Ayat

Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidak
قَدَرُواْ
mereka mengagungkan
ٱللَّهَ
Allah
حَقَّ
sebenar-benar
قَدۡرِهِۦ
pengagungan-Nya
وَٱلۡأَرۡضُ
dan bumi
جَمِيعٗا
seluruhnya
قَبۡضَتُهُۥ
genggaman-Nya
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡقِيَٰمَةِ
kiamat
وَٱلسَّمَٰوَٰتُ
dan langit
مَطۡوِيَّـٰتُۢ
tergulung/digulung
بِيَمِينِهِۦۚ
dengan tangan kanan-Nya
سُبۡحَٰنَهُۥ
Maha Suci Dia
وَتَعَٰلَىٰ
dan Maha Tinggi
عَمَّا
dari apa
يُشۡرِكُونَ
mereka persekutukan
وَمَا
dan tidak
قَدَرُواْ
mereka mengagungkan
ٱللَّهَ
Allah
حَقَّ
sebenar-benar
قَدۡرِهِۦ
pengagungan-Nya
وَٱلۡأَرۡضُ
dan bumi
جَمِيعٗا
seluruhnya
قَبۡضَتُهُۥ
genggaman-Nya
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡقِيَٰمَةِ
kiamat
وَٱلسَّمَٰوَٰتُ
dan langit
مَطۡوِيَّـٰتُۢ
tergulung/digulung
بِيَمِينِهِۦۚ
dengan tangan kanan-Nya
سُبۡحَٰنَهُۥ
Maha Suci Dia
وَتَعَٰلَىٰ
dan Maha Tinggi
عَمَّا
dari apa
يُشۡرِكُونَ
mereka persekutukan
Terjemahan

Mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya. Padahal, bumi seluruhnya (ada dalam) genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
Tafsir

(Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya) yakni mereka tidak mengenal Allah dengan pengenalan yang sebenarnya; atau, mereka tidak mengagungkan-Nya dengan pengagungan yang sesungguhnya sewaktu mereka menyekutukan-Nya dengan selain-Nya (padahal bumi seluruhnya) lafal ayat ini menjadi Hal dan maksud dari lafal Jamii'an ialah bumi yang berlapis tujuh itu (dalam genggaman kekuasaan-Nya) maksudnya berada di dalam kekuasaan dan tasharuf-Nya (pada hari kiamat dan langit digulung) dilipat menjadi satu (dengan tangan kanan-Nya) yakni dengan kekuasaan-Nya (Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan) bersama-Nya.
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggamannya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. Firman Allah ﷻ: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. (Az-Zumar: 67) Yakni orang-orang musyrik itu tidak menghargai Allah dengan penghargaan yang sebenarnya karena mereka telah menyembah selain-Nya bersama Dia.
Padahal Allah Mahabesar, tiada yang lebih besar daripada-Nya, lagi Mahakuasa atas segala sesuatu, Yang memiliki (menguasai) segala sesuatu, dan segala sesuatu itu berada di bawah takdir dan kekuasaan-Nya. Mujahid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikap orang-orang Quraisy. As-Saddi mengatakan, mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa seandainya mereka mengagungkan-Nya dengan pengagungan yang sebenarnya, tentulah mereka tidak mendustakan-Nya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. (Az-Zumar: 67) Mereka adalah orang-orang kafir yang tidak beriman kepada kekuasaan Allah atas diri mereka. Maka barang siapa yang beriman bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, berarti dia telah mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. Dan barang siapa yang tidak beriman kepada hal tersebut, berarti dia tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.
Banyak hadis yang menerangkan makna ayat ini, dan cara memahami ayat seperti ini dan yang semisal dengannya ialah menurut pemahaman ulama Salaf. Yaitu memahaminya sesuai dengan apa adanya, tetapi tanpa menggambarkannya dan tanpa menyimpangkannya. Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. (Az-Zumar: 67) Bahwa telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari Ibrahim, dari Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang menceritakan bahwa pernah datang seorang pendeta Yahudi kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya kami menjumpai bahwa Allah ﷻ menjadikan langit pada satu jari tangan dan bumi pada satu jari tangan lainnya, dan pepohonan pada satu jari tangan, dan air serta manusia pada satu jari tangan, sedangkan makhluk lainnya pada satu jari tangan, lalu Allah berfirman, 'Aku adalah raja'." Maka Rasulullah ﷺ tertawa sehingga gigi seri beliau kelihatan karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu, kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggamannya pada hari kiamat. (Az-Zumar: 67), hingga akhir ayat.
Imam Bukhari meriwayatkan pula di lain tempat pada kitab sahihnya, juga Imam Ahmad, Imam Muslim, Imam Turmuzi, Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya, bagian dari kitab sunnahnya masing-masing; semuanya melalui Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Ubaidah, dari Ibnu Mas'ud r.a. dengan lafaz yang semisal. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah r.a. yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepada Nabi ﷺ, dia berasal dari Ahli Kitab. Lalu lelaki itu bertanya, "Hai Abul Qasim, aku akan menceritakan kepadamu bahwa Allah ﷻ memikul semua makhluk di atas suatu jari, langit di atas suatu jari, bumi di atas suatu jari, dan air serta manusia di atas suatu jari." Maka Rasulullah ﷺ tertawa hingga gigi serinya kelihatan; dan Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. (Az-Zumar: 67), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnul Asyqar, telah menceritakan kepada kami Abu Kadinah, dari Ata, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa seorang Yahudi bersua dengan Rasulullah ﷺ yang sedang duduk, lalu si Yahudi itu bertanya, "Hai Abul Qasim, bagaimanakah pendapatmu tentang suatu hari (yang pada hari itu) Allah menjadikan langit di atas ini (seraya memperagakan dengan jari telunjuknya), dan bumi di atas ini, dan gunung-gunung di atas ini, dan semua makhluk di atas ini (pada masing-masingnya ia memperagakannya dengan jari telunjuknya)." Lalu Allah menurunkan firman-Nya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. (Az-Zumar: 67), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam kitab tafsir, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Ad-Darimi, dari Muhammad ibnus Silt, dari Abu Ja'far, dari Abu Kadinah alias Yahya ibnul Muhallab, dari Ata ibnus Sa'ib, dari Abud Duha Muslim ibnu Sabih dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui jalur ini.
". Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Afir, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahmah ibnu Khalid ibnu Musafir, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Allah menggenggam bumi dan menggulung langit dengan tangan kanan (kekuasaan)-Nya, kemudian berfirman, "Akulah Raja, di manakah sekarang raja-raja bumi? Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui jalur ini secara tunggal. Dan Imam Muslim meriwayatkannya dari jalur lain. -: ". Imam Bukhari di tempat yang lain mengatakan, telah menceritakan kepada kami Miqdam ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami pamanku Al-Qasim ibnu Yahya, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar r.a., dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah ﷻ menggenggam bumi pada hari kiamat dengan satu jari tangan-Nya, dan langit dengan tangan kanan-Nya.
