
mereka tetap
فِي
dalam
ٱلۡعَذَابِ
siksa
ٱلۡمُهِينِ
menghinakan
Terjemahan
Maka, ketika telah Kami tetapkan kematian (Sulaiman), tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu, kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Ketika dia telah tersungkur, jin menyadari bahwa sekiranya mengetahui yang gaib, tentu mereka tidak berada dalam siksa yang menghinakan.
Tafsir
(Maka tatkala Kami telah menetapkan terhadapnya) terhadap Sulaiman (kematian) ia mati dalam keadaan diam berdiri bertopang pada tongkatnya selama setahun penuh. Para jin masih tetap melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat sebagaimana biasanya, karena mereka tidak menduga bahwa Nabi Sulaiman telah mati. Ketika rayap menggerogoti tongkatnya lalu tongkat itu patah, kemudian Nabi Sulaiman jatuh terjungkal maka menjadi nyatalah kematiannya di mata para jin itu (tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap) lafal Al Ardhu adalah bentuk Mashdar dari lafal Uridhatul Khasyabatu, artinya kayu itu digerogoti oleh rayap (yang memakan tongkatnya) lafal Minsa-atahuu dapat pula dibaca Minsaatahuu, yakni tongkatnya, dinamakan demikian karena tongkat itu dipakai untuk mengusir dan menghardik. (Maka, tatkala ia telah tersungkur) dalam keadaan telah mati (tahulah jin itu) yakni jelaslah bagi mereka (bahwa) "an" berasal dari Anna yang kemudian ditakhfifkan, asalnya Annahum (kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib) antara lain ialah apa yang gaib di mata mereka tentang kematian Nabi Sulaiman (tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan) kerja berat yang selama ini mereka lakukan, karena mereka menduga bahwa Nabi Sulaiman masih tetap hidup, berbeda halnya jika mereka mengetahui ilmu gaib. Mereka baru mengetahui kematiannya setelah satu tahun berdasarkan perhitungan masa yang diperkirakan jika sebuah tongkat dimakan rayap, sejak sehari semalam sesudah kematiannya.
Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan. Allah ﷻ menceritakan perihal kematian Sulaiman a.s. dan bagaimana Allah ﷻ menyembunyikan kematiannya terhadap makhluk jin yang telah Dia tundukkan baginya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan berat. Dan sesungguhnya Sulaiman saat kematiannya dalam keadaan sedang bertopang pada tongkatnya, berdiri tegak. Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Al-Hasan dan Qatadah serta yang lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah menyebutkan bahwa Nabi Sulaiman dalam keadaan begitu selama kurang lebih satu tahun.
Ketika tongkatnya dimakan oleh rayap tanah, maka tongkat penopangnya rapuh dan akhirnya jasad Nabi Sulaiman jatuh. Pada saat itu barulah diketahui bahwa ia telah meninggal dunia, dan sebelum itu dalam waktu yang cukup lama tidak diketahui kematiannya. Dengan demikian, maka diketahui pulalah bahwa makhluk jin itu tidak mengetahui perkara yang gaib, tidak seperti apa yang didugakan dan disangkakan-oleh manusia selama itu.
Sehubungan dengan hal itu ada sebuah hadis marfu' yang menceritakannya, tetapi kesahihannya masih diragukan. [] ". Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Mas'ud, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Tahman, dari Ata, dari As-Sa-ib ibnu Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., dari Nabi ﷺ yang menceritakan bahwa: Nabi Sulaiman apabila salat selalu melihat pohon yang tumbuh di hadapannya, lalu ia bertanya kepada pohon itu, "Siapakah namamu?" Maka pohon itu menjawab dengan bahasanya sendiri, "Namaku anu." Ia bertanya lagi, "Apakah kegunaanmu?" Jika pohon itu untuk ditanam, maka ia ditanam; dan jika untuk obat, maka dicatat.
Ketika Nabi Sulaiman sedang salat di suatu hari, tiba-tiba ia melihat sebuah pohon ada di hadapannya, maka Sulaiman bertanya, "Apakah namamu?" Pohon itu menjawab bahwa namanya adalah Al-Kharub. Sulaiman bertanya, "Apakah kegunaanmu?" Pohon itu menjawab, "Untuk merusak Bait ini (Baitul Maqdis)." Maka Nabi Sulaiman a.s. berdoa, "Ya Allah, butakanlah jin dari kematianku, sehingga manusia mengetahui bahwa jin itu tidak mengetahui hal yang gaib." Lalu Nabi Sulaiman mengukir pohon tersebut menjadi sebuah tongkat, kemudian ia berdiri seraya bersandar pada tongkat itu selama satu tahun dalam keadaan telah wafat, sedangkan jin selama itu tetap bekerja seperti biasanya.
Pada akhirnya tongkat itu dimakan oleh rayap (dan robohlah Sulaiman a.s. ke tanah). Maka jelaslah bagi manusia saat itu bahwa seandainya jin itu mengetahui perkara yang gaib, tentulah mereka tidak akan tinggal selama satu tahun dalam siksaan kerja paksa yang menghinakan. Perawi mengatakan bahwa Ibnu Abbas membaca ayat ini dengan bacaan tafsirnya memakai kata haulan. Lalu jin berterima kasih kepada rayap, lalu jin dengan sukarela mendatangkan air kepada rayap.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis Ibrahim ibnu Tuhman dengan sanad yang sama, tetapi predikat marfu '-nya masih diragukan, karena garib dan munkar. Hal yang benar bila dikatakan sebagai hadis mauquf karena Ata ibnu Abu Muslim Al-Khurrasani mempunyai banyak hadis yang garib dan pada sebagian hadisnya terdapat hal-hal yang diingkari.
Menurut As-Saddi, di dalam hadisnya terdapat hal-hal yang diingkari. As-Saddi telah mengetengahkan sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dari Murrah Al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud r.a. dari seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang mengatakan bahwa Nabi Sulaiman sering beribadah di dalam Baitul Muqaddas selama satu atau dua tahun, atau sebulan atau dua bulan; adakalanya kurang dari itu dan adakalanya lebih. Jika ia masuk ke dalam Baitullah untuk beribadah, maka ia membawa serta pula makanan dan minumannya. Akhirnya masuklah ia ke dalam Baitul Maqdis di suatu hari yang dia wafat padanya.
