Ayat

Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱتَّخَذُواْ
(mereka) menjadikan
ٱلۡعِجۡلَ
anak lembu
سَيَنَالُهُمۡ
kelak akan menimpa mereka
غَضَبٞ
kemurkaan
مِّن
dari
رَّبِّهِمۡ
Tuhan mereka
وَذِلَّةٞ
dan kehinaan
فِي
dalam
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَاۚ
dunia
وَكَذَٰلِكَ
dan demikian itu
نَجۡزِي
Kami memberi balasan
ٱلۡمُفۡتَرِينَ
orang-orang yang memberi kebohongan
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱتَّخَذُواْ
(mereka) menjadikan
ٱلۡعِجۡلَ
anak lembu
سَيَنَالُهُمۡ
kelak akan menimpa mereka
غَضَبٞ
kemurkaan
مِّن
dari
رَّبِّهِمۡ
Tuhan mereka
وَذِلَّةٞ
dan kehinaan
فِي
dalam
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَاۚ
dunia
وَكَذَٰلِكَ
dan demikian itu
نَجۡزِي
Kami memberi balasan
ٱلۡمُفۡتَرِينَ
orang-orang yang memberi kebohongan
Terjemahan

Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sembahan) kelak akan menerima kemurkaan dan kehinaan dari Tuhan mereka dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang mengada-ada.
Tafsir

("Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu) sebagai sesembahan (kelak akan menimpa mereka kemurkaan) yakni azab (dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia) maka mereka dihukum dengan perintah agar mereka membunuh diri mereka sendiri dan kehinaan akan selalu menimpa mereka sampai hari kiamat nanti. (Demikianlah) seperti apa yang telah Kami balaskan kepada mereka (Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan) terhadap Allah dengan melakukan perbuatan syirik dan lain-lainnya.
Tafsir Surat Al-A'raf: 152-153
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kesombongan. Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah tobat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Murka Allah yang menimpa kaum Bani Israil karena mereka menyembah patung anak lembu itu ialah, Allah tidak menerima tobat mereka sebelum sebagian dari mereka membunuh'sebagian yang lain, seperti yang telah dijelaskan di dalam surat Al Baqarah: Maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kalian, dan bunuhlah diri kalian.
Hal itu adalah lebih baik bagi kalian pada sisi Tuhan yang menjadikan kalian; maka Allah akan menerima tobat kalian. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 54) Adapun mengenai kehinaan yang menimpa mereka sesudah itu ialah kehinaan dan kenistaan mereka dalam kehidupan di dunia. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. (Al-A'raf: 152) Pembalasan ini pasti akan menimpa orang yang membuat-buat perkara bid'ah, karena sesungguhnya kehinaan bid'ah dan kenistaan melanggar petunjuk berhubungan langsung dengan hatinya dan ditanggung di atas kedua bahunya, seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, "Sesungguhnya kehinaan bid'ah berada di atas bahu para pelakunya, sekalipun begal-begal membawa mereka dan kuda-kuda ditunggangi oleh mereka." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ayyub As-Sukhtiyani, dari Abu Qilabah Al-Jurmi, bahwa ia membaca ayat ini dengan bacaan berikut: Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. (Al-A'raf: 152) Kemudian ia mengatakan, "Demi Allah, kehinaan itu akan terus menimpa setiap orang yang membuat-buat kedustaan sampai hari kiamat" Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan bahwa semua pelaku bid'ah adalah orang yang hina.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan hamba-hamba-Nya dan memberi petunjuk kepada mereka, bahwa Dia menerima tobat hamba-hamba-Nya dari semua dosa apa pun, sekalipun dari kekufuran atau kemusyrikan atau kemunafikan atau perpecahan. Dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya: Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhanmu (Al-A'raf: 153) wahai Muhammad, wahai Rasul tobat, wahai Nabi pembawa rahmat. sesudah itu (Al-A'raf: 153) yakni sesudah tobat yang disertai dengan iman itu. adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang- (Al-A'raf: 153) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Azrah, dari Al-Hasan, Al-Urni, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah tersebut, yakni masalah seorang lelaki yang berbuat zina dengan seorang wanita, lalu lelaki itu mengawininya.
Maka Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah tobat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-A'raf: 153) Abdullah ibnu Mas'ud membaca ayat ini sepuluh kali tanpa ber-amar ma 'ruf dan ber-nahi munkar terhadap mereka."
