Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰمَعۡشَرَ
hai golongan
ٱلۡجِنِّ
jin
وَٱلۡإِنسِ
dan manusia
أَلَمۡ
apakah belum
يَأۡتِكُمۡ
datang kepadamu
رُسُلٞ
Rasul-Rasul
مِّنكُمۡ
dari antara kamu sendiri
يَقُصُّونَ
mereka menceritakan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
ءَايَٰتِي
ayat-ayatKu
وَيُنذِرُونَكُمۡ
dan mereka memberi peringatan Kami kepadamu
لِقَآءَ
pertemuan
يَوۡمِكُمۡ
hari kamu
هَٰذَاۚ
ini
قَالُواْ
mereka berkata
شَهِدۡنَا
kami menjadi saksi
عَلَىٰٓ
atas
أَنفُسِنَاۖ
diri kami sendiri
وَغَرَّتۡهُمُ
dan telah menipu mereka
ٱلۡحَيَوٰةُ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
وَشَهِدُواْ
dan mereka menjadi saksi
عَلَىٰٓ
atas
أَنفُسِهِمۡ
diri mereka sendiri
أَنَّهُمۡ
bahwa sesungguhnya mereka
كَانُواْ
adalah mereka
كَٰفِرِينَ
orang-orang kafir
يَٰمَعۡشَرَ
hai golongan
ٱلۡجِنِّ
jin
وَٱلۡإِنسِ
dan manusia
أَلَمۡ
apakah belum
يَأۡتِكُمۡ
datang kepadamu
رُسُلٞ
Rasul-Rasul
مِّنكُمۡ
dari antara kamu sendiri
يَقُصُّونَ
mereka menceritakan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
ءَايَٰتِي
ayat-ayatKu
وَيُنذِرُونَكُمۡ
dan mereka memberi peringatan Kami kepadamu
لِقَآءَ
pertemuan
يَوۡمِكُمۡ
hari kamu
هَٰذَاۚ
ini
قَالُواْ
mereka berkata
شَهِدۡنَا
kami menjadi saksi
عَلَىٰٓ
atas
أَنفُسِنَاۖ
diri kami sendiri
وَغَرَّتۡهُمُ
dan telah menipu mereka
ٱلۡحَيَوٰةُ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
وَشَهِدُواْ
dan mereka menjadi saksi
عَلَىٰٓ
atas
أَنفُسِهِمۡ
diri mereka sendiri
أَنَّهُمۡ
bahwa sesungguhnya mereka
كَانُواْ
adalah mereka
كَٰفِرِينَ
orang-orang kafir
Terjemahan
(Allah berfirman,) “Wahai golongan jin dan manusia, tidakkah sudah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri yang menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini?” Mereka menjawab, “(Ya,) kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.” Namun, mereka tertipu oleh kehidupan dunia. Mereka telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang kafir.
Tafsir
(Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri) kalangan kamu sendiri; artinya sebagian kamu yang percaya kepada manusia atau utusan-utusan jin yang sengaja Kami biarkan mereka mendengar ucapan-ucapan para rasul Kami kemudian mereka menyampaikannya kepada kaumnya (yang menceritakan kepada kamu tentang ayat-ayat-Ku dan memperingatkan kamu tentang pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata, "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.") bahwa sesungguhnya kami telah menerimanya. Allah ﷻ berfirman: (Kehidupan dunia telah menipu mereka) sehingga mereka tidak mau beriman (dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.).
Tafsir Surat Al-An’am: 130
Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah telah datang kepadamu Rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, mereka menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini? Mereka menjawab, "(Ya), kami menjadi saksi atas diri kami sendiri,” Namun, mereka tertipu oleh kehidupan dunia. Mereka telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.
Ayat 130
Ayat ini pun termasuk peringatan keras dari Allah Ta’ala kepada orang-orang kafir dari kalangan bangsa jin dan manusia pada hari Kiamat kelak, yaitu di saat Allah menanyai mereka, padahal Allah lebih mengetahui bahwa bukankah telah datang kepada mereka rasul-rasul yang menyampaikan risalah-Nya kepada mereka. Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna taqrir (yang sifatnya memastikan).