Kemudian Dia berfirman, "Akulah Raja." Imam Bukhari melalui jalur ini telah meriwayatkannya secara tunggal pula; dan Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur lain. Imam Ahmad telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain dengan lafaz yang lebih panjang daripada ini. Untuk itu ia mengatakan: ". telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abdullah ibnu AbuTalhah, dari Ubaidillah ibnu Miqsam, dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pada suatu hari membaca ayat ini di atas mimbarnya, yaitu firman-Nya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.
Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Az-Zumar: 67) Dan Rasulullah ﷺ memperagakannya dengan tangannya seraya menggerakkannya ke arah depan dan ke belakang, lalu bersabda: Tuhan memuji diri-Nya sendiri, "Akulah Tuhan Yang Mahaperkasa, Akulah Tuhan Yang Mahabesar, Akulah Raja, Akulah Tuhan Yang Mahamulia. Maka mimbar bergetar menggoyangkan Rasulullah ﷺ sehingga kami mengira mimbar itu akan terbalik menjungkalkan Rasulullah ﷺ (karena kuatnya getaran). Imam Muslim dan Imam Nasai serta Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hadis ini melalui Abdul Aziz ibnu Abu Hazim; Imam Muslim dan Ya'qub ibnu Abdur Rahman menambahkan, dari Abu Hazim, dari Ubaidillah ibnu Miqsam, dari Ibnu Umar r.a. dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Menurut lafaz Imam Muslim, dari Ubaidillah ibnu Miqsam, sehubungan dengan hadis ini disebutkan bahwa ia memandang Abdullah ibnu Umar r.a. untuk melihat bagaimana Nabi ﷺ memperagakannya. Disebutkan bahwa Allah ﷻ mengambil langit dan bumi dengan tangan-Nya, lalu berfirman, "Akulah Raja." Dan Nabi ﷺ menggenggamkan jari jemarinya, lalu membukanya seraya bersabda, "Akulah Raja," sehingga aku (Ibnu Umar r.a.) melihat mimbar yang dinaiki Nabi ﷺ seakan-akan bergerak-gerak dimulai dari bagian bawahnya, hingga aku mengira bahwa apakah mimbar akan terjatuh bersama Rasulullah ﷺ Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Saif, telah menceritakan kepada kami Abu Ali Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Abbad Al-Minqari, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Munkadir yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ membaca ayat berikut di atas mimbar, yaitu firman-Nya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. (Az-Zumar: 67) sampai dengan firman-Nya: Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Az-Zumar: 67) Maka mimbar yang dinaiki oleh beliau ﷺ itu bergerak sebanyak tiga kali; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Al-Hafiz Abul Qasim alias ImamTabrani telah meriwayatkannya melalu hadis Ubaid ibnu Umair, dari Abdullah ibnu Amr r.a. dan Imam Tabrani mengatakan bahwa hadis ini sahih. ImamTabrani di dalam kitab Al-Mu jamui Kabir-nya mengatakan: ". telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mu'awiyah Al-Atabi, telah menceritakan kepada kami Hassan ibnu Nafi', dari Sakhr ibnu Juwairiyah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Salim Al-Qaddah, dari Ma'mar ibnul Hasan, dari Bakr ibnu Khunais, dari Abu Syaibah, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Jarir r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepada sejumlah orang dari sahabatnya: Sesungguhnya aku akan membacakan kepada kalian beberapa ayat dari akhir surat Az-Zumar, maka barang siapa di antara kalian yang menangis (karena mendengarnya), dipastikan baginya surga.
Lalu Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya mulai dari: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. (Az-Zumar: 67) hingga akhir surat. Maka di antara kami ada yang menangis, ada pula yang tidak menangis. Lalu orang-orang yang tidak menangis berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah berusaha sekuat tenaga untuk menangis, tetapi tidak mau menangis juga." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya aku akan membacakannya kembali kepada kalian, maka barang siapa yang tidak dapat menangis, hendaklah ia berpura-pura menangis. Hadis ini garib (aneh) sekali, dan lebih aneh lagi adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Tabrani pula di dalam kitab Mujamul Kabirnya.
Yaitu: telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Murtsad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Malik Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya Allah ﷻ berfirman, "Ada tiga perkara yang sengaja Aku sembunyikan dari hamba-hamba-Ku; seandainya seseorang melihatnya, tentulah dia tidak akan melakukan suatu keburukan pun selamanya. Dan seandainya Aku singkapkan tabir penutup-Ku, lalu ia melihat-Ku, tentulah ia merasa yakin dan mengetahui bagaimana yang Aku lakukan terhadap makhluk-Ku.
Yaitu ketika Aku datangkan mereka dan Aku genggam langit dengan tangan-Ku, kemudian Aku genggam pula bumi, lalu Aku berfirman, 'Akulah Raja, tiada yang memiliki kerajaan selain Aku.' Sekiranya Kuperlihatkan kepada mereka surga dan semua kebaikan yang telah Kusediakan buat mereka di dalamnya, maka barulah mereka meyakininya. Dan seandainya Aku perlihatkan kepada mereka neraka dan semua keburukan yang ada di dalamnya yang telah Kusediakan bagi mereka, maka barulah mereka meyakininya.
Tetapi sengaja Aku menyembunyikan semuanya itu dari mereka agar Aku dapat mengetahui (secara nyata) apakah yang akan dikerjakan oleh mereka; dan Aku telah menjelaskannya kepada mereka. Sanad hadis ini mutaqarib (yang mempunyai banyak kemiripan) yang melaluinya sejumlah hadis yang cukup banyak diriwayatkan; hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui."
Dalam ayat-ayat yang lalu, Allah digambarkan sebagai Pencipta dan Pemilik segala, dan Nabi Muhammad diperintah untuk menolak ajakan orang-orang musyrik Mekah untuk menyembah selain Allah. Ayat-ayat berikut membawa kecaman terhadap orang-orang musyrik tersebut. Dan ketahuilah bahwa dengan ajakan menyekutukan Allah itu, mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya, padahal bumi dengan seluruh isi-nya berada dalam genggaman tangan-Nya pada hari Kiamat, dan demikian pula langit dengan seluruh lapisannya digulung oleh Allah dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dari segala apa yang tidak wajar bagi-Nya dan Mahatinggi Dia dari segala apa yang mereka persekutukan dengan-Nya. 68. Dan ketahuilah bahwa ketika sangkakala pun ditiup oleh malaikat Israfil, maka matilah semua makhluk yang ada di langit dan juga makhluk yang ada di bumi, kecuali mereka yang dikehendaki Allah untuk mati pada saat yang lain sesudah itu. Kemudian sesudah waktu berlalu sekian lama, sangkakala itu ditiup sekali lagi, maka seketika itu dengan serta merta mereka bangun dari kuburnya menunggu keputusan Allah bagi diri masing-masing.