Sejak semula tiada suatu pagi hari pun bila Sulaiman a.s. berada di dalam Baitul Maqdis melainkan Allah menumbuhkan sebuah pohon di dalamnya, lalu Sulaiman mendatanginya dan menanyai namanya. Lalu dijawab oleh pohon itu bahwa namanya adalah anu dan anu. Jika pohon itu untuk ditanam, maka Sulaiman menanamnya; dan jika untuk obat, maka dijadikan untuk obat.
Hingga pada akhirnya tumbuhlah sebuah pohon yang dikenal dengan nama Kharubah, lalu Sulaiman menanyainya, "Siapakah namamu?" Pohon itu menjawab, "Aku adalah Kharubah" Sulaiman bertanya, "Untuk apakah kegunaanmu?" Pohon itu menjawab, "Aku adalah tumbuh-tumbuhan yang ditumbuhkan untuk merusak masjid ini." Maka Sulaiman berkata,, "Allah tidak sekal-kali akan merusak masjid ini, sedangkan saya masih hidup. Jadi, engkaulah pertanda sudah dekat masa kematianku dan hancurnya Baitul Maqdis ini." Lalu Nabi Sulaiman mencabutnya dan menanamnya di salah satu kebun miliknya.
Kemudian ia masuk ke dalam mihrab dan berdiri melakukan salat seraya bertopang pada tongkatnya, di saat itulah ia meninggal dunia. Setan-setan tidak ada yang mengetahui kematiannya. Mereka mengira bahwa Sulaiman masih hidup dan mereka takut kepadanya. Karena itu, mereka terus bekerja untuknya. Mereka tidak berani membangkang karena takut bila Sulaiman a.s. mendatangi mereka dan menghukum mereka.
Setan-setan bekerja di sekitar mihrab, dan mihrab Sulaiman mempunyai lubang yang terletak di hadapan dan di belakangnya. Dan tersebutlah bahwa ada setan yang hendak kabur berkata, "Bukankah aku ini sakti? Jika aku ingin, dapat saja menembus tembok ini dan keluar dari sebelah lainnya." Lalu ia menembus tembok itu dan keluar dari sisi lain. Ternyata tidak terjadi sesuatu pun padanya.
Sebelum itu tidak ada satu setan pun yang berani memandang Nabi Sulaiman a.s. yang sedang berada di mihrabnya karena ia pasti akan terbakar. Kemudian salah satu dari setan itu menembus tembok itu dan kembali, ternyata ketika di dalam ia tidak mendengar suara Nabi Sulaiman. Lalu ia penasaran dan masuk lagi, kemudian kembali dalam keadaan tidak terbakar.
Lalu ia kembali lagi masuk ke dalam Baitul Maqdis, dan ternyata dirinya tidak terbakar, dan ia melihat Sulaiman terjatuh dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Kemudian setan itu keluar dan memberitahukan kepada manusia bahwa Sulaiman telah meninggal dunia, lalu mereka mengeluarkannya. Ternyata mereka menjumpai tongkat Nabi Sulaiman yang dijadikan sandaran olehnya telah dimakan oleh rayap. Mereka tidak mengetahui sejak kapan Nabi Sulaiman meninggal dunia, akhirnya mereka letakkan rayap itu di atas tongkat dan mereka biarkan rayap itu memakannya hari demi hari dengan menahannya tetap dalam keadaan demikian.
Akhirnya mereka menyimpulkan setelah berlalu masa satu tahun, bahwa Nabi Sulaiman telah wafat sejak setahun yang silam. Karena itulah di dalam qiraat sahabat Abdullah ibnu Mas'ud disebutkan ma labisu haulan fil 'adzabil muhin, dengan memakai kata haulan. Lalu orang-orang tinggal selama satu tahun penuh sesudah kepergian Nabi Sulaiman seraya merasa berutang jasa kepadanya. Dan sejak saat itulah manusia mengetahui bahwa sebelumnya jin adalah tukang berdusta kepada mereka; dan seandainya jin mengetahui perkara gaib, tentulah jin mengetahui kematian Nabi Sulaiman, dan tentulah mereka tidak tinggal dalam siksaan selama satu tahun dalam kerja paksa untuknya.
Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan. (Saba: 14) Maka jelaslah perkara jin itu bagi manusia bahwa mereka dahulu selalu membohongi manusia. Kemudian setan berkata kepada rayap, "Seandainya kamu pemakan makanan, niscaya akan kudatangkan kepadamu makanan yang paling enak; dan jika kamu minum, niscaya aku datangkan kepadamu minuman yang terbaik.
Tetapi mengingat keadaanmu, maka aku akan mendatangkan air dan tanah kepadamu." Maka setan-setan itulah yang menyuplai air kepada rayap di mana pun rayap-rayap berada. Jika kamu lihat tanah yang ada di dalam kayu, maka tanah itulah yang didatangkan oleh setan-setan untuk rayap yang ada di dalamnya sebagai rasa terima kasih mereka kepadanya. Asar ini hanya Allah Yang Maha Mengetahui, tiada lain termasuk hal-hal yang dinukil dari ulama Ahli Kitab.
Maka sikap kita terhadapnya abstain, tidaklah kita membenarkannya kecuali jika sesuai dengan kebenaran, dan tidaklah kita mendustakannya kecuali terhadap apa yang bertentangan dengan kebenaran. Sedangkan terhadap sisanya kita tidak boleh membenarkannya, tidak boleh pula mendustakannya. Ibnu Wahb dan Asbag Ibnul Faraj telah menceritakan dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. (Saba: 14) Sulaiman pernah berkata kepada malaikat maut, "Jika engkau diperintahkan untuk mencabut nyawaku, maka beritahukanlah terlebih dahulu kepadaku." Maka malaikat maut datang kepadanya dan mengatakan, "Hai Sulaiman, sesungguhnya aku telah diperintahkan untuk mencabut nyawamu, dan engkau masih punya kesempatan kurang dari sesaat." Lalu Sulaiman a.s.
memanggil setan-setan dan memerintahkan kepada mereka untuk membangun menara kaca untuknya yang tidak ada pintunya. Lalu Sulaiman a.s. berdiri mengerjakan salatnya seraya bersandar pada tongkatnya. Malaikat maut masuk ke dalam menara kaca itu dan menemuinya, lalu mencabut nyawanya, sedangkan ia (Sulaiman a.s.) dalam keadaan bertopang pada tongkatnya. Sulaiman a.s. melakukan demikian bukan karena lari dari maut. Dan jin terus bekerja di hadapannya seraya memandang ke arahnya dengan dugaan bahwa Sulaiman masih tetap hidup.
