Ayat
Terjemahan Per Kata
هُوَ
Dia
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَكُم
menciptakan kalian
مِّن
dari
طِينٖ
tanah
ثُمَّ
kemudian
قَضَىٰٓ
Dia menentukan
أَجَلٗاۖ
waktu
وَأَجَلٞ
dan waktu
مُّسَمًّى
ditentukan
عِندَهُۥۖ
di sisiNya
ثُمَّ
kemudian
أَنتُمۡ
kamu
تَمۡتَرُونَ
kamu ragu-ragu
هُوَ
Dia
ٱلَّذِي
yang
خَلَقَكُم
menciptakan kalian
مِّن
dari
طِينٖ
tanah
ثُمَّ
kemudian
قَضَىٰٓ
Dia menentukan
أَجَلٗاۖ
waktu
وَأَجَلٞ
dan waktu
مُّسَمًّى
ditentukan
عِندَهُۥۖ
di sisiNya
ثُمَّ
kemudian
أَنتُمۡ
kamu
تَمۡتَرُونَ
kamu ragu-ragu
Terjemahan
Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menentukan batas waktu hidup (masing-masing). Waktu yang ditentukan (untuk kebangkitan setelah mati) ada pada-Nya. Kemudian, kamu masih meragukannya.
Tafsir
(Dialah Yang menciptakanmu dari tanah) dengan diciptakan-Nya ayah kamu Adam dari tanah (sesudah itu ditentukan-Nya ajal) bagi kamu, setelah sampai pada ajal itu kamu akan mati (dan ajal lain yang ditentukan) ditetapkan (di sisi-Nya) untuk membangkitkan kamu dari kematian (kemudian kamu) hai orang-orang kafir (masih tidak percaya tentang berbangkit itu) kamu masih meragukan tentang adanya hari berbangkit padahal sebelumnya kamu telah mengetahui, bahwa Dialah yang mulai menciptakanmu. Dan siapa yang mampu menciptakan berarti Dia lebih mampu untuk mengembalikan ke asalnya.
Tafsir Surat Al An’am : 1-3
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang (siang dan malam), namun orang-orang kafir justru menyekutukan (sesuatu dengan) Tuhan mereka.
Dialah yang menciptakan kalian (manusia) dari tanah, kemudian ditetapkan-nya ajal (kematian kalian), dan bahkan telah ditetapkan pula waktu kebangkitan yang hanya dia sendirilah yang mengetahuinya. Kemudian kalian masih ragu-ragu akan semua itu.
Dan Dialah Allah (Yang berhak disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui segala apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian tampakkan, dan mengetahui (pula) apa yang kalian usahakan (kerjakan).
Ayat 1
Allah ﷻ Yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman memuji diri-Nya sendiri Yang Maha Tinggi, karena Dia telah menciptakan langit dan bumi sebagai bukti kebesarannya yang ditujukan kepada hamba-hamba-Nya, juga karena Dia telah menjadikan gelap dan terang untuk kebaikan (yang bermanfaat) pada hamba-hamba-Nya, yaitu di malam hari dan di siang hari mereka.
Lafal “zulumat” diungkapkan dalam bentuk jamak, sedangkan lafal “nur” diungkapkan dalam bentuk tunggal, karena cahaya lebih mulia daripada gelap. Hal ini sama dengan yang disebutkan di dalam firman Allah ﷻ:
“Ke kanan dan ke kiri.” (An-Nahl: 48)
Sama seperti yang disebutkan di akhir surat ini melalui firman-Nya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” (Al-An'am: 153)
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Namun orang-orang kafir mempersekutukan (sesuatu dengan) Tuhan mereka.” (Al-An'am: 1).
Artinya meskipun demikian, ada juga sebagian dari hamba-hamba-Nya yang kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu bagi-Nya, serta menjadikan bagi-Nya istri dan anak. Maha Tinggi Allah dari segala sesuatunya itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya (tidak terhingga).
Ayat 2
Firman Allah ﷻ: “Dialah yang menciptakan kalian dari tanah” (Al-An'am: 2). Yakni bapak mereka semua, yaitu Nabi Adam. Dialah asal mereka, dan darinya mereka berasal, lalu menyebar ke timur dan barat.
Firman Allah ﷻ: “Sesudah itu ditentukan-Nya ajal, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya.” (Al-An'am: 2).
Said ibnu Jubair telah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan ajal pertama adalah kematian, sedangkan yang kedua ialah ketentuan untuk dibangkitkan di akhirat. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, Adh-Dhahhak, Zaid ibnu Aslam, Atiyyah, As-Suddi, dan Muqatil ibnu Hayyan serta lain-lainnya.
Menurut pendapat Al-Hasan Al-Basri dalam suatu riwayat yang bersumber darinya mengenai makna firman-Nya:
“Sesudah itu ditentukan-Nya ajal” (Al-An'am: 2)
Bahwa yang dimaksud ialah masa antara sejak ia diciptakan sampai meninggal dunia. Sedangkan firman-Nya:
“Dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya.” (Al-An'am: 2)
Yakni antara dia meninggal dunia sampai ia dibangkitkan.
Pendapat ini sama dengan pendapat sebelumnya. Penentuan ajal yang pertama bersifat khusus, yakni menyangkut usia setiap manusia. Sedangkan penentuan ajal kedua bersifat umum, yakni menyangkut usia dunia seluruhnya. Kemudian habislah usia dunia, lalu lenyap dan kembali ke alam akhirat.
