Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Sulaeman) berkata
نَكِّرُواْ
ubahlah
لَهَا
baginya
عَرۡشَهَا
singgasananya
نَنظُرۡ
kita akan melihat
أَتَهۡتَدِيٓ
apakah dia mengenal
أَمۡ
atau
تَكُونُ
dia adalah
مِنَ
dari/termasuk
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
لَا
(mereka) tidak
يَهۡتَدُونَ
mengenal
قَالَ
(Sulaeman) berkata
نَكِّرُواْ
ubahlah
لَهَا
baginya
عَرۡشَهَا
singgasananya
نَنظُرۡ
kita akan melihat
أَتَهۡتَدِيٓ
apakah dia mengenal
أَمۡ
atau
تَكُونُ
dia adalah
مِنَ
dari/termasuk
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
لَا
(mereka) tidak
يَهۡتَدُونَ
mengenal
Terjemahan
Dia (Sulaiman) berkata, “Ubahlah untuknya singgasananya, kita akan melihat apakah dia (Balqis) mengenali(-nya) atau tidak mengenali.”
Tafsir
(Dia berkata, "Ubahlah baginya singgasananya) yaitu bentuknya sehingga bila kelak ia melihatnya tidak yakin bahwa singgasana itu miliknya sendiri, (maka kita akan melihat apakah dia mengenal) yakni dapat mengetahuinya (ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenalnya") tidak mengetahuinya karena telah mengalami perubahan. Nabi Sulaiman sengaja melakukan hal ini untuk menguji kecerdasan akalnya, karena menurut kata orang-orang dia berakal cerdas. Maka mereka segera mengubah singgasana itu dengan cara menambahi dan mengurangi serta memoles bagian-bagiannya.
Tafsir Surat An-Naml: 41-44
Dia berkata, "Ubahlah baginya singgasananya; maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenal(nya). Dari ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya, "Serupa inikah singgasanamu? Dia menjawab, "Seakan-akan singgasana ini singgasanaku, kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri. Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya), karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir.
Dikatakan kepadanya, "Masuklah ke dalam istana. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman, "Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca. Berkatalah Balqis, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam. Setelah singgasana Balqis didatangkan kepada Nabi Sulaiman sebelum Balqis tiba di hadapannya, maka ia memerintahkan agar singgasana itu dirubah sebagian spesifikasinya (sebagian ciri khasnya) untuk menguji pengetahuan dan kekuatan daya ingatnya saat melihat singgasananya yang telah diubah itu.
Apakah dia dapat menebak bahwa itu adalah singgasananya ataukah tidak dapat menebaknya? Untuk itu Nabi Sulaiman berkata: "Ubahlah baginya singgasananya; maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenalinya).(An-Naml: 41) Ibnu Abbas mengatakan, Sebagian aksesori singgasana itu dilepas. Mujahid mengatakan bahwa Sulaiman a.s. memerintahkan agar apa yang tadinya berwarna merah diubah dengan warna kuning, yang tadinya berwarna kuning diubah menjadi merah, dan yang tadinya berwarna hijau diubah menjadi merah, semua warna diubah dari keadaan semula.
Ikrimah mengatakan bahwa mereka melakukan penambahan dan pengurangan pada singgasana tersebut. Qatadah mengatakan bahwa yang tadinya diletakkan di bagian atas ditaruh di bawah, dan yang tadinya ditaruh di belakang diletakkan di muka, lalu mereka melakukan sedikit modifikasi penambahan dan pengurangan padanya. Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya, Serupa inikah singgasanamu? (An-Naml: 42) Ditampilkan ke hadapan Balqis singgasananya yang telah diubah dan yang telah dimodifikasi dengan sedikit penambahan dan pengurangan.
Namun Ratu Balqis berakal cerdik dan teliti. Selain itu orangnya pandai, berwibawa dan tegas. Maka ia tidak berani tergesa-gesa memutuskan bahwa itu adalah singgasananya, mengingat jarak perjalanan yang sangat jauh (antara Yaman dan Baitul Maqdis). Ia tidak berani pula mengatakan bahwa singgasana itu adalah yang lain, mengingat padanya masih banyak terdapat ciri-ciri khas singgasana miliknya yang masih utuh, hanya telah mengalami modifikasi dan perubahan.
Maka ia mengatakan: Seakan-akan singgasana ini singgasanaku. (An-Naml: 42) Yakni mirip dengannya dan sangat mendekatinya, Ungkapan ini menunjukkan kecerdikan dan kecermatannya. Firman Allah ﷻ: kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 42) Menurut Mujahid, yang mengatakan ini adalah Nabi Sulaiman. Firman Allah ﷻ: Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya), karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir. (An-Naml: 43) Ini pun merupakan kelanjutan dari perkataan Nabi Sulaiman a.s.
menurut pendapat Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, serta selain keduanya. Yakni Nabi Sulaiman mengatakan: kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 42) Sedangkan Balqis dihalang-halangi untuk menyembah Allah semata oleh: apa yang disembahnya selama ini selain Allah, karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir. (An-Naml: 43) Ini menurut apa yang dikatakan oleh Mujahid, Sa'id, dan Hasan; Ibnu Jarir pun mengatakan hal yang sama.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, dapat pula ditakwilkan bahwa damir yang terkandung di dalam firman-Nya, "Wasaddaha," kembali (merujuk) kepada Sulaiman atau kepada Allah ﷻ Yakni Allah atau Nabi Sulaiman mencegahnya untuk menyembah selain Allah, karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir. (An-Naml: 43) Menurut hemat kami, pendapat Mujahid diperkuat oleh firman selanjutnya yang membuktikan bahwa sesungguhnya Balqis baru menampakkan keislamannya hanyalah setelah ia memasuki istana kaca. Firman Allah ﷻ: Dikatakan kepadanya.Masuklah ke dalam istana. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya.t (An-Naml: 44) Demikian itu karena sebelumnya Nabi Sulaiman memerintahkan kepada setan-setan agar membangunkan istana besar dari kaca untuknya, lalu dialirkan air di bawah istana tersebut.