Pada ayat ini, Allah mencela perbuatan kaum musyrikin Mekah karena menyembah berhala dan patung, mengingkari kebesaran dan kekuasaan-Nya. Allah juga mengingatkan betapa besar nikmat yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka. Seakan-akan yang berkuasa dan memberi karunia itu adalah patung-patung yang tidak berdaya yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri. Alangkah rendahnya jalan pikiran mereka dengan mengagungkan suatu yang hina dan tak berdaya. Allah selanjutnya menegaskan bahwa bumi ini seluruhnya berada dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat, demikian pula langit tergulung di tangan kanan-Nya. Jika langit dan bumi semuanya berada dalam genggaman-Nya, maka siapakah lagi yang lebih besar, lebih agung, lebih berkuasa dari Allah? Apakah mereka mengagungkan patung-patung itu sedang patung-patung itu adalah sebagian kecil saja dari langit dan bumi? Mengenai ayat ini, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud sebuah hadis:
Telah datang salah seorang pendeta kepada Rasulullah ﷺ dan berkata kepadanya, "Hai Muhammad, sesungguhnya aku menemui (dalam kitab kami) bahwa Allah Yang Mahaperkasa meletakkan langit di salah satu jarinya, bumi di jari yang lain, pohon-pohon di jari yang lain, air dan tanah di jari yang lain, dan makhluk-makhluk lainnya di jari yang lain pula, lalu Dia berkata, 'Akulah raja." Rasulullah ﷺ tertawa mendengar kata-kata pendeta itu sehingga kelihatan gerahamnya tanda setuju. Kemudian Nabi ﷺ membaca ayat 67 ini.
Tentang penggambaran langit dan bumi dalam genggaman-Nya, mungkin dapat dipahami dengan makna bahwa alam ini dalam kekuasaan-Nya. Bagaimana hakikat yang sebenarnya dari keadaan bumi yang berada dalam genggaman Allah, kita tidak tahu. Hal itu termasuk masalah-masalah yang gaib, yang harus diterima sebagaimana yang diterangkan Allah. Yang mesti diyakini sepenuhnya adalah Allah tidak dapat diserupakan dengan suatu apa pun. Firman Allah:
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. (asy-Syura/42: 11)
Kemudian Allah menutup ayat ini dengan menyatakan bahwa mempersekutukan Allah dengan makhluk lainnya apalagi dengan sesuatu yang remeh tak berdaya seperti patung-patung itu adalah perbuatan sesat dan menyesatkan. Maha Suci Allah dari segala paham itu dan tidak layak bagi kekuasaan dan keagungan-Nya untuk dipersekutukan dengan yang lain.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEMBALILAH KEPADA ALLAH!
Ayat 60 ini masihlah ada sambungannya dengan ayat-ayat yang sebelumnya yang berangkai sejak ayat 53, yang melukiskan betapa kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya yang ingin memohonkan ampun dan bertobat, lalu kembali kepada jalan yang benar. Selama nyawa masih dikandung badan pintu tobat masih tetap terbuka. Tetapi orang yang masih berkeras saja di dalam kufur, maka di akhirat kelak tidak ada waktunya lagi buat bertobat. Sebab di sana keadilan akan ditegakkan. Maka di dalam ayat 60 ini ditegaskanlah kembali nasib buruk orang yang kufur, tidak mau percaya itu.
Ayat 60
“Dan pada hani Kiamat akan engkau lihat orang-orang yang berbuat dusta atas Allah, mukanya akan dihitamkan."
Ungkapan kata “muka dihitamkan" ini banyak juga terpakai dalam kata-kata sehari-hari. Orang yang dikuras, dibuka rahasianya di muka hakim, disimbabkan dan dijemur di muka umum kesalahan yang telah diperbuatnya, meskipun dia telah mencoba mengemukakan berbagai dalih untuk mengelak, dengan jawab yang berbelit-belit, hitamlah mukanya karena telah terbongkar rahasianya dan terbuka kehinaannya.
Orang yang tadinya dihormati orang, disegani, disangka seorangyang jujur, pada suatu hari tertangkap basah karena berbuat sesuatu yang curang, hitamlah mukanya dan tidaklah sanggup dia lagi melihat wajah orang banyak. Betul-betul dia kehilangan muka. Sebab muka adalah gambaran dari perasaan hati. Orang yang biasa jujur, kelihatan jernih mukanya. Seorang penjahat kelihatan hitam mukanya. Raut muka halus sekali buat membayangkan isi batin seseorang. Sebab itu maka tersebut dalam sebuah hadits Nabi ﷺ dari Abu Sa'id Al-Khudri,
“Awaslah kamu akan firasat orang yang beriman karena sesungguhnya dia memandang dengan nur (cahaya) Allah." (HR Tirmidzi)
Maka akan hitamlah wajah orang-orang yang di masa hidupnya telah berdusta terhadap Allah itu, karena diri mereka telah dihinakan. Kedudukan yang mentereng masa di dunia fana tidak ada harga lagi, walaupun sebesar zarrah. Kemudian di ujung ayat datanglah kepastian dari Allah, tetapi berupa pertanyaan,
“Bukankah di dalam neraka Jahannam tempat tetap bagi orang-orang yang menyombongkan dini?"
Di mana lagi, kalau bukan di sana?
Kembali kepada muka yang dihitamkan. Sesungguhnya muka yang dihitamkan, adalah sebagai imbalan dan sikap sombong di waktu hidup di dunia dahulu. Orang-orang yang sombong itu pun selalu terbayang kesombongannya pada raut mukanya. Maka muka yang dihitamkan ialah timbalan dari muka yang memperlihatkan kesombongan di kala hidup di dunia.
Ayat 61
“Dan Allah akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka."