Dari Ibnu Abbas dan Mujahid disebutkan sehubungan dengan firman-Nya: “sesudah itu ditentukan-Nya ajal.” (Al-Anam: 2)
Yaitu adalah usia dunia. Dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada di sisi-Nya, yaitu usia seseorang sampai saat kematiannya. Seolah-olah takwil (tafsir) ini bersumber dari pengertian yang terdapat pada ayat selanjutnya yang menyebutkan: ”Dan Dialah yang menidurkan kalian di malam hari. Dan Dia mengetahui apa yang kalian kerjakan pada siang hari.” (Al-An'am: 60) hingga akhir ayat.
Atiyyah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Sesudah itu ditentukan-Nya ajal.” (Al-An'am: 2)
yakni tidur. Di dalam tidur roh seseorang dikeluarkan, kemudian dikembalikan lagi kepadanya saat ia terbangun dari tidurnya. Dan ada lagi suatu ajal yang ketentuannya ada di sisi-Nya, yakni batas usia seorang manusia. Tetapi pendapat ini berpredikat gharib (asing).
Makna firman-Nya: “ada di sisi-Nya.” (Al-An'am: 2)
Dengan kata lain, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah. Hal ini sejalan dengan makna dalam firman-Nya: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku. Tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.” (Al-A'raf: 187)
Demikian pula dengan pengertian yang terdapat di dalam ayat lainnya: “Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya? Siapakah kamu (maka) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).” (An-Nazi'at: 42-44).
Mengenai firman Allah ﷻ: “Kemudian kalian masih ragu-ragu.” (Al-An'am: 2)
Menurut As-Suddi dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah 'kemudian kalian meragukan tentang hari kiamat'.
Ayat 3
Firman Allah ﷻ: “Dan Dialah Allah (yang berhak disembah), baik di langit maupun di bumi. Dia mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan (tampakkan) dan mengetahui (pula) apa yang kalian usahakan (kerjakan).” (Al-An'am: 3)
Para ulama tafsir berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat ini. Ada berbagai pendapat sesudah mereka sepakat menolak pendapat golongan Jahmiyah pertama, yaitu yang mengatakan hal-hal yang Allah ﷻ Maha Tinggi dari ucapan mereka dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Mereka (golongan Jahmiyah) menginterpretasikan ayat ini dengan pengertian bahwa Allah berada di semua tempat. Pendapat yang paling shahih mengatakan bahwa Dialah yang disembah di langit dan di bumi, yakni Tuhan yang disembah dan ditauhidkan.
Semua makhluk yang di langit dan di bumi mengakui-Nya sebagai Tuhan, mereka semuanya menyembah-Nya dengan rasa harap dan takut, kecuali orang yang kafir dari kalangan jin dan manusia. Takwil seperti ini sesuai dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Dan Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi.” (Az-Zukhruf: 84)
Yakni Dia adalah Tuhan bagi semua makhluk yang di langit dan Tuhan semua makhluk yang di bumi.
Dengan demikian, firman Allah ﷻ : “Dia mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan (tampakkan).” (Al-An'am: 3)
Dapat dipahami (berkedudukan) sebagai kalimat berita atau keterangan keadaan.
Pendapat kedua mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Dia adalah Allah Yang mengetahui semua yang di langit dan semua yang di bumi, yakni semua yang tersembunyi dan semua yang kelihatan.
Berdasarkan takwil ini, berarti lafal “ya'lamu” (mengetahui) berkaitan dengan firman-Nya: “Di langit dan di bumi.” (Al-An'am: 3)
Penjelasannya ialah bahwa Dialah Allah Yang mengetahui rahasia kalian dan lahiriah kalian, baik yang di langit maupun yang di bumi, dan Dia mengetahui semua apa yang kalian usahakan.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa firman Allah ﷻ: “Dan Dialah Allah (yang disembah) di langit.” (Al-An'am: 3)
Diwaqafkan (dihentikan bacaannya) secara sempurna.
Kemudian dimulai dengan berita baru, yaitu firman-Nya: “Dan Dia di bumi mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan.” (Al-An'am: 3)
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Dan firman-Nya: “Dan mengetahui (pula) apa yang kalian usahakan.” (Al-An'am: 3)
Yakni mengetahui semua amal perbuatan kalian, yang baik dan yang buruknya.
Dialah Allah, yang menciptakan kamu dan nenek moyangmu, Nabi Adam, langsung dari tanah, dan menciptakan kamu, anak keturunan Adam dari saripati tanah; kemudian Dia menetapkan ajal, saat kematianmu; sedangkan batas akhir hidupmu di dunia bersifat rahasia, hanya diketahui oleh-Nya semata-mata; namun demikian, kamu, manusia yang kafir masih saja meragukannya, yakni meragukan keberadaan Allah beserta kekuasaan, kebesaran, dan kasih sayang-Nya. Dan Dialah Allah, Tuhan yang menciptakan makhluk, baik yang berada di langit maupun di bumi; di antara sifat-sifat-Nya adalah bahwa Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan, tidak ada satu titik pun yang tidak diketahui-Nya; dan Dia pun mengetahui apa yang kamu nyatakan, dan Dia pun mengetahui pula apa saja yang kamu kerjakan, baik maupun buruk, terbuka maupun tertutup.
Pada ayat ini Allah lebih merinci dalam penciptaan-Nya pada makhluk yang banyak memiliki kekuasaan dalam hidupnya di muka bumi ini, yaitu manusia. Allah telah menciptakan nenek moyang manusia, yaitu Adam dari bahan yang sederhana yaitu tanah. Manusia yang sekarang ini menjadi besar dan dewasa juga dari saripati tanah, dan berbagai zat makanan yang ditumbuhkan dari tanah.
Kemudian Allah menetapkan waktu hidupnya di dunia sampai datang waktu ajal dan kematiannya, dan selanjutnya Allah juga menetapkan perjalanan sesudah kematian, yaitu waktu dibangkitkan dari kubur pada hari kebangkitan, meskipun banyak di antara manusia yang masih ragu-ragu.
