Ayat
Terjemahan Per Kata
وَهُوَ
dan Dia
ٱلَّذِيٓ
yang
أَرۡسَلَ
mengirimkan/meniupkan
ٱلرِّيَٰحَ
angin
بُشۡرَۢا
kabar gembira
بَيۡنَ
antara
يَدَيۡ
hadapan
رَحۡمَتِهِۦۚ
rahmat-Nya
وَأَنزَلۡنَا
dan Kami turunkan
مِنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
طَهُورٗا
bersih/suci
وَهُوَ
dan Dia
ٱلَّذِيٓ
yang
أَرۡسَلَ
mengirimkan/meniupkan
ٱلرِّيَٰحَ
angin
بُشۡرَۢا
kabar gembira
بَيۡنَ
antara
يَدَيۡ
hadapan
رَحۡمَتِهِۦۚ
rahmat-Nya
وَأَنزَلۡنَا
dan Kami turunkan
مِنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
طَهُورٗا
bersih/suci
Terjemahan
Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan). Kami turunkan dari langit air yang sangat suci.
Tafsir
(Dialah yang meniupkan angin) menurut qiraat yang lain lafal Ar-Riih dibaca Ar-Riyah (pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya) yakni dekat sebelum hujan. Lafal Nusyuran menurut suatu qiraat dibaca Nusyran, artinya secara terpisah-pisah yakni dibaca secara Takhfif supaya ringan bacaannya. Menurut qiraat yang lain dibaca Nasyran karena dianggap sebagai Mashdar. Menurut qiraat lainnya lagi dibaca Busyra, artinya sebagai pembawa kabar gembira. Bentuk tunggal bacaan pertama adalah Nusyurun, wazannya sama dengan lafal Rasulun yang bentuk jamaknya adalah Rusulun. Sedangkan bentuk tunggal dari bacaan yang kedua yaitu Busyran ialah Basyirun, artinya pembawa kabar gembira (dan Kami turunkan dan langit air yang amat bersih) yaitu air yang dapat dipakai untuk bersuci, atau air yang menyucikan.
Tafsir Surat Al-Furqan: 48-50
Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak. Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (darinya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat). Ayat ini menggambarkan kemampuan Allah Yang Mahasempurna dan kekuasaan-Nya Yang Mahabesar, yaitu bahwa Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira akan datangnya awan sesudahnya.
Angin itu bermacam-macam sifat dan karakteristiknya; di antaranya ada angin yang membuyarkan awan, ada yang membawanya, ada yang menggiringnya, ada angin yang bertiup sebelum kedatangan awan yang membawa kabar gembira, ada angin yang kencang yang menyapu bumi, ada pula angin yang membuahi awan agar menurunkan hujannya. Karena itulah Allah ﷻ berfirman: dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih. (Al-Furqan: 48) Yakni sebagai sarana untuk bersuci. Lafaz tahur sama wazan-nya dengan lafaz sahur dan wajur serta lafaz lainnya yang semisal.
Demikianlah menurut pendapat yang paling sahih mengenainya. Adapun mengenai pendapat orang yang mengatakan bahwa lafaz tahur merupakan wazan fa'ul yang bermakna fa'il atau ia sebagai isim yang di-mabni-kan untuk mubalagah dan ta'addi, maka masing-masing dari dua pendapat ini mengandung kemusykilan bila ditinjau dari segi lugah (bahasa). Pembahasan mengenai masalah ini secara rinci tidak akan diuraikan di sini. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku berikut sanadnya sampai kepada Humaid At-Tawil, dari Sabit Al-Bannani yang mengatakan bahwa ia bersama Abul Aliyah di suatu hari yang hujan masuk ke dalam kota Basrah, jalan-jalan di kota Basrah kotor karenanya.
Tetapi Abul Aliyah salat, maka aku (perawi) bertanya kepadanya mengenai perbuatannya itu. Lalu ia membaca firman Allah ﷻ yang mengatakan: dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih. (Al-Furqan: 48) Dan ia berkata bahwa kekotoran tempat salatnya itu telah disucikan oleh air hujan. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, dari Daud, dari Sa'id ibnul Musayyab sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah menurunkannya dalam keadaan amat bersih (suci lagi menyucikan), tiada sesuatu pun yang membuatnya najis.
Diriwayatkan dari Abu Sa'id yang telah mengatakan bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah ﷺWahai Rasulullah, bolehkah kami berwudu dari air sumur Buda'ah, sedangkan ke dalam sumur itu sering dilemparkan sampah dan bangkai anjing?" Rasulullah ﷺ menjawab: Sesungguhnya air itu suci lagi menyucikan, tiada sesuatu pun yang menajiskannya. Imam Syafii telah meriwayatkan hadis ini dan juga Imam Ahmad yang menilainya sahih; Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi telah meriwayatkannya pula, yang dinilai oleh Imam Turmuzi sebagai hadis hasan, dan Imam Nasai telah meriwayatkannya pula.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan berikut sanadnya, bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Yasar, dari Khalid ibnu Yazid yang mengatakan, "Ketika kami berada di majelis Abdul Malik ibnu Marwan, lalu mereka (orang-orang yang hadir) membicarakan masalah air, maka Khalid ibnu Yazid mengatakan, 'Air itu ada yang berasal dari langit (air hujan) dan ada yang berasal dari laut yang menguap, lalu menjadi awan dan menimbulkan guruh dan kilat.
