Ayat
Terjemahan Per Kata
سَيَحۡلِفُونَ
mereka akan bersumpah
بِٱللَّهِ
dengan Allah
لَكُمۡ
bagi kalian
إِذَا
apabila
ٱنقَلَبۡتُمۡ
kamu telah kembali
إِلَيۡهِمۡ
kepada mereka
لِتُعۡرِضُواْ
supaya kamu berpaling
عَنۡهُمۡۖ
dari mereka
فَأَعۡرِضُواْ
maka berpalinglah kamu
عَنۡهُمۡۖ
dari mereka
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
رِجۡسٞۖ
keji/kotor
وَمَأۡوَىٰهُمۡ
dan tempat mereka
جَهَنَّمُ
neraka jahanam
جَزَآءَۢ
balasan
بِمَا
dengan/terhadap apa
كَانُواْ
adalah mereka
يَكۡسِبُونَ
mereka kerjakan
سَيَحۡلِفُونَ
mereka akan bersumpah
بِٱللَّهِ
dengan Allah
لَكُمۡ
bagi kalian
إِذَا
apabila
ٱنقَلَبۡتُمۡ
kamu telah kembali
إِلَيۡهِمۡ
kepada mereka
لِتُعۡرِضُواْ
supaya kamu berpaling
عَنۡهُمۡۖ
dari mereka
فَأَعۡرِضُواْ
maka berpalinglah kamu
عَنۡهُمۡۖ
dari mereka
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
رِجۡسٞۖ
keji/kotor
وَمَأۡوَىٰهُمۡ
dan tempat mereka
جَهَنَّمُ
neraka jahanam
جَزَآءَۢ
balasan
بِمَا
dengan/terhadap apa
كَانُواْ
adalah mereka
يَكۡسِبُونَ
mereka kerjakan
Terjemahan
Mereka akan bersumpah kepadamu dengan (nama) Allah ketika kamu kembali kepada mereka agar kamu berpaling dari mereka. Maka, berpalinglah dari mereka. Sesungguhnya mereka (berjiwa) kotor dan tempat mereka (neraka) Jahanam sebagai balasan atas apa yang selama ini mereka kerjakan.
Tafsir
(Kelak mereka akan bersumpah kepada kalian dengan nama Allah, apabila kalian kembali) yakni pulang (kepada mereka) dari medan perang Tabuk untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar mempunyai alasan yang tepat sewaktu mereka tidak ikut berangkat (supaya kalian berpaling dari mereka) artinya supaya tidak mencela perbuatan mereka itu. (Maka berpalinglah dari mereka karena sesungguhnya mereka itu adalah najis) najis karena batin mereka kotor (dan tempat mereka Jahanam sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.).
Tafsir Surat At-Taubah: 94-96
Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan uzurnya kepada kalian, apabila kalian telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah, "Janganlah kalian mengemukakan uzur; kami tidak percaya lagi kepada kalian, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami di antara berita-berita (rahasia-rahasia) kalian. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaan kalian, kemudian kalian dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.”
Kelak mereka akan bersumpah kepada kalian dengan nama Allah, apabila kalian kembali kepada mereka, supaya kalian berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahanam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.
Mereka akan bersumpah kepada kalian agar kalian rida kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kalian rida kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak rida kepada orang-orang fasik itu.
Ayat 94
Allah ﷻ menceritakan perihal orang-orang munafik, bahwa apabila kalian kembali ke Madinah (dari medan perang), maka mereka mengemukakan alasan (uzur)nya.
“Katakanlah, ‘Janganlah kalian mengemukakan uzur, kami tidak percaya lagi kepada kalian’.” (At-Taubah: 94)
Yakni kami tidak akan percaya kepada alasan kalian.
“Karena sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami tentang rahasia-rahasia kalian.” (At-Taubah: 94)
Maksudnya, Allah ﷻ telah memberitahukan kepada kami hal ikhwal kalian.
“Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaan kalian.” (At-Taubah: 94)
Amal perbuatan kalian akan dilihat oleh orang-orang di dunia ini.
“Kemudian kalian dikembalikan kepada Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan." (At-Taubah: 94)
Kelak Allah akan memberitakan kepada kalian tentang semua amal perbuatan kalian, yang baik dan yang buruknya, lalu Dia akan memberikan balasannya kepada kalian.