Manusia yang ragu tentang dibangkitkannya nanti pada hari Kiamat adalah didasarkan pada jalan pikirannya yang pendek dan sederhana, yaitu bagaimana mungkin manusia yang sudah mati dan tubuhnya hancur menjadi satu dengan tanah, atau bahkan menjadi zat bagi tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan kemudian dimakan menusia generasi berikutnya dan menjadi daging ataupun kekuatan bagi manusia lain, bagaimana ini semua dapat dibangkitkan seperti sediakala ketika seseorang itu masih hidup dengan tubuh yang segar dan sehat.
Mestinya apabila kemampuan pikirannya tidak dapat mencapai atau tidak dapat memahami kekuasaan Allah dalam membangkitkan manusia yang sudah mati, seharusnya menyadari bahwa ilmu dan kemampuan pikirannya memang terbatas. Tentang kapan waktu datangnya hari Kiamat pun kita tidak mengetahui. Semua itu adalah bagian dari ilmu dan kekuasaan Allah sebagaiman difirmankan pada Surah al-A'raf/7 ayat 187:
Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain dia (al-A'raf/7: 187)
Allah mengarahkan firman-Nya kepada orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah. Allah dalam ayat ini menunjukkan lagi bukti-bukti keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya untuk membangkitkan manusia pada hari Kiamat. Dialah yang menciptakan manusia keturunan Adam ini dari saripati tanah. Setiap kejadian manusia pasti mengandung unsur zat tanah.
Jika diperhatikan proses kejadian manusia, lebih jelas lagi bahwa kejadiannya dari tanah. Kejadian manusia dalam rahim diawali dari nutfah, yaitu percampuran antara sel mani laki-laki (sperma) dengan sel telur dari perempuan (ovum). Disebabkan berasimilasi dengan zat makanan, maka nuthfah yang sudah bercampur itu berkembang menjadi janin, kemudian keadaan itu berubah sampai menjadi bayi. Sel hidup itu tersusun dari zat-zat yang bermacam-macam dan zat itu sendiri hakekatnya terdiri dari unsur kimiawi yang mati seperti zat besi, zat air yang berasal dari tanah. Demikian pula zat makanan, baik dari tumbuhan maupun dari daging hewan tersusun dari zat unsur kimiawi yang berasal dari tanah. Dari zat-zat makanan ini pula terbentuk sel mani yang ada pada manusia atau hewan. Demikian dengan kodrat Allah Yang Mahabesar, unsur kimiawi yang mati itu menjadi sel hidup dan akhirnya menjadi manusia.
Pendapat Scientist tentang Penciptaan Manusia :
Sampai saat ini belum ada teori ilmu pengetahuan yang dapat menjelaskan secara langsung bagaimana penciptaan manusia dari tanah. Tetapi secara tidak langsung, beberapa teori yang berkembang tentang asal kehidupan (origin of life) menerangkan bahwa tanah berperan penting di awal proses. Kebanyakan teori asal kehidupan merupakan pengembangan konsep lama: Abiogenesis yang diartikan sebagai penurunan kehidupan dari benda mati. Sejak lama Abiogenesis dianggap sebagai konsep yang paling dapat diterima untuk teori asal kehidupan sampai kemudian hukum Biogenesis (omne vivum ex ovo = asal kehidupan dari kehidupan yang lain) lebih populer seiring dengan perkembangan mikrobiologi modern. Pendalaman konsep Abiogenesis umumnya mengkaji proses awal mula terbentuknya senyawa-senyawa kimia penting penyusun makhluk hidup (asam amino, protein, dan sebagainya. sampai DNA) secara alami tanpa ada kehidupan sebelumnya. Keberhasilan yang paling terkenal adalah teori sup primitif (Soup Theory) ketika percobaan Urey & Miller (1953) berhasil mensintesis molekul-molekul organik dari gas anorganik (Metan, Amonia dan Hidrogen) pada kondisi yang disimulasikan seperti keadaan awal bumi
terbentuk. Hasil ini dikembangkan oleh Joan Oro (1961) yang berhasil mensintesis protein dari larutan Sianida. Dari beberapa teori Abiogenesis yang berkembang, paling tidak dua diantaranya membicarakan kemungkinan asal kehidupan dari tanah (dan batuan).
Clay theory merupakan teori yang paling mendekati terjemah ayat di atas, dikembangkan oleh Graham Cairns ? Smith (1985) semenjak tahun 1960 an. Clay (Ind.: Liat, lempung) adalah mineral pembentuk partikel tanah dan batuan yang paling halus terbentuk sebagai hasil pelapukan batuan, yang bisa pula terbentuk dari silikat terlarut. Mineral liat, sebagaimana mineral lainnya, tetap mempertahankan struktur awal pembentukannya selama pertumbuhan. Masa mineral liat tertentu dapat mempengaruhi lingkungannya sedemikian rupa sehingga terjadi kecenderungan untuk terjadinya replikasi pada proses pembentukan selanjutnya. Mineral liat juga memiliki daya tukar kation yang dapat mengikat berbagai jenis unsur dan molekul baik di permukaannya maupun di dalam kisi-kisi kristalnya. Keadaan ini memungkinkan terjadinya suatu proses seleksi alam dimana terjadi penengkapan molekul-molekul tertentu. Suatu molekul proto organik yang cukup kompleks dapat terkatalisasi oleh sifat-sifat permukaan mineral liat. Tahap terakhir dari proses ini adalah terbentuknya senyawa baru (organik) yang juga mampu mereproduksi dirinya sendiri.