Di ayat ini jelaslah bahwasanya seseorang yang mencapai martabat takwa ialah sesudah menempuh jihad yang hebat dan dahsyat, terutama jihad dengan hawa nafsunya sendiri. Tidaklah ada dalam perjalanan hidup hendak menegakkan takwa yang akan bertemu dengan jalan datar bertabur kembang semata, bahkan sebaliknya. Duri dan onak, akar dan rotan bersilang siur di tengah jalan. Tidak ada iman yang tidak kena ujian. Setapak demi setapak perjalanan pasti bertemu rintangan. Apabila manusia sudah saat melepaskan dirinya karena imannya dari rintangan itu, naiklah martabat takwanya. Artinya dia telah menang. Kemenangan-kemenangannya itulah yang menyebabkan keselamatan mereka dari adzab, “Tidaklah mereka akan disentuh oleh yang buruk" lagi. Sebab berbagai kepahitan telah mereka alami di dunia,
“Dan tidaklah mereka akan berduka cita."
Yang akan menyebabkan seseorang berduka cita tidak akan disaatinya lagi. Tidak disenang dan digembirakan. Dia ditinggi dan dimuliakan sehingga penyesalan seperti yang dilukiskan Allah pada ayat 56, 57, dan 58 di atas tadi tidaklah akan timbul dari mereka yang diselamatkan oleh Allah itu.
Ayat 62
“Allah-lah pencipta segala sesuatu."
Kalau tidaklah disebutkan tiap-tiap sesuatu, bukan saja yang besar, bahkan yang sekecil-kecilnya pun.
“Dan Dia atas tiap-tiap sesuatu itu adalah melindungi"
Cara Allah melindungi itu kadang-kadang memang sangat menakjubkan kita. Kadang-kadang pelindungan itu Dia berikan dalam bentuk keseimbangan. Misalnya tentang melindungi kesuburan pohon kayu, Allah menjadikan daun-daun kayu yang telah tua gugur dari tampuknya. Dia amat berguna untuk memelihara kesuburan bumi yang ada di keliling pohon itu. Dan naungan dahan-dahan yang masih berdaun muda lebat sangat besar faedahnya bagi menyegarkan udara.
Kadang-kadang kita perhatikan betapa sangat besar pelindungan dari burung-burung untuk memakan ulat-ulat. Sebenarnya ulat-ulat itu perlu. Tetapi bila dia telah berlebih dari kadarnya, dia bisa merusakkan tanaman. Tiba-tiba datang burung-burung, dimakannya ulat-ulat itu sehingga hidupnya tanaman dilindungi dari kehancuran.
Orang-orang penganut agama Mormon yang yakin menganut agamanya dan pindah membuat negeri di Salt Lake City di Amerika Serikat di tempat perpindahannya yang baru itu telah menanam gandum untuk persediaan makanan mereka. Setelah datang musim menyabit kelihatan gandum itu sangat subur, buahnya sangat lebat dan mereka telah berbesar hati. Tiba-tiba kelihatan menghitam di udara sebangsa kumbang (wereng, pianggang hitam) yang akan hinggap menghisap sari buah gandum itu, beribu-ribu banyaknya. Kalau kumbang itu hingga akan musnahlah harapan setahun. Tiba-tiba di saat kumbang itu mulai hinggap satu demi satu muncullah serombongan burung putih sebesar merpati, beratus-ratus pula banyaknya. Mereka serang ku mbang-kumbang pemakan gandum itu, sehingga dalam beberapa jam saja musnah semua.
Ketika almarhum Profesor Sarjito masih hidup, beliau menyatakan keajaiban Allah melindungi nyamuk dari kemusnahan. Meskipun sudah nyata bahwa nyamuk adalah tempat bersarangnya basil penyakit malaria atau penyakit kura, tetapi Allah tidak mau rupanya kalau makhluk kecilnya itu musnah sama sekali. Sebab itu ketika manusia mensaat racun pembasmi nyamuk (DDT), hanya pada permulaannya saja racun itu bisa memusnahkan nyamuk. Beberapa waktu kemudian sudah ada nyamuk yang kebal kena racun nyamuk tersebut.
Cuma manusia jualah yang kadang-kadang tidak mengetahui hikmah Ilahi lebih mendalam, sehingga mereka membuat kerusakan di atas bumi sesudah diatur oleh Allah begitu indah, begitu serasi dan seimbang. Di zaman kita sekarang ini timbullah keluhan tentang kekotoran udara (polusi) karena asap minyak, asap bensin, asap pabrik, asap batu bara dan alat pembakar lainnya. Kemudian telah datang keluhan lagi karena lautan pun sudah mulai kena kekeruhan aliran air yang bercampur racun dari selokan pabrik, atau dari kapal tangki yang tenggelam atau pecah sehingga beribu ton minyak tumpah ke laut dan berjuta ikan mati. Di tahun 1975 orang tercengang melihat beribu-ribu ekor ikan, besar dan kecil terdampar mati ke tepi pantai di Selat Teberau di antara Pulau Singapura dengan Pantai Johor. Pada sungAl-sungai penting di Eropa telah pernah pula terjadi hal yang demikian, beribu-ribu bahkan berjuta ikan mati terdampar. Ini semuanya adalah dari kesalahan buatan tangan manusia, yang kian lama kian dirasakan di zaman sekarang. Sebab itu maka akhir-akhir ini manusia pun membuat gerakan keinsafan agar bersama memelihara alam anugerah Allah. Misalnya agar rimba jangan dibiarkan terbakar, erosi hendaklah dijaga jangan sampai terjadi, jangan sembarangan menebang kayu.
Ayat 63
“Kepunyaan-Nyalah kendati semua langit dan bumi."
Di tangan Allah terpegang kedali atau kemudi segala yang di langit dan segala di bumi. Dia yang menentukan ke mana akan dibawanya dan bagaimana akan akhirnya. Semua berjalan bergerak beredar ataupun menetap menurut peraturan yang telah Dia tentukan dengan sempurna, bukan dengan kacau. Bertambah diselidiki alam ini secara saksama dan secara ilmiah bertambah pula timbul keyakinan bahwa semuanya dikendalikan dengan sempurna dan teratur sekali. Tidak ada masuk walaupun sebagian paling kecil aturan yang lain dari aturan Allah.
“Dan orang-orang yang tidak mau percaya kepada ayat-ayat Allah, itulah orang-orang yang rugi."
Dia menjadi sangat rugi, karena dia tidak mensaat rahasia dan nikmat, dia tidak mengetahui inti sari dari ilmu. Sebab itu dia tidak mensaat makrifat, sehingga hidupnya sendiri tidak bernilai.
Ayat 64
“Katakanlah!"
Hai Rasul-Ku kepada orang-orang yang telah menempuh jalan yang sesat,
“Apakah kepada yang selain Allah kamu suiuh aku menyembah, wahai orang-orang yang bodoh?"
Apakah kelebihannya yang lain itu maka-nya kamu suruh pula aku menyembahnya? Apakah kelebihan dari berhala yang terbuat dari kayu atau dari batu, yang kamu buat dengan tangan kamu sendiri, kamu bentuk menurut angan-angan dan khayat kamu? Yang sudah nyata tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudharat. Itu yang kamu suruh aku menyembahnya?
