Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُبَلِّغُونَ
(mereka) menyampaikan
رِسَٰلَٰتِ
risalah-risalah
ٱللَّهِ
Allah
وَيَخۡشَوۡنَهُۥ
dan mereka takut kepada-Nya
وَلَا
dan tidak
يَخۡشَوۡنَ
mereka takut
أَحَدًا
seseorang/apapun
إِلَّا
kecuali/selain
ٱللَّهَۗ
Allah
وَكَفَىٰ
cukuplah
بِٱللَّهِ
bagi Allah
حَسِيبٗا
pembuat perhitungan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُبَلِّغُونَ
(mereka) menyampaikan
رِسَٰلَٰتِ
risalah-risalah
ٱللَّهِ
Allah
وَيَخۡشَوۡنَهُۥ
dan mereka takut kepada-Nya
وَلَا
dan tidak
يَخۡشَوۡنَ
mereka takut
أَحَدًا
seseorang/apapun
إِلَّا
kecuali/selain
ٱللَّهَۗ
Allah
وَكَفَىٰ
cukuplah
بِٱللَّهِ
bagi Allah
حَسِيبٗا
pembuat perhitungan
Terjemahan
(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, dan takut kepada-Nya serta tidak merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.
Tafsir
(Yaitu orang-orang) lafal Al Ladziina menjadi Na'at atau sifat dari lafal Al Ladziina yang sebelumnya (yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya, dan mereka tiada merasa takut kepada seorang pun selain kepada Allah) mereka tidak takut kepada perkataan manusia dalam hal melaksanakan apa yang telah dihalalkan oleh Allah buat mereka. (Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan) yakni yang memelihara amal-amal makhluk-Nya dan yang menghisab mereka.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 39-40
(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan. Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Allah ﷻ memuji mereka yang disebutkan dalam firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah. (Al-Ahzab: 39) kepada makhluk-Nya dan menunaikan semua yang dipercayakan kepada mereka. mereka takut kepada-Nya. (Al-Ahzab: 39) Mereka hanya takut kepada Allah, dan tidak takut kepada seorang pun selain Dia.
Oleh karena itu, maka tiada kekuasaan seorang pun yang dapat mencegah mereka dari menyampaikan risalah-risalah Allah ﷻ Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.(Al-Ahzab: 39) Artinya cukuplah Allah sebagai Penolong dan Pembantu. Dan penghulu manusia dalam menjalankan misi kedudukan ini, bahkan dalam semua kedudukan, adalah Muhammad Rasulullah ﷺ Karena sesungguhnya dia telah menunaikan risalah ini dan menyampaikannya kepada semua penduduk belahan timur dan belahan barat, hingga kepada semua Bani Adam. Allah telah memenangkan kalimah-Nya, agama-Nya, dan syariatNya atas semua agama dan semua syariat. Dan sesungguhnya nabi-nabi sebelumnya hanya diutus kepada kaumnya semata, sedangkan beliau ﷺ diutus untuk semua makhluk, baik yang Arab maupun non-Arab, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya: Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua. (Al-A'raf: 158) Kemudian tugas penyampaiannya itu diwarisi oleh umatnya sesudah dia tiada.
Orang yang paling berjasa dalam hal ini adalah para sahabatnya radiyallahu 'anhum. Mereka telah menyampaikan darinya sebagaimana apa yang telah dia sampaikan kepada mereka dalam semua perkataan, perbuatan, dan sepak terjangnya di malam dan siang harinya, dalam perjalanan dan di tempat kediamannya, dan dalam kesembunyian dan keterang-keterangannya. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka dan membalas mereka dengan pahala yang memuaskan mereka.
Kemudian sesudah mereka tugas ini diwarisi pula oleh pengganti mereka secara estafet sampai kepada masa kita sekarang ini. Maka hanya orang-orang yang mendapat petunjuklah yang mengikuti jejak mereka, dan hanya orang-orang yang mendapat taufiklah yang menempuh jalan mereka. Untuk itu kita memohon kepada Allah ﷻ semoga Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang dapat menggantikan mereka. Allah Mahamulia lagi Maha Pemberi Karunia. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Bukhturi, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: iangan sekali-kali seseorang di antara kalian menghina dirinya sendiri bila ia melihat perintah Allah yang memerlukan pembelaannya, kemudian ia tidak membelanya.
Maka Allah akan bertanya, "Apakah yang mencegahmu untuk tidak membelanya? Lalu ia mengatakan, "Ya Tuhanku, aku takut kepada manusia. Maka Allah akan berfirman, "Akulah seharusnya yang lebih ditakuti. Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abdur Razzaq, dari As-Sauri, dari Zaid ibnu Amr ibnu Murrah. Ibnu Majah meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Abdullah ibnu Numair dan Abu Mu'awiyah, keduanya dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Firman Allah ﷻ: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu. (Al-Ahzab: 40) Sesudah ini dilarang menyebutkan Zaid anak Muhammad. Dengan kata lain, Muhammad ﷺ bukan ayah Zaid, sekalipun Nabi ﷺ telah menjadikannya sebagai anak angkatnya. Karena sesungguhnya tidak ada seorang anak lelaki pun bagi-Nabi ﷺ yang hidup sampai mencapai usia balig. Sesungguhnya Nabi ﷺ mempunyai tiga orang putra dari Siti Khadijah r.a., yaitu Al-Qasim, At-Tayyib, dan At-Tahir yang semuanya meninggal dunia ketika masih kecil. Beliau mempunyai putra pula dari Mariyah Al-Qibtiyyah, yaitu Ibrahim; tetapi ia pun meninggal dunia saat dalam usia penyusuan. Nabi ﷺ mempunyai empat orang anak perempuan dari Siti Khadijah, Yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah r.a. Tetapi tiga orang putrinya telah wafat di masa beliau ﷺ masih hidup. Sedangkan Fatimah r.a. adalah yang terakhir hingga ia merasa kehilangan Nabi ﷺ saat beliau wafat. Kemudian ia pun wafat pula enam bulan sesudah Nabi ﷺ wafat. Firman Allah ﷻ: tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab: 40) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. (Al-An'am: 124) Ayat 40 surat Al-Ahzab ini merupakan nas yang menunjukkan bahwa tidak ada nabi lagi sesudahnya, dan apabila sudah tidak ada nabi lagi, maka terlebih lagi rasul. Karena kedudukan rasul bersifat lebih khusus daripada kedudukan nabi.