Deep hot biosphere. Teori ini dikembangkan oleh Thomas Gold pada tahun 1990 an yang menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal dari permukaan bumi tetapi beberapa kilometer di bawah permukaannya. Kini telah diketahui bahwa kehidupan mikroba cukup banyak ditemukan sampai dengan kedalaman lima kilometer di bawah permukaan bumi dalam bentuk archaea yang umumnya berasal dari umur yang sama atau bahkan lebih awal dari waktu mula terbentuknya bakteri. Dikemukakan bahwa apabila ditemukannya asal kehidupan di bawah permukaan planet lain pada system tata surya akan meningkatkan kredibilitas teori ini.
Teori lain yang berkembang adalah "Primitive Extraterrestrial" atau exogenesis yang membahas kemungkinan asal kehidupan dari luar bumi. Perkembangan terakhir, dengan berkembangnya studi tentang DNA, semakin banyak ilmuwan (scientist) yang meyakini bahwa kehidupan hanya bisa terjadi dengan adanya disain yang pintar (brilliant design) dari seorang creator.
Setelah memaparkan pendapat scientist seputar penciptaan manusia dari tanah timbul pertanyaan, jika Allah kuasa menciptakan sel hidup dari zat-zat mati, mengapa Allah tidak kuasa membangkitkan manusia pada hari Kiamat? Bukankah pada proses kejadian manusia itu sendiri terdapat bukti nyata yang menunjukkan kekuasaan Allah untuk mengadakan hari kebangkitan? Allah menentukan pula dua peristiwa untuk manusia yang tak dapat dielakkan, yaitu waktu kematiannya dan waktu kebangkitannya dari kubur. Baik waktu yang ditetapkan untuk kematian maupun untuk kebangkitan tidak ada yang mengetahui kecuali Allah.
Meskipun orang-orang musyrik mengetahui kejadian diri mereka dengan gamblang dan terbatasnya umur mereka, yang kesemuanya itu membuktikan kekuasaan Allah untuk menentukan hari kebangkitan namun mereka masih tetap ragu. Seharusnya mereka dapat menarik pelajaran dari bukti-bukti itu. Jika Allah berkuasa menciptakan zat-zat yang mati menjadi satu lalu memberinya hidup serta menentukan perkembangannya, tentu Allah juga berkuasa menghimpun kembali zat-zat yang mati dan menghidupkannya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Surah al -An'aam
(BINATANG TERNAK)
SURAH KE-6,165 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Ayat 1
“Segala puji-pujian untuk Allah yang telah menjadikan semua langit dan bumi dan telah mengadakan yang gelap-gelap dan cahaya."
Kalau kita wiridkan membaca Al-Qur'an sebagaimana yang dikatakan tadi, ujung surah al-Maa'idah telah meninggalkan bekas dalam jiwa kita tentang Kerajaan Allah yang meliputi seluruh langit dan bumi. Ketika itu, terbayanglah dalam pikiran segala alam yang masih dapat dijangkau oleh penglihatan mata dan dapat dikenang oleh ingatan. Terasa kebesaran Allah pada waktu itu. Di langit, tampaklah keindahan peraturan, di bumi kelihatan nikmat yang tidak berhenti mengalir. Tidak ada yang sia-sia, tidak ada yang batil. Oleh sebab itu, di permulaan ayat ini timbullah pujian kepada Allah, bahkan segala puji-pujian hanya untuk Dia saja. Dari lubuk hati kita, timbul pujian itu, sebab kita diberikan kesempatan dengan adanya perasaan, kenangan, ingatan, dan akal untuk merasakan nikmat itu. Bagaimana kita akan melakukan kontak dengan langit dan bumi, kalau pada diri kita sendiri tidak ada alat untuk menghubungi keindahan langit dan bumi itu? Kalau kita hidup dengan sentosa di atas hamparan bumi ini, di bawah naungan langit yang biru, kepada siapa kita mengaturkan puji kalau tidak kepada Allah? Dalam kalimat alhamdu, yang berarti segala puji, bulatlah segala puji-pujian hanya untuk Allah. Di sini, kita telah merasakan nikmat perasaan tauhid. Misalnya, jika matahari mengirimkan sinarnya, bukanlah matahari itu yang patut kita puji, melainkan diberikan kepada yang menciptakan matahari itu. Semua langit dan bumi itu Dia yang menciptakan. Bertambah kita renungkan langit dan bumi, bertambah datanglah pujian kita yang baru. Dengan demikian, dapatlah kita pahami jika riwayat dan hadits, baik para sahabat Rasulullah maupun tabi'in mengatakan bahwa surah ini ketika diturunkan, telah diiringkan 70 ribu malaikat yang mengucapkan tahmid (pujian) “Alhamdulilah", dan tasbih “Subhanallah al-'Azhim'1. Apalagi setelah Dia menjadikan langit dan bumi itu, Dia adakan pula yang gelap-gelap dan cahaya. Oleh karena itu, disebutkanlah yang lebih dulu dijadikan ialah semua langit dan bumi, artinya seluruh alam setelah ada seluruh alam, Allah pun mengadakan yang gelap-gelap. Dan, setelah ada yang gelap-gelap, baru Allah menjadikan yang terang, yaitu cahaya. Di dalam ayat ini dan di dalam ayat-ayat yang lain, selalu Allah menyebutkan yang gelap-gelap. Zhulumaat, yaitu kalimat jamak, menunjukkan bahwa yang gelap itu banyak ragamnya, tetapi terang cahaya hanya satu, yang disebut Nur. Banyak yang gelap, tetapi sumber cahaya hanya satu. Cahaya yang satu inilah yang memancarkan sinar yang bisa terbagi ke hulu dan ke hilir. Namun, sumber cahaya yang menyebabkan semua kegelapan menjadi sirna hanyalah satu jua.