Bagi orang yang tidak mengetahuinya tentu akan menyangkanya air, padahal ada kaca yang menghalang-halanginya. Para ulama berbeda pendapat tentang motivasi yang mendorong Nabi Sulaiman membuat istana kaca tersebut. Menurut suatu pendapat, karena Nabi Sulaiman bertekad akan mengawininya dan menjadikannya sebagai teman hidupnya, mengingat Balqis adalah wanita yang cantik dan mempesona. Tetapi menurut desas-desus, betisnya penuh dengan bulu, dan tumit kakinya seperti tumit kaki hewan (berteracak).
Mendengar berita itu Nabi Sulaiman merasa tidak enak, maka sengaja ia membuat istana tersebut untuk membuktikan kebenaran dari berita tersebut. Demikianlah menurut kisah yang dituturkan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan lain-lainnya. Setelah Balqis memasuki istana itu dan menyingkapkan kainnya dari betisnya, maka Nabi Sulaiman melihat betis dan kakinya sangat indah. Belum pernah ia melihat wanita yang memiliki betis seindah itu, tetapi sayangnya betisnya berbulu.
Karena Balqis adalah seorang ram lagi masih belum bersuami, maka Sulaiman menginginkan agar bulu itu dilenyapkan dari kedua kakinya. Lalu ada yang mengatakan kepadanya bahwa cara melenyapkannya adalah dengan memakai pisau cukur, tetapi tukang cukur mengatakan tidak mampu melenyapkannya. Nabi Sulaiman tidak suka dengan rambut tersebut, akhirnya ia mengatakan kepada jin, "Buatlah sesuatu selain pisau cukur untuk melenyapkan rambut itu." Maka jin membuatkan untuk Nabi Sulaiman obat Nurah yang khusus untuk menghilangkan rambut.
Sejak saat itulah bahan tersebut terkenal sebagai obat pelenyap rambut. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, As-Saddi, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Ruman, bahwa lalu Nabi Sulaiman berkata kepada Balqis, "Masuklah ke dalam istana ini," dengan maksud untuk memperlihatkan kepadanya istana yang lebih megah daripada istananya, dan kerajaan yang jauh lebih besar daripada kerajaannya.
Ketika Balqis memasukinya, ia menduga bahwa istana itu kolam air. Maka ia mengangkat kainnya sehingga kedua betisnya kelihatan, karena ia tidak ragu bahwa ia akan memasuki kolam air. Maka dikatakan kepadanya bahwa itu adalah istana licin yang terbuat dari kaca. Setelah Balqis berdiri di hadapan Sulaiman a.s., maka Sulaiman mengajaknya untuk menyembah Allah ﷻ dan mengecam penyembahan dia terhadap matahari selain dari Allah. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, ketika Ratu Balqis menyaksikan istana kaca itu, ia merasa yakin bahwa dirinya telah melihat istana yang lebih besar daripada istananya.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari sebagian ulama, dari Wahb ibnu Munabbih yang telah menceritakan bahwa Sulaiman memerintahkan kepada para setan agar dibangunkan sebuah istana yang terbuat dari kaca yang warnanya putih bersih seperti air (yakni sangat jernih), lalu dialirkan air di bawah istana, kemudian singgasananya diletakkan di dalamnya dan Nabi Sulaiman duduk di atasnya, sedangkan burung-burung, jin, dan manusia berada di dalam istana itu mengelilinginya.
Selanjutnya Nabi Sulaiman berkata kepada Balqis. Masuklah ke dalam istana ini," untuk memperlihatkan kepadanya istana yang lebih besar dan lebih megah daripada istananya. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. (An-Naml: 44) Balqis tidak meragukan lagi bahwa yang dimasukinya adalah kolam air. Maka dikatakan kepadanya: Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca. (An-Naml: 44) Setelah Balqis berdiri di hadapan Nabi Sulaiman, maka Nabi Sulaiman menyerunya untuk menyembah Allah ﷻ semata dan mengecam penyembahannya terhadap matahari selain Allah.
Maka Balqis menjawab dengan jawaban orang-orang kafir zindiq. Hal itu membuat Nabi Sulaiman jatuh menyungkur bersujud kepada Allah ﷻ karena merasa ngeri dengan apa yang dikatakan oleh Balqis, dan semua orang pun ikut sujud bersamanya. Menyaksikan pemandangan tersebut Ratu Balqis menyesali perbuatannya, dan ketika Nabi Sulaiman mengangkat kepalanya dan mengulangi pertanyaannya, "Celakalah apa yang tadi kamu katakan?" Balqis menjawab, "Saya lupa apa yang tadi saya katakan," lalu Balqis berkata meralat ucapannya yang tadi, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam. (An-Naml: 44) Akhirnya Balqis masuk Islam dan berbuat baik dalam Islamnya.
Imam Abu Bakar ibnu Abu Syaibah sehubungan dengan kisah ini telah meriwayatkan sebuah asar yang garib (aneh). Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ali, dari Zaidah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnus Sa-ib, telah menceritakan kepada kami Mujahid ketika kami berada di kabilah Al-Azd; ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Sulaiman duduk di atas singgasananya, kemudian diletakkan kursi-kursi di sekitarnya.
