Ayat
Terjemahan Per Kata
لَّا
tidak ada
خَيۡرَ
kebaikan
فِي
dalam
كَثِيرٖ
kebanyakan
مِّن
dari
نَّجۡوَىٰهُمۡ
bisikan-bisikan mereka
إِلَّا
kecuali
مَنۡ
orang
أَمَرَ
menyuruh
بِصَدَقَةٍ
dengan memberi sedekah
أَوۡ
atau
مَعۡرُوفٍ
berbuat kebaikan
أَوۡ
atau
إِصۡلَٰحِ
mengadakan perdamaian
بَيۡنَ
antara
ٱلنَّاسِۚ
manusia
وَمَن
dan barang siapa
يَفۡعَلۡ
berbuat
ذَٰلِكَ
demikian
ٱبۡتِغَآءَ
(karena) mencari
مَرۡضَاتِ
keridhaan
ٱللَّهِ
Allah
فَسَوۡفَ
maka akan
نُؤۡتِيهِ
Kami memberinya
أَجۡرًا
pahala
عَظِيمٗا
besar
لَّا
tidak ada
خَيۡرَ
kebaikan
فِي
dalam
كَثِيرٖ
kebanyakan
مِّن
dari
نَّجۡوَىٰهُمۡ
bisikan-bisikan mereka
إِلَّا
kecuali
مَنۡ
orang
أَمَرَ
menyuruh
بِصَدَقَةٍ
dengan memberi sedekah
أَوۡ
atau
مَعۡرُوفٍ
berbuat kebaikan
أَوۡ
atau
إِصۡلَٰحِ
mengadakan perdamaian
بَيۡنَ
antara
ٱلنَّاسِۚ
manusia
وَمَن
dan barang siapa
يَفۡعَلۡ
berbuat
ذَٰلِكَ
demikian
ٱبۡتِغَآءَ
(karena) mencari
مَرۡضَاتِ
keridhaan
ٱللَّهِ
Allah
فَسَوۡفَ
maka akan
نُؤۡتِيهِ
Kami memberinya
أَجۡرًا
pahala
عَظِيمٗا
besar
Terjemahan
Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali (pada pembicaraan rahasia) orang yang menyuruh bersedekah, (berbuat) kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang berbuat demikian karena mencari rida Allah kelak Kami anugerahkan kepadanya pahala yang sangat besar.
Tafsir
(Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka) artinya bisikan-bisikan manusia dan apa yang mereka percakapkan (kecuali) bisikan (orang yang menyuruh mengeluarkan sedekah atau melakukan perbuatan baik) atau kebaikan (atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang melakukan demikian) yakni yang telah disebutkan tadi (demi menuntut) mencari (keridaan Allah) dan bukan karena hal-hal lainnya berupa urusan dunia (maka akan Kami beri dia) memakai nun dan ya maksudnya Allah (pahala yang besar).
Tafsir Surat An-Nisa': 114-115
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat baik atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.
Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, maka Kami biarkan ia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahanam, dan neraka Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
Ayat 114
Firman Allah ﷻ: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan pembicaraan rahasia mereka.” (An-Nisa: 114)
Yakni pembicaraan manusia.
“Kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat baik, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. (An-Nisa: 114)
Maksudnya, kecuali orang-orang yang membisikkan dan mengatakan hal tersebut, seperti yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih berikut.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid ibnu Hunaisy yang menceritakan bahwa kami masuk ke dalam rumah Sufyan As-Sauri dalam rangka menjenguknya. Lalu masuklah kepada kami Sa'id ibnu Hissan. Maka As-Sauri berkata kepadanya, "Coba kamu ulangi lagi kepadaku hadits yang telah kamu ceritakan kepadaku dari Ummu Saleh." Lalu Sa'id ibnu Hissan mengatakan, "Telah menceritakan kepadaku Ummu Saleh, dari Safiyyah binti Syaibah, dari Ummu Habibah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: 'Perkataan anak Adam memudaratkan dirinya, tidak memberikan manfaat bagi dirinya, kecuali zikrullah, atau menganjurkan kebajikan, atau melarang perbuatan buruk'." Maka Sufyan berkata, "Tidakkah kamu mendengar Allah ﷻ telah berfirman di dalam Kitab-Nya, yaitu: ‘Tidak ada kebaikan pada kebanyakan pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat baik, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.'(An-Nisa: 114) Maka hadits itu sama dengan ayat ini. Tidakkah kamu mendengar bahwa Allah ﷻ telah berfirman pula: 'Pada hari ketika roh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar' (An-Naba': 38) Maka ayat ini pun semakna dengan hadits tersebut. Tidakkah kamu mendengar bahwa Allah ﷻ telah berfirman pula di dalam Kitab-Nya: 'Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian' (Al-Asr 1-2) hingga akhir surat. Maka ayat ini sama dengan hadits tersebut.”