Gelap dan terang dapat dipahami pada lahir dan batinnya, pada kenyataan di luar diri dan di dalam diri. Pada malam hari, kita mengenal kegelapan. Namun, setelah matahari terbit, hari pun siang dan terang pun menyirnakan yang gelap. Ukuran umur dan perhitungannya kita tentukan pada pergantian yang gelap-gelap dan terang. Pada waktu malam, kita dapat beristirahat sebab gelap. Pada siang hari kita dapat berusaha, sebab terang. Namun, ada lagi yang gelap-gelap dan yang terang cahaya itu di dalam diri kita sendiri, dalam ruhani kita yang disebut gelap-gelap dan terang-terang maknawi.
Kebodohan sama dengan serba gelap, ilmu sama dengan terang cahaya. Bertambah luas dan dalam ilmu, bertambah dalam dan luas yang dapat diterangi oleh mata hati kita. Tidak jarang, dua dan tiga orang yang sama-sama berdiri di bawah sinar matahari melihat alam, tetapi apa yang mereka dapat nikmati di bawah cahaya matahari atau daerah terang yang dapat mereka kenal tidaklah sama. Hal itu terjadi karena cahaya terang yang ada di dalam diri mereka masing-masing tidak sama. Mata dan telinga adalah alat penerima gelap-gelap dan terang yang ada di luar diri untuk disampaikan pada batin kita sendiri. Namun, kalau persediaan menerima tidak ada, banyaklah yang tidak terlihat oleh mata dan tidak terdengar oleh telinga.
Ibnu Abbas menafsirkan dengan tegas bahwa yang dimaksud dengan yang gelap-gelap di dalam ayat ini ialah kufur, sedangkan yang dimaksud dengan terang dan cahaya ialah iman. Oleh karena itu, menurut beliau kufur ialah kegelapan ruhani dan iman ialah terangnya.
Dapatlah dipahami penafsiran Ibnu Abbas, sebab dalam ayat ini kegelapan disebut dalam bilangannya yang banyak. Orang yang kufur ialah mereka yang musyrik. Oleh sebab itu, kegelapannya pun banyak. Di lain pihak, orang yang beriman hanya disinari oleh satu cahaya Sebab yang diimani hanya satu.
Kata Abusy-Syaikh, dengan bunyi ayat menerangkan Allah yang mencipta semua langit dan bumi, dicabutkanlah orang dari kegelapan tidak berbahaya, yaitu orang Dahri dan Mulhid. Naturalis dan ateis yang berkata bahwa alam ini tidak ada yang menjadikan. Dan dengan bunyi ayat bahwa Dia yang menjadikan yang gelap-gelap dan terang, diperbaikilah kesalahan orang Majusi yang menyatakan bahwa Tuhan itu dua, yaitu Tuhan terang yang mereka namai Ahuramazda dan Tuhan gelap yang mereka namai Ahrimah."Kemudian itu," artinya, sesudah seterang dan sejelas itu bahwa yang mencipta menjadikan semua langit dan bumi hanya Allah dan yang mengadakan gelap dan terang hanya Dia sehingga hanya Dia pula yang patut menerima segala pujian,
“Orang-orang yang kafir itu adalah mereka, dengan Tuhan mereka mempersekutukan."
Apa sebab masih ada yang memperseku-tukan-Nya? Itu semua terjadi karena cahaya terang yang satu itu belum juga masuk ke dalam ruhani mereka dan yang gelap-gelap masih bersarang di dalam. Satu di antaranya ialah gelap kejahilan, kedua ialah gelap hawa nafsu, ketiga ialah gelap yang didiridirigkan oleh setan, dan macam-macam lagi kegelapan yang lain. Lantaran itu, tidaklah mereka merasakan nikmat yang sejati yang telah menimbulkan bekas bahwa sekalian puji-pujian hanya dihadapkan kepada Allah. Pada ujung ayat ditulis Ya'diluri' yang oleh ahli tafsir diartikan mempersekutukan yang lain dengan Allah yang dapat juga diartikan dengan kata populer yang baru tumbuh di Indonesia, yaitu “menyeleweng"; membelok dari jalan lurus yang telah ditentukan Allah sehingga cahaya terang yang dibawa oleh wahyu, mereka tinggalkan dan mereka pilih kembali jalan dalam kegelapan.
Ayat 2
“Dialah yang telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian Dia tentukan suatu ajal dan suatu ajal bagi yang telah tertentu ada disisi-Nya."
Setelah di ayat satu, Allah mewahyukan bahwa Dialah yang menjadikan semua langit dan bumi, serta mengadakan yang gelap-gelap dan cahaya, dalam daerah alam yang besar (mikrokosmos) bahwa mereka pun menjadikan Tuhan dari tanah yang sudah ada. Tanah itu adalah bagian kecil saja dari bumi. Sesudah ada langit dan bumi, entah berapa juta tahun lamanya, barulah manusia didptakan, diambil dari bumi yang telah ada itu, yaitu dari tanahnya. Manusia yang pertama, yang menurut kepercayaan kita orang yang beragama ialah Adam. Manusia pertama, Adam, “bahan" tubuhnya diambil dari tanah. Taruhlah sebentar, kita ikuti teori ahli ilmu hayat yang tidak percaya bahwa Adam adalah manusia yang pertama, tetapi mereka tidah dapat menolak bahwasanya asal manusia yang pertama menurut teori mereka itu, tidak lain dari tanah juga. Ada yang mengatakan dari “lumut"-lah terdapat hayat yang pertama. Akan tetapi, lumut tidaklah didatangkan dari bintang lain, melainkan dari bintang yang bernama bumi juga, yaitu tanah yang tumbuh menjadi lumut.