Maka duduklah padanya manusia, lalu jin, lalu setan. Setelah itu datanglah angin, lalu angin mengangkat mereka, sedangkan burung-burung menaungi mereka. Kemudian berangkatlah mereka selama masa yang dikehendaki oleh seorang pengendara; turun istirahat selama sebulan dan bepergian selama sebulan. Pada suatu hari ketika Nabi Sulaiman berada dalam perjalanannya, ia mencari-cari burung hud-hud. tetapi ternyata ia tidak melihatnya.
Maka ia berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir? Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang. (An-Naml: 20-21). Azab yang diancamkan oleh Sulaiman a.s. terhadap burung hud-hud ialah bahwa ia akan mencabuti seluruh bulunya, lalu melemparkannya ke padang pasir, sehingga akan dimakan oleh semut dan serangga lainnya yang ada di tanah.
Ata mengatakan bahwa Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas hal yang semisal dengan hadis yang diceritakan oleh Mujahid. Maka tidak lama kemudian. (An-Naml: 22) sampai dengan firman-Nya: Akan kami lihat apakah kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan (membawa) suratku ini. (An-Naml: 27-28). Lalu Nabi Sulaiman menulis suratnya, bahwa dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, ditujukan kepada Balqis. Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. (An-Naml: 31).
Setelah hud-hud melemparkan surat itu kepada Balqis yang saat itu terpaku menyaksikan pemandangan yang menakjubkan itu. Lalu ia buka surat itu dan membacanya, kemudian ia berkata (kepada para pembesar kerajaannya), "Sesungguhnya ini adalah surat yang mulia, dan sesungguhnya surat ini dari Sulaiman, yang isinya mengatakan, 'Janganlah kalian berlaku sombong terhadapku, dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri'.' Para pembesar kerajaannya mengatakan, "Kita adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan." Balqis menjawab, "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan sesungguhnya aku akan mengirimkan kepada mereka (Sulaiman dan para pembesar kerajaannya) suatu hadiah, dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu." Ketika hadiah itu sampai kepada Sulaiman, ia mengatakan, "Apakah kalian layak menolong aku dengan harta? Kembalilah kepada rajamu." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya kepada kami, bahwa ketika Nabi Sulaiman melihat debu yang beterbangan, sedangkan jarak antara Nabi Sulaiman dan Ratu Saba dengan pasukannya saat ia melihat debu yang menandakan kedatangan mereka, sama dengan jarak antara kita dan negeri Hirah.
Ata dan Mujahid mengatakan bahwa saat itu kami berada di tempat Kabilah Azd. Nabi Sulaiman berkata, "Siapakah di antara kalian yang dapat mendatangkan singgasana Balqis ke hadapanku ?" Disebutkan bahwa jarak antara letak singgasana Balqis dan Nabi Sulaiman saat melihat debu kedatangan mereka sama dengan jarak perjalanan dua bulan. Berkata 'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin, "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu. (An-Naml: 39) Disebutkan bahwa Nabi Sulaiman mempunyai majelis yang biasa ia duduk padanya untuk melayani orang-orang, sebagaimana halnya para raja duduk.
Setelah urusannya selesai, ia baru bangkit meninggalkannya. Maka jin 'Ifrit itu berkata kepadanya: Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu. (An-Naml: 39) Sulaiman menjawab, "Aku menginginkan yang lebih cepat dari itu." Maka berkatalah orang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab, "Aku akan melihat Kitab Tuhanku, kemudian aku akan mendatangkannya kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka Nabi Sulaiman memandang ke arahnya.
Setelah pembicaraannya selesai, lalu Nabi Sulaiman mengedipkan pandangan matanya, dan ternyata singgasana Balqis muncul dari bawah telapak kaki Sulaiman, persis dibawah tempat Nabi Sulaiman meletakkan kedua kakinya, lalu Nabi Sulaiman menaiki singgasana itu. Setelah Sulaiman a.s. melihat singgasana Balqis telah berada di hadapannya, maka ia mengatakan: Ini termasuk karunia Tuhanku. (An-Naml: 40), hingga akhir ayat. Lalu Nabi Sulaiman berkata: Ubahlah baginya singgasananya! (An-Naml: 41) Setelah Balqis datang, dikatakan kepadanya: Serupa inikah singgasanamu? Dia menjawab, "Seakan-akan singgasana ini singgasanaku. (An-Naml: 42) Setelah datang di hadapan Sulaiman a.s., maka Balqis meminta dua perkara kepadanya.
Ia berkata kepada Nabi Sulaiman, "Aku menginginkan air yang bukan berasal dari bumi, bukan pula dari langit." Kebiasaan Nabi Sulaiman apabila dimintai sesuatu terlebih dahulu meminta saran kepada manusia, lalu jin, dan terakhir setan. Maka setan-setan berkata, "Itu mudah, larikanlah kuda, kemudian ambillah keringatnya dan masukkan ke dalam sebuah wadah." Maka Nabi Sulaiman memerintahkan agar kudanya dipacu, lalu keringatnya diambil dan dimasukkan ke dalam sebuah wadah.
Sedangkan permintaan yang kedua, Balqis meminta agar Sulaiman memberikan jawaban kepadanya tentang warna Allah ﷻ Maka Sulaiman melompat dari singgasananya dan menyungkur bersujud seraya berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya dia lelah meminta kepadaku suatu perkara yang sangat memberatkan hatiku bila kukemukakan kepada-Mu" Maka Allah berfirman, "Angkatlah kepalamu, sesungguhnya Akulah yang memberikan kecukupan kepadamu terhadap mereka." Maka Sulaiman a.s. kembali duduk di atas singgasananya dan bertanya, "Apakah yang engkau katakan tadi? Balqis menjawab, "Saya tidak meminta kepadamu selain dari air." Lalu Nabi Sulaiman menanyakan kepada bala tentaranya tentang apa yang telah dimintanya.