Dengan kata lain, setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak sebaliknya. Hal ini telah disebutkan oleh banyak hadis mutawatir dari Rasulullah ﷺ melalui riwayat sejumlah para sahabat radiyallahu 'anhum. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami. Abu Amir Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari At-Tufail ibnu Abu Ka'b, dari ayahnya, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Perumpamaanku di kalangan para nabi sama dengan seorang lelaki yang membangun sebuah gedung, ia melakukan pekerjaannya dengan baik dan sempurna.
Tetapi ia membiarkan suatu bagian yang tidak dirampungkannya. Maka manusia meliput bangunan tersebut dan mereka merasa kagum dengan keindahan bangunan itu seraya berkata, "Andaikata bagian ini dirampungkan pembangunannya (alangkah indahnya bangunan ini). Maka perumpamaanku di kalangan para nabi adalah seperti bagian tersebut. Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui Bandar, dari Abu Amir Al-Aqdi dengan sanad yang sama, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Hadis lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Al-Mukhtar ibnu Fulful, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada rasul dan tidak pula ada nabi sesudahku. Maka hal tersebut dirasakan amat berat bagi orang-orang, lalu beliau bersabda, "Tetapi yang masih ada adalah berita-berita yang menggembirakan." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan mubasysyirat (hal-hal yang menggembirakan itu)?" Beliau ﷺ menjawab: Mimpi seorang muslim, hal ini merupakan suatu bagian dari kenabian. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi melalui Al-Hasan ibnu Muhammad Az-Za'farani, dari Affan ibnu Muslim dengan sanad yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih garib karena melalui riwayat Al-Mukhtar ibnuFulful. Hadis lain. ". Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaim ibnu Hayyan, dari Sa'id ibnu Maina, dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Perumpamaanku dan perumpamaan para nabi sama dengan seseorang yang membangun sebuah gedung, dia membangunnya dengan sempurna dan indah, terkecuali suatu bagian darinya. Maka setiap orang yang masuk ke dalamnya menyaksikan keindahannya mengatakan, "Alangkah indahnya gedung ini terkecuali bagian ini. Maka akulah bagian tersebut dan para nabi semuanya ditutup olehku.
Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Turmuzi meriwayatkan melalui berbagai jalur dari Salim ibnu Hayyan dengan sanad yang sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini ditinjau dari segi jalurnya sahih garib. Hadis lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Perumpamaanku dan para nabi lainnya seperti seseorang yang membangun sebuah gedung, dia menyempurnakan bangunannya terkecuali suatu bagian darinya. Maka aku datang, lalu menyempurnakan bagian itu.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim secara tunggal melalui Al-A'masy dengan sanad yang sama. Hadis lain. [] "." Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Ubaid Ar-Rasibi yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abut Tufail r.a. mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Tiada kenabian sesudahku, kecuali hanya mubasysyirat. Ketika ditanyakan "Apakah mubasysyirat itu (berita-berita yang menggembirakan). Rasulullah ﷺ menjawab, "Mimpi yang baik, atau, "Mimpi yang saleh. Hadis lain. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hamam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang pernah diceritakan kepada kami oleh Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan para nabi sebelumku bagaikan seorang lelaki yang membangun perumahan, lalu dia membangunnya dengan sempurna, baik dan indah, terkecuali suatu bagian darinya yang terletak di salah satu sudutnya.
Maka orang-orang mengelilingi bangunan itu dan mereka merasa kagum dengan bangunan-bangunannya seraya berkomentar, "Mengapa tidak diselesaikan bagian ini hingga bangunanmu menjadi sempurna? Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Akulah yang dimaksud dengan bagian itu. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui riwayat Abdur Razzaq. Hadis lain: diriwayatkan pula melalui Abu Hurairah r.a. ". Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub, Qutaibah, dan Ali ibnu Hajar. Mereka mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Aku dianugerahi keutamaan di atas para nabi dengan enam perkara: Aku dianugerahi jawami'ul kalim, aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang mencekam hati musuh), ganimah dihalalkan bagiku, bumi ini dijadikan masjid lagi suci dan mensucikan bagiku, aku diutus kepada semua makhluk, dan para nabi ditutup olehku.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Ismail ibnu Ja'far, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Hadis lain. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Perumpamaanku dan perumpamaan para nabi sebelumku bagaikan seorang lelaki yang membangun sebuah gedung, dia membangunnya dengan sempurna terkecuali suatu bagian tempat diletakkannya sebuah bata, lalu aku datang dan menyempurnakan bagian tersebut. Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Kuraib yang keduanya meriwayatkannya melalui Abu Mu'awiyah dengan sanad yang sama.
Hadis lain." Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Suwaid Al-Kalbi, dari Abdul A'la ibnu Hilal As-Sulami, dari Al-Irbad ibnu Sariyah r.a. yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda kepadanya: Sesungguhnya aku benar-benar telah dicatat di sisi Allah sebagai penutup para nabi, sedangkan Adam benar-benar masih berbentuk tanah liatnya. Hadis lain." Az-Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya aku mempunyai beberapa nama: Akulah Muhammad, akulah Ahmad, akulah Al-Mahi yang artinya Allah menghapuskan kekufuran melaluiku, akulah Al-Hasyir yang artinya manusia digiring di bawah kedua telapak kakiku; dan akulah Al-Aqib yang artinya tidak ada nabi lagi sesudahku.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abdullah ibnu Hubairah, dari Abdur Rahman ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr menceritakan hadis berikut, bahwa pada suatu hari Rasulullah ﷺ keluar menemui kami seakan-akan seperti seseorang yang hendak mengucapkan selamat tinggal, lalu beliau ﷺ bersabda: Akulah Muhammad Nabi yang ummi -sebanyak tiga kali- tidak ada nabi lagi sesudahku; aku dianugerahi semua pembuka, semua gabungan dan semua penutup kalimah-kalimah.