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah melalui hadits Muhammad ibnu Yazid ibnu Hunaisy, dari Sa'id ibnu Hissan dengan lafal yang sama; tetapi dalam riwayat ini tidak disebutkan perkataan As-Sauri. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib, tidak dikenal kecuali melalui hadits Ibnu Hunaisy.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim ibnu Ubaidillah ibnu Syihab, bahwa Humaid ibnu Abdur Rahman ibnu Auf pernah menceritakan kepadanya bahwa ibunya (yaitu Ummu Kalsum binti Uqbah) menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Bukanlah penbohong orang yang mengadakan perdamaian di antara manusia, lalu ia menyebarkan kebaikan atau mengatakan kebaikan.”
Ummu Kalsum binti Uqbah mengatakan, "Aku belum pernah mendengar beliau ﷺ memberikan rukhsah (keringanan) terhadap apa yang diucapkan oleh manusia barang sedikit pun, kecuali dalam tiga perkara, yaitu dalam peperangan, mengadakan perdamaian di antara manusia, dan pembicaraan suami terhadap istrinya serta pembicaraan istri terhadap suaminya."
Imam Ahmad mengatakan bahwa Ummu Kalsum binti Uqbah termasuk salah seorang wanita yang berhijrah dan ikut berbaiat (berjanji setia) kepada Rasulullah ﷺ. Jamaah selain Ibnu Majah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri berikut sanadnya dengan lafal yang serupa.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Muhammad, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ummu Darda, dari Abu Darda yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Maukah kalian aku beritahukan hal yang lebih utama daripada pahala puasa, shalat, dan zakat?" Mereka menjawab, "Tentu saja, wahai Rasulullah." Nabi ﷺ bersabda, "Mendamaikan orang-orang yang bersengketa." Nabi ﷺ bersabda pula, "Kerusakan (yang ditimbulkan oleh) orang-orang yang bersengketa adalah Al-Haliqah (yang menghabiskan segala sesuatu)."
Imam Abu Dawud dan Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya melalui hadits Abu Mu'awiyah. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih.
Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Humaid, dari Anas, bahwa Nabi ﷺ bersabda kepada Abu Ayyub, "Maukah engkau aku tunjukkan tentang suatu perniagaan?" Abu Ayyub menjawab, "Tentu saja aku mau, wahai Rasulullah." Rasulullah ﷺ bersabda: “Upayamu untuk mendamaikan manusia apabila mereka saling merusak; dan mendekatkan mereka apabila mereka saling menjauh.”
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa Abdur Rahman ibnu Abdullah Al-Umra orangnya lemah (dha’if), dan sesungguhnya dia banyak meriwayatkan hadits yang tidak dapat dijadikan sebagai pegangan.
Dalam ayat selanjutnya disebutkan: “Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah.” (An-Nisa: 114) Yaitu ikhlas dalam mengerjakannya seraya mengharapkan pahala yang ada di sisi Allah ﷻ.
”Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 114) Yakni pahala yang berlimpah, banyak, dan luas.
Ayat 115
Firman Allah ﷻ: “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya.” (An-Nisa: 115)
Barang siapa yang menempuh jalan selain jalan syariat yang didatangkan oleh Rasul ﷺ, maka ia berada di suatu belahan, sedangkan syariat Rasul ﷺ berada di belahan yang lain. Hal tersebut dilakukannya dengan sengaja sesudah tampak jelas baginya jalan kebenaran.
Firman Allah ﷻ: “Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin.” (An-Nisa: 115)
Makna firman ini saling berkaitan dengan apa yang digambarkan oleh firman pertama tadi. Tetapi adakalanya pelanggaran tersebut terhadap nas syariat, dan adakalanya bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh umat Muhammad dalam hal-hal yang telah dimaklumi kesepakatan mereka secara' nyata. Karena sesungguhnya kesepakatan mereka telah dipelihara dari kekeliruan, sebagai karunia Allah demi menghormati mereka dan memuliakan Nabi mereka. Hal ini disebutkan dalam hadits-hadits sahih yang cukup banyak jumlahnya, sebagian darinya yang telah diseleksi kami ketengahkan di dalam kitab Ahaditsul Usul.
Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa makna hadits-hadits tersebut berpredikat mutawatir. Ayat ini dijadikan dalil oleh Imam Syafii yang menunjukkan bahwa ijma' adalah hujah (sumber hukum) yang haram ditentang; hal ini dijadikan sebagai rujukan setelah pemikiran yang cukup lama dan penyelidikan yang teliti. Dalil ini merupakan suatu kesimpulan yang terbaik lagi kuat. Sebelum itu kesimpulan ini sulit ditemukan oleh sebagian kalangan ulama, karenanya jangkauan pemikiran mereka tidak sampai kepada kesimpulan ini. Untuk itulah Allah ﷻ memberikan ancaman terhadap orang yang berbuat demikian melalui firman selanjutnya, yaitu:
“Kami biarkan ia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahanam, dan neraka Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115)
Dengan kata lain apabila ia menempuh jalan yang menyimpang itu, maka Kami memberikan balasan yang setimpal terhadapnya, misalnya Kami jadikan baik pada permulaannya, dan Kami membaguskannya untuk dia sebagai istidraj (daya pikat ke arah kebinasaan).
Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
“Maka serahkanlah kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur'an). Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui.” (Al-Qalam: 44)
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (As-Saff: 5)
Sama juga dengan firman-Nya: “Dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan yang mendalam.” (Al-An'am: 110)
Allah menjadikan tempat kembalinya adalah neraka kelak di hari kemudian. Karena orang yang keluar dari jalan hidayah, tiada jalan baginya kecuali jalan yang menuju ke neraka di hari kiamat kelak. Seperti yang diungkapkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya: (Kepada malaikat diperintahkan), "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka.” (As-Saffat: 22), hingga akhir ayat. Allah ﷻ berfirman: “Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya.” (Al-Kahfi: 53)
Sama sekali tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia atau bisikan-bisikan yang mereka lakukan, tetapi yang baik itu adalah orang yang menyuruh untuk bersedekah, atau berbuat makruf, yaitu perbuatan kebajikan yang sesuai dengan tuntunan agama dan sudah dikenal oleh masyarakat sebagai sesuatu yang baik, atau mengadakan perdamaian di antara manusia yang berselisih dan bertikai. Barang siapa berbuat demikian, yaitu perbuatan-perbuatan yang disebutkan di atas karena niat mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pa-hala yang besar, banyak dan berlipat gandaPada ayat yang lalu Allah menerangkan pahala bagi orang-orang yang mengikuti tuntunan Rasulullah, sedang pada ayat ini Allah mem-beri peringatan. Dan barang siapa yang terus-menerus menentang Rasul, yaitu Nabi Muhammad, setelah jelas baginya kebenaran yang disampaikan kepadanya, bukan sebelum diketahuinya kebenaran itu, dan dilanjutkan dengan mengikuti jalan yang sesat, yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia, kelak di hari Akhirat ke dalam neraka Jahanam sebagai balasan yang setimpal atas penentangan mereka terhadap Rasulullah, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.
.
Merahasiakan pembicaraan dan perbuatan keji, seperti yang telah dilakukan oleh thu'mah dan kawan-kawannya adalah perbuatan yang terlarang, tidak ada faedahnya, kecuali bisik-bisik itu untuk menyuruh bersedekah, berbuat makruf dan mengadakan perdamaian di antara manusia.
Berbisik-bisik dan menyembunyikan pembicaraan biasanya dilakukan untuk merahasiakan perbuatan terlarang, perbuatan jahat dan untuk melenyapkan kebaikan, jarang yang dilakukan untuk perbuatan baik dan terpuji.
Manusia menurut tabiatnya senang menyatakan dan mengatakan kepada orang lain atau kepada orang banyak tentang perbuatan baik yang telah atau yang akan dilakukannya. Sedang perbuatan jahat atau perbuatan dosa yang telah atau yang akan dilakukannya, selalu disembunyikan dan dirahasiakannya. Ia takut orang lain akan mengetahuinya, sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
"Kebajikan itu adalah akhlak yang baik, dan dosa itu adalah apa yang terasa tidak enak di dalam hatimu, dan kamu tidak senang orang lain mengetahuinya" (Riwayat Muslim).
Karena itu diperintahkan agar orang yang beriman menjauhi perbuatan itu, terutama berbisik-bisik atau mengadakan pembicaraan rahasia untuk melakukan perbuatan dosa, permusuhan, mendustakan Rasulullah dan lain sebagainya.
Ayat yang lain menegaskan larangan Allah dan menyatakan bahwa berbisik dan mengadakan perjanjian rahasia untuk melakukan perbuatan dosa, termasuk perbuatan setan. Allah berfirman:
(9) Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan perbuatan dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Tetapi bicarakanlah tentang perbuatan kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikumpulkan kembali. (10) Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang yang beriman itu bersedih hati, sedang (pembicaraan) itu tidaklah memberi bencana sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah. Dan kepada Allah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal. (al-Mujadalah/58:9-10).
Allah mengecualikan tiga macam perbuatan yang dibolehkan bahkan diperintahkan menyampaikannya dengan berbisik-bisik atau dengan rahasia, yaitu bersedekah, berbuat makruf dan mengadakan perdamaian di antara manusia.
Bersedekah adalah salah satu perbuatan baik yang sangat dianjurkan Allah. Tetapi menyebut-nyebut atau memberitahukannya di hadapan orang banyak, kadang-kadang dapat menimbulkan rasa tidak senang di dalam hati orang yang menerimanya. Bahkan adakalanya dirasakan sebagai suatu penghinaan terhadap dirinya, sekalipun si pemberi sedekah itu telah menyatakan bahwa ia bersedekah dengan hati yang ikhlas dan untuk mencari keridaan Allah ﷻ
"Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu?" (al-Baqarah/2:271).