Ayat 65
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada engkau."
Di hadapan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad ﷺ “Dan kepada mereka yang sebelum engkau." Yaitu kepada sekalian nabi-nabi dan rasul-rasul yang diutus sebelum Nabi Muhammad ﷺ, baik yang membawa syari'at untuk disampaikan kepada manusia, ataupun yang semata-mata menerima wahyu saja untuk menegakkan syari'at Nabi yang mendahuluinya."(Yaitu), ‘Sesungguhnya jika kamu mempersekutukan,'" mempersekutukan yang lain dengan Allah, memandang ada lagi yang berkuasa dalam alam ini selain Allah, atau memandang ada lagi yang patut disembah atau dipuja selain Allah."Niscaya akan gugurlah amalmu." Segala amalan dan perbuatanmu di atas dunia ini dengan sendirinya sudah gugur tidak ada harganya lagi, tidak diterima lagi oleh Allah, karena persembahan kamu tidak bulat satu lagi kepada Allah, melainkan telah bercabang kepada yang lain.
“Dan sesungguhnya akan termasuklah kamu dalam golongan orang-orang yang rugi"
Dalam ayat ini jelas dan tegas bahwa disiplin yang keras tentang tauhid itu dimulai terlebih dahulu pada diri nabi-nabi sendiri. Tidak ada seorang Nabi pun yang mengajak orang menduakan Allah, mengadakan pula ada Tuhan lain selain Allah. Tidak ada seorang nabi pun yang mengatakan bahwa dirinya sendiri adalah Tuhan pula di samping Allah. Walaupun Nabi Isa al-Masih yang meng-anggapnya menjadi Tuhan atau anak Tuhan, atau Allah sendiri ialah Isa itu dan isa itulah yang Allah, sekali-kali tidak ada Isa al-Masih mengajarkan demikian.
Maka kalau ada misalnya seorang nabi mendakwakan dirinya Tuhan, atau menyeru manusia supaya menyembah Allah, maka segala amal usaha, perjuangannya dan dakwahnya kepada manusia gugur dan hancur sama sekali, tidak ada artinya lagi.
Ayat 66
“Bahkan, ‘Allah! Sembahlah Dia!'"
Allah saja yang Tuhan, tidak ada Tuhan yang lain. Dan Pencipta, sebab itu Dia yang berhak buat disembah. Inilah hakikat agama! Inilah penyerahan diri yang timbul dari kesadaran. Penyerahan diri dengan kesadaran kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa itulah yang bernama Islam!
“Dan termasuklah engkau dalam golongan orang-orang yang bersyukur."
Karena dengan timbulnya keyakinan, iman dan takwa yang patut disembah itu hanya satu, tidak berbilang, menjadi jelaslah pula kepada kesyukuran itu akan engkau sampaikan. Yaitu kepada Allah Yang Esa itu, tidak kepada yang lain.
MANUSIA TIDAK INSAF TERHADAP ALLAH
Ayat 67
“Dan tidaklah mereka memuliakan Allah dengan setepat-tepat kemuliaan."
Yang dituju dengan pangkal ayat ini ialah orang-orang yang mengaku percaya kepada adanya Allah tetapi menggambarkan kemuliaan dan ketinggian Allah menurut khayatnya yang tidak tepat itu. Ada yang menyukai kekuasaan Allah, tetapi disembahnya berhala dan dimintanya kepada berhala itu supaya menyampaikan permohonannya kepada Allah. Usahkan memuliakan, bahkah dia telah me-nurunkan martabat Allah. Ada pula yang mengatakan bahwa Tuhan itu beranak dan anak-Nya itu perempuan belaka. Malaikat itu adalah anak-Nya semua. Sebab itu maka malaikat itu menurut taksiran mereka adalah perempuan semua. Ada pula yang mengatakan bahwa manusia ini telah berdosa, yaitu dosa yang diterima manusia sebagai warisan dari Nabi Adam dan Hawa yang telah melanggar larangan Allah memakan buah khuldi. Tetapi oleh karena belas kasihan-Nya kepada manusia, lalu Allah itu mengirim putra-Nya yang tunggal ke dunia untuk menebus dosa manusia itu dengan mati di atas kayu salib. Putra-Nya itu ialah Isa at-Masih. Tetapi Isa al-Masih itu adalah Allah juga sebenarnya, cuma dia menjelma jadi anak-Nya. Maka dalam diri Isa al-Masih (Yesus Kristus) itu terkandunglah tiga oknum, yaitu Allah sebagai bapak, Allah sebagai putra, yaitu Isa al-Masih dan Ruhul Qudus. Maka yang Ruhul Qudus itu ialah Allah dan yang Allah itu ialah Isa al-Masih dan Isa al-Masih itu ialah Ruhul Qudus.
Semuanya ini tidaklah memuliakan Allah dengan setepat-tepat kemuliaan. Karena bertambah didalami bertambah kacau. Sehabis semuanya ini adalah jalan pikiran mereka sendiri, yang diputuskan di dalam suatu musyawarah yang mereka namai konsili. Sedang di dalam kitab Injil sendiri tidak ada satu ayat pun mengatakan demikian."Padahal bumi seluruhnya dalam genggamam-Nya pada hari Kiamat" tidak ada kekuasaan lain yang mencampuri-Nya, baik yang lain itu malaikat atau yang lain itu manusia dan tidaklah tepat satu kekuasaah di saat yang sangat genting dan menentukan jika terpegang pada banyak tangan."Dan semua langit tergulung di dalam tangan kanan-Nya."
Tiap-tiap cerita semacam ini, baik di dalam Al-Qur'an ataupun dalam hadits maksudnya yang utama ialah mendekatkan pahamnya kepada kita. Namun hakikat yang sebenarnya lebih dari itu, karena dia adalah bersangkut-paut dengan hakikat kudrat Iiahiyah yang mutlak, yang tidak terikat oleh sesuatu bentuk dan tidak terbatas.
“Mahasuci Dia dan Mahatinggi, dari apa yang mereka pensekutukan itu."
Yang diambil kesimpulan bahwasanya kekuasaan Allah yang qadim, awal tidak ber-permulaan dan baaqiy, akhir yang tidak ada kesudahan, adalah Mahasuci dan Mahatinggi daripada cara memuliakan yang tidak tepat itu, yang sampai mengatakan Dia bersekutu dengan yang lain atau Dia beranak perempuan dan anak perempuan itu malaikat semua. Atau Dia mengutus anak ke dunia penebus dosa manusia dengan mati disalib, tetapi anak itu Dia sendiri; amat sucilah Allah dan Mahatinggilah Dia dari segala kepercayaan yang salah taksiran itu.