Aku mengetahui berapa banyak juru kunci neraka dan para malaikat pemikul 'Arasy Dan aku dibawa melewati (sirat), aku diselamatkan dan umatku juga diselamatkan. Maka dengarkanlah dan taatilah selagi aku masih berada di antara kalian. Dan apabila aku sudah tiada, berpegang teguhlah kalian kepada Kitabullah; halalkanlah apa yang dihalalkannya dan haramkanlah apa yang diharamkannya. Imam Ahmad meriwayatkannya secara tunggal. Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula melalui Yahya ibnu Ishaq, dari Ibnu Lahi'ah, dari Abdullah ibnu Hubairah, dari Abdullah ibnu Syuraih Al-Khaulani, dari Abu Qais maula Amr ibnul 'As, dari Abdullah ibnu Amr r.a., lalu disebutkan hadis yang semisal.
Hadis-hadis lain yang semisal dengan ini cukup banyak. Termasuk rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya ialah Dia mengutus Muhammad ﷺ kepada mereka. Kemudian termasuk penghormatan dari-Nya kepada mereka ialah Dia menutup para nabi dan para rasul dengan Nabi Muhammad ﷺ, dan Allah telah menyempurnakan agama-Nya yang hanif melalui Nabi Muhammad ﷺ Allah ﷻ telah memberitakan di dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya (yaitu sunnahnya yang mutawatir) bahwa tidak ada nabi lagi sesudahnya. Dinyatakannya hal ini agar mereka mengetahui bahwa barang siapa yang mengaku-ngaku dirinya menyandang gelar ini sesudah ia tiada, maka dia adalah seorang pendusta, pembual, pemalsu, sesat, dan menyesatkan. Sekalipun orang yang mengaku-ngaku menjadi nabi atau rasul itu dapat mengeluarkan berbagai macam perkara yang bertentangan dengan hukum alam, atau mendatangkan berbagai macam sihir, sulap, dan magis; maka semuanya itu kesesatan belaka menurut orang-orang yang mempunyai akal.
Sebagaimana yang telah diberikan oleh Allah kepada Al-Aswad Al-Anasi dan Musailamah Al-Kazzab di Yamamah, yaitu berupa berbagai macam keadaan yang merusak dan kata-kata yang dingin, yang semuanya itu diketahui oleh setiap orang yang mempunyai akal sehat dan pandangan hati serta pengertian yang benar, bahwa keduanya pendusta lagi sesat; semoga Allah melaknat keduanya. Demikian pula halnya setiap orang yang mengaku-ngaku hal tersebut sampai hari kiamat, hingga orang terakhir mereka, yaitu Al-Masihud Dajjal.
Setiap orang dari kalangan para pendusta itu dengan berbagai macam perkara yang diciptakan oleh Allah untuknya, semuanya telah diketahui oleh para ulama dan orang-orang mukmin, bahwa orang yang mendatangkan hal seperti itu adalah pendusta. Hal ini pun merupakan salah satu dari belas kasihan Allah terhadap makhluk-Nya. Sesungguhnya mereka yang berperilaku demikian pada kenyataannya tidak pernah memerintahkan kepada kebajikan, tidak pula mencegah perkara yang mungkar, melainkan hanya secara kebetulan saja, atau mereka sengaja melakukannya untuk tujuan-tujuan lain yang tertentu.
Karena itulah maka mereka sangat parah dalam kedustaan dan kedurhakaannya, baik dalam ucapan maupun perbuatannya, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa. (Asy-Syu'ara: 221-222) Lain halnya dengan keadaan para nabi, karena sesungguhnya mereka sangat prima dalam hal kebajikan, kebenaran, kejujuran, istiqamah, dan keadilan dalam semua ucapan dan perbuatan mereka. Mereka selalu memerintahkan kepada kebajikan dan melarang kemungkaran, selain itu mereka didukung oleh berbagai macam mukjizat yang gamblang dan bukti-bukti yang sangat jelas yang menunjukkan akan kebenaran mereka. Semoga salawat dan salam Allah tercurahkan buat mereka selama-lamanya selama masih ada langit dan bumi."
Nabi-nabi terdahulu itu adalah orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah dan syariat-syariat Allah kepada manusia; mereka takut hanya kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan amal perbuatan manusia secara cepat dan cermat. ' (Lihat juga: al-Anbiy'/21: 47)40. Orang-orang musyrik, Yahudi, dan munafik tidak henti-hentinya mempersoalkan pernikahan Rasulullah dengan Zainab. Mereka meng-ejek Nabi karena menikahi mantan istri anaknya; mereka menganggap status anak angkat sama dengan anak kandung. Allah lalu menegaskan, 'Muhammad itu bukanlah bapak kandung dari seseorang laki-laki dewasa di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dia adalah nabi terakhir yang menjadi bapak rohaniah bagi seluruh umat. Karena itu, janda Zaid bin ''ri'ah dapat dinikahi oleh Rasulullah. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang kalian lakukan. '.
Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa rasul-rasul yang mendahului Nabi Muhammad itu telah melaksanakan sunatullah. Mereka adalah orang-orang yang penuh dengan ketakwaan dan keikhlasan dalam beribadah. Mereka juga orang-orang yang menyampaikan syariat-syariat Allah, sangat takut kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada selain-Nya. Nabi Muhammad pun diperintahkan untuk menjadikannya teladan dalam melaksanakan sunatullah, dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
DARI HAL PERKAWINAN NABI ﷺ DENGAN ZAINAB BINTI JAHASY
Ayat 37
“Dan (ingatlah) tatkala engkau berkata kepada orang yang diberi nikmat oleh Allah kepadanya dan engkau pun telah memberi nikmat kepadanya,"
Orang yang diberi Allah ﷻ nikmat dan Nabi ﷺ pun memberinya nikmat pula ialah Zaid bin Haritsah. Allah ﷻ memberinya nikmat karena semasa masih kecil telah jadi hamba sahaya, dibeli oleh Khadijah lalu dihadiahkan oleh Khadijah kepada suaminya ﷺ, sehingga oleh karena wahyu liahi turun ke atas diri Nabi, dia pun turut mendengarkan sehingga terbukalah hatinya menerima Islam dan termasuklah dia dalam lingkungan “as-Saabiqquunal awwaluuna," orang-orang yang mula pertama menerima Islam.
Nabi ﷺ pun memberikan nikmat kepadanya, karena dia segera dimerdekakan dan diangkat pula jadi anak sehingga disebut oranglah dia Zaid bin Muhammad, dan sangat dia dikasihi Nabi seperti mengasihi putrinya, Siti Fatimah, juga layaknya. Kemudian di-pinangkan Nabi seorang istri dari kalangan Quraisy bangsawan. Ini semua adalah nikmat yang diberikan Nabi kepadanya.
Tetapi setelah kawin dan bergaul lebih setahun, rumah tangga itu tidaklah bahagia. Meskipun Zainab sebagai seorang perempuan yang beriman telah tunduk kepada kehendak Nabi ﷺ, ternyata dia tidak akur bersuami. Suaminya itu disanggahnya saja, dipandangnya kurang derajatnya dari dia sehingga mengadulah Zaid kepada Rasulullah ﷺ. Lalu Nabi berkata kepadanya, “Pegang teguhlah istrimu dan takwalah kepada Allah."
Di waktu telah jelas oleh Nabi ﷺ bahwa kasih sayangnya kepada Zaid sajalah yang mendorongnya meminangkan saudara sepupunya, anak dari saudara perempuan ayahnya Umaimah, untuk istri dari Zaid itu. Zainab telah mematuhi keputusan Nabi ﷺ. Tetapi hatinya sebagai seorang perempuan yang mempunyai harga diri tidak dapat dipaksa buat kasih mesra kepada suaminya itu. Nabi sendiri pun pernah berdoa kepada Allah SWT,
“Ya Allah, janganlah Engkau sesali aku pada perkara yang aku tidak dapat menguasainya."
Yaitu tentang menyamakan kasih kepada segala istri.
Sekarang setelah perkawinan itu dilangsungkan disangka akan berbahagia, bahkan sebaliknya yang terjadi, sengketa tiap hari. Omelan si perempuan dan kecewa si laki-laki. Di situ telah terbuka pikiran beliau, atau beliau telah mendapat ilham, bahwa perbuatannya meminang Zainab untuk Zaid, sampai memberikan mas kawin secara besar-besaran, tanda cinta kepada anak angkat, kuranglah tepat. Mengapa waktu itu tidak beliau pinang Zainab untuk dirinya sendiri? Bukankah Zainab itu anak perempuan Umaimah binti Abdul Muthalib dan beliau Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib? Bukankah Zainab itu yang sebenarnya adalah sesuai buat dia, bukan buat Zaid?
Tetapi seketika Zaid datang mengadukan halnya, perasaan yang terasa di hatinya itu beliau tekan, lalu beliau berkata kepada Zaid, “Pegang teguhlah istrimu dan takwalah kepada Allah."
“Sedang engkau menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah ﷻ akan menyatakannya." Yang beliau sembunyikan dalam hati itu ialah perasaan beliau tentang tidak tepatnya sikap beliau meminang Zainab buat Zaid. “Dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah-lah yang lebih berhak engkau takuti."
Di ayat pertama dari surah ini, lebih dahulu telah diperingatkan kepada beliau ﷺ bahwa beliau jangan sekali-kali mengikuti keinginan orang-orang kafir dan munafik. Di ayat selanjutnya dijelaskan kepadanya, bahwa yang mesti beliau takuti hanya perintah Allah ﷻ saja, dan untuk melaksanakan perintah Allah itu hendaklah tawakal.
Setelah itu dijelaskan bahwa menyerupakan punggung istri dengan punggung ibu, bukanlah istrimu sudah dianggap haram disetubuhi sebagaimana haramnya menye-tubuhi ibu. Dan telah dijelaskan pula, bahwa anak orang lain yang diangkat jadi anak, tidaklah dia benar-benar jadi anak sendiri. Dia tetap anak orang lain, sebab yang mengalir dalam dirinya bukanlah darah dari orang yang mengangkatnya, melainkan darah ayah kandungnya yang mencampuri ibunya. Dan hendaklah jika memanggil seseorang di-bangsakan kepada ayahnya, jangan kepada orang lain yang mengangkatnya. Ini adalah pegangan yang sudah ditegaskan.
Maka datanglah ayat 37 ini sekarang menjelaskan, bahwa kembali pokok ayat-ayat di pangkal surah. Tergerak di hati Nabi, bahwa Zainab adalah jodoh dirinya, bukan jodoh Zaid. Kalau bercerai Zaid dengan Zainab, beliau tidak salah jika dia kawin dengan Zainab. Yaitu berdasar kepada ayat-ayat di awal surah, bahwa anak angkat bukanlah anak sendiri. Nabi Muhammad ﷺ takut kepada manusia akan melakukan itu. Sebab orang kelak akan menuduhnya mengawini janda dari anak angkat, atau mengawini bekas menantu.
Maka datanglah perintah yang tegas dari Allah, “Maka tatkala telah selesai hubungan Zaid terhadap istrinya, Kami kawinkanlah engkau dengan dia."
Ayat ini turun ialah setelah Zaid menceraikan istrinya juga. Meskipun Rasulullah ﷺ menyuruh memegang teguh istrinya dan menyuruhnya takwa kepada Allah SWT, namun Zaid tidaklah dapat meneruskan pergaulan itu lagi. Itu adalah hak pribadi Zaid yang tidak dapat dicampuri oleh Nabi lagi.