Dan kita sendiri pun, seluruh manusia ini, sebagai keturunan dari manusia pertama pun bahan tubuh kita diambil dari tanah. Ayah bunda kita makan ikan, sayur dan daging, cukup vitamin, dan hormon. Semuanya itu tergabung menjadi darah, itulah sperma atau mani, dan itulah bibityang keluar dari sulbi dan tara-ib bunda. Tak ada bahan lain untuk tubuh manusia, sebagai penghuni bumi melainkan dari tanah lain untuk tubuh manusia, sebagai penghuni bumi melainkan dari tanah bumi. Oleh karena itu, ayat ini menutup pintu tentang dongeng “dewa" yang turun dari kayangan lalu menjelma menjadi manusia, lalu menjadi raja di satu daerah."Kemudian itu, Dia tentukan suatu ajal dan suatu ajal lagi yang telah tertentu ada di sisi-Nya." Dengan demikian, manusia yang telah Dia jadikan dari tanah itu ditentukanlah ajalnya, janji, dan jangka hidupnya. Dari tanah dia diciptakan, lalu diberi nyawa. Nanti datanglah waktunya dan janjinya. Adapun setelah mati, bercerailah nyawanya dengan badannya. Dan dia pun kembali kepada asalnya, yaitu tanah, baik dikuburkan ke perut bumi maupun dibakar menjadi abu. Semuanya itu ialah janji pasti. Kepastian hidup dan kepastian mati. Itulah ajal pertama. Kemudian, ditentukan-Nya pula ajal kedua yang telah pasti di sisi-Nya sendiri. Tidak ada makhluk yang tahu, yaitu kapan dunia ini akan Kiamat. Pada waktu itu, semua makhluk yang bernyawa, yang masih tersisa dari yang telah mati, akan dimatikan semua lalu dibangkitkan lagi. Rahasia bilakah masa Kiamat itu ada di tangan-Nya sendiri. Oleh sebab itu, kita diberi dua ajal. Ajal pertama adalah dari hidup menjelang mati, ajal kedua adalah hari kebangkitan kembali.
“Kemudian, kamu masih (juga) ragu-ragu."
Siapakah yang masih ragu-ragu juga? Merekalah orang yang jiwanya masih gelap tadi, yang masih kufur dan musyrik. Mereka masih ragu-ragu karena pikirannya tidak jalan. Padahal kalau mau berpikir, tidaklah mereka akan menolak kemungkinan ajal yang kedua itu. Terlebih setelah mereka melihat peristiwa tumbuhnya ajal yang pertama, yang telah diuraikan itu. Dari tanah manusia dijadikan, baik manusia pertama maupun manusia yang menjadi keturunan ini. Baik diri mereka sendiri maupun diri anak-anaknya. Bagaimana sekebat daun sayur bayam yang mengandung zat besi dan sayur yang lain, digiling oleh “kilang" cernaan makanan dalam perut, ampasnya menjadi kotoran dan keluar kembali melalui dubur, sedangkan sarinya masuk ke dalam darah lalu menjadi air mani, yang selanjutnya menjadi manusia. Semuanya itu aneh, tetapi benar. Kalau demikian adanya pertumbuhan hidup, mengapa akan mustahil bagi Allah untuk menimbulkan lagi ajal yang kedua, yaitu kebangkitan pada hari Kiamat?
Ayat 3
“Dan Dialah Allah di semua langit dan di bumi."
Allah, Zat Yang Mahakuasa itu, jelas keku-asaan-Nya, ke-Allah-an-Nya di semua langit dan di bumi, di semua penjuru dan pelosok, di alam raya yang besar, di hama dan kuman yang halus. Di matahari yang besar dengan satelitnya dan atom yang amat kecil dengan satelitnya pula. Ke mana saja perhatian ditujukan yang kita lihat hanya satu kekuasaan belaka. Allah. Tidak ada yang lain. Sekiranya berhasillah penyelidikan manusia atas bulan atau bintang Mars, ataupun yang lain, niscaya manusia tetap akan bertemu hanya satu kekuasaan yang serupa di bintang mana pun dengan kekuasaan yang meliputi bumi ini. Dan dengan itu pula kita mendapat pengajaran bahwa Allah itu bukan saja pencipta, melainkan juga pengatur, penyelenggara, dan pemelihara. Inilah yang disebut tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah."Dia mengetahui akan rahasia kamu dan yang terang dari kamu." Kekuasaan Allah meliputi seluruh langit dan bumi, dan seluruh lahir serta batin kamu sendiri, hai manusia! Dia itu tidak hanya menguasai dan mengatur alam semesta, yang lalu tidak menguasai keadaan lahir dan batin manusia. Jangankan lahir dan batin manusia, lahir dan batin kuman yang sangat halus pun diketahui-Nya dan diatur-Nya. Tungau dan kuman yang kecil itu pun berhati berjantung seperti manusia juga. Dan kepada sesama manusia, mungkin kita dapat memperlihatkan dua macam kehidupan, yaitu kehidupan lahir dan kehidupan batin. Kehi-dupan di masyarakat, kehidupan di rumah. Kehidupan di pekarangan dan kehidupan di dalam kamar. Namun dengan Allah, kita tidak dapat berbuat demikian, bahkan jiwa kita sendiri pun merasakan ada sesuatu yang selalu mengawasi kita.
“Dan Dia pun mengetahui apa yang kamu usahakan."