Ayat 95
Kemudian Allah memberitahukan perihal mereka, bahwa mereka akan bersumpah kepada kalian seraya mengemukakan alasannya agar kalian berpaling dari mereka dan tidak menegur mereka. Maka berpalinglah kalian dari mereka sebagai penghinaan terhadap mereka.
“Karena sesungguhnya mereka itu adalah najis.” (At-Taubah: 95) Artinya, batin dan akidah mereka najis lagi kotor, dan tempat mereka kelak di hari kemudian adalah neraka Jahanam sebagai balasan dari apa yang dahulu biasa mereka kerjakan, yakni dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan.
Ayat 96
Allah ﷻ memberitahukan bahwa jika orang-orang mukmin rida dengan sikap mereka karena sumpah yang mereka nyatakan kepada orang-orang mukmin:
“Maka sesungguhnya Allah tidak rida kepada orang-orang fasik itu.” (At-Taubah: 96)
Yakni menyimpang dari jalan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Fasik artinya 'keluar'. Tikus dinamai hewan yang fasik karena ia keluar dari liangnya untuk menimbulkan kerusakan. Dan dikatakan fasaqatir ratbah apabila buah kurma telah dikeluarkan dari tumpukannya.
Untuk memperkuat dalih yang mereka kemukakan, mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, ketika kamu kembali kepada mereka dari Perang Tabuk, agar kamu berpaling dari mereka, dengan memaafkan dan tidak mengecam serta tidak memberi hukuman kepada mereka. Dalih dan sumpah mereka itu adalah tipu daya dan kebohongan, maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu berjiwa kotor lantaran kemunafikan mereka dan tempat mereka di akhirat nanti adalah neraka Jahanam, sebagai balasan atas dosa dari apa yang telah mereka kerjakan, yakni kebohongan dan sumpah palsu dengan menggunakan nama Allah. Lalu setelah itu mereka akan bersumpah kembali kepadamu agar kamu bersedia menerima mereka bergabung kembali dan mendapat tempat di hatimu. Tetapi sekalipun kamu menerima mereka, sungguh Allah tidak akan rida dan murka kepada mereka, karena mereka adalah orang-orang fasik dan Allah tidak rida kepada orang-orang yang fasik, yakni mereka yang bergelimang dosa.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan kepada Rasul-Nya, bahwa apabila beliau dan kaum Muslimin telah kembali nanti dari peperangan itu, maka kaum munafik akan datang kepada beliau seraya bersumpah dengan nama Allah (menguatkan apa yang mereka ucapkan), agar Rasulullah berpaling dari mereka dengan tidak menghiraukan perbuatan mereka yang tidak ikut berperang.
Kemudian Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, agar beliau betul-betul memalingkan muka dari kaum munafik sebagai penghinaan kepada mereka. Berikutnya, Allah menjelaskan alasan mengapa Rasulullah harus memalingkan muka dari kaum munafik karena mereka itu najis. Artinya sikap dan perbuatan mereka itu kotor, sehingga mereka harus dijauhi, seperti menjauhkan kain yang bersih dari sesuatu yang najis. Hal ini sejalan dengan apa yang terdapat dalam firman Allah:
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis (kotor jiwa). (at-Taubah/9: 28)
Akhirnya Allah menyatakan, bahwa tempat kembali kaum munafik di akhirat kelak adalah neraka Jahanam, sebagai balasan atas apa yang telah mereka lakukan selama di dunia, yaitu kekufuran yang telah mengotori diri mereka; dan kekotoran itu semakin bertambah akibat berpalingnya mereka dari ayat-ayat Allah. Keterangan semacam ini akan didapat nanti pada firman Allah:
Dan adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, maka (dengan surah itu) akan menambah kekafiran mereka yang telah ada dan mereka akan mati dalam keadaan kafir. (at-Taubah/9: 125)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 94
“Mereka akan menyatakan uzur kepada kamu, tatkata kamu kembali kepada mereka."