Menurut riwayat yang disampaikan oleh Imam Ahmad yang diterimanya dengan sanad-nya dari Sulaiman bin al-Mughirah dari Anas bin Malik, bahwa setelah habis iddah Zainab dari Zaid, disuruhlah oleh Rasulullah Zaid bin Haritsah itu sendiri pergi menemui Zainab, dan Nabi berpesan, “Pergilah kepadanya dan katakan kepadaku kesan engkau tentangnya,"
Zaid pun pergilah melaksanakan perintah itu. Didapatinya Zainab sedang memperhalus tumbukan tepungnya. Baru saja bertemu, perasaan Zaid sudah jadi lain terhadap jandanya itu, “Aku pandang dia menjadi lebih besar, sehingga aku tidak sanggup lagi seperti biasa buat melihat wajahnya bertentangan." Lalu aku membelakang kepadanya dan aku menghadap ke tempat lain dan aku berkata, “Bergembiralah! Aku diutus oleh Rasulullah ﷺ buat melihat keadaanmu dan minta berita tentang engkau."
Maka menjawablah Zainab, “Saya tidak akan mengambil sesuatu sikap sebelum saya menunggu ketentuan dari Allah ﷻ" Lalu dia pun berdiri dan terus masuk ke tempat shalatnya melakukan shalat. Lalu Al-Qur'an mengenai ayat tersebut pun turunlah. Maka datanglah Rasulullah ﷺ dan masuk ke dalam rumah Zainab dengan tidak meminta izin lagi. Demikian kita salinkan riwayat dari Zaid bin Haritsah sendiri, yang menceritakan dengan segenap kejujuran dan kesetiaan bagaimana berlangsungnya perkawinan Rasulullah ﷺ dengan Zainab setelah sampai iddah Zainab dari perceraian dengan dia.
Dengan firman Allah SWT, “Kami kawin-kawinlah engkau dengan dia," ternyatabahwaAllah ﷻ sendiri dengan wahyunya yang merestui perkawinan itu. Dan Zaid juga menceritakan dalam hadits yangdirawikan oleh Imam Malik, bahwa Nabi ﷺ mengadakan walimah juga, yaitu jamuan perkawinan terhadap sahabat-sahabatnya seketika dia memaklumkan hari perkawinannya itu. Setelah berlangsung perkawinan itu beliau singgah kepada istri-istri yang lain, dan semuanya mengucapkan selamat kepada beliau sambil bertanya, “Bagaimanakah hal-ihwal ahli tuan, ya Rasulullah?" Dan Zaid pun menceritakan pula bahwa dia sendiri pun turut mengantarkan Nabi ﷺ sampai ke rumahnya dengan Zainab itu dan setelah beliau masuk ke dalam, Zaid sendiri pula yang menurunkan kain gordin pembatas bagian dalam yang bernama hariim itu dan Zaid pun pergi.
“Agar supaya tidak ada atas orang-orang beriman keberatan pada istri-istri anak-anak angkat mereka apabila telah selesai hubungannya dengan merekaYaitu supaya tidak ada halangan lagi bagi seseorang mengawini bekas istri dari anak angkatnya apabila telah selesai iddahnya dari sebab perceraian dengan anak angkat itu. Baik karena iddah talak raj'i yang telah habis, atau iddah talak baa'in (talak tiga), atau 4 bulan 10 hari karena iddah wafat.
“Dan adalah ketentuan Allah itu sesuatu yang mesti dilaksanakan."
Allah ﷻ telah menetapkan sesuatu ketentuan atau sesuatu keputusan atau suatu hukum. Yaitu menghabiskan kebiasaan jahiliyyah mengangkat anak orang lain jadi anak sendiri, yang di dalam bahasa Indonesia disebut anak angkat. Di ayat 4 di awal surah sudah dijelaskan, bahwa anak orang lain yang dikatakan jadi anak sendiri, tidaklah benar-benar dia jadi anak dari yang mengangkat itu. Itu cuma kata-kata dengan mulut. Sekarang mengangkat anak itu di zaman jahiliyyah, sebelum ada ketentuan Islam telah terjadi pada Nabi Muhammad ﷺ sendiri, sampai Zaid bin Haritsah disebut Zaid bin Muhammad, malahan sampai dikawinkannya dengan perempuan dari kaumnya sendiri, yaitu Zainab. Tetapi pergaulan Zaid dan Zainab tidak bisa kekal, sampai bercerai. Maka untuk melaksanakan ketentuan Allah ﷻ itu, Nabi Muhammad ﷺ yang pertama wajib melaksanakannya. Kalau tidak demikian, maka ketentuan Allah ﷻ tidak akan berjalan dan tidak akan dipatuhi orang.
Kemudian dijelaskan lagi tekanan suara kepada Rasulullah ﷺ sendiri,
Ayat 38
“Tidaklah ada atas seorang Nabi suatu keberatan pun pada apa yang Allah fardhukan kepadanya".
Barangsiapa yang mendurhakai perintah Allah dan Rasul, dia akan tersesat Itulah disiplin yang keras atas diri seorang yang beriman, baik dia laki-laki atau dia perempuan. Nabi sendiri pun bahkan lebih dari itu. Kalau ketentuan Allah ﷻ sudah datang, dialah yang terlebih wajib memulai menjalankannya, “Demikianlah Sunnah Allah pada mereka-mereka yang telah lalu sebelumnya/' Yaitu nabi-nabi yang dahulu dari Nabi Muhammad ﷺ, mereka mendapat perintah dan mereka pula terlebih dahulu yang melaksanakan perintah itu, untuk dituruti oleh orang banyak. Tidaklah ada seorang nabi pun yang keberatan, walaupun akan menempuh pengorbanan yang hebat.
“Dan adalah ketentuan Allah itu suatu qadanyang telah dihinggakan."