Lalu Allah ﷻ mengirimkan rayap rayap adalah pemakan kayu, lalu rayap masuk ke dalam tongkatnya dan memakannya. Setelah rayap memakan bagian dalam tongkat itu, maka rapuhlah tongkat itu dan tidak kuat menyangga tubuh Nabi Sulaiman, akhirnya jasad Nabi Sulaiman ambruk ke tanah. Ketika jin melihat peristiwa tersebut, maka mereka bubar dan pergi. Hal inilah yang dimaksud di dalam firman-Nya: tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. (Saba: 14) Asbag mengatakan bahwa telah sampai suatu riwayat kepadanya dari orang lain yang mengatakan bahwa rayap itu tinggal di dalam tongkat tersebut dan memakaninya selama satu tahun, sebelum Sulaiman a.s.
jatuh tersungkur. Dan ulama Salaf yang bukan hanya seorang menyebutkan hal yang semisal, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui"
Betapa pun besarnya kekuasaan Nabi Sulaiman hingga bisa mem-pekerjakan jin sesuai keinginannya, namun begitu ajalnya tiba maka tidak akan ada yang dapat menundanya. Maka ketika Kami telah menetapkan kematian atasnya, Nabi Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya yang dijadikan sandaran ketika dia wafat. Maka ketika dia, yakni je-nazah Nabi Sulaiman, telah jatuh tersungkur, tahulah jin itu bahwa dia telah wafat. Inilah bukti bahwa jin tidak mengetahui hal gaib. Sekiranya mereka mengetahui yang gaib, yakni wafat Nabi Sulaiman, tentu mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan karena mengerjakan pekerjaan berat untuk Nabi Sulaiman yang mereka kira masih hidup dan mengawasi mereka. 15. Allah telah memberikan anugerah yang besar kepada hamba-Nya yang taat dan bersyukur dengan mengerjakan amal saleh, antara lain Nabi Daud dan Sulaiman. Hal ini berbeda dengan yang terjadi kepada Kaum Saba'. Mereka mengingkari nikmat Allah sehingga Allah menghukum mereka. Sungguh, bagi kaum Saba' ada tanda kebesaran Allah di tempat kediaman mereka di Yaman Selatan, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri negeri mereka. Kepada mereka dikatakan, 'Makanlah olehmu dari rezeki anugerah Tuhan Pemelihara-mu dan bersyukurlah kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik, nyaman, sentosa, dan murah rezeki, sedang Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Peng-ampun kepada siapa pun yang mau bertobat. '.
Ayat ini menerangkan bahwa ketika ajalnya telah dekat, Nabi Sulaiman duduk di atas singgasananya bertelekan pada tongkatnya. Pada waktu itulah Sulaiman meninggal dunia dan tidak seorang pun yang tahu bahwa dia sudah meninggal baik para pengawalnya, penghuni istana, maupun jin-jin yang selalu bekerja keras melaksanakan perintahnya. Dia jatuh tersungkur karena tongkatnya dimakan rayap, sehingga tidak dapat menahan berat tubuhnya. Ketika itu, barulah orang sadar bahwa Sulaiman sudah meninggal, demikian pula jin-jin yang tetap bekerja keras melaksanakan perintahnya. Pada waktu itulah mereka mengakui kelemahan diri mereka, karena tidak dapat mengetahui bahwa Sulaiman telah meninggal. Kalau mereka tahu bahwa Sulaiman telah meninggal, tentulah mereka tidak akan tetap bekerja keras, karena mereka hanya diperintahkan Allah patuh kepada Nabi Sulaiman saja, tidak kepada pembesar-pembesar di istananya. Allah tidak menerangkan dalam ayat ini berapa lama Sulaiman bertelekan di atas tongkatnya sampai ia jatuh tersungkur.
Sebagian mufasir mengatakan bahwa Nabi Sulaiman bertelekan pada tongkatnya sampai ia mati selama satu tahun. Mereka mengatakan bahwa Nabi Daud telah mulai membangun Baitul Makdis tetapi tidak dapat menyelesaikan pembangunannya. Ketika sudah dekat ajalnya, ia berwasiat kepada Nabi Sulaiman agar menyelesaikan pembangunannya. Nabi Sulaiman memerintahkan jin yang tunduk di bawah kekuasaannya supaya menyelesaikan bangunan itu. Tatkala Sulaiman merasa ajalnya sudah dekat, dia ingin menyembunyikan kematiannya kepada jin-jin yang bekerja keras menyelesaikan pekerjaannya. Lalu Nabi Sulaiman bertelekan di atas tongkatnya agar kalau ia mati, orang akan menyangka ia masih hidup karena masih duduk bertelekan di atas tongkatnya. Akhirnya tongkatnya itu dimakan rayap dan patah. Pada waktu itu, barulah diketahui bahwa Nabi Sulaiman telah meninggal.
Mereka ingin mengetahui berapa lama Sulaiman bertelekan pada tongkat itu setelah ia meninggal, dengan mengambil sisanya. Setelah mereka perhitungkan, ternyata rayap itu dalam sehari semalam hanya memakan sebagian kecil saja dari tongkat itu, sehingga dibutuhkan waktu satu tahun untuk dapat merusaknya.
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa Sulaiman bertelekan pada tongkatnya sampai ia meninggal. Memang tongkat itu telah lama dimakan rayap tanpa diketahui oleh Sulaiman. Pada waktu Sulaiman bertelekan di atas tongkat ketika ajalnya tiba, tongkat itu sudah lapuk juga. Tidak mungkin seorang raja akan dibiarkan saja oleh keluarga dan pengawalnya tanpa makan dan minum, tanpa menanyakan kepadanya hal-hal penting yang harus dimintakan pendapatnya.
Mana yang benar di antara kedua pendapat ini tidak dapat kita ketahui. Dalam kisah-kisah para nabi banyak sekali terjadi hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia karena mereka diberi mukjizat oleh Allah. Kalau Nabi Sulaiman bertelekan hanya sebentar saja lalu roboh tersungkur, tentu para jin tidak akan menyesal demikian hebatnya karena mereka telah telanjur bekerja menyelesaikan Baitul Makdis.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KARUNIA ALLAH KEPADA KELUARGA DAWUD
Ayat 10
“Dan, sesungguhnya telah Kami datangkan kepada Dawud suatu kaiunia dari Kami."