Mereka menjawab, "Balqis tidak meminta kepadamu selain air." Mereka semua dibuat lupa oleh Allah ﷻ Setan-setan berkata, "Sesungguhnya Sulaiman bermaksud menjadikan Balqis sebagai istrinya; dan jika ia menjadikannya sebagai istrinya, lalu lahirlah anak-anak darinya, pastilah kita terus-menerus diperbudak olehnya." Kemudian setan-setan itu membuat istana yang licin dari kaca, di dalamnya terdapat ikan-ikan. Maka dikatakan kepada Balqis, "Masuklah ke dalam istana." Ketika Balqis melihat istana itu, ia menyangkanya kolam yang besar.
Lalu ia menyingkapkan betisnya, dan ternyata betisnya itu penuh dengan bulu. Maka Sulaiman berkata, "Ini amat buruk, lalu apakah yang dapat melenyapkan bulu-bulu itu?" Mereka menjawab, "Pakai saja pisau cukur." Sulaiman berkata, "Bekas pisau cukur jelek." Maka setan-setan membuat bahan ramuan khusus yang disebut mirah (untuk melenyapkan rambut). Bahan ini mula-mula dibuat adalah untuk Nabi Sulaiman. Kemudian Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, "Alangkah menariknya kisah ini." Menurut hemat kami, bahkan kisah ini munkar dan garib sekali, barangkali kisah ini bersumber dari ilusi Ata ibnus Sa-ib yang disandarkan kepada Ibnu Abbas.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Sebenarnya kisah-kisah seperti ini bersumber dari Ahli Kitab berdasarkan apa yang mereka temukan di dalam lembaran-lembaran kitab-kitab mereka, seperti halnya riwayat-riwayat yang bersumber dari Ka'b ibnu Malik dan Wahb ibnu Munabbih, semoga Allah memaafkan keduanya. Mereka berdua menukilnya dari berita-berita Bani Israil kepada umat ini; kisah-kisahnya penuh dengan keanehan dan keajaiban di masa silam, termasuk pula hal-hal yang benar terjadi dan yang tidak terjadi karena telah diubah dan diganti serta di-mansukh.
Namun Allah ﷻ telah memberikan kecukupan kepada kita dari hal-hal seperti itu melalui berita yang sahih dari-Nya, lebih bermanfaat dan lebih jelas, segala puji bagi Allah ﷻ yang telah mengaruniakannya kepada kita. Pengertian as-sarh menurut bahasa Arab adalah istana dan semua bangunan yang tinggi (tower). Allah ﷻ telah berfirman, menceritakan tentang Fir'aun, la'natullah, bahwa ia pernah berkata kepada Haman, pembantunya: Buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu. (Al-Mu-min: 36), hingga ayat-ayat berikutnya. As-sarh juga nama sebuah istana yang tinggi di negeri Yaman. Al-Mumarrad artinya kokoh bangunannya lagi licin (halus). terbuat dari kaca. (An-Naml: 44) Yakni istana kaca. Yang dimaksud dengan tamrid ialah membuatnya licin, dan marid adalah nama sebuah benteng di Daumatul Jandal. Makna yang dimaksud ialah bahwa Nabi Sulaiman membuat istana besar yang terbuat dari bahan kaca untuk menyambut kedatangan Balqis, guna memperlihatkan kepadanya kebesaran kerajaan dan pengaruhnya yang sangat kuat.
Tatkala Balqis melihat apa yang dianugerahkan oleh Allah kepada Sulaiman berupa kebesaran yang dimilikinya dan ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri kebesaran Nabi Sulaiman, maka tunduklah ia kepada perintah Allah dan meyakini bahwa dia adalah seorang nabi yang mulia lagi seorang raja yang besar. Dan Balqis berserah diri kepada Allah ﷻ, lalu ia mengatakan: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku. (An-Naml: 44) Maksudnya, perbuatan-perbuatan zalim yang pernah dilakukannya, yaitu berupa kekafiran, kemusyrikan, dan penyembahan beserta kaumnya kepada matahari, selain Allah.
dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam. (An-Naml: 44) Artinya, Balqis mengikuti agama Nabi Sulaiman a.s., yaitu menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Yang telah menciptakan segala sesuatu dan menentukan kadarnya masing-masing serapi-rapi nya."
Nabi Sulaiman ingin mengetahui sampai sejauh mana Ratu Balqis teliti terhadap singgasananya, ia ingin memperlihatkan kepadanya akan kemahakuasaan Allah, Zat yang disembah oleh Nabi Sulaiman, di samping untuk memperlihatkan mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Sulaiman. Dia, Sulaiman, berkata, 'Ubahlah untuknya singgasananya; dengan menjadikan singgasananya tidak persis seperti aslinya. Kita akan melihat apakah dia, Balqis, mengenal singgasananya yang telah berubah itu atau tidak mengenalnya lagi. '42. Singgasana Ratu Balqis akhirnya diubah, berbeda dari aslinya kemudian singgasana itu diletakkan di tempat yang akan dilewati oleh Ratu Balqis. Maka ketika dia, Balqis, datang dan melewati tempat yang ada singgasananya, ditanyakanlah kepadanya, 'Serupa inikah singgasanamu'' Dia, Balqis, menjawab dengan sedikit ragu, 'Seakan-akan itulah dia singgasanaku. ' Dan Balqis terus berkata, 'Kami telah diberi pengetahuan akan kenabian Nabi Sulaiman, cerita tentang burung Hudhud, dan cerita tentang utusan kami yang membawa hadiah untuk Nabi Sulaiman, sebelumnya yaitu sebelum kejadian yang mencengangkan ini dan kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah. Karena kejadian demi kejadian yang kami lihat dan kami amati, membuktikan bahwa kami berada dalam kesesatan dan ajakan Nabi Sulaiman adalah ajakan yang benar. ".