Setelah menjelaskan sikap Nabi Musa terhadap Nabi Harun dan doanya kepada Allah. Allah menjelaskan sanksi yang pantas diterima oleh mereka yang durhaka, yaitu sesungguhnya orang-orang yang penuh antusias dan sungguh-sungguh menjadikan patung anak sapi sebagai sembahannya dan enggan bertobat, kelak akan menerima kemurkaan yang besar dari Tuhan mereka dengan dijauhkan dari rahmat-Nya, dan kehinaan dalam kehidupan di dunia oleh sebab kekufuran mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebohongan terhadap Allah, seperti menjadikan anak sapi sebagai sembahan. Sedangkan mereka yang menyadari kesalahannya dan mau bertobat, Allah menyatakan, Dan orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan dengan sengaja, dalam bentuk kekufuran dan kemaksiatan, kemudian walau setelah berlalu waktu lama bertobat sesudah kedurhakaan yang dilakukannya itu dan beriman serta beramal shaleh, sesungguhnya Tuhan Pemeliharamu, pasti setelah itu, yaitu tobat yang disertai iman, Maha Pengampun sehingga akan menghapus dosa-dosa mereka, lagi Maha Penyayang dengan melimpahkan anugerah kepada mereka.
Semua orang Bani Israil yang telah menyembah patung anak sapi, seperti Samiri dan pengikut-pengikutnya, dan yang tidak mau bertobat kepada Allah kelak akan mendapat kemarahan Allah dan tobat mereka tidak akan diterima lagi, kecuali dengan membunuh nafsu mereka, sebab akan hidup terhina di dunia ini. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Baqarah/2: 54 :
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Kamu benar-benar telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan), karena itu bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu. Itu lebih baik bagimu di sisi Penciptamu. Dia akan menerima tobatmu. Sungguh, Dialah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (al-Baqarah/2: 54)
Menurut sebagian ahli tafsir bahwa kalimat, "Demikian kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat kebohongan" dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, sebagai peringatan bagi orang-orang Yahudi yang berada di sekitar Medinah waktu itu. Akibat sikap dan tindak-tanduk mereka (kaum Yahudi) kepada Nabi Musa dahulu. Seandainya orang Yahudi di sekitar Medinah tetap bersikap demikian, tidak mau mengikuti Rasulullah saw, dengan seruannya, maka mereka akan mendapat kebinasaan dan kehinaan di dunia dan di akhirat tentu saja mereka akan mendapat azab yang pedih.
Menganut salah satu dari kedua pendapat ini, tidaklah menyalahi isi kandungan ayat, karena salah satu tujuan pendapat ini adalah untuk menyebutkan kisah umat-umat yang dahulu sebagai tamsil dan ibarat bagi generasi yang akan datang kemudian. Semoga kesalahan yang pernah dilakukan oleh orang-orang dahulu itu tidak terulang oleh generasi yang akan datang.
Ayat ini juga memperingatkan bahwa seperti pembalasan yang tersebut dalam ayat ini, Allah memberikan pembalasan kepada mereka yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah. Diriwayatkan dari Abi Qatadah, ia berkata, "Ayat ini tidak hanya ditujukan kepada Bani Israil pada waktu Nabi Musa saja, tetapi ditujukan kepada semua orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah.".
MUSA DENGAN BAN ISRAIL (III)
Ayat 150
“Dan, tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah, iba hati, berkatalah dia, ‘Buruk sekali apa yang kamu kerjakan menggantikan daku sepeninggalku."
Menurut satu riwayat dari Ibnu Abbas bahwa kekacauan yang ditimbulkan Samiri itu terjadi ialah dalam hari tambahan pertemuan Musa dengan Allah yang sepuluh hari itu.
Menurut satu riwayat lagi, setelah selesai Samiri membuat patung itu dia berkata kepada Bani Israil yang bodoh itu, “Inilah Tuhan kamu dan Tuhan Musa kamu. Sudah satu bulan ditunggu tidak juga pulang, tentu dia telah mati." Di dalam surah Thaahaa ayat 85, diterangkan bahwa Allah sendirilah yang memberitahukan Musa seketika dia masih di atas gunung itu bahwa percobaan Allah dan ujian Allah telah berlaku kepada kaumnya sepeniggal dia, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Mendengar keterangan yang demikian dari Allah, Musa pun kembali kepada kaumnya dengan perasaan marah dan iba hati atau mendongkol. Marah kepada kelemahan saudaranya dan marah kepada pembantu-pembantu yang lain, iba hati mengingat begitu besar kepayahan yang menimpa dirinya, tetapi ajarannya telah disesatkan orang.