“Bukankah telah datang kepadamu Rasul-rasul dari kalanganmu sendiri.” (Al-An'am: 130)
“Minkum” yakni dari kalangan kalian sendiri, karena memang para rasul itu hanya berasal dari golongan manusia saja, tiada satu pun dari kalangan makhluk jin yang menjadi rasul.
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Mujahid dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para imam, baik yang Salaf maupun yang Khalaf.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa para rasul itu berasal dari kalangan Bani Adam, sedangkan dari kalangan jin sedikit sekali. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Adh-Dhahhak ibnu Muzahim, ia menduga bahwa dari kalangan jin terdapat rasul-rasul, dan pendapatnya itu berlandaskan pada dalil ayat ini. Pendapat tersebut masih perlu dipertimbangkan, mengingat apa yang dikatakannya itu masih bersifat ihtimal (dugaan) dan karena makna ayat tersebut tidak secara jelas menunjukkan pengertian tersebut. Perihal tersebut hanyalah Allah yang lebih mengetahui, seperti dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-Rahman: 19-21) sampai firman-Nya:
“Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” (Ar-Rahman: 22) Kita maklumi bahwa mutiara dan marjan hanyalah berasal dari air yang asin (laut), bukan air yang manis dan tawar, hal ini sangat jelas dan mudah dipahami. Jawaban atau sanggahan ini dikatakan oleh Ibnu Jarir sendiri.
Dalil yang menyatakan bahwa para rasul itu hanyalah dari kalangan manusia ialah firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh, dan Nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub. Dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Dawud.” (An-Nisa: 163) sampai dengan firman-Nya:
“(Mereka Kami utus) Rasul-rasul itu sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah Rasul-rasul itu diutus.” (An-Nisa: 165)
“Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Yakub, dan Kami jadikan kenabian dan kitab kepada keturunannya.” (Al-'Ankabut: 27)
Disebutkan bahwa kenabian dan Al-Kitab hanya diberikan pada keturunan sesudah Ibrahim a.s. Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa kenabian ada di kalangan makhluk jin sebelum Ibrahim Al-Khalil, kenabian itu diberikan kepada bangsa jin dan berakhir dengan diangkatnya Ibrahim sebagai Rasul.
Allah ﷻ telah berfirman dalam ayat lainnya, yaitu: “Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu. melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (Al-Furqan: 20)
“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang-orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.” (Yusuf: 109)
Dipahami bahwa jin merupakan yang diikutkan kepada manusia dalam pembahasan bab ini, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ ketika menceritakan perihal mereka:
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur'an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (Al-Qur'an), mereka berkata, ‘Diamlah kalian (untuk mendengarkannya).’ Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata,’Wahai kaum kami. sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan memberi petunjuk kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Wahai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan melindungi kalian dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak dapat melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata’.”(Al-Ahqaf: 29-32)
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan lain-lainnya disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ membacakan surat Ar-Rahman kepada mereka (kaum jin), yang antara lain terdapat firman Allah ﷻ:
“Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepada kalian, wahai manusia dan jin. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-Rahman: 31-32)
Allah ﷻ telah berfirman dalam surat berikut ini:
“Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah telah datang kepadamu Rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, mereka menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini? Mereka menjawab, ‘(Ya), kami menjadi saksi atas diri kami sendiri’, Namun, mereka tertipu oleh kehidupan dunia. Mereka telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” (Al-An'am: 130)
Artinya, kami mengakui bahwa para rasul itu telah menyampaikan risalah-Mu kepada kami. Mereka telah memberikan peringatan kepada kami tentang hari pertemuan dengan-Mu dan bahwa hari itu merupakan hari yang pasti terjadi.
Firman Allah ﷻ: “Kehidupan dunia telah menipu mereka.” (Al-An'am: 130)
Yakni mereka telah menyia-nyiakan hidup mereka di dunia dan mereka menjadi binasa karena tidak percaya kepada para rasul dan mukjizat-mukjizat, karena terlena dengan kenikmatan duniawi, kesenangan, dan kemewahan yang memperdayakan mereka.
“Dan mereka telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri.” (Al-An'am: 130)
Yaitu di hari kiamat kelak.
“Bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” (Al-An'am: 130)
Maksudnya, mereka kafir ketika di dunia, menolak apa yang disampaikan oleh para rasul kepada mereka."
Pada ayat ini kembali dibicarakan hubungan antara jin dan manusia. Pada hari Kiamat nanti, sekelompok jin dan manusia yang kafir akan ditanya tentang masa lalu mereka di dunia dengan hardikan yang keras. Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah sudah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, yaitu teman-temanmu yang mendapatkan pesan dari rasul manusia, mereka menyampaikan ayatayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini' Mereka menjawab dengan terus terang dan pengakuan yang tulus, Ya, kami menjadi saksi atas diri kami sendiri bahwa rasul-rasul itu telah datang kepada kami dan menyampaikan peringatan-peringatan kepada kami. Akan tetapi, mereka tertipu oleh kehidupan dunia berupa harta benda, jabatan, dan hawa nafsu. Dan mereka telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang kafir. Setelah menghardik jin dan manusia tentang sikap mereka terhadap rasul yang diutus kepada mereka, ayat ini menjelaskan hikmah diutusnya rasul. Demikianlah, para rasul diutus karena Tuhanmu tidak akan membinasakan penduduk suatu negeri secara zalim, sedang penduduknya dalam keadaan lengah atau belum tahu. Allah terlebih dahulu mengutus rasul yang mengingatkan kepada mereka, tetapi mereka tetap membangkang. Inilah hakikat keadilan.
Di akhirat nanti, kepada semua jin dan manusia yang durhaka, yang tidak mengikuti ajaran rasul dan tidak mengindahkan larangan Allah yang disampaikan rasul kepada mereka sehingga mereka berbuat sewenang-wenang di bumi, akan dikemukakan kepadanya pertanyaan, "Apakah tidak datang kepadamu rasul-rasul Kami, memperingatkan kamu dan memberi petunjuk yang benar agar kamu tidak tersesat dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Kami? Mereka tidak berdaya menjawabnya, dan mereka menyesali segala yang mereka perbuat semasa di dunia, dan dengan menundukkan kepala mereka mengakui kesalahan-kesalahan mereka seraya menjawab, "Kami mengakui bahwa Rasul Allah telah datang kepada kami dan telah memberikan peringatan dan ajaran-ajaran yang baik yang seharusnya kami perhatikan dan kami ikuti dengan patuh dan taat, tetapi kami tidak mengindahkannya, bahkan kami mendustakan mereka dan memperolok-olok seruan mereka."
Allah berfirman:
Mereka menjawab, "Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, "Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya di dalam kesesatan yang besar." (al-Mulk/67: 9)
Mereka telah ditipu dan diperdaya oleh kehidupan dunia dan mereka silau oleh harta, wanita, pangkat dan kedudukan, sehingga hati mereka menjadi beku, mata mereka menjadi buta, tidak dapat lagi membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk. Mereka tidak dapat lagi melihat cahaya ajaran Ilahi yang akan membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Para rasul itu telah membacakan kepada mereka ayat-ayat yang diturunkan Allah dan telah memperingatkan mereka bahwa di akhirat nanti akan ada hari pembalasan di mana orang-orang yang berbuat baik akan masuk surga dan orang-orang yang ingkar akan disiksa dalam neraka. Di kala itulah mereka mengaku terus terang bahwa mereka dahulu (di dunia) memang ingkar dan kafir, mendustakan rasul-rasul dan tidak percaya dengan adanya hari akhirat.
Mengenai rasul-rasul yang diutus itu, apakah mereka terdiri dari manusia ataukah ada pula rasul-rasul dari jin yang diutus kepada umatnya? Jumhur ulama berpendapat bahwa rasul-rasul itu semuanya terdiri dari manusia, tetapi bertugas untuk menyampaikan dakwah kepada jin dan manusia, tidak ada rasul-rasul dari kalangan jin. Al-Qur'an dan hadis-hadis sahih menunjukkan bahwa Nabi Muhammad juga diutus kepada jin seperti tersebut dalam ayat berikut:
Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan kepadamu (Muhammad) serombongan jin yang mendengarkan (bacaan) Al-Qur'an, maka ketika mereka menghadiri (pembacaan)nya mereka berkata, "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)!" Maka ketika telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, "Wahai kaum kami! Sungguh, kami telah mendengarkan Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab-kitab) yang datang sebelumnya, membimbing kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus." (al-Ahqaf/46: 29-30).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 130
“Wahai golongan jin dan manusia."