Artinya bahwa perkawinan Nabi dengan Zainab ini adalah qadar atau takdir yang telah ditentukan oleh Allah ﷻ sendiri. Berbagai fitnah dan prasangka pasti akan diperbuat oleh musuh-musuh Islam, namun dalam hati orang yang beriman, perkawinan ini adalah wajar belaka.
Pernahlah Zainab binti Jahasy ini menyatakan syukurnya atas kelebihan dirinya dalam hubungan perkawinannya dengan Rasulullah ﷺ, dan dinyatakannya rasa bahagianya itu kepada Rasulullah sendiri. Dia berkata, “Tiga keistimewaanku daripada istri-istrimu yang lain, ya Rasulullah. Pertama nenekku dan nenek engkau satu. Kedua yang mengawinkan daku dengan engkau Allah Ta'aala sendiri. Ketiga yang menyampaikan berita sebagai utusan ialah Jibril sendiri."
Ayat 39
“(Yaitu) orang-orang yang telah menyampaikan risalah-risalah Allah."
Itulah tugas dari rasul-Rasulullah itu. Yaitu menyampaikan risalah, atau dalam bahasa yang terpakai tiap hari menyampaikan pesan Allah ﷻ bagi keselamatan manusia dan mengatur masyarakatnya agar lebih baik. “Dan mereka pun takut kepada-NyaKarena tiap-tiap nabi itu telah membuat janji dengan Allah SWT; mereka takut akan memungkiri janji. “Dan tidak ada tempat mereka takut seorang pun selain Allah."
Inilah pengaruh iman dan tauhid yang mengisi seluruh rongga hati nabi-nabi. Tidak ada seorang pun atau tidak ada sesuatu pun tempat mereka merasa takut melainkan Allah ﷻ Sebab takut kepada manusia atau benda hanyalah sementara hidup ini. Setinggi-tinggi aniaya yang akan dijatuhkan manusia hanyalah membunuh sampai mati. Padahal bagi orang yang beriman, mati adalah liqaa'a rabbihii, artinya pertemuan dengan Penciptanya. Bahkan orang yang beriman merasa sangat mulia kematiannya kalau dalam keadaan syahid.
“Dan cukuplah dengan Allah sebagai Penghitung."
Tidaklah ada selain Allah ﷻ yang demikian telitinya di dalam menghitung, memerhatikan dan meneliti amal seseorang di kala hidupnya di dunia sehingga tidak ada yang luput dari pertanggungjawaban kelak di akhirat. Sebab itu Rasulullah ﷺ pun di dalam melaksanakan perintah Allah ﷻ mengawini Zainab setelah habis urusannya dengan Zaid, dia tidak boleh segansegan dan takut kepada sesama manusia yang akan menyalahkan beliau mengapa dikawini janda dari anak angkat. Adat anak angkat itulah yang disuruh Allah ﷻ meruntuhnya kepada Nabi, dengan mengawini janda Zaid. Dan akhirnya Allah ﷻ menegaskan lagi,
Ayat 40
“Tidaklah ada Muhammad itu bapak dari seorang laki-laki kamu “
Semua orang yang ada di waktu itu, yang bertemu dengan beliau lalu menyatakan iman kepada ajaran beliau semua adalah sahabatnya. Besar kecil tua dan muda adalah sahabatnya. Semua berhak memangilkan beliau “Ya Rasulullah" atau “Ya Nabi Allah". Dengan takdir Allah ﷻ pula anak-anak beliau yang laki-laki, yaitu Qasim (jadi kunniyat beliau Abui Qasim), Thayib dan Thahir. Kemudian itu setelah di Madinah lahir Ibrahim, meninggal semua di waktu mereka masih kecil. Tinggallah Zaid seorang saja di zaman yang sudah-sudah yang dipanggil Zaid bin Muhammad, padahal bukan anak beliau yang sebenarnya. Sekarang adat istiadat itu dihapus, tidak boleh dipakai lagi. Tidak seorang jua pun yang berhak memanggilnya “Bapak “Tetapi dia adalah Rasul Allah, “Utusan Allah." Dan penutup nabi-nabi." Sesudah beliau tidak ada seorang Nabi pun lagi.
“Dan adalah Allah itu terhadap tiap-tiap sesuatu Maha Mengetahui."
Nabi kita adalah khaatam, yang sama pendapat segala ahli tafsir artinya ialah penutup. Artinya penutup nabi-nabi, tidak ada nabi sesudah beliau lagi. Sedangkan nabi lain tidak ada sesudahnya lagi, apatah lagi rasul. Sebab dengan kedatangan Nabi dan Rasul Muhammad ﷺ sempurnalah syari'at, tidak ada tambahnya lagi.
Tersebutlah dalam sebuah hadits,
“Dari Anas bin Malik, berkata dia, berkaca Rasulullah ﷺ, “Risalah dan nubuwwah telah terputus. Maka tidaklah ada lagi rasul sesudah-ku dan tidak pula nabi." Maka terasa beratlah rupanya hal itu kepada manusia. Lalu beliau berkata pula, “Kecuali al-Mubasysyirat." Lalu mereka bertanya, “Apakah al-Mubasysyirat itu, ya Rasulullah?" Beliau jawab, “Mimpi seorang Muslim. Mimpi itu adalah satu bagian dari nubuwwah." (HR Imam Ahmad dan Tirmidzi)
Sebuah hadits lagi,
“Dari Jabir bin Abdullah, berkata dia, berkata Rasulullah ﷺ, “Perumpamaan daku diumpamakan dengan nabi-nabi adalah seumpama seorang laki-laki membangun sebuah rumah, yang disempurnakannya pembikinannya dan diper-bagusnya kecuali terlowong sebuah batu tembok. Maka barangsiapa yang masuk ke dalam lalu dilihatnya tempat yang kosong dan sebuah batu tembok itu dia berkata, “Alangkah bagusnya rumah ini, sayang sekali tempat yang kosong satu batu tembok ini. Maka akulah tempat untuk satu batu tembok, dengan aku ditutuplah sekalian nabi-nabi." (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Abu Dawud)
Dan sebuah hadits lagi,
“Dari Abu Hurairah, berkata dia, berkata Rasulullah ﷺ, “Dilebihkan aku dari nabi-nabi yang lain dengan enam: (1) Diberikan kepadaku simpulan kata-kata, (2) diberi aku kemenangan dengan menimbulkan rasa takut di hati musuh, (3) dihalalkan bagiku rampasan perang, (4) dijadikan bumi bagiku untuk masjid dan alat bersih, (5) diutus aku untuk makhluk seluruhnya dan (6) ditutup dengan daku sekalian nabi." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah. Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan dan shahih.")