Yakni setelah Dawud menang menghadapi Jalut dalam satu peperangan dan dia dapat pula menggantikan Kerajaan Thalut, naiklah dia menjadi raja. Maka diberikanlah oleh Allah ﷻ kepadanya suatu karunia, yaitu Allah ﷻ memanggil gunung-gunung dan burung-burung, “Hai gunung-gunung, kembalilah bersama dia dan burung-burung juga!"
“Kembali" Nabi Dawud ialah kembali berserah diri kepada Allah ﷻ dengan melakukan munajat, doa-doa seruan kepada Allah ﷻ dengan beliau nyanyikan.
Beliau ada mempunyai kecapi, yang sambil memetik kecapi itu beliau nyanyikan puji-pujian kepada Allah. Suara beliau sangatlah merdunya dan lantang. Maka apabila beliau telah asyik dengan nyanyian pujian itu, yang dinamai Mazmur, fanalah beliau seakan-akan lebur ke dalam alam yang ada di keliling beliau, sampai dirasakan pertalian nyanyian beliau dengan gunung-gunung. Gunung-gunung yang tinggi itu seakan-akan turut bernyanyi. Ahli-ahli musik yang sangat halus perasaannya itu dapatlah memasukkan nyanyian alam sekeliling itu dalam paduan nyanyinya. Apabila beliau telah bertasbih memuji Allah ﷻ maka gunung dan ganang, air yang mengalir, burung yang sedang terbang turut merasakan nyanyian itu. Malahan kononnya burung yang sedang terbang itu tertegun terbang, lalu hinggap ke atas dahan-dahan kayu yang ada di keliling tempat Nabi Dawud bernyanyi, bertasbih, untuk turut mendengarkan, dan mereka pun turut bernyanyi menurut pembawaan suara masing-masing.
Oleh sebab itu dapatlah disimpulkan bahwa Nabi Dawudlah, Nabi yang mula-mula menggunakan keindahan suara, dengan memakai alatkecapi buat merasakan dan meresapi keindahan alam sekeliling, yang disebut dalam bahasa filsafat dengan estetika. Maka estetika Dawud ialah menilik ketiga keindahan Ilahi. Pertama jamaal yang berarti keindahan, kedua kamaal yang berarti kesempurnaan, dan ketiga jalaal yang berarti kemuliaan. Lalu jiwa insani terpanggil buat mengutarakan kesan pada diri lalu ditumpahkan kembali berupa seni. Di sini ialah seni suara.
Tersebutlah dalam sebuah hadits yang shahih, riwayat Bukhari dan Muslim bahwa pada suatu malam Rasulullah ﷺ mendengarkan suara Abu Musa al-Asy'ari membaca Al-Qur'an dengan suara yang sangat merdu. Lalu berkatalah Rasulullah ﷺ,
“Dia ini telah dikaruniai Tuhan suatu Miamaar semacam mazmur-mazmur yang ada pada keluarga Dawud." (HR Bukhari dan Muslim)
Sebab itu pula maka Rasulullah ﷺ menganjurkan apabila seseorang membaca Al-Qur'an bacalah dengan suara yang merdu, dengan lagu yang indah dan bersedih.
“Dan telah Kami lunakkan untuknya besi."
Selain dari mukjizat keindahan suara beliau, sehingga burung terbang, air mengalir, bukit dan gunung, lurah dan lereng turut bernyanyi dalam nyanyian beliau, diberikan pula oleh Allah kepadanya suatu karunia lagi. Yaitu besi yang begitu keras dapat beliau lunakkan.
Dengan lunaknya besi dalam tangannya, dapatlah beliau membuat baju-baju besi untuk dipakai di dalam peperangan.
Ayat 11
“Bahwa buatlah baju peperangan."
yang terjadi dari besi, karena besi itu telah lunak dalam tangannya. Sehingga bagi beliau tidak begitu susah lagi buat mendirikan hapar besi karena akan membakarnya sampai lunak. Sebab jika besi telah sampai tersentuh ke tangan beliau, dia telah lunak sekali."Dan sesuaikan pasangan “ baju itu sehingga tidak sukar bilamana dipakai berhadapan dengan musuh.
Hasan al-Bishri dan Qatadah dan al-A'masy dan beberapa ahli yang lain menjelaskan bahwa bagi Nabi Dawud melunakkan besi itu tidak usah dengan memakai hapar, tidak perlu memukulkan palu godam, cukup di picik-piciknya saja dengan tangannya.
Hal seperti ini adalah suatu kemungkinan yang biasa bagi seorang nabi. Kita banyak melihat keris atau sewa buatan kuno yang berkesan jejak tangan orang yang membuatnya pada mata keris itu. Yaitu orang-orang yang kuat makrifatnya kepada Allah SWT, sehingga mereka sudah sangat yakin bahwa alam tidaklah memberi bekas, api tidak membakar, air tidak membasahi dan yang tajam tidak melukai kalau tidak dengan izin Allah. Kalau pada orang-orang biasa yang telah putus makrifatnya dapat kejadian demikian, mengapa tidak akan mungkin pada seorang Nabi? Maka baju-baju besi itu telah beliau buat dengan tangan beliau sendiri.
“Dan sesuaikan pasangan," artinya hendaklah ukurkan dengan pas pada tiap-tiap badan orang yang akan memakainya. Jangan sempit bagi yang gemuk, jangan lapang bagi yang kurus.
Dan kedua karunia yang telah disebutkan ini tampaklah kebesaran Nabi Dawud sebagai nabi, sebagai rasul, sebagai raja, sebagai seniman dan sebagai seorang pandai besi. Semua dapat berkumpul pada dirinya. Dia bukan semata-mata seorang pemuja Ilahi dengan suara yang merdu sehingga burung di langit akan berhenti terbang dan hinggap ke dekat beliau mendengar nyanyiannya. Bahkan dia pun seorang pandai besi yang halus pekerjaan-nya. Menurut Qatadah, sebelum beliau, orang belum mengenal baju besi pakaian untuk di-pakai di medan perang. Sebelum itu kalau ada hanya orang memakai perisai saja, penangkis tusukan tombak dan lemparan lembing. Di samping itu beliau pun seorang raja yang memerintah.