Perbuatan makruf adalah lawan dari perbuatan mungkar, lawan dari segala perbuatan yang dilarang Allah Yang Mahatahu dan perbuatan yang mengikuti hawa nafsu. Menasihati seseorang untuk berbuat makruf di hadapan orang banyak, mungkin akan menimbulkan rasa kurang enak pada yang dinasihati, apabila yang diberi nasihat itu teman sebaya atau orang yang lebih tinggi derajatnya dari orang yang menasihati. Biasanya orang yang menasihati lebih tinggi derajat, pangkat atau kedudukannya dari yang dinasihati. Karena itu Allah memerintahkan agar menasihati seseorang untuk berbuat makruf dengan cara berbisik dan tidak didengar orang lain. Bila didengar orang lain, maka orang yang dinasihati itu mungkin akan merasa terhina dan sakit hati, sehingga nasihat itu tidak diterimanya.
Kaum Muslimin diperintahkan agar selalu menjaga dan berusaha mengadakan perdamaian di antara manusia yang sedang berselisih terutama mendamaikan antara saudara-saudara yang beriman, sesuai dengan firman Allah:
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. (al-hujurat/49:10).
"? Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, ?" (al-Anfal/8:1).
Usaha mengadakan perdamaian di antara orang-orang mukmin yang berselisih adalah usaha yang terpuji dan diperintahkan Allah. Tetapi menyebut usaha itu kepada orang lain atau didengar oleh orang banyak mungkin akan membawa kepada kemudaratan atau kejahatan yang lain, sehingga maksud mendamaikan itu akan berubah menjadi fitnah yang dapat memperdalam jurang persengketaan antara orang-orang yang akan didamaikan.
Ada orang yang enggan didamaikan bila diketahuinya bahwa yang akan mendamaikan itu orang lain. Ada pula orang yang enggan menerima perdamaian bila proses perdamaian itu diketahui orang banyak, karena ia khawatir bahwa usaha itu akan menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Di samping itu mungkin ada pula pihak ketiga yang tidak menginginkan terjadinya suatu perdamaian. Karena itu Allah memerintahkan agar orang-orang yang beriman merahasiakan pembicaraan dan usaha yang berhubungan dengan mengadakan perdamaian di antara manusia.
Orang yang melaksanakan tiga macam perintah Allah, yaitu bersedekah, berbuat kebaikan dan mencari perdamaian di antara manusia dengan ketundukan hati dan kepatuhan kepada-Nya serta mencari kerelaan-Nya, akan diberi pahala yang berlipat ganda oleh Allah. Keridaan Allah hanyalah dapat dicapai dengan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan bermanfaat, disertai dengan keikhlasan hati sesuai dengan yang diperintahkan-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Untuk mencelakakan Yahudi, Zaid bin Sumair tadi, Thu'mah dan kawan-kawannya telah mengadakan pertemuan yang dirahasiakan, secara berbisik-bisik. Maka diperingat-kanlah bahwa bisik desus itu banyaklah yang tidak baik akibatnya.
Ayat 114
“Tidaklah ada kebaikan pada kebanyakan dari bisik-bisik mereka itu."
Dengan secara berbisik-bisik itulah kerap kali orang-orangmunafik memperbisikkan hal-hal yang tidak memuaskan mereka, termasuk memfitnahkan orang atau menyusun kabar bohong yang akan merusakkan keamanan bersama.
Sebab itu dinyatakanlah bahwa terlebih banyak bisik-bisik itu tidak ada kebaikannya. Mana yang tidak setuju katakanlah terus terang. Orang yang suka bisik-bisik itu kebanyakan hati mereka tidak baik. Hanya tiga hal bisik-bisik yang bukan membawa kebaikan. “Kecuali orang yang menyuruh dengan sedekah, atau perbuatan yang patut, atau mendamaikan di antara manusia." Kalau salah satu daripada tiga soal ini yang diperbisikkan, tidaklah mengapa, bahkan memang patut seperti itu diperbisikkan terlebih dahulu atau dirahasiakan supaya jangan gagal.
Menyuruh atau menganjurkan orang mengeluarkan sedekah, memang kadang-kadang perlu dirahasiakan terlebih dahulu, diperbisikkan supaya dapat diteliti siapa yang patut menerimanya. Sebab ada orang yang berhak menerima sedekah atau zakat tetapi dia malu memintanya atau malu akan ketahuan. Banyak orang yang mempunyai budi yang dinamai ‘iffah, yaitu pandai menahan diri, sehingga lantaran itu orang menyangka dia kaya juga, padahal dia berhak menerima zakat dan sedekah. Maka orang yang menganjurkan seorang yang mampu mengeluarkan sedekah atau zakatnya, dapatlah membisikkan kepadanya bahwa si anu patut menerima. Dan lebih baik lagi kalau diberikan secara rahasia, siapa yang patut diberi sehingga yang diberi itu tidak merasa malu. Demikian pula, ada orang mampu hendak mengeluarkan sedekahnya, tetapi dia segan memperlihatkannya kepada orang lain, takut riya, maka dia memberikan pun secara rahasia. Kalau ini yang diperbisikkan tidaklah mengapa. Dan ini adalah sangat baik dan terpuji.