Sulaiman memerintahkan kepada pemimpin-pemimpin kaumnya, agar mengubah bentuk dari singgasana Balqis yang telah sampai di hadapannya. Ia ingin melihat, apakah Ratu Balqis mengetahui, atau tidak, bahwa yang didudukinya itu adalah singgasananya.
Dengan cara yang demikian itu, diharapkan agar Ratu Balqis bertambah yakin bahwa Sulaiman adalah rasul Allah. Ia tidak mengharapkan sesuatu selain keimanan Ratu Balqis dan kaumnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ratu Balqis Tunduk
Menurut keterangan Muhammad bin lshaq, yang diterimanya dari Yazid bin Rauman, kononnya setelah utusan itu kembali ke Saba' langsung menghadap Ratu, disampaikannyalah ancaman Sulaiman itu dan bahwa dia tidak sedikit jua pun mengharapkan hadiah. Malahan hadiah itu dipandangnya sebagai penghinaan.
Mendengar itu berkatalah Ratu: “Kalau demikian halnya, bukanlah orang ini Raja. Orang semacam ini tidaklah akan kuat kita melawannya, dan tidaklah akan ada hasilnya jika kita hadapi dia dengan sikap yang membesarkan diri."
Setelah itu segeralah diutusnya utusan pergi kembali menghadap Sulaiman membawa surat yang isinya di antara lain; “Saya akan segera datang bersama dengan raja-raja dalam negeriku untuk mendapat keterangan lebih jauh tentang agama yang engkau da'wahkan."
Ayat 38
Setelah itu diperintahkannyalah pengawal-pengawal istana mengemasi singgasananya yang terbuat daripada emas berpadu bertatahkan batu-batu yaqut, zabarjad dan mutiara itu supaya disimpan ke dalam sebuah peti besar tujuh lapis. Lalu disuruhnya kuncikan dan dipelihara baik-baik, supaya jangan ada orang yang mendekatinya atau duduk ke atasnya bahkan melihatnya pun tidak boleh, sampai dia sendiri kembali dari perjalanan itu. Kemudian berangkatlah dia menuju Syam diiringkan oleh raja-raja yang berada di bawah naungannya lengkap dengan pengiringnya masing-masing pula. Tersebutlah pula perkataan bahwa sejak dari permulaan dia melangkahkan kakinya dari Saba' sampai di tiap-tiap perhentian perjalanan, Nabi Sulaiman menyuruh jin-jin yang jadi mata-mata beliau memberikan laporan sudah sampai di mana perjalanan itu. Maka setelah tinggal beberapa hari saja akan sampai ke istana Nabi-Raja Sulaiman: “Dia berkata: “Wahai orang besar-besar! Siapakah di antara kamu yang akan membawakan singgasananya kepadaku?" (pangkal ayat 38). Yaitu singgasana yang telah disimpan di dalam peti besar tujuh lapis dan dikunci erat-erat menurut riwayat Muhammad bin Ishaq itu? “Sebelum dia datang kepadaku dalam berserah diri?" (ujung ayat 38).
Datang berserah diri, artinya ialah datang dengan kesediaan menyerah kepada Sulaiman dengan mengakui agama yang dia da'wahkan. Yaitu Agama Islam. Islam itu artinya ialah menyerahkan diri dengan segala keikhlasan. Oleh sebab pengakuan sedia masuk Islam itu telah disampaikan oleh Ratu dengan perantaraan utusannya menghadap Sulaiman, maka kedatangannya bukanlah lagi dipandang sebagai seorang Raja yang mengakui dirinya jadi Vazal, mengakui mohon perlindungan kepada Raja yang lebih besar, melainkan disambut sebagai saudara seagama. Dia akan disambut dengan serba kemuliaan, sambutan persaudaraan. Sebab itu dia harus duduk di atas singgasananya sendiri.
Ayat 39
“Berkata satu ‘Ifrit daripada jin: Aku akan datangkan kepada engkau singgasana itu sebelum bahwa engkau berdiri dari tempat duduk engkau." (pangkal ayat 39). Jin ‘Ifrit itu menjamin singgasana itu dapat sampai ke hadapan Baginda sebelum Baginda berdiri dari tempat duduk. Kalau Baginda duduk agak sejam, maka sebelum satu jam, singgasana itu telah sampai. Kalau sebentar lagi Baginda berdiri, sebentar lagi singgasana itu telah hadir. Begitu cepatnya dia akan bertindak, tidak akan menunggu berhari-hari atau berbulan. Sebab alat penyangkutan di zaman itu tidak lebih dari unta, sedang jarak di antara Palestina dengan Saba' beratus-ratus kilometer jauhnya. Selanjutnya ‘ifrit itu berkata pula untuk meyakinkan Baginda: “Dan sesungguhnya saya buat membawanya itu adalah kuat dan dapat dipercaya." (ujung ayat 39).
Meskipun singgasana itu berat sangat sehingga hanya dapat dipikul oleh beberapa orang, ‘Ifrit itu kuat memikulnya sendiri dan tidak akan rusak, bahkan akan selamat tiba, tidak cacat sesuatu apa, di hadapan Baginda kelaknya.
Tetapi kesanggupan ‘ifrit yang luarbiasa itu, ada pula orang yang dapat mengatasinya:
Ayat 40
“Berkata seorang yang ada padanya ilmu dari al-Kitab: Aku akan membawakan singgasana itu kepada engkau sebelum matamu berkedip. “ (pangkal ayat 40).