Artinya, jika Rasul ﷺ dan orang-orang yang beriman itu telah pulang kelak dari Pe-perangan Tabuk dengan selamat, maka akan datanglah orang-orang kaya yang munafik lantaran mencari-cari dan alasan itu. Mereka akan meminta maaf dan mengemukakan ber-bagai keuzuran apa sebab mereka tidak pergi. Mereka tidak merasa cukup memohon uzur ketika akan pergi dahulu saja, bahkan mereka datang lagi setelah Rasul saw, kembali, untuk membela diri apa sebab mereka tidak pergi. Kedatangan yang kedua kali setelah Rasul ﷺ kembali ini adalah menunjukkan bahwa hati kecil mereka mengakui bahwa perbuatan mereka adalah mengelak dari tanggung jawab dahulu itu, tidaklah tegak atas alasan yang kuat. Itu sebabnya mereka datang dan memohon uzur lagi. Maka datanglah perintah Allah kepada Rasul ﷺ; demikian bunyinya.
“Katakanlah, ‘Janganlah kamu menyatakan uzur; sekali-kali kami tidak akan percaya lagi kepada kamu, karena sesungguhnya Allah telah menceritakan kepada kami dari hal per-kabaran kamu.'" Mereka meminta uzur itu telah percuma. Walaupun 1001 macam alasan yang mereka kemukakan, hanyalah akan menambah Rasul ﷺ dan orang-orang Mukmin tidak percaya juga kepada tnereka. Lidah tidak bertulang buat bercakap menyusun segala macam alasan, yang telah memberitahukan kepada Rasul-Nya bahwa mereka meminta izin itu hanyalah dengan alasan yang dicari-cari karena pengecut, karena malas, dan karena lemahnya rasa pengorbanan dan jihad.
Sungguh pun demikian, kalau masih ada sisa iman dalam hati mereka, masihlah ada harapan buat mereka akan memperbaiki diri dan menebus kesalahan. Sebab itu datanglah sambungan ayat: “Dan Allah akan memerhatikan amal kamu, dan Rasul-Nya pun." Artinya, kalau akhirnya mereka datang yang kedua kali ini menyatakan uzur dan meminta maaf benar-benar timbul dari hati yang ikhlas dan tobat, maka amal mereka sendirilah yang akan membuktikan amal. Bercakap saja membela diri tidaklah ada faedahnya. Mereka mesti menyusun lagi langkah yang baru dengan amal dan perbuatan yang baik, sehingga kelakuan yang salah selama ini dapat ditimbuni dengan amal-amal yang baik. Allah dan Rasul-Nya akan memerhatikan perubahan itu.
“‘kemudian itu kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu akan Dia kabankan kepada kamu apa yang telah kamu amalkan itu,"
Di sini bertambah jelaslah bahwa orang yang telah telanjur berbuat suatu perbuatan munafik, jika ingin hendak baik, hendaklah dia sendiri yang berusaha memperbaiki diri dengan pembuktian amal. Orang lain, walaupun Nabi ﷺ sendiri tidaklah akan dapat menolong memohonkan ampun buat dia.
Tetapi kalau dia sendiri yang insaf, lalu berusaha lagi membangun dirinya dengan iman dan amal, munafiknya itu in syaa Allah bisa hilang. Memang, kadang-kadang manusia yang lain payah akan lekas percaya kepada orang munafik yang tobat, karena sekali lan-cung ke ujian, seumur hidup orang tidak mau percaya lagi. Tetapi kalau dia sendiri benar-benar telah bertobat, lalu imannya diikutinya dengan amalnya, masih ada harapan bahwa dia akan dapat sembuh kembali. Memang jalan yang ditempuhya lebih sukar, sebab laksana kesehatan tubuh, mengobati penyakit yang telah parah lebih sukar daripada menjaga sebelum penyakit menimpa diri. Mereka hendaklah beramal terus, di hadapan mata Allah dan di hadapan mata Rasul ﷺ. Allah mengetahui amalan yang gaib tersembunyi, yang tidak tampak oleh mata orang lain, dan Allah pun mengetahui kegaiban rahasia hati ataupun perbuatan yang nyata. Mungkin manusia tidak melihat hakikat yang sebenarnya, namun Allah tetap melihat, dan kelak semua amalan itu, baik amalan yang tulus ikhlas, ataupun yang pura-pura, akan dibuka dicurai dipaparkan kelak di hadapan Allah Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata itu di akhirat. Dan Rasul ﷺ pun melihat, sebab mereka tidak lepas dari mata beliau. Orang yang curang, tidaklah lama da-pat berpura-pura.