Di zaman kita sekarang kerap kali kita mendengar raja-raja dan kepala-kepala negara dengan hobinya masing-masing, yaitu suatu kesukaannya yang khusus. Misalnya kesukaan Aurangzeeb dari Mongol India menulis Ai-Qur'an dengan tangan beliau sendiri, lalu di-jadikannya hadiah kepada orang besar-besarnya atau disuruhnya jual kepada beberapa orang hartawan, lalu kemudian setelah beliau akan wafat beliau wasiatkan agar harga penjualan Al-Qur'an itu dijadikan perbelanjaan pembeli kafan pembungkus diri beliau, jangan diambil dari perbendaharaan negara.
Al-Hafiz Ibnu Asakir menerangkan pula dalam riwayatnya bahwa Nabi Dawud membuat baju besi untuk perang, sebagai kesukaan beliau di waktu senggang. Kalau sudah selesai lalu dijualnya. Harganya itu beliau bagi tiga; sepertiga untuk makan minum beliau se-keluarga, sepertiga beliau sedekahkan kepada fakir miskin dan sepertiga lagi beliau masuk-kan ke dalam Baitul Maal.
“Dan kerjakanlah olehmu amal yang saleh. Sesungguhnya Aku atas apa yang kamu kerjakan adalah Melihat."
Ujung ayat tidak tertuju kepada Nabi Dawud lagi, melainkan kepada tiap-tiap kita yang mendengar kisah ini, agar kita pun melakukan amal yang saleh sebagaimana Nabi
Dawud itu pula, menurut kesanggupan dan kedudukan kita masing-masing. Supaya kita ambil i'tibar dari perbuatan Nabi Dawud. Bernyanyilah dengan suara yang merdu, biar gunung-gunung dan burung-burung turut beryanyi, asal nyanyian itu di dalam memuji Allah. Dengan cara demikian bernyanyi tidaklah salah. Bekerjalah membuat keris, membuat bedil, jadi buruh pada pabrik senjata, pada pabrik kapal terbang dan sebagainya, namun semuanya itu dengan tidak pernah melupakan Allah ﷻ Sebab semua pekerjaan dan usaha kita tidaklah lepas dari tilikan Allah ﷻ
Ayat 12
“Dan bagi Sulaiman adalah angin."
Kalau kepada ayahnya Dawud, Allah meng-karuniakan keindahan suara memuja Allah ﷻ dan lunak besi dalam tangannya, maka kepada putra beliau yang menggantikannya jadi Raja Bani Israil setelah dia mangkat di-karunialah Allah ﷻ pula angin.
Kalau menurut tafsir-tafsir lama, Nabi Sulaiman itu dapat berangkat dari satu daerah ke daerah yang lain dengan mengendarai awan, atau puputan angin. Ada diceritakan bahwa baginda mempunyai sebuah tikar permadari yang bisa terbang. Kalau dikembangkan di Damaskus, dia dapat terbang menuju negeri Istakhar di Asia Tengah lalu makan tengah hari di sana. Dari sana dia terus ke Kabul sehingga sampai di sana petang hari dan bermalam di sana, padahal perjalanan kafilah dari Damaskus ke Istakhar sebulan lamanya. Mendengar cerita ini seakan-akan telah ada kapal terbang di masa itu. Maka cerita-cerita yang ganjil-ganjil itulah yang israiliyyat.
Tetapi adalah lebih baik kalau kita turuti saja sepanjang yang tertulis dalam ayat, yaitu, “Yang perjalanan paginya sebulan dan perjalanan petangnya sebulan." Yang dapat kita pahamkan secara lurus bahwa baginda Raja Sulaiman mengirimkan kafilah tiap-tiap pagi dan tiap-tiap petang. Mungkin sekali kafilah yang berangkat pagi ialah bila terjadi musim dingin, karena panas tidak begitu terik. Dan kafilah yang berjalan malam adalah di musim panas (summer). Kalau dilihat letak kerajaan baginda, dipusatkan di Jerusalem, dapat pula kita pahamkan bahwa jurusan yang dituju ialah utara dan selatan. Ke selatan menuju Tanah Arab, ke utara menuju Tanah Mesir. Kerajaan baginda terkenal kaya raya. Kalau di zaman ayahnya, Nabi Dawud a.s. dikisahkan tentang pembuatan baju besi untuk berperang, maka di zaman putra, yaitu Nabi Sulaiman ialah mengirimkan kafilah perniagaan, menghubungkan di antara utara dan selatan. Tentu saja pergantian musim dan perkisaran angin sangat diperhatikan. Sebab kafilah bukan semata-mata di darat, bahkan terdapat pula armada kapal-kapal di laut, yang melalui Laut Merah dan yang sekarang kita namai Teluk Persia. Bahkan telah disebut-sebutorang dalam penggalian sejarah bahwa mungkin sekali apa yang disebut Gudang Intan Nabi Sulaiman, yang disebut Pegunungan Ophir terletak di pulau Sumatera, yaitu Gunung Pasaman dan Talamau di Sumatera bagian barat sekarang ini. Meskipun dalam kemungkinan yang lain disebutkan bahwa letak Pegunungan Ophir itu ialah di Yaman, selatan Tanah Arab.
Tetapi kalau kita berpikir dalam iman yang mendalam kepada Allah SWT, tidaklah kita akan merasa mustahil jika Allah menyediakan semacam angin untuk kendaraan Nabi Sulaiman, guna mempercepat hubungannya dari satu negeri ke negeri yang lain.
Tidaklah mustahil jika Allah ﷻ memberikan kemudahan bagi Sulaiman menyedia-kan angin buat mengangkutnya dari daerah jauh ke daerah jauh.
Ringkasnya, tidaklah mustahil bahwa ada kendaraan semacam itu. Tetapi tidak ada penjelasan kepada kita dari wahyu Ilahi sendiri apakah macam kendaraan itu, apakah sema-cam buraq yang dikendarai Nabi Muhammad ﷺ atau macam yang lain. Maka tidaklah boleh kita meraba-raba demikian saja, sebab dapat saja kita terperosok ke dalam dongeng Israiliyyat yang hendaknya kita elakkan. Semua ini adalah kemungkinan. Sebab sumber yang lain kebanyakan hanya Israiliyyat.
Setelah itu disebutkan pula karunia yang lain untuk Sulaiman, “Dan Kami alirkan cairan tembaga baginya."