Keutamaan pertama simpulan kata-kata ialah Al-Qur'an sendiri. Keutamaan keempat dijadikan bumi tempat bersujud dan tanahnya bersih ialah karena di mana saja kecuali di tempat yang terang kelihatan bernajis seorang Muslim boleh bershalat mencecahkan kening-nya ke bumi dan bumi itu bersih, sebab itu boleh dijadikan untuk tayamum akan ganti air.
Dan banyaklah lagi hadits-hadits yang lain yang sama isi serta maksudnya menyatakan, bahwa sesudah Nabi Muhammad ﷺ tidak akan ada nabi atau rasul lagi. Pokok aqidah sudah cukup, ibadah sudah teratur dan syari'at pun sudah sempurna. Di dalam surah al-Maa'idah ayat 3 telah tercantum dengan jelas bahwa pada hari itu, yaitu sesudah Haji Wada, agama Islam ini telah disempurnakan dan nikmat telah dilengkapkan dan Islam telah diridhakan sebagai agama. Maka kalau ada orang sesudah Nabi Muhammad ﷺ mengakui dirinya sebagai nabi atau sebagai rasul, orang itu adalah pembohong. Oleh sebab itu, termasuk pembohong paiing besarlah orang-orang sebagaimana Babullah dan Baha Ullah di Persia, yang pertama mendirikan sebuah agama diberinya nama Babiyah dan yang kedua mendirikan agama dinamainya Bahaiyah. Dan pembohong besar pula seorang yang bernama Mirza Ghulam Ahmad mendakwakan dirinya nabi, rasul, Mahdi, Isa al-Masih dan segala macam dakwaan. Ketika mubaligh-mubalighnya mula datang ke Indonesia, mereka mengatakan bahwa hadits “Laa Nabiyya ba'di" (Tidak ada sebarang Nabi pun sesudah aku), ialah nabi yang membawa syari'at. Adapun orang yang semata-mata mengaku jadi nabi saja, tidaklah dikatakan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Tetapi kemudian setelah orang turut menyelidiki ajaran yang disebarkan oleh kaum Ahmadiyah itu, ternyata bahwa kata demikian hanya tipuan saja. Sebab ternyata dia pun mendakwakan dirinya jadi rasul dan bahwa syari'at sendiri menghapuskan syari'at yang dibawa Muhammad ﷺ. Yang paling penting bahwa Mirza Ghulam Ahmad ialah rasul dan nabi yang rnenasikhkan syari'at ajaran Muhammad yang mengatakan berjihad untuk menegakkan agama Allah, kalau perlu dengan pedang adalah wajib. Dengan keras Ghulam Ahmad mengatakan bahwa ajaran yang diterimanya atau wahyu yang diturunkan kepadanya telah menghapuskan syari'at jihad itu, terutama dengan senjata. Bahkan haramlah jihad itu menurut syari'at beliau. Ujungnya ialah wajib bagi kaum Muslimin taat setia kepada Kerajaan Inggris yang telah memberikan perlindungan kepada umat Islam di benua India.
Kian lama kian nyatalah bahwa “Nabi" ini mendapat sokongan keras dari pemerintah Inggris.
Setelah anak benua India merdeka dari penjajahan Inggris, dan India terbagi jadi India dan Pakistan, orang Ahmadiyah ini membuat negeri di bagian Pakistan yang mereka namai Rabwah, akan ganti dari Qadian yang telah termasuk dalam wilayah India, Tetapi setelah mereka kian lama kian merasa kuat kedudukannya di daerah Rabwah itu, mulailah mereka melanggar syari'at nabi mereka, bahkan mulailah mereka berjihad menantang umat islam di Pakistan yang tidak menyetujui mereka dan tidak menerima kenabian Ghulam Ahmad, sampai terjadi mereka menganiaya orang Islam yang melewati daerah mereka. Oleh karena ternyata bahwa mereka telah hendak membuat negara dalam negara yang sah, maka pemerintah Pakistan memutuskan, bahwa Qadiani atau Ahmadi tidaklah termasuk dalam kalangan kaum Muslimin. Mereka dianggap salah satu golongan kecil (minoritas) yang bukan Islam dalam negara Islam Pakistan.
Agama Babiyah menurut keterangan mereka sendiri telah bubar dengan sendirinya, karena digantikan oleh Bahaiyah. Mereka mengatakan bahwa kedatangan Babullah adalah sebagai pembuka jalan bagi kedatangan Baha Ullah, sebagaimana kedatangan Yahya Pem-baptis membuka bagi kedatangan Isa al-Masih menurut kepercayaan orang Kristen. Amerika senang sekali kepada agama Bahaiyah ini, sehingga di Chicago diberi kelapangan mendirikan rumah tempat mereka beribadah. Sebab mereka menganjurkan ajaran yang mereka katakan baru, yaitu perdamaian dunia dan memerlukan suatu bahasa persatuan dunia. Katanya bahasa yang baik buat persatuan dunia ialah bahasa inggris. Dan dalam hal jihad sama ajarannya dengan Mirza Ghulam, yaitu bahwa yang terutama sekali dihapuskan oleh agamanya dari syari'at Muhammad ﷺ ialah jihad fi sabilillah.