Ayat ini, yang menerangkan dalil orang-orang munafik, memohon uzur dalam satu tanggung jawab yang besar karena hati sendiri rupanya telah menyesal, menjadi pengajaran yang dalam bagi kita yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul ﷺ, bahwa datang meminta maaf kemudian itu tidak begitu perlu karena hanya akan menambah tinggi tempat jatuh saja. Melainkan kalau sudah terasa bahwa perbuatan itu memang salah, segeralah tobat dan hendaklah tobat dibuktikan dengan amal. Apa artinya sebentar-sebentar meminta maaf, padahal jiwa sendiri belum berubah?
Ayat 95
“Mereka akan bersumpah dengan nama Allah kepada kamu apabila kamu telah kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka."
Di pangkal ayat ini terbentang lagi kekerdilan jiwa munafik. Bila kaum Muslimin yang di bawah pimpinan Rasul ﷺ itu telah kembali dari Tabuk, meskipun mereka itu belum ditanya, mereka yang munafik itu sendirilah yang datang bersumpah-sumpah. Kita sudah maklum bahwa manusia yang telah bersumpah; sebentar wallah, sebentar billah, sebentar tallah, sebentar demi Allah, adalah mereka itu orang-orang yang telah percaya sendiri di dalam hatinya bahwa manusia tidak percaya kepadanya. Dikatakan dalam ayat bahwa mereka itu bersumpah ialah supaya orang Mukmin berpaling dari mereka. Apa arti berpaling di sini? Artinya ialah bahwa orang munafik itu lekas pula perasa. Orang tidak melihat kepadanya, disangkanya melihat kepadanya juga dan memerhatikan dirinya. Orang bercakap, disangkanya mempercakapkan dia. Tidak ada orang yang bertanya, mengapa dia tidak pergi. Namun dia merasa hati sendiri saja bahwa orang akan bertanya. Oleh sebab itu, sebelum ditanya mereka telah lebih dahulu menyediakan jawab, yang begini dan begitu. Maka datanglah firman Allah kepada orang Mukmin."Maka berpalinglah dari mereka, karena sesungguhnya mereka itu adalah kotor." Setelah mereka datang bersumpah-sumpah itu, membersihkan diri, menyatakan tidak bersalah, sehingga sebelum ditanya sudah menjawab, janganlah mereka didengarkan. Segala percakapan dusta yang mereka kuatkan dengan sumpah itu adalah suatu yang timbul daripada jiwa mereka yang kotor. Bohong adalah kekotoran jiwa yang paling besar. Sebab itu janganlah didengarkan, jangan diacuhkan perkataan itu dan jangan mereka dihadapi, dan lekas berpaling dari mereka.
“Dan tempat mereka kembali ialah Jahannam, sebagai ganjaran dari apa yang telah mereka usahakan."
Orang-orang yang kotor jiwa dan kotor mulut, dan kotor perbuatan itu, janganlah lagi dipedulikan. Jika mereka datang bersumpah-sumpah membela diri, segeralah berpaling dari mereka. Tunjukkan sikap tidak suka. Orang-orang seperti itu adalah isi neraka Jahannam!
Ayat 96
“Mereka akan bersumpah kepada kamu, supaya kamu suka kepada mereka, “
reka datang ke kota (Madinah). Sebab itu, datanglah ayat yang akan kita tafsirkan ini me-nerangkan bagaimana pula keadaan mereka.
Ayat 97
“Anah-anah kampung itu lebih ketas kekafiran dan kemunafikannya dan lebih pantas tidak mengetahui batas-batas apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya."