Atau menyuruh perbuatan yang patut yang makruf. Kadang-kadang ini pun ada kalanya lebih baik disampaikan dengan secara rahasia. Misalnya seseorang yang perbuatannya ternyata salah, mungkar. Tetapi kalau ditegur di hadapan orang banyak, akan bertambah diperbuatnya lagi. Atau ada orangyang disegani orang. Hanya dengan secara rahasia dia dapat ditegur atau dianjurkan berbuat baik. Sebab banyak juga dalam masyarakat orang yang tidak tahu kesalahan dirinya dan kalau ditegur dia malu. Hanya dengan secara rahasia akan berhasil menginsafkannya. Karena pandainya orangyang memberi nasihat, dia tidak merasa tersinggung dan yang buruk diubahnya dan yang baik dikerjakannya. Apatah lagi kalau yang memberinya peringatan itu tetap pula merahasiakan, tidak membuka kepada orang lain, bahwa dia pernah menasihatinya.
Di zaman modern kita ini pun ada satu perumpamaan yang dapat kita ambil pelengkapan tafsir menyuruh berbuat ma'ruf dengan bisik-bisik ini.
Orang yang menduduki jabatan tinggi kerap kali kehabisan bahan pikiran. Demikian juga umpamanya anggota-anggota parlemen. Kalau mereka diberi nasihatatau bahan dengan cara diam-diam atau dengan cara yang halus sehingga mereka merasa bahwa pikiran yang kita kemukakan itu adalah pikirannya sendiri akan lebih banyak manfaatnya daripada kita sendiri membicarakan di luar saluran, dan dia akan memakai pikiran itu. Kadang-kadang rencana yang kita bisikkan itulah yang mereka jalankan dalam kementerian mereka, atau dibicarakan oleh wakil rakyat tadi di muka parlemen. Dan faedahnya akan besar bagi masyarakat, sebab pikiran yang kita berikan itu akan mendapat tempat penyalurannya yang legai Tetapi kalau kita siarkan pula ke hadapan orang lain, bahwa rencana yang dijalankan menteri itu, atau yang dibicarakan wakil rakyat itu adalah pikiran kita sendiri, hatinya akan kecewa. Padahal kalau kita berikan dari pintu belakang, menteri atau anggota parlemen yang bersangkutan akan kerap kali meminta nasihat kita, dan dia telah dapat dijadikan saluran buat menyalurkan pikiran kita.
Almarhum Haji Agus Salim di kala hidupnya banyak memberikan pertolongan demikian kepada anggota-anggota Dewan Rakyat (Volksraad) sehingga yang ditolong merasa berutang budi dan merasa selalu memerlukan nasihat beliau sendiri sebagai penolong dengan diam-diam atau “bisik-bisik" itu merasa bahagia pula sebab telah dapat membahagiakan orang lain dan dapat memasukkan pengaruh pikirannya untuk kebahagiaan masyarakat.
Atau mendamaikan di antara manusia. Kerap kali terjadi perselisihan di antara orang yang disegani oleh orang banyak. Tetapi tidak ada yang mau memulai menghubung tali yang telah putus karena mempertahankan prestise (martabat diri) masing-masing. Alangkah baiknya kalau ada seorang yang pandai bersiasat, mempertautkan kembali di antara kedua orang yang berselisih. Kadang-kadang secara pertemuan sambil lalu, dalam jamaah makan, dalam pertemuan yang tiba-tiba. Hal ini patut benar dirahasiakan. Sebab kalau disebarkan di hadapan khalayak ramai, kedua orang yang bersangkutan itu akan bertahan karena pengaruh hawa nafsu yang pantang kerendahan. Banyak orang yang berselisih itu sudah sama-sama insaf dan ingin bertegur sapa kembali, tetapi kedegilan diri sendiri, yang kerap kali menghalangi manusia buat memulai terlebih dahulu.
Kepada ketiga macam bisik yang baik itu dapatlah dikiaskan bisik yang lain, yang tidak dilarang, bahkan disuruhkan oleh syara' Seorang jendral dengan stafnya secara bisik-bisik mengatur siasat perang. Karena kalau berterang-terang, takut akan diketahui oleh mata-mata musuh. Seorang suami berbisik dengan istrinya tentang seorang pemuda yang akan jadi calon menantunya. Karena kalau diketahui oleh orang lain, sebelum hitungan putus, takut kalau-kalau tidak jadi, yang menyebabkan malu.
Semua bisik-bisik di tempat sunyi yang demikian sifatnya tidaklah berhalangan, malahan dianjurkan. Asal niat baik terkandung di dalamnya. Itu sebabnya lanjutan ayat berkata dengan tegas, “Dan barangsiapa yang berbuat demikian itu," yaitu segala macam bisik yang mengandung maksud baik, yang bukan hendak merugikan orang lain. “Karena menginginkan keridhaan Allah." Sebab timbul dari pengaruh iman kepada Allah dan kasih sayang sesama manusia. Hendak bersedekah, menyuruh berbuat ma'ruf atau mendamaikan orang berkelahi,
“Maka sesungguhnya dia akan memberinya kelak pahala yang besar."