Jadi, sebelum dia sampai ke bawah, Allah sendiri yang telah memberi tahu kepadanya perubahan suasana sesudah dia pergi. Maka, setelah sampai kepada mereka, kemarahannya itulah yang terus dia sampaikan. Buruk sekali perbuatan kamu sebagai penggantiku sepeninggal aku pergi. Jadi kemarahannya itu telah dilepaskan kepada sekalian yang bertanggung jawab. “Apakah patut kamu mendahului perintah Tuhan kamu?" Artinya, bukankah sebelum pergi aku telah meninggalkan pesan, supaya tunggu aku kembali dengan sabar, sampai aku pulang membawa perintah-perintah Allah? Sekarang sebelum aku pulang kamu telah membuat peraturan sendiri mendahului Allah? Sampai kamu katakan aku telah mati? Sampai kamu buat berhala yang dari jauh hari telah aku peringatkan akan kebodohan perbuatan itu?
“Lalu dilemparkan alwah itu dan dipegangnya kepala saudaranya seraya ditariknya." Artinya, setelah kemarahannya dilepaskannya kepada orang banyak, teruslah dihadapkannya kepada Harun. Alwah yang sedang dalam tangannya itu dilemparkannya lalu ditariknya rambut saudaranya itu dan juga janggutnya, (surah Thaahaa ayat 94) Di sinilah timbul kepribadian Musa yang gagah perkasa itu apabila dia sudah marah, yang di waktu mudanya dahulu dengan sekali tinju bisa mematikan orang dan sekali angkat bisa membongkar tutup sumur di negeri Madyan, yang oleh orang biasa berempat mengangkatnya, baru terangkat. Orang yang begini keawakannya, tidaklah boleh ditentang. Harun yang lemah lembut sifatnya sangat mengerti tabiat adiknya itu. Sebab itu, setelah rambut dan janggutnya ditarik-tarik dibiarkannya saja supaya jangan lebih berbahaya. Setelah habis gelora marah itu, Harun pun berkata, yaitu kata-kata yang dapat menyinggung perasaan halus yang tersembunyi dalam jiwa Musa.
“Dia berkata, Wahai anak ibuku! Sesungguhnya kaum itu memandangku lemah dan nyarislah mereka membunuhku. Sebab itu, janganlah engkau gembirakan musuh terhadap aku dan janganlah engkau masukkan aku bersama kaum yang zalim."
Mula-mula disebutnya kata-kata yang dapat menyinggung perasaan halus Musa, orang yang bertabiat lekas marah, tetapi lekas padam marah itu kalau tidak ditentang. Dipanggilnya, wahai anak ibuku! Lebih mendalam daripada kalau dia katakan, wahai adik kandungku! Bukan orang lain aku ini bagimu, satu perut mengandung kita. Dengan panggilan demikian saja pun, mulailah surut marahnya dan mudahlah bagi Harun melanjutkan keterangan. Lalu, dia katakan bahwa dengan segala daya upaya menurut kesanggupannya, orang-orang itu telah dia larang, tetapi karena dia bukan seorang gagah perkasa yang menimbulkan takut siapa yang menentang, seperti kepribadian Musa, nasihatnya tidak dipedulikan orang bahkan dia dianggap lemah. Bahkan kalau masih tetap dia berkeras melarang, mereka mau membunuhnya. Setelah itu dimasukkannyalah sesalan atas sikap adiknya menarik-narik rambut dan janggutnya di hadapan orang banyak itu. Perlakuan yang demikian bisa menggembirakan musuh. Sebab, sejak golongan Samiri hendak membunuhnya, teranglah bahwa mereka memusuhi dia. Dan, dia peringatkan pula, janganlah Musa menuduhnya serta menyeita dalam perbuatan yang telah melanggar ketentuan Allah itu. Dia tetap tidak menyetujui dan tidak mencampuri, tetapi dia mengakui bahwa dia tidaklah mem-punyai wibawa yang begitu hebat sebagai Musa.