Supaya kita lebih jelas dapat memahami maksud ayat, hendaklah terlebih dahulu kita ketahui arti (…) al-A'rab dan Arab yang mana yang dimaksud dengan dia. Menurut sebutan dan peristilahan bahasa Arab, yang disebut al-A'rab ialah orang Arab penduduk dusun atau Arab Badui. Sebab masyarakat Arab terbagi dua, pertama orang kota al-Hadhar Hadhardan; kedua orang kampung, atau orang pedalaman yang hidup mereka dari mengembala dan bertani. Disebut Badui. Maka seluruh bangsa Arab itu, baik yang tinggal di kota atau orang Badui, semuanya disebut A'rabi Sebab itu, salahlah kita dalam pengungkapan bahasa, kalau kita artikan ayat ini: “Bangsa Arab lebih keras kekufurannya dan kemunafikannya." Karena bukan begitu yang dimaksud oleh ayat. Melainkan ayat menerangkan bahwa orang-orang Badui itu kalau kafir atau munafik, akan lebih kafir dan munafiknya daripada orang yang tinggal di kota. Dan diterangkan lagi bahwa mereka itu lebih pantas kalau tidak mengetahui batas-batas apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Karena mereka itu kurang mendapat penerangan dari sebab jauhnya dari kota, dan jarang bertemu dengan Rasul ﷺ. Daerah kehidupan mereka amat sempit, hanya menghadapi binatang ternak, mengembala unta dan kambing, kadang-kadang berpindah-pindah (nomad) dari satu padang rumput ke padang rumput yang lain dan untuk mencari air buat minum. Ikatan kabilah dengan syekh atau kepala suku amat erat. Mereka cemburu saja melihat kedatangan orang lain, apatah lagi kalau akan membawa suatu ajaran yang akan mengubah susunan hidup mereka. Alam mereka hanya suku dan kabilahnya. Oleh sebab itu, tidaklah heran kalau ada seorang A'rab, masuk ke dalam Masjid Rasulullah ﷺ di Madinah, dia terkencing di dalam masjid. Kehidupan mereka yang bebas di kampung menyebabkan segala peraturan yang terasa mengikat, tidak segera mereka terima. Orang-orang A'rab atau Badui ini jugalah yang thawaf keliling Ka'bah bertelanjang, atau bertepuk-tepuk tangan dan bersorak-sorak.
Kemudian datanglah lanjutan ayat,
“Sedang Allah adalah Maha Mengetahui lagi Bijaksana."
Di sini ditekankan dua sifat Allah, pertama Mengetahui, kedua Bijaksana. Untuk menjadi i'tibar kepada Nabi ﷺ dan penduduk kota yang telah beriman bahwa kalau orang dusun atau kampung, orang Badui yang belum ber-peradaban itu lebih kafir dan lebih munafik, tidak usahlah heran. Memang pantaslah mereka begitu karena masyarakat mereka masih jauh dari teratur. Lalu disebutkan sifat Allah Bijaksana, agar mereka itu pun dihadapi dengan secara bijaksana, jangan lekas bosan menghadapi mereka. Melainkan tuntunlah mereka, berikanlah kepada mereka pimpinan dan dakwah yang baik, yang dapat lekas mereka pahamkan. Jangan sampai karena kelihatan mereka sangat kafir dan sangat munafik, lalu dihadapi dengan secara kasar saja atau dibiarkan saja. Menghadapi dengan mengetahui latar belakang sebab-sebab mereka demikian, lalu ditempuh jalan yang bi-jaksana, akan lebih berhasil daripada menghadapi dengan kekerasan.
Ayat yang selanjutnya mengatakan lagi salah satu dari gelaja kesangatan kafir dan mu-nafik mereka itu.
Ayat 98
“Dan setengah dari Aiab kampung itu ada yang memandang bahwa apa yang dia nafkahkan sebagai denda."
Demikian cinta mereka kepada harta benda, baik binatang ternak maupun hasil kebun mereka, yang tidak mau diganggu gugat oleh orang lain, tidak mau takluk kepada pemerintahan yang dipusatkan, maka kalau datang perintah Rasul saw, supaya sebagian dari harta benda itu dikurbankan, dibelanjakan untuk jihad fi sabilillah, mereka pandanglah itu sebagai denda.