Pangkal ayat ini memberi penjelasan lagi bagi kita, bahwa yang di-khithab (diseru) dan yang mendapat taklif (perintah Allah), bukan saja manusia melainkan termasuk juga jin. Pertanyaan Allah yang berkali-kali berturut-turutdi dalam surah ar-Rahmaanyangberbunyi tukadzdzibaan (kamu berdua mendustakan), ialah kamu berdua manusia dan jin."Bukankah telah datang kepada kamu beberapa rasul dari (kalangan) kamu." Di sini disebut beberapa rasul. Karena kalimat rusul adalah kata jamak dari rasul. Nyata bahwa rasul-rasul Allah itu bukan dua, malahan banyak sekali. Rasul-rasul itu diutus buat menyeru manusia dan jin agar tunduk taat kepada Allah dan sebagainya, mengakui keesaan Ilahi."Yang menceritakan kepada kamu tentang ayat-ayat-Ku." Artinya, ajaran utama dan pertama yang dibawa oleh sekalian rasul itu adalah tentang kekuasaan Allah, keesaan Allah, tentang Dia Pencipta dunia seluruh alam ini dan tidak berserikat yang lain dengan Dia."Dan, telah memberi ancaman kepada kamu dari hal pertemuan hari kamu ini?" Inilah intipati ajaran yang kedua, yaitu membawa ancaman, membawa nadziir bahwa hidup ini tidaklah selesai sehingga dunia ini saja, melainkan akan bersambung lagi dengan kehidupan akhirat. Di sanalah kelak akan diperhitungkan segala amalan makhluk. Diperhitungkan seadil-adilnya dan akan mendapat siksalah orang-orang yang tidak berlaku jujur menempuh jalan ash-shirathal-mustaqim selama di dunia ini. Apabila hari itu datang, seorang pun tidak akan dapat mengelak dari tanggung jawab.
Di dalam ayat ini sekali lagi didatangkan pertanyaan kepada jin dan manusia karena mereka yang menerima khithab. Kemudian, kita pertalikan ayat ini kembali dengan ayat 112 tersebut bahwa setiap seorang nabi diutus Allah, pastilah saja setan-setan yang terdiri dari manusia-manusia dan jin yang mendapat seruan Ilahi itu terbelok dari jalan yang diserukan, terpesong pada jalan yang salah.
Di dalam ayat ini, didatangkanlah tempelak (teguran) kembali kepada jin dan manusia yang terpedaya oleh seruan salah satu. Dan, pertanyaan itu datang kelak kemudian hari pada hari Kiamat. Sekarang sudah Kami lihat betapa akhir kejadian ini maka bagaimana lagi sikapmu?
“Berkata mereka, ‘Kami telah menyaksikan atas diri-diri kami.'" Menyaksikan atas diri kami masing-masing, artinya, sekarang telah kami alami sendiri akibat dari kesalahan kami. Yakinlah kami sekarang bahwa Kiamat yang dahulu kami ragukan, sekarang telah kami hadapi sendiri.
Kemudian, datanglah keterangan Allah, “Dan telah tertipu mereka oleh kehidupan dunia." Allah sendirilah yang memberikan peringatan kepada Rasul dan kepada umat yang beriman bahwa sebab yang utama dari kesesatan mereka ialah karena mereka ditipu oleh kehidupan dunia yang tidak kekal ini. Kehidupan dunia ialah segala hal yang memerdayakan manusia sehingga mereka tidak ingat lagi kepada siksaan akhirat. Dan, waktu hidup di dunia ini nabi-nabi dan rasul-rasul telah memberi ingat akan hari akhirat itu. Kita sendiri, sekarang ini, dalam kehidupan sehari-hari telah mendengar ajaran rasul-rasul, telah membaca isi kitab-kitab, terutama Al-Qur'an. Namun, jika kesenangan hidup di dunia ini telah memanggil, kalahlah peringatan akan hari akhirat itu oleh rayuan dan tipuan hidup duniawi. Karena kerinduan akan kesenangan yang sementara, kita tidak ingat lagi akan kesenangan akhirat.