Ini pun suatu mukjizat. Kalau bagi ayahnya besi dilunakkan sehingga membuat baju besi cukup dengan tangan saja, maka untuk si putra disediakan Allah ﷻ cairan tembaga yang mengalir. Dari mana sumber cairan tembaga ini? Apakah beliau mendapat suatu sumber tembaga bercampur lahar dari satu gunung merapi yang tembaganya itu mengalir lalu dikeringkan? As-Suddi mengatakan tembaga mengalir itu hanya tiga hari saja. Namun sumber cerita as-Suddi ini tidak pula jelas. Yang jelas ialah ayat itu sendiri, yang mengatakan bahwa Allah ﷻ mengalirkan tembaga untuk dia. Tembaga mengalir biasanya ialah seketika dia masih panas. Atau mungkin juga didapati suatu tempat yang di sana terdapat banyak sekali tembaga. Dengan keahlian yang ada pada masa itu maka tembaga yang didapati tadi ditambang, diteroka, lalu dialirkan dan kemudian dikeringkan dan dipergunakan untuk berbagai keperluan, Karena di zaman Nabi Sulaiman banyak sekali pembangunan dan bangunan yang utama ialah Haikal Sulaiman merangkap istana tempat beribadah.
“Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya." Ini pun karunia Allah ﷻ lagi bagi Nabi Sulaiman, yaitu bahwa jin, makhluk halus yang tidak kelihatan oleh mata polos ini sebagian ada yang dengan izin Allah ﷻ menjadi pekerja di hadapan Nabi Sulaiman, atau di bawah perintah Nabi Sulaiman.
Dalam ayat ini diberikan penjelasan kepada orang-orang yang masih ragu-ragu selama ini lalu memuliakan jin, memandang bahwa jin itu makhluk halus yang sangat ditakuti dan manusia hendaklah memujanya supaya jangan dianiayanya, telah dijelaskan bahwa di antara mereka ada yang dijadikan kuli pekerja oleh Nabi Sulaiman dengan izin Allah ﷻ Dengan ini didapat pula kesan, bahwa seseorang yang telah dekat kepada Allah SWT, dapatlah memerintah jin bahkan dapat mengatur dan memerintah makhluk yang lain dengan izin Allah jua.
“Dan banangsiapa yang menyimpang di antata mereka, Kami deritakan kepadanya dari adzab yang bernyala-nyala."
Ujung ayat ini pun lebih besar membawakan kesan bahwa jin adalah salah satu di antara makhluk-makhluk Allah yang wajib melaksanakan perintah. Kalau perintah yang disuruh Allah melaksanakannya itu tidak segera dikerjakan, atau menyimpang dari yang diperintahkan, niscaya hukum Allah ﷻ akan berlaku atas dirinya.
Orang yang lemah imannya takut kepada ruh jahat, takut kepada hantu, takut kepada jin. Orang yang belum mendalam mengetahui agama dan masih bersarang dalam dirinya sisa-sisa kemusyrikan kalau mereka mendapat demam kapialu atau karena masuk angin pulang dari perjalanan, dia mengatakan bahwa dia sakit karena ditegur atau disapa oleh jin. Padahal menurut satu keterangan dari Ibnu Abbas, jin itu sendiri yang lari jika bertemu dengan manusia yang lebih tinggi derajat imannya.
Tentu ada pula orang yang merasa musykil lalu mengatakan, “Bagaimana jin yang berasa! dari api, akan diadzab dengan dibakar?" Kalau soal-soal seperti ini hanya dipikirkan dengan kekuatan berpikir manusia yang terbatas, niscaya tidak akan terjawab. Tetapi kalau diinsafi bahwa Allah mempunyai kekuatan Yang Mahaluas dan alat untuk mengadzab yang sangat lengkap, tentu pertanyaan itu akan terjawab sendiri oleh manusia dengan kepercayaan bahwa bagi Allah tidaklah mustahil menghukum yang berasal dari api dengan membakarnya pula.
Isma'il bin Hasan berkata, “Jin anak dari iblis, manusia anak dari Adam, dari kalangan keduanya ada yang beriman, beramal saleh sama dapat pahala, berbuat jahat sama berdosa, yang Mukmin sama jadi wali Allah, yang kafir sama-sama setan."
Ayat 13
“Mereka kerjakan untuknya apa yang dia kehendaki."
Tegasnya bahwa jin-jin itu telah menjadi pekerja mengerjakan, membangun dan membuat apa yang diinginkan oleh Nabi Sulaiman. Mungkin karena tenaga manusia saja tidak mencukupi."Dari mihrab-mihrab." Menurut kitab-kitab tafsir arti mihrab yang jamaknya maharib bukan saja mihrab tempat orang shalat menghadap kiblat sebagaimana yang telah terpakai dalam bahasa Indonesia atau Melayu sendiri.
Menurut Mujahid, maharib atau mihrab ialah bangunan besar yang menengah, di atas dari rumah biasa, di bawah dari gedung besar.
Adh-Dhahhak mengatakan bahwa maha-rib (mihrab) berarti masajid (masjid).
Qatadah mengatakan, Maharib boleh diartikan gedung-gedung dan boleh diartikan masjid-masjid.
Maka tugas utama dari jin-jin itu ialah mendirikan rumah-rumah tempat beribadah dan gedung-gedung yang indah, sebab Kerajaan Bani Israil telah besar dan Jerusalem telah menjadi pusat pemerintahan.
“Dan patung-patung." Dan hal patung-patung ini tentu saja mendatangkan musykil di dalam hati orang, mengapa Nabi Sulaiman memerintahkan membuat patung. Padahal agama tauhid yang dibawa oleh seluruh Nabi-nabi mengharamkan penyembahan berhala? Nabi Sulaiman anak Dawud dan Dawud dari keturunan Bani Israil, yang dibawa oleh Nabi Musa dan Harun mengarung lautan dan dibelahkan laut untuk tempat lalu mereka karena menghindarkan diri dari penyembah berhala. Israil yang bernama juga Ya'qub anak dari Ishaq dan Ishaq anak dari Ibrahim, yang terkenal menghancurkan berhala seraya meninggalkan berhala yang paling besar saja, dan ketika ditanya siapa yang menghancurkan berhala-berhala itu, Ibrahim menjawab bahwa yang menghancurkannya ialah berhala yang paling besar itu. Sampai Ibrahim dibakar, tetapi tidak diizinkan oleh Allah api itu membakar dia. Dan Ibrahim pun keturunan dari Nuh. Di dalam Al-Qur'an surah Nuuh sampai di-terangkan nama-nama berhala yang dipuja orang di zaman Nuh, yaitu Wadd, Suwaa', Yaghuuts, Ya'uuq dan Nasran, yang membawa manusia jadi sesat. (Lihat surah tersebut ayat 23 dan 24),
Mengapa Sulaiman menyuruh membuat patung-patung?