Pangkal ayat ini telah menyatakan dengan jelas lagi setengah dari segi hidup kaum Badui itu, Mereka mau bebas, mereka tidak mau diatur orang lain. Mereka tidak mau mengakui ada suatu kekuasaan lain yang mengatasi mereka. Lantaran itu maka tiap-tiap kabilah mempertahankan kemerdekaan, tidak mau diganggu gugat. Tetapi, satu kabilah akan ber-perang dengan kabilah lain untuk mempertahankan kemerdekaan masing-masing kabilah. Kedatangan Nabi Muhammad saw, menyalurkan semangat kemerdekaan diri yang berapi-api itu, untuk menegakkan jalan Allah. Tetapi karena selama ini kemerdekaan pribadi belum mempunyai tujuan yang tinggi dan mulia, maka kalau datang seruan Rasul ﷺ untuk mengorbankan harta benda untuk jalan Allah, mereka menyangka bahwa itu adalah denda atau pajak yang dipikulkan ke atas bahu mereka. Mereka tantang ajakan itu sehingga dengan keras mereka mempertahankan keku-furan dan kemunafikan. Pendeknya mereka benci akan pemusatan kekuasaan. Sebab itu tersebut pada lanjutan ayat: “Dan dia pun menunggu peredaran zaman atas kamu." Artinya, mereka tidak senang kalau ada kekuasaan tertinggi yang hendak mengatur mereka dan membimbing perjuangan yang mulia. Mereka selalu mengharapkan mudah-mudahan lekaslah runtuh kekuasaan pusat yang sebentar-sebentar meminta pengorbanan dan sebentar-sebentar meminta membayar denda ini.
Mereka pantas jadi demikian kata ayat yang terdahulu tadi, karena mereka belum mengerti duduk soal.
Sampai pada zaman kita ini pun, kehidupan Badui yang bebas hidup di padang belantara Sahara itu, masih saja teguh mempertahankan kemerdekaan mereka. Raja-raja Arab yang tinggal di kota-kota seperti di Riyadh, Madinah, Baghdad, dan di Amman (Syarqil Urdon) memiliki batas-batas negeri masing-masing, yang tidak boleh dilalui kalau tidak dengan surat-surat keterangan. Niscaya murkalah mereka menghadapi peraturan-peraturan demikian. Apa guna batas-batas. Kalau rumput telah kering di satu daerah, mengapa mereka tidak boleh memindahkan ternak ke daerah lain yang masih subur rumputnya? Bu-kankah semua padang rumput itu Allah sendiri yang empunya?
Bahkan sebelum negeri Hejaz dirampas oleh Ibnu Saud dari kekuasaan kaum Syarif, terkenallah tidak aman perjalanan kafilah haji dari. Mekah ke Madinah, sebab di tengah perjalanan tiap-tiap kabilah yang menguasai daerah-daerah yang dilalui itu mencegat ka-filah haji dan meminta cukai jalan melalui daerah mereka. Kalau tidak mau membayar, mereka bunuh. Oleh sebab itu, baik Kerajaan Kaum Syarif, sejak Syarif Abu Numay 800 tahun yang lalu, ataupun semasa Kerajaan Turki Osmani menguasai Hejaz, namun ke-kuasaan yang benar-benar terhadap Badui, sukarlah dilakukan. Pemerintah pusat yang teratur hanya terdapat di kota-kota.
Rupanya pada zaman Nabi berjumpalah beliau dengan kenyataan ini. Kaum A'rab atau Badui tidak mau takluk pada bimbingan Allah dan Rasul ﷺ, perbelanjaan untuk menegakkan agama Allah mereka anggap sebagai denda. Dan, mereka mengharapkan agar kekuasaan Rasul ﷺ yang dipusatkan, untuk menegakkan Kepercayaan Yang Satu kepada Allah, supaya lekas runtuh saja. Tetapi Allah berfirman selanjutnya: “Atas merekalah akan jatuh peredaran zaman yang buruk" Artinya, bukan keinginan mereka agar kekuasaan Islam lekas jatuh yang akan terjadi; tetapi mereka dan susunan hidup Badui yang merdeka secara chaos (kacau) itulah yang akan hancur.