Ini lebih cepat lagi. Kalau ‘Ifrit tadi menunggu dahulu Baginda Nabi Sulaiman tegak dari majlisnya, entah cepat majlis itu bubar entah lambat, maka orang yang mendapat ilmu dari al-Kitab ini lebih cepat lagi. Yaitu singgasana itu akan datang sekejap mata Baginda, sekejap mata saja! Atau picingkan mata sebentar, lalu buka kembali; singgasana itu sudah ada! Dan memang ada sekali di hadapan Nabi Sulaiman, sebentar itu juga.
Siapa orang yang mendapat ilmu dari al-Kitab ini? Ada riwayat dari Ibnu Abbas bahwa nama orang itu Ashaf bin Barkhaya. Begitu pula riwayat Muhammad bin lshaq yang diterimanya dari Yazid bin Rauman. Kata riwayat itu Ashaf ini adalah Sekretaris Peribadi dari Nabi Sulaiman. Tetapi menurut riwayat Mujahid namanya ialah Asthum, yaitu seorang shalih dari Bani lsrail, Qatadah dalam satu riwayatnya mengatakan nama orang itu Balikha, dari Bani lsrail juga, bukan jin tetapi manusia juga. Zuhair bin Muhammad meriwayatkan pula namanya ialah Zin Nur (yang bercahayAl. Abdullah bin Luhai'ah mengatakan bahwa orang itu ialah Nabi Khidhir. Tetapi ada lagi riwayat lain mengatakan bahwa orang itu ialah Nabi Sulaiman itu sendiri.
Mana yang benar? Yang benar adalah yang ditulis di dalam al-Qur'an itu sendiri, bahwa ada orang yang mendapat ilmu dari al-Kitab, mungkin dari Luh Mahfuz, sanggup memindahkan singgasana itu dalam sekejap mata. Adapun nama orangnya siapa, tidaklah penting. Sebab itu al-Qur'an tidak mementingkan nama itu. Sebab itu adalah semata-mata kelebihan yang diberikan Allah kepada hambaNya. Tentang yang menyebut Nabi Khidhir tidaklah kita salah kalau riwayat ini tidak kita peyang betul, sebab riwayat tentang hidupnya Nabi Khidhir itu sendiri pun tidaklah ada kekuatannya.
Tentang Ashaf bin Barkhaya dapat juga ditolak. Masakah Ashaf lebih hebat ilmu pengetahuannya daripada Nabi Sulaiman sendiri?
Ar-Razi dalam Tafsirnya lebih condong kepada pendapat bahwa orang itu ialah Nabi Sulaiman sendiri.
Tentang perkataan bahwa singgasana itu akan hadir dalam sekejap mata, menurut ar-Razi itu adalah semata-mata pemakaian bahasa belaka. Ar-Razi dalam hal ini memeyang pendapat dari Tafsiran Mujahid. Dalam pemakaian bahasa kalau orang bercakap misalnya: “Tunggulah sekejap" Artinya ialah tidak lama!
Ayat 40
“Maka tatkala dilihatnya singgasona itu telah terletak di hadapannya, berkatalah dia: “Ini adalah dari kumia Tuhanku, untuk menguji aku, bersyukur-kah aku atau aku mengingkari, dan barangsiapa yang bersyukur, maka ke-syukurannya itu adalah untuk dirinya sendiri." (pangkal ayat 40). Beginilah ucapan Nabi Sulaiman a.s. setelah singgasana itu berdiri di hadapannya, yang telah hadir tidak berapa lama sesudah hal itu diperbincangkan. Menilik isi doa cenderunglah ar-Razi menguatkan bahwa manusia yang diberi ilmu dari al-Kitab itu memang Sulaiman sendiri. Dia hendak menunjukkan kelak kepada Ratu Balqis itu bahwa dia bukan semata-mata seorang Raja, bahkan lebih dari itu dia adalah seorang Nabi Allah dan RasulNya, yang sewaktu-waktu diberi perbantuan oleh Tuhan dengan Mu'jizat. Setelah dimohonkannya kepada Allah, dalam sekejap mata hadirlah singgasana itu. Sebab itu dengan sangat terharu dia mengakui bahwa itu adalah semata-mata kumia Tuhan ke atas dirinya. Kalau dia sendiri, tidaklah akan sanggup mengerjakannya. Dan patutlah dia bersyukur, dan patutlah dia berterimakasih kepada Ilahi. Sebab itu Mu'jizat yang amat luarbiasa ini, bahkan dia sendiri pun tercenyang, tidak menyangka permohonannya akan terkabul begitu cepat, merasakan bahwa ini adalah suatu ujian bagi dirinya sendiri, bersyukurlah dia atau kufur, melupakan jasa Tuhan atas dirinya; “Dan barangsiapa yang mengingkari, maka sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Kaya, Maha Mulia." (ujung ayat 40).
Apabila diresapkan bunyi doa dan munajat Nabi Sulaiman ini, bertambah condonglah kita kepada pendapat ar-Razi, bahwa yang mendapat ilmu dari al-Kitab itu ialah Nabi Sulaiman sendiri, bukan Khidhir, bukan Ashaf bin Barkhaya dan bukafi siapa-siapa. Kalau Baginda bertanya kepada orang besar-besar beliau, baik jin atau manusia siapakah yang sanggup memindahkan singgasana itu, lain tidak maksud beliau hanyalah semata-mata hendak menguji kesanggupan dan ilmu mereka. Dan sebagai Rasul yang ditolong Allah dengan Mu'jizat, dia hendak menunjukkan kepada mereka itu, bahwa ilmu yang didapatnya dari al-Kitab jauh lebih tinggi dari mereka.
Kecenderungan kita kepada pendapat ar-Razi ini dapat kita kuatkan dengan memperhatikan kembali ayat 15 sebagai permulaan menceriterakan Daud dan Sulaiman yang diberi Allah ilmu, dan keduanya pun memuji Allah sebab yang diberikan kepada mereka dua beranak banyak yang lebih mulia dan tinggi daripada yang diberikan kepada hamba-hamba Allah yang beriman yang lain
Sungguhpun demikian Allah jualah yang lebih tahu!