Dari ujung ayat ini dapatlah kita pahami bahwa ada bisik yang membawa dosa dan kecelakaan, berbisik karena memfitnah, sebagaimana perbuatan Thu'mah dan kawan-kawannya itu, berbisik mengatur siasat melepaskan orang bersalah dari tuntutan hukum dan berusaha melemparkan kesalahan kepada orang lain yang tidak bersalah, mentang-mentang orang itu dibenci. Dan ada bisik yang berpahala karena maksud-maksud yang suci yang bermanfaat. Sebab itu perbanyaklah bisik yang baik dan jauhilah bisik memfitnah.
MEMUSUHI RASUL
Ayat 115
“Dan barangsiapa yang memusuhi Rasul itu, sesudah jelas baginya petunjuk."
Ayat ini masih ada hubungannya dengan ayat-ayatyangterdahulutadi,yaitu pengkhianat-pengkhianat yang mencoba menipu Rasul untuk mencelakakan seorang Yahudi yang tidak bersalah. Perbuatan orang-orang munafik yang amat jahat. Mereka telah mencoba dengan perbuatannya itu memusuhi Rasul, berniat jahat kepada Rasul, menjerumuskan Rasul kepada sesuatu perbuatan yang tidak adil. Padahal mereka sudah tahu petunjuk yang benar yang disampaikan Rasul, tetapi petunjuk itulah yang hendak mereka salah gunakan buat menganiaya orang lain. Datanglah peringatan dengan ayat ini kepada seluruh orang yang memusuhi atau menentang Rasul. Perbuatan ini tentulah perbuatan munafik. Sebab orang kafir jika memusuhi atau menentang Rasul, perbuatan ini tentulah perbuatan munafik. Sebab orang kafir jika memusuhi Rasul adalah karena mereka belum menerima petunjuk. Apabila orang telah mengatur sikap permusuhan kepada Rasul, tidak ada jalan lain yang akan mereka tempuh, kecuali hanya satu, yaitu jalan orang yang tidak beriman.
Sebab itu dilanjutkan ayat Allah berfirman, “Lalu diikutinya jalan orang-orang yang tidak beriman." Kalau Rasul telah dimusuhi dan ditantang, jalan yang ditempuh pastilah jalan orang-orang yang tidak beriman. Pengkhianatan kaum munafikin lebih berbahaya daripada tantangan orang yang masih kafir. Karena dalam anggapan orang luar, mereka adalah kawan, padahal musuh dalam selimut.
Karena mereka “orang dalam", mereka lebih banyak mengetahui segi-segi kelemahan di dalam. Sebab itu bertambah mereka menentang, bertambah jalan tidak berimanlah yang akan mereka tempuh. Kian lama mereka kian sesat sehingga datang lanjutan firman Allah, “Maka akan Kami palingkan dia ke mana dia berpaling." Artinya, bertambah lama bertambah jauhlah mereka dari garis kebenaran. Seibarat orang yang membelok sedikit saja, walaupun hanya satu inci dari ukuran kiblat yang betul, ujung tujuannya akan berjarak beribu-ribu kilometer dari Ka'bah, Sehingga sampai mati mereka akan berhenti di perhentian yang jauh sekali.
“Dan akan Kami panggang dia di nenaka Jahannam dan itulah yang sebunuk-bmuk tempat kembali."
Sebab itu memusuhi Rasul, menantang ajarannya, mempercayai separuh-separuh, mengatakan bahwa peraturan Rasul itu tidak cocok lagi dengan zaman, atau mengatakan bahwa Islam hanya untuk orang Arab Badwi di gurun pasir, yang kadang-kadang keluar dari mulut orang yang mengakui dirinya Islam, tidak ada jalan lain yang akan mereka tempuh atau yang telah mereka tempuh, melainkan jalan orang yang tidak beriman. Allah pun akan mengencongkan mereka lebih cepat kepada apa yang mereka tuju. Dan oleh sebab jalan orang yang tidak beriman itu adalah berakhir (klimaks) pada kehancuran, kehancuran itulah yang akan mereka temui; atau mereka terus jadi kafir, atau gagal usaha mereka karena jiwa yang pecah berderai. Dan di akhirat Jahannamlah tempat mereka.
Oleh sebab itu, kalau kita telah mengakui diri seorang Muslim, selidikilah petunjuk Rasul itu dengan saksama, jangan lekas menentang dan memusuhi. Karena penentangan dan permusuhan kebanyakan timbul karena hasutan dan ajaran orang lain, atau menerima ajaran lain yang bukan ajaran Rasul.
Sebagai orang yang telah mengakui beriman kepada Allah, hendaklah kita hati-hati, jangan sampai karena kecerobohan kita sendiri, kita telah melanturkan keluar daripada garis, “jalan orang yang beriman." Jalan orang yang beriman hanya satu saja, bukan dua dan bukan tiga. Jalan itu dimulai dari pengakuan akan keesaan ALLAH yang tidak bersekutu dengan yang lain. Jalan itulah yang selalu kita mohonkan petunjuk kepada Allah di dalam shalat. Tunjukilah kami jalan yang lurus!"