Ayat 68
“Dan ditiuplah serumu sangkakala."
Serunai sangkakala diberi nama dalam kitab-kitab bahasa Melayu lama terhadap serunai yang akan diembuskan di hari Kiamat itu. Di dalam hadits disebutkan bahwa malaikat yang ditentukan busa menipu itu bernama Israfil.
“Maka tersungkurlah barangsiapa yang di semua langit dan di bumi." Yaitu tersungkur mati. Bunyi tiupan serunai sangkakala itu membuat mati segala yang masih hidup; “Kecuali barangsiapa yang dikehendaki Allah."
Tentang mereka yang dikecualikan oleh Allah ini macam-macam pula ditafsirkan orang. Ada satu riwayat yang dibawakan dari Ibnu Abbas bahwa yang dikecualikan itu ialah -malaikat Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail (Malaikat Maut). Setelah tinggal yang berempat itu dimatikan Allah lebih dahulu Mikail dan Israfil. Kemudian itu Malaikat Maut (Izrail) dan akhir sekali matilah Malaikat Jibril.
Ada pula riwayat bahwa yang dikecuali-kan itu ialah Nabi Musa. Dan ada pula lain riwayat dari Abu Hurairah, bahwa yang dikecualikan itu ialah orang-orang yang mati syahid. Sebab berkali-kali Allah menjelaskan bahwa orangorang yang mati syahid tidak mati, melainkan hidup terus. Tetapi Qatadah menerangkan dengan jelas bahwa tidak kita ketahui siapa yang dikecualikan itu, hanya Allah yang tahu.
Tetapi kita pun saat juga agaknya berpikir bahwa semua yang masih hidup, baik di langit ataupun di bumi dimatikan Allah setelah serunai pertama Itu berbunyi. Tapi orang yang telah meninggal lebih dahulu tidak akan mati lagi, sebab mereka telah mati sejak jutaan tahun sebelumnya. Maka serunai sangkakala yang pertama itu ialah panggilan Allah supaya mati, kepada siapa yang masih hidup. Ada yang dikecualikan oleh Allah. Maka kita ikuti pensaat Qatadah, bahwa tidak kita ketahui siapa yang dikecualikan itu.
“Kemudian itu ditiup pula sekali lagi." Berapa jarak di antara tiupan pertama yang menyebabkan segala yang hidup mesti mati dengan tiupan kedua yang menghidupkan kembali, tidaklah kita diberitahu. Abu Hurairah mendengar dari Nabi bahwa jarak itu empat puluh. Tetapi tidak terang 40 harikah, 40 bulan, 40 tahun, 40 ribu tahunkah? Hal itu tidaklah diberitahu kepada kita. Itu adalah semata-mata ilmu Allah.
“Tiba-tiba mereka pun tegaklah semuanya dalam keadaan menunggu."
Yaitu bangun dari mautnya, hidup kembali dalam kehidupan yang baru, yang bernama hidup akhirat. Kehidupan kembali itulah yang bernama Qiyamah.
Makhluk semuanya yang telah dihidupkan kembali itu menunggu, apakah gerangan sikap yang akan diambil oleh Allah. Karena pada waktu itu ingatan akan tajam kembali mengingatkan masa-masa yang lampau. Berapa lama pula masa menunggu itu tidaklah pula saat diketahui.
Ayat 69
“Maka bersinar-sinarilah bumi dengan cahaya Tuhan-Nya."
Bumi yang dimaksudkan itu tentu bukan bumi yang sekarang lagi. Bumi itu semuanya menjadi sinar-seminar bercahaya gemilang. Bukan dari sebab cahaya matahari, melainkan dari cahaya Allah sendiri yang meliputi alam lahir dan batin, benda dan nyawa. Semuanya diliputi oleh kebesaran Ilahi dan kekuasaan-Nya. Orang yang berbuat baik diliputi oleh sinar Allah sebagai Yang Pengasih, Yang Penyayang dan Yang Penuh Rahmat. Yang merasa bersalah diliputi oleh sinar keadilan, tidak ada penyesalan kepada Ilahi melainkan ketundukan dan pengakuan."Dan dikembangkanlah kitab." Yaitu kitab catatan tentang amal dan usaha hamba-hamba Allah di kala hidupnya yang lampau, karena dari sana akan diambil ketentuan ke mana mereka akan diantarkan."Dan didatangkanlah nabi-nabi dan saksi-saksi." Beliau-beliau itu, Nabi-nabi didatangkan, demikian juga saksi-saksi (syuhada), orang-orang yang meninggal dalam kemuliaan karena menegakkan jalan Allah. Menurut setengah ahli tafsir, saksi-saksi di sini ialah orang-orang yang mati syahid. Karena derajat mereka ditinggikan sehingga turut dihadirkan bersama-sama nabi-nabi menyaksikan hari yang mulia dan penuh sinar itu, hari Allah akan menentukan keputusan tentang nasib manusia. Setelah ahli tafsir mengatakan bahwa syuhada yang turut didatangkan bersama nabi-nabi itu ialah Malaikat Hafazhah yang mencatat dan menyimpan catatan amalan manusia. Mereka didatangkan untuk turut menjadi saksi."Dan diputuskanlah di antara mereka dengan benar." Tidak ada yang teraniaya dan tidak pula ada yang menerima ganjaran mulia karena berbuat salah. Semuanya tepat, benar, dan adil.
“Kemudian itu tidaklah mereka dianiaya."
Karena tidaklah Allah berkepentingan untuk keuntungan diri sendiri dengan berbuat aniaya.
Ayat 70
“Dan disempurnakannya bagi tiap-tiap diri apa yang mereka amalkan."
Disempurnakan sama juga arti dengan dibayar penuh, tidak ada yang kurang. Kalau seseorang berbuat kebajikan walaupun kecil dan walaupun dia telah lupa, namun Allah tidaklah lupa.
“Dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan itu."
Sehingga kadang-kadang tercenganglah orang yang berbuat baik karena tiba-tiba dia mensaat pahala besar atas perbuatan baik yang dianggapnya kecil saja. Atau seseorang yang menyangka perbuatan yang dikerjakan karena riya, semata ingin pujian manusia, tiba-tiba di akhirat rahasianya itu dibuka Allah, karena Allah lebih tahu.
Ayat 71
“Maka diiringkanlah orang-orang kafir ke dalam neraka berombong-rombongan."