Ayat 41
“Dia berkata: Robahlah baginya singgasana itu." (pangkal ayat 41). Yaitu setelah singgasana itu hadir di hadapan Nabi Sulaiman, beliau perintahkan tukang-tukang mengadakan perubahan pada singgasana itu di sana-sini serba sedikit, tetapi aslinya tetap tidak berubah! Maksud beliau ialah: “Akan kita lihat, apakah dia dapat mengenalnya, atau adakah dia dari orang yang tidak mengenal." (ujung ayat 41).
Yang jelas sekali maksud merubah singgasana itu, untuk menguji apakah Ratu itu dapat mengenal singgasananya sendiri atau tidak, ialah supaya kesan yang tinggal dalam diri Ratu tersebut ialah bahwa Sulaiman bukanlah semata-mata seorang Raja besar yang ingin menaklukkannya dan mengakui kekuasaannya sebagai seorang Raja yang kecil, dan dengan demikian Sulaiman memperluas daerah. Hendaklah setiba Ratu di Palestina dia insaf bahwa dia bukan terutama berhadapan dengan seorang Raja, melainkan berhadapan dengan seorang Rasul Allah yang mengajaknya masuk ke dalam Agama yang benar dan meninggalkan menyembah matahari.
Lama-kelamaan sampailah Ratu Balqis di Palestina.
Ayat 42
“Setelah dia datang dikatakanlah kepadanya: Apakah seperti ini singgasana engkau?" (pangkal ayat 42). Tentu saja diperhatikannya dengan seksama. Berubah warnanya, tetapi bentuknya serupa juga dengan yang dia punya. Di sana-sini ada yang serupa, tetapi akan dipastikan dia punya, dia tidak berani. Karena dia ingat betul bahwa singgasananya itu telah dibuatkannya keranda besar tujuh lapis, dikunci pula dari luar. Tetapi mengapa maka bentuk-bentuk asli sebagai tiruan dari dia punya? Akhirnya dia menjawab dengan jawaban yang cerdik; “Dia menjawab; Seakan-akan seperti dia!" Sebagai seorang Ratu yang bijaksana, hatinya sudah dapat firasat bahwa ini memang singgasananya, yang telah dipindahkan dengan Mu'jizat Sulaiman, sebagai seorang Nabi Allah ke tempat ini. Sebab itu jawabnya demikian halus: “Seakan-akan seperti dia!" Sama saja dengan seorang yang kehilangan mobil di zaman moden; telah di-rubah orang catnya, tetapi ada sesuatu firasat yang mengatakan mobil ini aku punya, jika dia bertemu kembali. Oleh sebab itu ditumpahkannyalah terus apa yang terasa di hatinya sejak dia melangkah meninggalkan kerajaannya: “Dan kami telah diberi pengetahuan dari sebelumnya." Bahwa beliau ini memang bukan seorang Raja Besar yang ingin memperluas daerah. Jika kami sejak semula disuruh datang menyerah, bukanlah menyerah kepada beliau, melainkan menyerahkan diri kepada Allah, yaitu Muslimin; “Dan adalah kami orang-orang yang telah berserah diri." (ujung ayat 42). Yaitu berserah diri kepada Allah, menjadi orang Islam! Tidak lagi memeyang kepercayaan yang lama.
Ayat 43
“Dan telah mencegahnya (selama ini) apa yang dia sembah selain Allah." (pangkal ayat 43). Artinya bahwasanya yang menghambat Ratu itu selama ini akan menyembah Allah, ialah karena yang disangkanya Tuhan yang memberinya manfaat ataupun mudharat ialah alam, yaitu matahari. Karena tidak mendapat keterangan yang benar dan hanya mengikut agama yang dipusakai dari nenek-moyang, tidaklah dia dapat menyatakan diri sebagai Islam, atau tertutuplah baginya pintu Kebenaran: “Sesungguhnya dia adalah (selama ini) termasuk kaum yang kafir." (ujung ayat 43). Sekaranglah baru terbuka matanya kepada Kebenaran yang sejati.
Ayat 44
Lalu disambutlah kedatangannya dengan serba kebesaran: “Dikatakan kepadanya: Masuklah ke dalam mahligai." (pangkal ayat 44). Artinya bahwa buat menyambut kedatangannya, Raja Sulaiman telah membuat sebuah mahligai yang sangat indah, yang dalam mahligai itu akan diletakkan singgasananya dan dia akan duduk bersanding dengan Nabi Sulaiman. Dia dipersilakan masuk ke dalam mahligai itu; “Maka tatkala dia melihat lantai mahligai itu disangkanya bahwa itu kolam air" Karena mahligai itu telah diperbuat daripada cermin, atau crystal, laksana istana Versailes yang terkenal di Paris; semua dibina daripada cermin dan kaca."Maka disimbahkannyalah kedua belah pahanya." Tentu saja terbukalah paha mulus Sang Ratu yang cantik jelita itu! Tetapi ternyata kedua kakinya tidak basah. Dia malu sekali! Dengan demikian dia kalah terus dalam bermain budi dengan Nabi Sulaiman."Lalu dia berkata: “Sesungguhnya itu adalah mahligai berlantai licin dari cermin." Karena indah-indah pembuatannya dan sangat teratur susunannya, sepintas lalu keadaannya laksana berombak. Pada waktu itu “kalahlah" Ratu Balqis, dan “jatuhlah" dia ke dalam “tawanan" Raja dan Nabi Sulaiman. Dan dia pun mulailah menyerah: “Dia berkata: Tuhanku!" Mulailah dia memanggil Allah sebagai Tuhannya."Sesungguhnya aku telah menganiaya diri sendiri." Karena aku menyembah kepada yang selain Allah: “Dan aku telah menyerahkan diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan Sarwa Sekalian Alam." (ujung ayat 44).