Kesalahan Thu'mah haruslah diperhatikan. Dia hendak berlindung dalam Islam, tetapi nama Islam hendak dipergunakannya untuk menganiaya orang lain. Dengan sendirinya dia mengikuti jalan orang yang tidak beriman. Maka disadari atau tidak, dia pun keluarlah dari garis jalan itu, kian lama kian jauh terpesong. Akhirnya, “Kami palingkan dia kemana dia berpaling." Dia masih menyangka dia Islam karena mulutnya masih mengucap kalimat syahadat, tetapi dia telah jauh dari jalan Allah dan Rasul karena sudah lama tujuan yang digariskan Allah ditinggalkannya, dan diikutinya jalan orang yang tidak beriman.
Luar biasa pengkhianatan Thu'mah dan sanak keluarganya sehingga 10 ayat dari surah an-Nisaa' (105 sampai 115) mencela pengkhianatan itu, untuk dijadikan i'tibar perbandingan bagi kita umat Muhammad ﷺ. Tersebut di dalam riwayat Asbabun Nuzul seterusnya bahwa setelah rahasia buruknya terbuka, si Thu'mah lari meninggalkan Madinah, menggabungkan diri kepada kaum musyrikin di Mekah. Di sana dia menyiar-nyiarkan kabar-kabar bohong memfitnah Nabi dan sahabat-sahabatnya. Sebab maksudnya hendak memperkuda Islam bagi kepentingan dirinya dan kaumnya tidak berhasil, Nabi tidak dapat ditipu sebab beliau dibela oleh Al-Qur'an. Sebab kedatangan Islam ialah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan memberantas pengkhianatan dan kecurangan.
PERBANDINGAN
Zaman sekarang adalah zaman Perang Salib yang kedua kali setelah terjadi Perang Salib pertama ratusan tahun yang lalu. Pihak musuh Islam di zaman sekarang selalu menuduh, sebagaimana tuduhan pengobar Perang Salib pertama dahulu itu, yaitu pendeta-pendeta Nasrani di zaman gelap, yang membuat sejarah buatan sendiri, yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ dan para pengikutnya itu adalah perampok lanun padang pasir, gerombolan pencuri dan penyamun. Sejarah seperti ini masih saja diulang-ulangkan secara ilmiah dalam sekolah-sekolah dan pendidikan yang mereka dirikan, dan diberikan juga ajaran ini kepada anak-anak Islam yang dari kecil tidak mengetahui sejarah Nabinya.
Sekarang marilah kita bandingkan sejarah pengkhianatan Thu'mah ini, yang terjadi pada abad ketujuh masehi pada zaman Nabi Muhammad dituduh oleh penyebar Kristen itu sebagai kepala penyamun. Kita bandingkan dengan yang pernah kejadian di akhir abad kesembilan belas sampai permulaan abad kedua puluh, di negeri Perancis sesudah Revolusi Perancis yang bersemboyankan “Kemerdekaan, Persamaan, dan Persaudaraan".
Pada waktu itu telah terjadi satu kejahatan dan fitnahan besar kepada seorang yang tidak bersalah, orang itu orang Yahudi pula, bernama Kapten Dreyfus.
Kapten Alfred Dreyfus (1859—1935) adalah seorang Yahudi Perancis yang masuk dalam Angkatan Perang Perancis. Dia dituduh dengan tuduhan sangat hina, yaitu meng-khianati negara. Dia dituduh menjual doku-men-dokumen rahasia negara kepada satu perwakilan negara asing (Jerman) Yang sangat memositifkan tuduhan itu ialah Pimpinan Gereja (Kierikal) sehingga dia ditangkap dan dihadapkan ke muka pengadilan (1894), dengan bukti-bukti yang sangat lemah. Yaitu bahwa tulisan dalam dokumen itu serupa dengan tulisan Dreyfus. Dreyfus sendiri telah menolak keras segala tuduhan dengan alasan yang cukup. Tetapi karena maksud terhadap dirinya hanya semata-mata hendak menganiaya—terutama karena kebencian kepada Yahudi—dia dihukum juga. Dibuang seumur hidup ke Pulau Setan yang terkenal. Setelah dicabut terlebih dahulu segala pangkatnya dan segala bintang-bintang jasa yang pernah diterimanya.
Tetapi hati sanubari orang yang mencintai keadilan, tidaklah dapat menerima hukuman yang zalim itu.
Pada tahun 1896 timbullah satu gerakan mendesak pemerintah supaya perkara Dreyfus ditinjau kembali. Gerakan ini dipelopori oleh Senator Scheurer-Kestner dan Pujangga Perancis yang terkenal Emile Zola, sebab Kolonel George Pichkard telah dapat menunjukkan beberapa bukti bahwa yang menulis dokumen itu bukan Dreyfus tetapi Mayor Esterhazy dan Letnan-Kolonel Henry. Saudara kandung Dreyfus sendiri Matheus menunjukkan pula bukti-bukti lain bahwa abangnya tidak bersalah. Emile Zola secara sastra yang amat agung telah menulis tuntunannya agar perkara itu ditinjau kembali, dengan karangan yang berjudul, / ‘Accuse (Aku Menuntut) Pujangga itu telah menggerakkan hati sanubari seluruh rakyat Perancis supaya berdiri di pihak keadilan dan membela orang yang teraniaya. Tidak peduli apakah dia Yahudi!