Nabi-nabi yang disokong oleh negara-negara penjajah dan kapitalisme dunia ini telah ditimbulkan di akhir-akhir abad kesembilan belas, di waktu penjajahan Barat mulai berkuku dan kesadaran islam mulai timbul di mana-mana. Semangat jihad dan berjuang yang diajarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab di Tanah Arab dan ajaran Said Jamaluddin al-Afghani yang sangat menentang penjajahan Barat Kristen, harus diperangi dengan membuat nabi baru. Tetapi setelah negara-negara Islam merdeka, gerakan-gerakan itu mulai sepi karena pembantu mereka pun tidak memandang perlu mereka lagi.
KEMBALI DARI HAL ZAID DAN ZAINAB
Perkawinan Rasulullah dengan Zainab sesudah diceraikan oleh Zaid ini adalah satu bahan yang sangat bagus yang dijadikan pintu menikam dan menghinakan kepribadian Nabi kita Muhammad ﷺ oleh kaum Zending dan Misi Kristen, untuk menuduh bahwa Nabi kita bukanlah seorang rasul yang patut dipuji, melainkan seorang laki-laki yang penuh hidupnya dengan hawa nafsu sehingga dia jatuh cinta tergila-gila kepada istri dari anak angkatnya sendiri semasa perempuan itu masih jadi menantunya. Kata mereka, karena melihat bahwa Nabi Muhammad ﷺ sudah jatuh cinta kepada istrinya, lalu diceraikannya saja istrinya itu baik-baik. Bunyi yang terkandung dalam ayat 37 yang mengatakan, bahwa Nabi saw, menyembunyikan dalam hatinya apa yang Allah ﷻ akan menyatakannya, dilanjutkan oleh bunyi ayat, “Engkau takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak buat engkau takuti", yang maksudnya, bahwa Allah ﷻ telah memberi isyarat kepada Nabi ﷺ bahwa dia boleh kawin dengan Zainab setelah Zaid menceraikannya, diartikan bahwa Nabi menyimpan rasa cinta kepada Zainab, tetapi dia sembunyikan saja perasaan itu karena takut kepada manusia, padahal yang sepatutnya dia takuti ialah Allah ﷻ
Memang mereka menyusun tuduhan yang timbul dari rasa benci. Sebab itu mereka tidak peduli masuk akalkah tuduhan yang mereka susun itu.
Coba pikirkan! Kalau memang Rasulullah ﷺ jatuh cinta kepada Zainab, bila jatuh cintanya itu? Tidakkah si penyusun cerita memedulikan suatu kenyataan bahwa Zainab itu adalah anak dari saudara perempuan ayahnya? Yaitu Umaimah binti Abdul Muthalib, yang telah dikenalnya sejak kecilnya sampai dibawa pindah sekeluarga ke Madinah? Kalau memang dia mencintainya sejak semula, mengapa Zainab dipinangnya untuk anak angkatnya Zaid? Padahal ketika dia meminang itu belum turun ayat hijab? Yaitu ayat yang melarang leluasa menengok wajah perempuan? Dan kalau dia pinang untuk dirinya sendiri, seluruh kaum Quraisy tidak akan ada yang membantah, bahkan akan mengatakan, bahwa mereka memang jodoh?
Taruhlah, kita turuti sebentar, Beliau jatuh cinta kepada Zainab, anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya, atau saudara sepupunya, salahkah dia kalau perasaan cinta itu disimpannya saja dalam hatinya, tidak diberitahukannya kepada seorang jua pun? Atau mestikah Nabi ﷺ mengarang syair dan sastra untuk memuja-muja Zainab supaya orang tahu? Dan kalau rahasianya itu dipendamnya saja dalam hatinya, itu dijadikan satu kehinaan besar?
Padahal sebagaimana telah kita nyatakan di atas, Allah ﷻ memberi peringatan kepadanya bahwa kalau iddah Zainab dengan Zaid telah habis, Allah ﷻ mengawinkan dia dengan Zainab, namun ketentuan Allah ﷻ itu disimpannya saja, nyaris dia ragu menjalankan. Bahkan ketika Zaid minta izin hendak menceraikan istrinya, beliau memberi nasihat agar istrinya dipegang terus, jangan diceraikan, dan takwa saja kepada Allah ﷻ Malahan di ayat 38 diperingatkan oleh Allah ﷻ kepadanya, bahwa dia sebagai seorang nabi tidak boleh keberatan mengerjakan apa yang difardukan oleh Allah ﷻ Dia merasa takut kepada manusia, bukanlah karena jatuh cinta kepada Zainab, melainkan karena
Allah ﷻ memerintahkan mengawininya setelah iddah Zainab lepas. Karena selama ini anak angkat dipandang orang sebagai benar-benar anak kandung sendiri, sebab itu Zainab dianggap sebagai menantu. Adat jahiliyyah ini yang mesti dibanteras. Dan dia yang harus melaksanakan. Sebagai Rasul dia tidak boleh mundur.
Di sekitar tahun 1938 timbullah polemik paling hebat, terutama dalam majalah yang dipimpin oleh pengarang tafsir ini, di Medan. Majalah yang bernama Pedoman Masyarakat. Sebab Soemandari dan Soeroto, dua orang pemuda terpelajar di masa itu mengarang satu artikel membongkar riwayat perkawinan Zaid dan Zainab dan perceraian Zaid dengan Zainab, lalu Nabi Muhammad saw, mengawini Zainab. Karangan itu tidak lain dari hasil pembacaan mereka atas buku-buku kaum Orientalis dan Zending Misi Kristen yang bermaksud tersembunyi (tendens') menjatuhkan martabat Nabi Muhammad ﷺ, yang maksudnya mengambil kesan bahwa Nabi Muhammad ﷺ telah jatuh cinta terlebih dahulu kepada Zainab sedang Zainab jadi istri anak angkatnya Zaid itu. Ditambah lagi fantasi dengan cerita bahwa ketika Zaid tidak di rumah, Zainab hanya memakai kutang saja, Nabi Muhammad ﷺ datang, lagi nafsu beliau timbul melihat tubuh Zainab.