Dalam ucapannya bahwa dia telah menyerah diri kepada Allah, artinya dia telah mengakui Agama Islam, Agama menyerahkan diri kepada Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya dengan yang lain. Dikatakannya pula bahwa dia menyerahkan diri itu adalah bersama Sulaiman, artinya ialah bahwa dia memeluk Islam itu bukanlah semata-mata mengikut Nabi Sulaiman atau tunduk ke bawah perlindungan Raja Sulaiman, malahan lebih tinggi dari itu, “bersama Sulaiman". Artinya ialah bahwa dia telah menyerahkan diri pula jiwa dan raga, hidup bersama-sama dengan Sulaiman, jadi isterinya.
Sesungguhnya banyaklah hikmat pelajaran yang dapat dikutip daripada kisah Nabi Sulaiman dengan Ratu perempuan dari Saba' yang tersebut dalam al-Qur'an Surat an-Naml ini. Terutama pelajaran cara bernegara. Baik dari perbuatan Nabi Sulaiman sendiri, ataupun dari sikap Ratu Ba!qis tersebut.
Sayid Jamaluddin al-Afghani sendiri telah mentafsirkan ayat-ayat tentang Sulaiman dan Balqis ini, sebagai yang beliau diktekan kepada muridnya Muhammad Pasya al-Makhzumi di Istanbu) sekitar tahun 1892M.*
Beliau meneropong ayat-ayat ini dari segi kenegaraan, dan dengan dasar penafsiran beliau itu kita uraikan sedikit panjang.
Ketika membicarakan tentang burung Hud-hud (burung takur) yang melaporkan kepergiannya ke negeri Saba' dan melihat dengan matanya sendiri raja perempuan memerintah. Sayid Jamaluddin menjelaskan bahwa dalam ayat ini kita diberi keterangan bagaimana pentingnya “badan penyelidik" bagi suatu kerajaan, (atau yang kita namai di zaman kita sekarang ini Badan Inte-legen).
Burung Hud-hud adalah anggota intelegen Baginda Sulaiman. Kemudian Baginda tidak langsung saja menerima berita itu melainkan Baginda uji dahulu kebenarannya dengan menyuruh si burung sendiri menghantar surat ke sana. Kalau surat itu sampai dengan baik, tandanya berita yang dibawa si burung adalah benar. Kalau tidak, niscaya dia akan dihukum karena membawa laporan palsu.
Tentang bala tentara yang dibagi-bagi (Yu2a'uun), ada angkatan manusia, ada angkatan burung-burung dan ada angkatan syaitan-syaitan dan jin-jin, itu pun menunjukkan pula bahwa seorang raja besar mesti sanggup mengatur tentaranya demikian rupa. Karena tentara yang teraturlah yang akan membawa kemenangan dalam peperangan.
Yang lebih mengasyikkan lagi ialah kehandalan Ratu Balqis memerintah negerinya. Terang bahwa Ratu bukanlah hanya semata-mata Ratu Perlambang atau Pemersatu, sedang kekuasaan hanya di tangan orang besar-besar. Di ayat-ayat yang menceriterakan tentang dirinya itu jelas kelihatan bahwa kekuasaan dipeyangnya erat, digenggamnya teguh. Dia mengajak orang besar-besarnya meminta fikiran mereka dan memeriksai mereka tentang kekuatan negara yang ada. Dan orang besar-besar pun, dari sebab wibawa ratu yang sangat kuat memberikan keterangan dengan jelas bahwa persediaan untuk perang cukup, namun keputusan adalah di tangan ratu sendiri.
Demikian juga tentang taktik ratu dalam memberikan hadiah untuk Nabi Sulaiman. Dengan memberikan hadiah, Ratu hendak mengetahui apakah yang mengirimkan surat itu semata-mata seorang Raja saja, atau seorang Nabi. Kalau dia seorang Raja hadiah itu tentu akan diterimanya. Kalau hadiah diterimanya mudahlah merayunya nanti. Apatah lagi Ratu percaya pula akan kekuasaan lain dalam dirinya di sampingnya sebagai seorang Ratu, yaitu bahwa dia perempuan yang cantik! Dengan kecantikannya kelak dia dapat menaklukkan Sulaiman. Setelah nyata bahwa Sulaiman menolak hadiah dan mengancam dengan sikap murka, tahulah Batqis bahwa ini memang bukan semata-mata Raja; ini adalah memang seorang Nabi. Berperang dengan orang semacam ini percuma. Sebab dia akan bersedia: “Esa mati, dua menang!"
Apatah lagi setelah dia datang sendiri ke Palestina. Berkali-kali dia kena catur politik halus Sulaiman, sehingga tiap dicoba, tiap dia yang kalah! Pertama, singgasananya sendiri telah terlebih dahulu ada di Palestina sebelum dia datang. Kedua, mahligai tempat dia akan bersemayam disangkanya ada kolam atau tasik di mukanya, rupanya hanya kaca atau crystal. Sedang dia tidak sanggup berbuat seperti itu. Kekalahan ketiga ialah ketika karena cemas akan basah roknya ketika menyeberangi “air", padahal hanya cermin atau kaca, dengan tidak sadar disimbahannya pahanya. Terbuka paha putih itu di hadapan
Sulaiman. Setelah dia sadar kesalahannya pada “etiket" itu langsunglah dia mengaku “Islam bersama Sulaiman". Jadilah Saba' di bawah perlindungan (protektorat) Kerajaan Nabi Sulaiman dan Ratunya menjadi salah seorang daripada isteri Baginda yang beratus banyaknya itu.