Mendengar jawaban yang demikian dan menusuk perasaan dari saudara kandungnya atau abang, anak ibunya, surutlah kemarahan Musa dan menyesallah dia atas kemarahannya yang meluap-luap itu. Segeralah dia memohon kepada Allah.
Ayat 151
“Berkata dia, ‘Ya, Tuhanku! Ampunilah akan aku dan akan saudaraku."
Sadarlah Musa kembali karena marahnya sudah dua tiga perbuatannya yang salah, yang patut mendapat tempelak dari Allah. Karena marah, alwah perintah Allah Yang Suci, telah dilemparkannya. Ada ahli tafsir yang mengatakan alwah itu sampai pecah. Yang kedua, telah ditarik-tariknya rambut kepala dan janggut saudaranya. Sedangkan berbuat begitu kepada orang lain telah dianggap salah, betapa kalau orang itu saudara sendiri? Dan betapa kalau orang itu telah diangkat Allah menjadi rasul seperti dia pula? Dan dia pun memohon ampun buat kesalahannya dan kesalahan saudaranya yang karena lemahnya tidak bertindak tegas mencegah perbuatan yang jahat itu.
“Dan, masukkanlah kitanya kami ke dalam rahmat Engkau karena Engkau adalah yang Paling Penyayang dari segala yang penyayang"
Musa ingat bahwasanya betapa pun kesalahan yang mereka berdua buat, tetapi rahmat Allah yang meliputi akan segala makhluk-Nya dapatlah mengatasi kemurkaan Allah. Apatah lagi segala keterlanjuran yang tadi itu tidak lain adalah hanya karena cintanya kepada Allah jua karena cemburu dan gairahnya, sebab kaumnya telah mempersekutukan Allah dengan yang lain, yaitu berhala itu. Tentu saja sudah pasti Allah memberinya ampun dan rahmat. Karena Allah lebih mengetahui bahwa keterlanjurannya itu tidak lain hanyalah karena didorong oleh rasa cintanya kepada Allah jua. Dahulu dari ini pun karena rasa cinta kepada kaumnya Bani Israil, dia tidak tahan hati melihat kaumnya ditindas dan diperbudak, sampai terlanjur dia membunuh orang. Di-tinjunya orang itu sekali lalu mati. Dan, diberi ampun oleh Allah, (surah al-Qashash ayat 16) Dan dia pun berjanji bahwa ketegapan tubuh dan kekuatan badannya yang begitu hebat, janganlah sampai hendaknya digunakannya bagi menolong orang yang berdosa, (ayat 28) melainkan pembela orang yang lemah.
Niscaya Allah memberinya ampun. Sebab, Allah mengerti siapa Musa! Memang sengaja Allah memilih pribadi seperti itu untuk memimpin Bani Israil.
Ayat 152
“Sesungguhnya orang-orang yang telah mengambil itu."
Yaitu, mengambilnya jadi tuhan atau dewa atau berhala. “Akan mencapailah kepada mereka kemurkaan daripada Tuhan mereka dan kehinaan pada hidup di dunia." Allah murka kepada mereka. Dan, bila kemurkaan Allah telah datang, kehinaanlah yang akan menimpa, sebab mereka telah terlepas dari pimpinan yang benar.
Sebab, mereka telah memecahkan diri dari persatuan. Di dalam surah al-Baqarah telah diterangkan bahwa mereka disuruh tobat dengan membunuh diri dan Samiri sendiri diusir, dibuang, tidak boleh bertemu dengan manusia lagi.
“Dan, demikianlah Kami akan membatasi orang-orang yang membuat dusta."
Ujung ayat ini adalah peringatan yang muhkamat, peringatan yang tetap buat selama-lamanya, bagi Bani Israil dan bagi seluruh umat yang beragama. Kalau sekiranya kejadian lagi menambah agama, berbuat bid'ah, membuat persembahan kepada yang selain Allah, kehinaan dunia jualah yang akan ditimpakan Allah dalam berbagai bentuknya. Agama sudah cukup dibawa oleh rasul-rasul Allah, cara ibadah dan syari'at pun sudah lengkap.
Berkata Hasan Basri, “Kehinaan bid'ah akan meruntuh mereka walaupun muatan bid'ah itu sarat di punggung baghal dan pikulan berat bagi keledai." Dirawikan pula oleh Ayub dari Abu Qilabah, ketika menafsirkan ujung ayat ini, dia berkata, “Demikianlah. Demi Allah, nasib hina yang akan dipikul oleh sekalian pengada-ada, sampai Hari Kiamat." Dan berkata Sufyan bin Uyainah, “Sekalian tukang bid'ah adalah hina!"