Ramai-ramai, sekelompok-sekelompok. Yang mengiringkan itu tentulah malaikat-ma-laikat yang ditugaskan buat mengiringkan, laksana tentara-tentara pengawalyangbermuka kejam. Sedang rombongan-rombongan yang diiringkan itu tidak saat bertindak lagi menurut kemauannya sendiri. Mereka telah menekur dengan hina sambil berjalan menuju tempat untuk menerima siksaan, “Sehingga bilamana mereka telah datang kepadanya," yaitu kepada neraka Jahannam itu sebagai orang-orang yang hina rendah, “Dibukakanlah pintu-pintunya," oleh malaikat-malaikat yang menjaganya, “Dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Apakah tidak datang kepada kamu rasul-rasul dari kalangan kamu sendiri,"artinya bukan orang yang datang dari tempat lain, melainkan diutus Allah dalam kalangan keluarga mereka sendiri, sebagaimana datangnya Hud dalam kalangan kaum ‘Ad, Shalih dalam kalangan kaum Tsamud, Syu'aib dalam kalangan keluarganya sendiri orang Madyan, dan demikian pula kedatangan Muhammad ﷺ dalam kalangan kaum Quraisy, “Membacakan kepada kamu ayat-ayat Tuhan kamu," tuntunan aqidah dan syari'at, berisi suruhan dan larangan, untuk kebahagiaan kamu belaka."Dan memberi peringatan keras kepada kamu tentang pertemuan di harimu ini?" Bahwa dari jauh hari rasul-rasul itu telah memperingatkan bagaimana hebatnya hari yang kamu hadapi sekarang ini.
“Mereka menjawab, ‘Benar!'" Mereka mengakui terus terang bahwa benar rasul-rasul itu telah datang dari kalangan mereka sendiri dan ayat-ayat Allah itu telah disampaikan selengkapnya. Tidak ada rasul itu yang tidak memenuhi tugasnya dengan lengkap dan sempurna.
‘Tetapi telah pasti berlaku kalimat adzab atas orang-orang yang kafir."
Segala titah perintah Allah telah disampaikan oleh rasul-rasul itu kepada kami. Tetapi kami tidak mau percaya, kami kafir dan menolak. Maka kalau hari ini kami mensaat adzab siksaan begini hebatnya, adalah semuanya sudah semestinya karena kesalahan kami.
Ayat 72
“Dikatakan!"
Artinya bahwa datanglah perintah dari Allah kepada malaikat penjaga-penjaga neraka Jahannam itu agar disampaikan kepada orang-orang yang akan kena siksaan itu."Masuklah kamu sekalian ke dalam pintu-pintu Jahannam, kekallah kamu di dalamnya," karena itulah tempat yang layak sesuai dengan kesalahan dan kedurhakaan kamu.
“Maka amat buruklah tempat bagi orang-orang yang sombong."
Kesombongan, tidak mau mendengarkan anjuran yang baik karena merasa diri lebih pintar atau lebih berkedudukan tinggi yang pantang ditegur, dari sinilah pangkal utama dari nasib yang malang ini.
Di dalara tiap-tiap perjuangan membuat perubahan kepada yang lebih baik, biasanya yang bertahan pada yang lama itu mempertahankan pendiriannya dengan sikap sombong dan permusuhan. Kesombongan adalah salah satu alat penting mereka untuk mendindingdiri dari dimasuki perubahan. Padahal kesombongan tidaklah saat bertahan di hadapan kebenaran.
Ayat 73
“Dan diiringkan pulalah orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka ke dalam surga berombong-rombongan."
Di pangkal ayat 71 dan pangkal ayat 73 sama-sama disaati kata “Wa siiqa", yang kita artikan diiringkan. Boleh juga diartikan diantarkan. Boleh juga diartikan diarak. Ketiga arti ini terpakai dalam bahasa Indonesia (Melayu). Sama saja terpakai untuk orang jahat yang diiringkan ke neraka dengan untuk orang bertakwa yang diiringkan ke surga. Perubahannya ialah pada cara mengiringkan dan siapa yang mengiringkan. Kalau orang berbuat dosa diiringkan ke dalam neraka, maka meng-iringkannya itu tentulah malaikat yang bertindak sebagai polisi pengawal untuk menjaga jangan sampai orang yang diiringkan itu lari dari pengawalan. Adapun orang yang bertakwa yang diiringkan ke dalam surga diiringkan oleh pengawal kehormatan. Keduanya sama-sama berombong-rombongan. Tetapi yang pertama berombongan sebagai orang hukuman dan yang kedua berombong-rombongan sebagai orang-orang yang dihormati dan dimuliakan, “Sehingga apabila mereka telah datang kepada-nya." Yaitu datang kepada surga yang disediakan buat tempat tinggal mereka itu.
“Dan dibukakan pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Selamat sejahteralah bagi kamu! Berbahagialah kamu! Maka masuklah ke dalamnya dalam keadaan kekal.'"
Di sini kita pun melihat perbedaan cara penyambutan. Bagi rombongan yang ditentukan masuk neraka Jahannam, baru saja mereka datang pintu terbuka, yang mula-mula mereka terima ialah cercaan dan penyesalan malaikat penjaga neraka. Mengapa sampat terlempar kemari. Tidakkah rasul Allah telah datang tempo dulu dan rasul itu bukan orang lain, melainkan keluarga kamu sendiri. Mereka memang mengakui bahwa mereka bersalah, tetapi nasib buruk tidak saat dielakkan lagi. Maka dibukalah pintu-pintu Jahannam dan disuruh kekal menderita di dalam. Adapun kepada rombongan-rombongan yang ditentukan ke dalam surga, baru saja sampai ke pekarangan surga itu, langsunglah pintu dibukakan oleh malaikat penjaga dan kepada mereka diucapkan salam selamat datang, selamat berbahagia, dan dipersilakan masuk untuk menikmati anugerah dan balasan jasa langsung dari Ilahi, yang kekal untuk selamanya. Dan mereka pun dengan bersyukur menerima nikmat itu.
Ayat 74
“Dan mereka berkata, ‘Alhamdulillah, (segala puji bagi Allah) yang telah memenuhi kepada kami akan janji-Nya.'"
Sebab telah berkali-kali Allah menyampaikan janji-Nya dengan perantaraan rasul-rasul-Nya bahwasanya barangsiapa yang beriman dan beramal saleh, akan ditempatkanlah mereka di dalam tempat yang mulia di dalam surga yang penuh nikmat. Dan sekarang janji itu telah terbukti dan telah kami terima."Dan telah diwariskan bumi kepada kamiyaitu bumi dalam suasana yang lain sebagai ganti dari bumi yang sekarang, lebih mulia dan lebih indah."Kami tempati di dalam surga di mana kami sukai." Janji ini dan persediaan tempat di mana disukai ini tertera pula dengan jelas di dalam surah ash-Shaff ayat 11 dan 12, yaitu bahwa untuk orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, disertai kesukaan berjuang berjihad menegakkan sabilillah (jalan Allah) dengan harta-benda dan jiwa raga akan diberikan berbagai keuntungan. Pertama, segala dosa akan diampuni. Kedua, akan dimasukkan ke dalam surga-surga (bukan satu surga saja) dan disediakan pula rumah-rumah tempat tinggal, bukan satu rumah, dan di samping itu disesuaikan pula yang lain-lain, apa saja yang diingini. Sebab itu maka indah sekali firman Allah di ujung ayat,
“Sebaik-baik ganjaranlah bagi orang-orang yang beramal."