Atas merekalah akan jatuh peredaran zaman yang buruk, bukan atas Nabi ﷺ dan bukan atas Islam. Peredaran zaman yang buruk akan jatuh atas din mereka sendiri, yaitu orang-orang yang tidak mau mengeluarkan perbelanjaan untuk menegakkan agama Allah. Yang dimaksud dengan ayat int ialah tidak mau memberikan pengorbanan ketika akan terjadi Peperangan Tabuk. Sebab di dalam Peperangan Tabuk bukan Rasul ﷺ yang kalah, malahan bangsa Rum yang tidak berani berhadap-hadapan. Nabi ﷺ pulang kembali bersama tentaranya dengan selamat, setelah beberapa kabilah Arab yang telah memeluk agama Nasrani menyatakan tunduk dan membayar jizyah. Sedang mereka, Arab kampung yang berkeras pada kekufuran kemunafikan itu, akan hancurlah kedudukan mereka dan akan runtuhlah masyarakat bobrok yang mereka pertahankan itu.
“Dan Allah Maha Mendengar, lagi Mengetahui."
Allah mendengar apa yang mereka percakapkan, apa yang mereka keluhkan dan mereka bisik-desuskan di belakang Rasul ﷺ. Allah mendengar perkataan mereka bahwa pengorbanan harta benda buat menegakkan jalan Allah adalah sebagai denda untuk me-reka. Dan, Allah pun mengetahui sikap dan kelakuan mereka. Orang munafik tidak dapat berlepas diri dengan memberikan jawaban dusta kalau orang bertanya. Sebab sampai ke dalam hati jantung yang tersembunyi di batik tulang dada, Allah pun tahu. Tetapi ayat yang selanjutnya memberi penjelasan lagi bahwa tidak semua A'rab atau Badui bersikap kufur dan nifak. Di samping yang buruk ada pula yang baik.
Ayat 99
“Dan setengah dari Anah kampung itu ada juga yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian."
Lantaran itu tidaklah semua Arab kampung atau Badui itu memandang bahwa pe-ngorbanan harta benda pada jalan Allah sebagai denda. Mereka percaya kepada Allah, sebab itu mereka pun percaya kepada Rasul ﷺ. Walaupun hanya sekali-sekali mereka mendengar pengajaran dari Rasulullah ﷺ dan sekali-sekali mendengar ayat-ayat Allah, namun yang sekali-sekali itu mereka pegang teguh dan mereka yakini.
Lantaran itu mereka pun percaya akan hari Kemudian bahwa pada hari Kemudian itu orang yang berbuat kebajikan akan mendapat pahala dari sisi Allah.
Sebagaimana juga dalam beberapa ayat yang lain, di sini disebutkan dua pokok simpulan dari iman. Pertama iman kepada Allah, kedua iman kepada hari Kemudian. Di sini telah diambil pangkal iman dan ujung iman. Sebab jika telah mengakui beriman kepada Allah, niscaya percayalah akan Rasul yang di-utus-Nya dan wahyu yang Dia turunkan. Dan dari antara berbagai keterangan perintah atau larangan dalam wahyu itu, yang menjadi puncak kepercayaan, ialah tentang adanya hari Kemudian."Dan dipandangnya apa yang dia belanjakan itu sebagai pendekatan diri pada sisi Allah dan sebagai shaiawat dari Rasul ﷺ."
Iman mereka kepada Allah telah dibayangkan dengan jelas pada ayat ini. Lantaran mereka telah beriman, mereka pun sudi mengeluarkan harta benda dengan hati yang tulus ikhlas. Bukan sebagai A'rab munafik tadi yang menganggap pengorbanan harta sebagai denda. Badui yang beriman ini, karena imannyalah dia mengeluarkan harta. Pengeluaran harta pada jalan Allah itu, mereka anggap ialah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka mengharap sudilah kiranya Allah menumpahkan kasih sayang dan ridha kepada mereka. Di samping mengharap sebagai pendekat diri kepada Allah, mereka pun mengharap semoga Rasul ﷺ memberikan pula shalawat untuk mereka. Sebagaimana kita ketahui arti shalawat itu sama dengan doa. Moga-moga terhadap mereka, sebagai orang kampung yang tinggal jauh dari kota, Rasulullah ﷺ pun sudi mendoakan mereka kepada Allah, semoga amalan mereka yang tiada sepertinya itu, diterima jugalah kiranya oleh Allah.