Untuk menjelaskan pengertian ayat ini, dapatlah kita kemukakan suatu misal yang dapat kita alami sehari-hari.
Segolongan kaum Muslimin mendirikan suatu partai agama, yang bercita-cita (ideologi) agar hukum, peraturan, dan syari'at Allah berlaku dalam negara mereka. Padahal, negara itu bersifat nasional dan tidak yakin akan peraturan syari'at Islam. Negara itu berdasar sekularisme, yaitu pemerintahan yang sengaja dijauhkan dari segala pengaruh agama.
Pada suatu hari, datanglah ajakan pada penganjur partai yang berideologi Islam itu supaya duduk dalam satu kabinet (pemerintahan). Dia akan diangkat jadi menteri, padahal dia tahu kalau dia terus duduk dalam pemerintahan, belumlah mungkin negara itu menegakkan syari'at Islam, malahan akan tetap membuat undang-undang yang jauh dari Islam. Namun, tawaran itu diterimanya juga. Sebab apa? Sebab hidup menjadi penguasa atau menjadi menteri akan mengakibatkan kemewahan, rumah gedung yang indah, mobil yang mengilap dan semua itu karena pangkat dan kedudukan tinggi. Dia simpan cita-cita yang telah dibinanya itu dan diterimanya jabatan karena keinginan pada kemewahan duniawi. Beberapa waktu kemudian terjadi lagi perubahan pemerintahan dan pangkatnya pun jatuh. Dan, cita-cita yang telah direnca-nakannya beberapa tahun itu belumlah dapat dilaksanakannya sama sekali dalam pemerintahan yang dimasukinya itu. Setelah keluar dari jabatan pemerintahan, dia pun menyesal.
Sesudah pekerjaan itu ditinggalkannya, barulah dia menyaksikan sendiri dengan dirinya apa yang menjadi tujuan hidupnya yang sejati tidaklah pernah dicapainya melainkan bertambah jauh. Yang dicapainya hanyalah kemewahan buat dirinya sendiri dan itu pun hanya sebentar. Karena politik berubah, dia jatuh sesudah naik atau dia mati, padahal selama berpangkat dahulu dia tidak mendapat kesempatan sama sekali untuk menegakkan citanya yang sejati. Dan, cita (ideologi) adalah perjuangan hidup manusia yang sejati. Dia menyangka beruntung, padahal modal aslinya sendiri yang telah hilang dan licin tandas. Oleh sebab itu, lebih dijelaskan lagi pada ujung ayat.
“Dan mereka pun telah menyaksikan atas kesalahan diri-diri mereka bahwa sesungguhnya mereka memang telah menjadi orang-orang yang kafir."
Tegasnya, mereka akhirnya insaf bahwa mereka telah menempuh jalan yang salah, yaitu meninggalkan jalan shirathal-mustaqim, jalan Allah yang lurus, lalu oleh karena perdayaan setan manusia dan jin yang menyebar kata lemak manis, padahal berisi tipuan. Dan setengah dari tipuan itu ialah keenakan dan kemewahan duniawi, lalu cita-cita yang asal mereka tinggalkan. Cita-cita yang asal mereka pandang perkara kecil dan remeh belaka. Peraturan Allah meliputi akan seluruh segi dari kehidupan. Selain dari ibadah untuk diri sendiri, seumpama shalat dan puasa, manusia pun diperintah menjalankan peraturan Allah mengenai masyarakat, dan mengenai ekonomi, sosial, dan politik, serta mengenai negara. Dahulu ketika menerima pangkat dan jabatan, mereka tidak sadar bahwa dengan perbuatannya itu mereka telah menunjukkan bahwa mereka tidak percaya lagi akan peraturan Allah bisa menyelamatkan dunia ini.