Adapun yang masih tercetus dalam hati, belum menjadi kenyataan Dia bisa tahu, apa lagi yang telah menjadi usaha dan pekerjaan. Ke mana kita menuju sebelum melangkah, apa niat yang ada dalam hati pada waktu itu, niat baikkah atau niat buruk. Sudah menjadi kepastian kalau kita selalu dalam pengawasan Allah. Kalau usaha dan pekerjaan itu baik, niscaya diberi-Nya pahala dan kalau jahat niscaya diberi-Nya dosa. Dengan tiga ayat ini, tersimpullah pokok pangkal ajaran tauhid. Bertemulah di sini lima hal yang selalu menjadi soal dalam pikiran manusia, yaitu adanya alam, adanya hidup, adanya insan, adanya peraturan, dan adanya pencipta. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika ketiga ayat pangkal dari surah al-An'aam ini selalu kita baca dengan memperdalam pahamnya. Dengan demikian, ketika penulis membaca hadits-hadits yang menerangkan fadhilah (pahala-pahala) membaca ayat-ayat Al-Qur'an, ketika bertemu sebuah hadits yang dirawikan oleh ad-Dailami dari Abdullah bin Mas'ud dan riwayat-riwayat yang lain dari beberapa tabi'in, dapatlah penulis memahami maksud hadits itu. Bunyi hadits itu ialah:
“Berkata Rasulullah saus, ‘Barangsiapa mengerjakan shalat fajar dengan berjamaah dan duduk dia di tempat shalatnya lalu dibacanya tiga ayat dan pangkal surah al-An'aam, niscaya akan diwakilkan Allah tujuh puluh malaikat yang mengucapkan tasbih kepada Allah dan memo-honkan ampun untuk dia sampai pada hari Kiamat.'" (HR ad-Dailami)
Maksudnya, yaitu dibaca dan dipahami untuk memperteguh tauhid dan iman dalam hati. Apalagi dengan adanya malaikat yang selalu memohonkan ampunan bagi hamba Allah yang taat, memang termaktub di dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an. Di antaranya ialah pada surah al-Mu'min: ayat 7. Yang di sana diterangkan bahwa malaikat-malaikat yang memikul Arsy sendirilah yang memohonkan ampun itu. Demikian juga pada surah-surah yang lain.
(4) Dan tidaklah datang kepada mereka satu ayat pun dari ayat-ayat Tuhan mereka, melainkan mereka berpaling daripadanya.
(5) Maka, sesungguhnya mereka telah mendustakan kebenaran tatkala dia telah datang kepada mereka. Karena itu, akan datanglah kepada mereka berita-berita tentang apa yang telah mereka perolok-olokkan itu.
(6) Apakah tidak mereka lihat berapa banyak angkatan yang telah Kami binasakan sebelum mereka, yang telah Kami beri mereka kekuasaan yang teguh di bumi, yang tidak Kami berikan kepada kamu. Dan telah Kami turunkan hujan lebat kepada mereka dan telah Kami jadikan sungal-sungai yang mengalir di bawah mereka. Maka, telah Kami binasakan mereka itu karena dosa-dosa mereka dan Kami timbulkan sesudah mereka angkatan yang lain.
Setelah diterangkan pada tiga ayat permulaan itu betapa luas dan besarnya kekuasaan Allah mencipta alam, mencipta gelap dan terang, menjadikan manusia dari tanah, mengatur langit dan bumi sesudah menjadikan, mengetahui rahasia manusia dan kenyataannya, tetapi masih ada makhluk yang lalai tidak mau tahu. Inilah yang menentang kebenaran Allah, menyembah berhala, menjadi musyrik. Surah diturunkan di Mekah, kala kaum Musyrikin masih menentang hebat. Dan perjuangan di antara paham tauhid dengan syirik itu masih akan tetap ada di dunia.
Ayat 4
“Dan tidaklah datang kepada mereka satu ayat pun dari ayat-ayat Tuhan mereka, melainkan mereka berpaling daripadanya."
Berapa banyaknya ayat yang datang, yaitu tanda dari kekuasaan Allah. Berapa banyaknya ayat itu terbentang di langit, dengan matahari memancarkan sinar, dengan bulan menyebar cahaya, dengan bintang berkelip-kelip. Berapa banyaknya ayat di bumi sendiri, tempat mereka hidup, sebagai tumbuh-tumbuhan dan binatang ternak. Berapa banyaknya mereka menyaksikan sendiri orang lahir ke dunia kemudian mati. Berapa banyaknya lagi ayat-ayat dan tanda-tanda yang lain yang patut mereka renungkan, tetapi semuanya itu tidak juga menarik perhatian mereka. Mereka masih tetap berpaling, tidak mau mengacuhkan, membuang muka, dan menghadapkan punggung, bahkan menentang dengan segala kekerasan. Mereka telah mengetahui hanya ada satu kekuasaan yang meliputi semua langit dan bumi. Allah Yang Satu menguasai semua, tetapi mereka masih saja menyembah yang lain, memuja berhala.
Ayat 5
“Maka, sesungguhnya mereka telah mendustakan kebenaran tatkala dia telah datang kepada mereka."
Telah diutus Allah seorang rasul kepada mereka, menyatakan kebenaran itu. Kebenaran hanya satu, yaitu agama yang diajarkan rasul sebagai wahyu dari Allah, yakni Allah Pencipta dan Pengatur langit, bumi, dan diri manusia itu. Namun, kebenaran itu telah mereka dustakan. Mereka tidak mau menerimanya dan tidak mau percaya. Terdapat dua macam ayat. Pertama ayat pada alam, yang dapat disaksikan oleh mata dan direnungkan oleh pikiran, Kedua, ayat wahyu, firman Ilahi yang disampaikan Rasul, berupa Al-Qur'an. Ayat yang terbentang di mata tidak mereka perhatikan, ayat yang datang berupa Al-Qur'an pun mereka dustakan. Mereka tidak menerimanya. Bagaimanakah akhir kelaknya aqidah dari sikap mereka itu? Karena di dalam mendustakan itu ada tambahan lagi, yaitu mereka perolok-olokkan apa yang disampaikan oleh Rasul itu. Akibatnya ialah,
“Karena itu, akan datanglah kepada mereka berita-berita tentang apa yang telah mereka penolok-olokkan itu."