Mujahid menafsirkan ayat ini bahwa Badui yang beriman ini ialah Bani Muqrin dan cabang keturunan Muzainah. Katanya pula termasuk di antara mereka itu ialah orang A'rab yang meminta ikut pergi ke Tabuk, tetapi kendaraan untuk mengangkut mereka tidak ada lagi, lalu mereka berpaling pulang dengan menangis. Menurut al-Kalbi pula, ialah Bani Aslam, Bani Ghiffar, Juhainah, dan Muzainah. Yang mana pun yang jadi sebab turun ayat, namun satu hal sudahlah terang, yaitu bahwa di kalangan Badui atau al-A'rab itu ada pula yang beriman dengan tulus ikhlas. Oleh sebab itu, pengorbanan mereka yang tulus ikhlas itu disambut Allah dengan baik, sampai pada lanjutan ayat, Allah berfirman, “Ketahuilah, sungguhnya dia itu satu pendekatan diri bagi mereka" Di sini Allah menyatakan bahwa pengharapan mereka, karena ketulusikhlasan mereka tidaklah sia-sia di sisi Allah, sehingga Allah memulai firman-Nya dengan kalimat “Alaa", yang kita artikan ketahuilah. Ketahuilah olehmu wahai utusan-Ku, dan sampaikanlah kepada mereka bahwa pengharapan mereka Aku kabulkan, pengorbanan mereka yang mereka harapkan sebagai pendekatan diri kepa-da-Ku, telah aku perkenankan. Tidak usah lagi mereka khawatir.
Bukan itu saja. Satu mereka mohonkan, yaitu Qurbah kepada Allah, maka Allah memberi mereka dua, yaitu lanjutan firman Allah, “Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya." Dan niscaya, sebab Allah telah mengabulkan pengharapan mereka ditambah lagi dengan janji akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya, Rasul ﷺ sendiri pun, dengan sendirinya mengabulkan permintaan mereka yang kedua pula, yang terhadap ke-pada Rasul ﷺ, yaitu agar mereka dishalawati agar mereka didoakan,
Alangkah bahagia perasaan orang yang beriman, walaupun mereka tinggal jauh dari kota, namun Allah memandang mereka dekat kepada-Nya dan Rasulullah ﷺ senantiasa mendoakan pula agar mereka tetap dalam iman.
Adapun janji Allah bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam rahmat-Nya ialah rahmat dunia dan akhirat. Rahmat dunia telah dirasai oleh mereka. Dan rahmat akhirat pun suatu kepastian.
Ingatlah ketika Peperangan Badar dahulu, baru berapa oranglah sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ yang beroleh kemuliaan? Berapa Muhajirin dan Anshar itu yang ber-perang menegakkan kebenaran di samping Rasul ﷺ? Baru 300 orang. Tetapi setelah menaklukkan Mekah di tahun kedelapan, bilangan telah meningkat jadi 12.000 orang. Dari mana yang 12.000 itu? Ialah dari Arab luar kota Madinah!
Kemudian ketika pergi ke Tabuk terdiri dari 30.000 orang. Dari mana bilangan sebanyak itu? Kalau bukan dari Arab kampung yang telah beriman.
Kemudian merekalah yang menjadi inti penyebaran Islam, penaklukan Madain (Persia), penaklukan Syam (bangsa Rum) dan penaklukan Mesir, dan merekalah yang turut mengepung kota Konstantinopel pada zaman Mu'awiyah, dari merekalah yang telah me-nyebar di seluruh negeri yang sekarang ini telah menjadi negeri-negeri Arab, padahal bu-kan Tanah Jazirah Arab. Yaitu Mesir, Sudan, Tunisia, Aljazair, Maroko, Libya, dan Mauritania. Itulah rahmat duniawi yang mereka rasai sejak zaman Rasulullah ﷺ dan zaman khalifah-khalifah di belakang. Dan di akhirat pun kelak mereka beroleh rahmat Ilahi."Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun," jika terdapat kekhilafan dan kesalahan berkecil-kecil, sebab mereka telah memegang pokoknya, yaitu iman kepada Allah dan hari Kemudian.
“Lagi Penyayang."
Sehingga dari sebab kasih sayang Allah itu, mereka telah mengambil bagian yang penting di dalam menegakkan agama Allah, kepercayaan tauhid di atas permukaan bumi ini.