Ayat 153
“Dan, orang-orang yang beramal dengan kejahatan, kemudian itu mereka pun tobat sesudahnya, dan beriman pula! Sesungguhnya Tuhan engkau sesudah itu adalah Maha Pengampun lagi Penyayang,"
Ayat ini dalam rangka menceritakan kejahatan golongan Samiri yang mengada-ada menyembah ‘ijil itu telah memberikan bayangan kepada Nabi Muhammad saw. bahwa penyembah ‘ijil pada khususnya dan membuat-buat dusta dalam hal agama pada umumnya, sesudah mereka berbuat yang jahat itu, kalau tobat, dan tobat betul disertai iman yang tebal teguh kepada Allah bahwa mereka akan diberi tobat oleh Allah, akan diberi ampun. Sebab, Allah itu adalah Maha Penyayang. Memang Allah menghukum dengan kehinaan kepada yang bersalah, tetapi Ghafur dan Rahim, pemberi ampun dan kasih sayang adalah sifat tetap pada Allah. Adapun menjatuhkan hukum adalah perbuatan yang adil bagi Allah terhadap siapa yang bersalah. Akan tetapi, apabila orang yang sudah insaf, segera tobat dan memperdalam iman maka sifat pengampun dan penyayang Allah akan lebih terkemuka daripada sifatnya yang menghukum. Sebab, tobat dan diikuti oleh iman adalah bukti yang nyata sekali bahwasanya perbuatan jahat yang mereka kerjakan selama ini adalah karena bodoh. Nabi Musa pun telah mengatakan dahulu ketika Bani Israil meminta dibuatkan tuhan bahwa permintaan mereka itu adalah permintaan yang bodoh. Sampai kepada zaman kita sekarang ini pun kita dapat menyaksikan bahwa orang-orang yang menyembah berhala, memuja kuburan keramat, menyampaikan niat nadzar kepada batu besar dan beringin, memuja-muja keris dan sebagainya adalah perbuatan karena bodoh, tidak tahu hakikat tauhid. Kalau mereka telah mendapat pengertian tentang keesaan Allah yang sejati, mereka akan tertawa sendiri atas kebodohan perbuatan mereka selama ini. Kalau mereka segera tobat dan memperdalam keimanan kepada Allah Yang Maha Esa, niscaya Allah menerima tobatnya dan memberi ampun.
Di dalam ayat ini ditunjukkanlah ayat kepada Nabi kita sendiri, supaya beliau sampaikan kepada kita. Maka, wajiblah bagi mubalig-mubalig memberikan pengajaran kepada orang yang bodoh, supaya jangan mereka tetap juga dalam keadaan bid'ah, supaya mereka jangan hina, dicucuk hidung oleh tukang-tukang tipu agama, dukun, dan guru-guru klenik.
Ayat 154
“Dan, tatkala telah … dari Musa kemarahan itu."
Atau menurut arti harfiyah dari ayat, telah diam dari Musa kemarahan itu, artinya beliau telah tenang kembali, gejala “api" merah telah turun dan lindap.
“Dia ambillah alwah itu." Alwah yang telah beliau lemparkan itu beliau pungut kembali. “Dan di dalam naskahnya ada petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang ada … takut kepada Tuhan mereka."
Nuskhah, artinya ialah tulisan yang ada di dalamnya. Bila kemarahan telah habis dan pikiran telah tenang dan telah memohon ampun pula kepada Allah, pikiran yang jernih niscaya terbuka. Alwah dilemparkan karena marah. Kalau sedang marah bagaimana pun bunyi dan isinya, tidaklah akan tampak. Bila pikiran telah tenang dan rasa takut kepada Allah telah timbul kembali maka Alwah itu akan hidup dan akan memberi bimbingan bagi orang-orang yang ada rasa takut kepada Ilahi. Di dalamnya ada petunjuk dan ada rahmat. Dan, Musa pun mulailah dengan perjuangannya yang baru, dengan memakai Alwah yang ada dalam tangannya itu yang dia terima langsung dari Allah di Gunung Thursina di Wadi (lembah) Thuwaa.