Teranglah bahwa pada masa itu sudah ada seni lukisan, patung-patung binatang, patung orang, patung burung-burung dan pohon-pohon. namun semuanya itu bukan buat di-sembah, melainkan buat perhiasan. Gedung-gedung indah dihiasi dengan lukisan (patung).
Abui Aliyah mengatakan bahwa di zaman itu patung-patung untuk perhiasan itu tidak terlarang dalam syari'at mereka.
Kemajuan seni lukis demikian rupa, sehingga halaman istana dibuat dari kaca, se-hingga dilihat dari jauh disangka air, padahal kaca. Sampai Ratu Balqis terkecoh melihatnya, sehingga ketika akan masuk ke dalam pekarangan istana disingsingkannya roknya sampai tersimbah pahanya keduanya. Lalu ditegur oleh Nabi Sulaiman dengan senyum, “Itu cuma lantai istana yang licin saja, terbuat dari kaca “ (Lihat surah an-Naml, ayat 44).
Dan sampai sekarang di bekas-bekas istana Babylon di Iraq masih kita dapati per-hiasan dinding istana terbuat dari porselin indah merupakan binatang, warna-warni yang amat halus buatannya.
“Dan kancah-kancah besar laksana kolam dan tungku-tungku tertegak." Jin-jin itu pun disuruh membuat kancah-kancah. Dalam bahasa Arab yang tertera dalam ayat disebutnya jifaanin yang artinya tempat makanan yang dapat menyediakan untuk seribu orang, lalu kita artikannya kancah atau kalau banyak menjadi kancah-kancah. Tempat memasak makanan untuk orang banyak itu ada yang dapat memasakkan sekadar untuk seratus orang, bernama kuali. Dan kalau sudah untuk beratus-ratus orang, misalnya seribu orang dengan memasak makanan seekor kerbau, ada kancah yang dapat memasak untuk jamuan seribu orang. Diumpamakan kancah itu aljawaabii kata jamak dari jabiyah, yaitu kolam untuk persediaan air. Maka besar kancah-kancah itu diumpamakan sebagai kolam-kolam persediaan air, karena besarnya. Di samping persediaan alat pemasak makanan untuk orang banyak itu disediakan pula dan dibikinkan pula tungku-tungku besar yang sesuai dengan kancah-kancah itu. Yaitu tungku yang telah ditanamkan dengan teguh, sehingga tidak bergoyang jika kancah-kancah tadi dijerangkan di atasnya. Tampaklah dari kedua keterangan ini bahwa jin-jin itu diperintahkan juga membuatkan kancah-kancah tempat memasak makanan orang banyak bersama tungkunya yang kuat yang tidak dapat dibongkar begitu saja. Ialah jadi bukti bahwa Nabi Sulaiman menyediakan alat-alat memasak makanan buat beribu orang. Dan ini dapat kita pahamkan karena Nabi Sulaiman seperti ayahnya juga mempunyai tentara yang besar, untuk menjaga keamanan negara yang begitu luas. Menjaga keamanan dari serangan musuh yang dapat menyerbu dari luar atau pemberontakan yang timbul dari dalam negeri.
“Bekerjalah keluarga Dawud dalam keadaan bersyukur." Artinya ialah bahwa setelah Allah menguraikan berapa banyak karunia-Nya kepada kedua hamba-Nya dua beranak itu, Dawud dan Sulaiman; nikmat Kerasulan, nikmat kenabian, nikmat kerajaan, nikmat keahlian, nikmat kesenian, nikmat dapat menaklukkan burung yang sedang terbang hanya dengan kemerduan suara bagi Dawud dari nikmat dapat memerintah jin dengan izin Allah ﷻ untuk Sulaiman, sehingga luaslah kerajaan mereka dan besarlah pengaruh mereka, dan mendapat pula kelimpahan karunia itu keluarga yang lain-lain, datanglah perintah Allah ﷻ kepada seluruh keluarga Dawud, baik diri Dawud atau anak cucunya atau kaum keluarganya dekat dan jauh agar menerima seluruh karunia Allah itu dengan syukur yang setinggi-tingginya dan bukti syukur itu hendaklah dengan bekerja. Bersyukur tidaklah ada artinya kalau hanya mengucapkan syukur dengan mulut, tidak dibuktikan dengan perbuatan.
Ayat ini memberi ingat seluruh orang yang beriman, bahwa bekerja, beramal yang saleh itu adalah hakikat kesyukuran sejati. Kalau misalnya Allah memberi kita nikmat dan karunia harta benda itu dengan jalan yang baik. Kalau mendapat rezeki hendaklah syukuri dengan membelanjakannya untuk perbuatan yang halal. Kalau Allah memberi kita karunia ilmu pengetahuan, hendaklah syukuri ilmu pengetahuan itu dengan mengajarkannya pula kepada orang lain, agar diambil akan faedahnya. Kalau mempunyai setumpuh tanah, hendaklah tanami dengan baik dan keluarkan hasilnya.
Di ujung ayat Allah ﷻ berfirman,
‘Tetapi sedikitlah dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur “
Sedikit hamba Allah yang bersyukur; dilimpahi Allah dia rezeki, tidak diingatnya orang yang patut ditolong. Dilimpahi Allah dia kebun yang luas, sawah berjenjang sebagai pusaka dari nenek moyangnya, tidak diusahakannya dengan baik. Dilimpahi Allah dia umur yang panjang, tidak disyukurinya dengan beribadah kepada Allah. Sebab itu Allah ﷻ ber-firman bahwa yang sebenar-benar bersyukur menerima nikmat Allah itu hanya sedikit.
Ayat 14
“Maka tatkala telah Kami tetapkan atas dirinya almaut."