Sebagai imbalan dari seburuk-buruk tempAllah yang disediakan bagi orang yang durhaka dan kafir tidak mau menerima ajakan rasul menuju jalan yang selamat.
Sesudah datanglah ayat penutup surah, yang menggambarkan bagaimana Allah mem-perlihatkan kebesaran dan kekuasaan-Nya.
Ayat 75
“Dan akan engkau lihat malaikat-malaikat melingkar-lingkar keliling Arsy."
Setelah di ayat sebelumnya dijelaskan pembagian manusia, di antara yang hidup durhaka lalu diantarkan berombong-rombongan ke pintu neraka dan di antara yang taat, lalu diantarkan pula dengan serba penghormatan ke dalam surga yang pintunya selalu terbuka karena yang akan masuk tidak ada lain, melainkan orang-orang yang diberi kemuliaan oleh Allah, maka datanglah ayat terakhir ini mengisahkan pula keadaan malaikat. Kepada Nabi Muhammad ﷺ dikatakan bahwa beliau akan melihat kelak malaikat-malaikat itu terbang, berkeliling melingkari Arsy. “Mereka mengucapkan tasbih dengan memuji Tuhan mereka." Karena nikmat Allah itu selalu berlipat ganda dan rahmat-Nya tiada pernah putus, meliputi alam semesta, maka merasa kagumlah malaikat dengan kebesaran Allah lalu mengucapkan tasbih dan tahmid, puji-pujian sepanjang masa. “Dan telah diputuskan di antara mereka dengan benar."
Artinya ialah karena bahwa segala perkara telah putus dan keputusan yang diberikan Allah adalah adil dan benar. Baik terhadap manusia ataupun terhadap malaikat, ataupun terhadap makhluk yang lain seperti setan dan Iblis; mereka pun telah mensaat hukumnya yang setimpal, keadilan telah berdiri. Kebenaran tegak. Sebab itu semuanya tidak lain,
“Dan dikatakanlah, ‘Segala puji bagi Allah, Tuhan Sarwa Sekalian Alam.'"
Ibnu Katsir menguraikan tentang rombongan demi rombongan, beriring berarak menuju surga diiringkan oleh malaikat-malaikat yang mulia.
“Itukah perkabaran tentang orang-orang yang berbahagia karena mereka orang yang beriman dalam satu arak-arakan yang mulia menuju surga, berombong-rombongan, jamaah demi jamaah. Mula-mula sekali ialah orang-orang muqarrabuun (yang terdekat derajatnya di sisi Allah). Sesudah itu orang-orang al-Abraar (yang hidup dalam kebajikan), berturut-turut kedudukan masing-masing. Semua menurut golongannya; nabi-nabi sesama nabi, orang-orang shiddiq bersama shiddiqiin, syuhada bersama syuhada, ulama bersama ulama pula, tiap-tiapnya serombongan dengan sehaluan (corps), “Maka apabila mereka telah sampai kepadanya," yaitu sampai ke pintu-pintu surga sesudah melalui shiraath (titian) terhentilah terganahlah mereka di satu penyeberangan antara surga dan neraka. Di sana diselesaikan terlebih dahulu kekusutan yang timbul antara mereka sesama mereka ketika sama-sama di dunia. Maka apabila telah saat diselesaikan dan dibersihkan, barulah mereka diizinkan meneruskan perjalanan ke surga.
Seterusnya Ibnu Katsir menguraikan dan menghubungkannya dengan hadits tentang tiupan serunai sangkakala, bahwa sesampai di luar surga bermusyawarahlah mereka sesamanya, tentang kepada siapa akan dimintakan tolong memohonkan kepada Allah agar mereka diizinkan masuk ke dalam surga. Mulanya mereka datang kepada Nabi Adam, tetapi beliau tidak sanggup memulainya. Lalu mereka datang kepada Nabi Nuh, sesudah itu kepada Nabi Ibrahim, sesudah itu kepada Nabi Musa, sesudah itu kepada Nabi Isa, dan paling akhir kepada Nabi Muhammad ﷺ Maka pada diri beliaulah baru terkabul keinginan itu, untuk menunjukkan bagaimana kemuliaan Muhammad di atas sekalian nabi-nabi dan manusia di mana pun jua. Dan telah berjumpa di dalam sebuah hadits shahih dirawikan oleh Muslim dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
Aku adalah yang mula-mula memberikan syafaat di surga kelak." (HR Muslim)
Dan pada lafaz hadits yang lain, riwayat Muslim juga,
Akulah orang yang mula-mula mengetuk pintu surga." (HR Muslim)
Dan satu hadits lagi yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, berkata Rasulullah ﷺ,
Aku datang ke pintu surga di hari Kiamat lalu aku minta bukakan pintu. Maka berkatalah juru kunci, ‘Siapa engkau?'" Aku jawab, ‘Muhammad'.' Lalu berkata juru kunci itu, ‘Lantaran engkau aku diperintah, jangan dibukakan pintu untuk siapa pun sebelum engkau!'"
Dari Umar bin Khaththab r.a., ia berkata,
Nabi ﷺ bersabda,
“Tidak ada di antara kamu seorang yang berwudhu lalu disempurnakannya wudhunya itu, kemudian dibacanya, Aku naik saksi tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, melainkan akan dibuka untuknya pintu-pintu surga yang delapan dan dia akan masuk dari pintu yang mana dia kehendaki." (HR Muslim)
Dan sebuah lagi hadits yang dirawikan dari Mu'az bin Jabal, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda,
“Anak kunci surga ialah La llaha haiallah." (HR Imam Ahmad)
Semoga dari segala uraian ini, termasuklah kita jadi umat Muhammad yang sejati dan diberi kita kesempatan buat bersama berdiri di sisi Nabi ﷺ ketika menyaksikan malaikat-malaikat melingkar-lingkari keliling Arsy Ilahi, mengucapkan tasbih dan tahmid; dan turut bersama seluruh alam mengucapkan, “Segala puji Allah Sarwa Sekalian Alam." Amin.
Selesai tafsir surah az-Zumar.