Dengan membayangkan pengakuan bahwa mereka telah kafir di ujung ayat itu, dapatlah kita memahamkan bahwa kufur itu bukanlah semata-mata karena tidak mengakui adanya rasul saja. Meskipun mengaku bahwa Allah itu ada, padahal tidak meyakini peraturan dari Allah atau memandang bahwa peraturan buatan manusia lebih baik dari peraturan dari Allah, kufurlah orang itu, walaupun mulanya tidak merasa kufur. Jalan pikiran manusia yang sehatlah setelah merasakan berbagai pengalaman yang pahit, yang menginsafkan bahwa dia telah kufur. Barulah setelah maut datang dan tidak dapat dielakkan, ternyata bahwa dunia telah habis begitu saja, tanpa bekas. Dan, setelah datang Hari Mahsyar, hari yang pasti itu, diinsafi bahwa dia kecil tak berharga, lebih hina dari cacing. Waktu itu baru mengaku terus terang, “Aku ini telah kafir!"
Ayat 131
“Demikianlah karena Tuhan engkau tidaklah membinasakan negeri-negeri itu dengan aniaya, sedang penduduknya lalai."
“Demikianlah" kata Allah. Demikianlah, Allah memberi petunjuk terlebih dahulu kepada manusia dengan mengirimkan rasul-rasul dan memberi mereka wahyu dengan perantaraan rasul-rasul itu, ditunjuki jalan yang lurus dan benar. Sebab, Allah tidak mau langsung saja menurunkan suatu adzab, membinasakan suatu negeri, dengan tidak terlebih dahulu mengirimkan peringatan-peringatan. Karena, kalau Allah berbuat demikian, adalah Allah bersifat aniaya. Aniaya adalah sifat yang mustahil bagi Allah.
Orang tengah terlalai lengah, orang tidak tahu apa-apa tentang yang buruk dan yang baik dan tak ada peringatan datang, tak ada rasul yang diutus, tak ada kitab suci turun. Orang yang demikian mustahil datang-datang diadzab disiksa saja.
Mustahil, artinya tidak masuk di akal. Tidak masuk di akal bahwa Allah yang mempunyai sifat Maha Sempurna, tiba-tiba mendatangkan saja suatu adzab siksaan dengan tidak memberikan petunjuk terlebih dahulu mana yang salah dan mana yang benar.
TINGKATAN-TINGKATAN AMAL
Ayat 132
“Dan, bagi tiap-tiap orang ada beberapa denajat dari apa yang mereka amalkan."
Di dalam ayat ini terdapat kalimat dara-jaat sebagai kata banyak (jamak) dari kalimat darajat. Darajat dengan tidak memanjangkan pada huruf “jim" berarti satu tingkat dan darajat dengan memanjangkan huruf “jim" artinya ialah tingkat bertingkat. Laksana anak-anak tangga yang diriaiki, dipanjat, dan digagai sampai tercapai puncak yang di atas sekali. Maka, di dalam ayat ini, Allah berfirman bahwa tiap-tiap orang di dalam satu amalan yang dia amalkan, dengan berangsur dia akan naik sejak dari anak tangga pertama sampai kepada anak tangga yang di atas sekali.
Dalam Al-Qur'an banyak terdapat ayat-ayat yang menerangkan bahwa dalam perjuangan hidup di dunia ini, seorang dapat mencapai derajat-derajat yang tinggi. Dalam surah al-Mujadalah, dijelaskan bahwa Allah akan mengangkat orang yang berilmu pengetahuan dan beriman beberapa derajat sampai tinggi. Ibarat kesungguh-sungguhan orang yang bertugas melakukan tugasnya dapat menaikkan kariernya lebih tinggi dan begitu pulalah karier seorang Mukmin bisa naik mencapai tingkat-tingkat tertinggi dengan tidak ada batasnya jika diukur dengan ukuran kebendaan. Sebab, ini adalah termasuk dalam alam ruhaniyah.
Misalnya, dalam tingkat pertama orang menjadi seorang Muslim (menyerah diri kepada Allah) naik menjadi Mukmin (beriman teguh), shalihin (berbuat berbagai kebajikan), naik lagi menjadi muttaqin (orang yang bertakwa), naik lagi menjadi imam lilmuttaqin (menjadi imam, contoh teladan bagi orang muttaqin lainnya), sampai kepada derajat mu-qarrabin (yang terdekat kepada Allah).
“Dan, tidaklah Tuhan engkau lalai dari apa yang mereka amalkan."
(ujung ayat 132)