Artinya setelah datang ajal beliau, Nabi Sulaiman a.s. bercerailah nyawanya dengan badannya. “Tidaklah ada bagi mereka tanda-tanda kematiannya," tidaklah seorang jua pun dari jin yang bekerja keras membangun rumah ibadah, gedung-gedung dan lain-lain itu yang tahu bahwa beliau telah meninggal karena tanda-tanda bahwa beliau telah meninggal tidak kelihatan. Beliau ketika itu sedang menjaga jin-jin itu sedang bekerja keras siang malam. Beliau memanduri. Namun karena hebat dan besar pengaruh Nabi Sulaiman itu tidak seorang jua pun jin yang menengadah melihat wajah beliau. Selama beliau masih hidup dan sehat, beliau perhatikan sendiri mereka bekerja. Kalau ada keperluan yang lain beliau tinggalkan mereka, namun mereka terus bekerja karena tidak menyangka bahwa Nabi Sulaiman sedang tidak berada di tempat itu. Demikianlah, mereka selalu bekerja dan bekerja dengan tidak menoleh-noleh karena takutakan kebesaran Nabi Sulaiman. Karena itu tidaklah mereka ketahui bahwa Nabi Sulaiman telah meninggal sedang menghadapi mereka bekerja. Karena tanda-tanda kematian tidak mereka lihat atau tidak mereka perhatikan, “Kecuali setelah rayap bumi memakan tongkatnya." Yaitu sebangsa semut anai-anai yang disebut juga rayap, yang suka memakan kayu. Rupanya Nabi Sulaiman meninggal dunia sedang beliau bertelakan kepada tongkatnya. Maka tetaplah beliau tertegak ditahan oleh tongkat itu, walaupun beliau telah mati. Lama-lama rayap-rayap itu pun menjalari tongkat dan memakannya dari dalam sehingga tidak dapat bertahan lagi dan hancurlah tongkat itu,
“Setelah dia tensungkun jatuh jelaslah kepada jin, yang kalau mereka mengetahui akan yang gaib tidaklah mereka akan begitu lama dalam adzab yang hina."
Artinya ialah kalau jin-jin itu benar tahu akan yang gaib, sudah patut tahulah mereka bahwa Nabi Sulaiman sudah meninggal dunia, lama sebelum tongkat beliau patah dimakan rayap. Ini pun menunjukkan bahwa di hadapan manusia yang tinggi martabat imannya jin-jin itu akan kucur ketakutan karena tidak tertantang oleh cahaya iman yang bersinar dari pribadi yang besar dan dekat kepada Allah itu.
Tidaklah dijelaskan di dalam Al-Qur'an berapa lama mayat Nabi Sulaiman tegak ter-diri ditahan tongkat. Ada yang mengatakan satu tahun. Tetapi keterangan ini tidak ada hadits Rasulullah yang menguatkannya. Dan mayat yang berdiri itu tidaklah rusak sampai tersungkur sebab tongkatnya telah remuk. Barangkali tidak rusaknya tubuh Nabi Sulaiman sekian lama ditahan tongkatnya, tidak membusuk dan tidak mengalir darah dan mala yang hanyir ialah sesuai dengan sabda Rasulullah ﷺ,
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada bumi memakan daging nabi-nabi." (HR Abu Dawud dan lain-lain)
Di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ada bertemu di negeri Irak satu tubuh manusia yang tergali dari suatu kuburan. Padahal kuburan itu sudah sangat tua. Penduduk mengatakan bahwa kuburan itu ialah kuburan Nabi Daniel, Nabi Bani Israil yang tersebut namanya dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Maka keraslah persangkaan, orang banyak bahwa tubuh itu adalah tubuh Nabi Dariel tersebut, yang telah beratus tahun meninggal dunia, lalu dipuja-puja orang laksana berhala. Maka diperintahkanlah oleh Sayyidina Umar menggali beberapa buah kuburan, beliau suruh kuburkan tubuh tersebut di salah satu kuburan yang telah digali itu pada tengah malam, lalu ditimbun semuanya sehingga kesannya tidak ada lagi dan tidak ada seorang pun yang tahu di kuburan yang mana tubuh itu telah dimakamkan.
Di Museum Thop Kapu di Istanbul disimpan beberapa barang bersejarah, sebagai-mana tongkat Nabi ﷺ, burdah beliau pedang Sayyidina Ali, dan lain-lain sebagainya. Satu di antara barang bersejarah ialah lengan manusia yang telah dibalut dengan emas dan perak. Lalu diberi keterangan bahwa lengan itu ialah lengan Nabi Yahya, yang sebagaimana kita kaum Muslimin tahu, beliau mati dibunuh oleh Raja Herodotus atas permintaan anak tirinya Salome, karena Nabi Yahya sangat mencela perhubungan yang tidak sah di antara raja itu dengan anak tirinya tersebut. Leher Nabi Yahya dipotong dan kepalanya dihidangkan di dalam talam emas ke hadapan raja sedang dia bersenda gurau dengan anak tirinya tersebut.
Benar atau tidaknya lengan itu adalah lengan Nabi Yahya, tidak kita tahu benar. Kalau itu benar, jelaslah sudah dua ribu tahun lengan itu tidak dimakan tanah, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi kita Muhammad sawr. tersebut itu.
Sabda Nabi bahwa tanah diharamkan Allah memakan daging nabi-nabi ini ialah se-ketika beliau memberi peringatan tentang dirinya sendiri, supaya kuburannya jangan diambil jadi masjid, sehingga setelah masjid beliau di Madinah diperlebar dan diperlebar lagi, sampai berpuluh kali dari masjid yang asli, orang takut memindahkan ke tempat lain, karena takut akan kelihatan tubuh beliau yang amat sangat dihormati tetapi bukan dipuja. Di zaman Perang Salib beberapa spion kaum Kristen dari Palestina telah dikirim ke Madinah menyamar, hendak mencuri batang tubuh beliau, dan memang pernah orang melihat ketika terjadi satu kerusakan pada kubur, terbuka paha beliau. Adapun usaha kaum Kristen yang sangat jahat itu dapat diketahui dan spion-spion itu dapat ditangkap dan dibunuh setelah terlebih dahulu dia memberikan pengakuan tentang maksudnya dan siapa yang mengutusnya.
Maka tidaklah mustahil jika demikian keadaan tubuh nabi-nabi. Sedangkan dengan obat-obat, semacam balsem, orang Mesir dan orang Indian dapat membuat tahan tubuh manusia beribu-ribu tahun, apatah lagi cinta kasih Allah kepada makhluk-makhluk yang Dia pilih jadi utusan-Nya.