Mereka perolok-olokkan segala kebenaran itu dan mereka dustakan Rasul yang me-nyampaikannya dan mereka tidak mau peduli bahkan membelakangi dan menolak. Mereka menyangka, lantaran mereka menolak dan mendustakan, kebenaran itu tidak akan tegak. Itu adalah persangkaan yang salah. Tunggulah masanya yang tidak lama lagi, niscaya mereka akan melihat sendiri bahwa kebenaran yang mereka olok-olokkan itu pasti tegak dan pasti menang. Sebagaimana kata orang zaman sekarang: roda revolusi pasti berputar terus. Karena mereka tidak mau ikut di dalamnya, pastilah mereka akan digiling dan digulung roda revolusi.
Setelah mengingat pertalian ayat ini dengan tiga ayat pembukaan tadi, berkatalah ar-Razi dalam tafsirnya, bahwasanya hal-ihwal tingkat pertama: orang yang kafir itu terbagi dalam tiga tingkat.
Tingkat pertama: mereka tidak mau memerhatikan dalil-dalil yang terdapat di alam sekeliling dan tidak mau memikirkan keterangan.
Tingkat kedua: bahkan mereka dustakan pula sehingga kalau sikap pertama semata-mata tidak mau tahu maka pada tingkat kedua sudah lebih meningkat, yaitu nyata-nyata mendustakan.
Tingkat ketiga: mereka mulai memper-olok-olokkan. Oleh karena itu, kalau sampai sesudah mendustakan, naik kepada sikap memperolok-olokkan, tibalah mereka di puncak kafir.
Dari ayat ini kita mendapat pegangan yang teguh bahwasanya kepercayaan tauhid yang sejati ialah meminta pemikiran, mempergunakan akal, dan melatih pikiran serta kecerdasan. Taklid, beriman turut-turutan tidak ada tempatnya dalam membentuk iman yang sejati. Dan kalau sudah sampai tidak peduli, lalu naikepada mendustakan dan tiba di puncak, yaitu memperolok-olokkan, teranglah bahwa budi telah runtuh dan jiwa telah terperosok ke dalam kegelapan. Dan sikap yang seperti ini niscaya membawa akibat yang jauh.
Ayat 6
“Apakah tidak mereka lihat berapa banyak angkatan yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang telah Kami beri mereka kekuasaan yang teguh di bumi yang tidak Kami berikan kepada kamu."
Di dalam ayat tersebut qarni kita artikan “angkatan". Atau ke dalam bahasa Indonesia modern telah dipinjamkan bahasa asing yang telah biasa dipakai, yaitu generasi. Ada ulama penafsir bangsa kita memberi arti qarnin itu dengan qaum. Namun, kita akan menggunakan angkatan. Sebab, qarnin itu diartikan juga satu abad. Oleh sebab itu, yang cocok di sini pada pendapat penafsir ialah angkatan. Satu angkatan ialah satu generasi. Ingatlah: angkatan tua, angkatan muda, angkatan yang dahulu, angkatan yang sekarang, angkatan anak-cucu keturunan kita. Kata ahli bahasa Arab, satu qarnin itu pertengahannya ialah di antara 70 dan 80 tahun. Dan ada juga yang menyebut di antara 40 dan 60 tahun. Dan ada juga yang menyebut 100 tahun (satu abad). Jadi, yang dimaksud dengan qarnin ialah manusia-manusia yang hidup dalam satu ang-katan itu. Dalam ayat ini, Allah mengatakan bahwasanya pada zaman lampau memang telah ada pula angkatan-angkatan yang tidak peduli kemudian sampai mendustakan dan akhirnya sampai ke puncak, yaitu mengolok-olok, seperti ditafsirkan ar-Razi tadi. Angkatan-angkatan yang telah lalu itu, lebih kuat dan teguh kedudukan mereka daripada kamu yang sekarang ini, hai Musyrikin Mekah."Dan telah Kami turunkan hujan lebat kepda mereka." Hujan yang lebat kalau turun ke suatu negeri, timbullah kesuburan dalam negeri itu, makmurlah penduduknya sebab tanaman tum-buh dengan baiknya dan binatang ternak berkembang biak karena cukup makanan. Bumi yang subur adalah pangkal dari kekayaan."Dan telah Kami jadikan sungal-sungai yang mengalir di bawah mereka." Hujan yang turun itu bukan saja membasahi bumi sementara ia turun, tetapi membentuk sungal-sungai. Jadi, walaupun bukan musim hujan, tanah itu subur juga. Oleh karena itu, mereka pun kaya-raya dan hidup makmur. Itulah bangsa-bangsa Mesir di tepi Sungai Nil dan bangsa Babilon di pinggir Dajlah dan Furat, bangsa Palestina di pinggir Sungai Yordan. Dan banyak lagi bangsa yang lain, angkatan demi angkatan. Kesuburan negeri mereka menambah kukuh kedudukan mereka sehingga dapat mendirikan negeri-negeri yang berpemerintahan teratur, jauh lebih kukuh dari kedudukan masyarakat kamu, wahai penduduk Hejaz yang tidak mempunyai sungai besar yang pernah bersejarah itu. Mereka pun tidak peduli akan ayat-ayat Kami. Mereka menolak kebenaran Kami dan tidak percaya akan rasul-rasul utusan Allah.
“Maka, telah Kami binasakan mereka itu karena dosa-dosa mereka dan Kami timbulkan sesudah mereka angkatan yang lain."
(ujung ayat 6)