Tetapi perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran rupanya hendak ditantang oleh ambisi-ambisi politik, atau apa yang biasa dinama Vested Interest. Sepuluh tahun lamanya perkara Dreyfus terkatung-katung dalam pertentangan golongan-golongan politik. Satu golongan hendak terus menjerusmuskan Dreyfus dan satu golongan lagi agar perkaranya minta ditinjau. Kaum kerajaan, golongan tentara dan kaum Katolik, bertahan supaya perkara ini jangan diutik-utik. Biarkan si Dreyfus menghabiskan hukuman seumur hidupnya di Pulau Setan. Yang meminta perkara ini ditinjau kembali dan kalau nyata tak bersalah supaya Dreyfus dibebaskan, ialah kaum Republikein, kaum Demokrat dan kaum Antigereja! Pada mulanya menanglah golongan pertama sehingga Emile Zola dituntut karena karangannya Aku Menuntut tadi sehingga dia lari keluar negeri. Tetapi tiba-tiba kejadianlah suatu hal yang tidak disangka-sangka. Entah karena tekanan pendapat umum Letnan Kolonel Henry tiba-tiba membunuh diri, karena terdapat bukti bahwa dia memalsukan tulisan-tulisan Dreyfus pada dokumen yang dibuat-buat oleh Mayor Esterhazy itu. Kejadian ini menyebabkan mau tidak mau perkara Dreyfus ditinjau kembali. Kabinet lama yang men-dep perkara Dreyfus jatuh. Naik Kabinet Brisson. Dia mendesak agar perkara itu ditinjau kembali. Maka diadakanlah persidangan tentara di Rennes, selama lima tahun Dreyfus menderita di Pulau Setan, Mahkamah tentara memutuskan mengubah hukuman seumur hidupnya menjadi sepuluh tahun (1899)
Tetapi Presiden Perancis Lovbet mengampuninya sehingga yang dijalaninya hanya selama lima tahun itu saja. Namun pencinta-pencinta keadilan dan kebenaran tidak juga berpuas hati karena hukuman yang dijatuhkan Mahkamah Tentara itu, meskipun telah diubah oleh Presiden dengan memberi ampun (grasi), namun itu masih menunjukkan bahwa Dreyfus bersalah. Baru pada tahun 1906, yaitu tujuh tahun di belakang, segala hukuman itu dicabut dan Dreyfus dinyatakan tidak bersalah sama sekali, dan dia bebas dari segala tuduhan. Untuk mengimbangi kesalahan pemerintah itu dia dianugerahi Bintang Legion d'Honneur yang terkenal, dan pangkatnya di dalam ketentaraan dikembalikan, demikian juga bintang-bintang jasanya. Dan baru pada tahun 1930 dikeluarkan lagi hasil Komisi Spartes Kopen membersihkan namanya sama sekali. Pada tahun 1935 meninggallah Dreyfus dengan penuh kehormatan. Sejak perkara Dreyfus ini, jatuhlah nilai masyarakat kepada Kaum Kerajaan dan Kaum Gereja sehingga kejatuhan nama di muka umum inilah yang mempercepat proses pemisahan Gereja dengan negara di negeri Perancis!
Adapun Emile Zola, pujangga Perancisyang turut menceburkan dirinya dalam membela perkara Dreyfus dengan penanya yang tajam itu, sebelum menerima hasil kemenangannya telah meninggal dunia di tanah pembuangan pada tahun 1902.
Bandingkan kedua kejadian ini, yaitu kecurangan Thu'mah hendak menganiaya Yahudi Zaid bin Shamir, dan bagaimana Rasul ﷺ mempertahankan keadilan dan kebenaran sehingga si Yahudi tidak teraniaya; ban-dingkan dengan penganiayaan yang dilakukan terhadap Kapten Alfred Dreyfus, yang campur tangan juga kaum agama sendiri sehingga Dreyfus meringkuk di Pulau Setan 5 tahun lamanya. Baru 30 tahun di belakang namanya dibersihkan kembali (1930)
Pada kejadian di Perancis itu, kaum yang dituduh meninggalkan agama, yaitu kaum Radikalis, Republikein, dan Socialis, itulah yang menuntut keadilan ditegakkan, sedang kaum agama termasuk dalam golongan yang mempertahankan kezaliman.
Patutlah—kalau demikian halnya—di negeri seperti demikian harus dipisahkan di antara Gereja dengan negara. Dan patutlah pula— menurut tuntunan Nabi Muhammad ﷺ—di dalam ayat-ayat yang tengah kita tafsirkan ini, jika negara selalu dikontrol oleh agama atau kehendak agama diterapkan dalam negara.