Adapun air yang berasal dari laut, maka ia tidak dapat menimbulkan tetumbuhan. Yang dapat menumbuhkan tetumbuhan adalah air yang berasal dari langit." Telah diriwayatkan dari Ikrimah yang pernah mengatakan bahwa tiada setetes air pun yang diturunkan Allah dari langit, melainkan dapat menumbuhkan suatu tumbuhan di muka bumi, atau suatu mutiara di laut. Selain Ikrimah mengatakan bahwa kalau jatuh ke bumi menumbuhkan jewawut, dan kalau jatuh ke laut menumbuhkan mutiara.
Firman Allah ﷻ: agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati. (Al-Furqan: 49) Yakni tanah yang telah lama menunggu kedatangan hujan, sedangkan ia dalam keadaan kering, tiada tetumbuhan padanya dan tiada suatu pohon pun. Setelah datang kepadanya kehidupan (air hujan), maka ia menjadi hidup dan dipenuhi oleh tetumbuhan yang memiliki bunga-bungaan yang beraneka warna. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah. (Al-Hajj: 5), hingga akhir ayat. Adapun firman Alah ﷻ: dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak. (Al-Furqan: 49) Artinya, agar dapat minum darinya semua makhluk hidup baik manusia maupun hewan yang sangat membutuhkannya buat minum mereka, juga mengairi tanaman dan pohon berbuah mereka.
Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa. (Asy-Syura: 28),.hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ: Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. (Ar-Rum: 50), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (darinya). (Al-Furqan: 50) Maksudnya, Kami turunkan hujan di suatu kawasan, sedangkan di lain kawasan tidak Kami turunkan; dan Kami tiupkan awan melewati suatu kawasan dan melampauinya menuju ke kawasan yang lain, lalu kawasan itu diberi hujan yang cukup sehingga menjadi subur, sedangkan kawasan yang sesudahnya tidak kebagian hujan barang setetes pun.
Allah sengaja memperbuat demikian karena mempunyai alasan dan hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan, tiadalah suatu tahun mempunyai hujan yang lebih banyak daripada tahun yang lain, tetapi Allah-lah yang mempergilirkannya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian dibacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (darinya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari nikmat. (Al-Furqan: 50) Yaitu agar mereka mengambil pelajaran melalui bumi yang dihidupkan oleh Allah ﷻ sesudah matinya melalui air hujan, bahwa Allah Mahakuasa untuk menghidupkan orang-orang mati dan tulang-belulang yang telah hancur.
Atau agar orang yang tidak beroleh hujan menjadi ingat bahwa sesungguhnya tidak sekali-kali ia mengalami musim kering hanyalah karena suatu dosa yang dilakukannya. Karena itu, ia sadar dan menghentikan perbuatan dosanya. Umar maula Uqbah pernah mengatakan bahwa pada suatu ketika Jibril a.s. ikut mengantar jenazah hingga sampai di tempat pengebumiannya. Maka Nabi ﷺ bertanya, "Hai Jibril, sesungguhnya saya ingin mengetahui tentang hal ikhwal awan." Maka Jibril menjawab, "Hai Nabi Allah, inilah malaikat penjaga awan, maka tanyakanlah langsung kepadanya." Malaikat penjaga awan berkata, "Didatangkan kepada kami surat perintah yang bercap (di dalamnya tertulis perintah)' Siramilah negeri anu dan anu dengan siraman hujan!'." Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, hadis berpredikat mursal.
Firman Allah ﷻ: maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari nikmat. (Al-Furqan: 50) Ikrimah mengatakan bahwa manusia yang dimaksud ialah orang-orang yang mengatakan, "Kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu." Apa yang diutarakan oleh Ikrimah ini senada dengan apa yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diketengahkan di dalam kitabSahih Muslim yang menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ di suatu hari bersabda kepada para sahabatnya sehabis hujan di malam harinya: ": "Tahukah kalian apa yang dikatakan oleh Tuhan Kalian? Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.
Nabi ﷺ bersabda, "Sebagian di antara hamba-hamba-Kupagi hari ini ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Adapun orang yang mengatakan, 'Kami diberi hujan berkat kemurahan dan rahmat Allah, maka dia adalah orang yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan, 'Kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu,' maka orang itu kafir kepada-Ku dan percaya kepada bintang-bintang."
Dan Dialah Allah yang memerintahkan para malaikat-Nya untuk meniupkan angin menggiring awan dari berbagai penjuru, sebagai pembawa kabar gembira bagi segenap manusia sebelum kedatangan rahmat-Nya berupa hujan sebagai kasih sayang kepada makhluk-Nya, dan Kami turunkan dari langit yang sudah dipenuhi uap air, air yang sangat bersih, yang bisa dipergunakan untuk berbagai macam keperluan hidup. 49. Manfaat dari adanya hujan adalah agar dengan air hujan itu Kami menghidupkan negeri yang tadinya mati kering kerontang, tandus, menjadi negeri yang hijau menyegarkan, karena ditumbuhi berbagai tanaman, dan dengan hujan itu pula Kami memberi minum kepada sebagian apa yang telah Kami ciptakan, berupa hewan-hewan ternak dan manusia yang banyak. Semua binatang yang melata di bumi ini sangat memerlukan air. Tanpa air, mereka tidak akan mampu bertahan hidup. Inilah anugerah Allah yang perlu direnungkan manusia. Akan tetapi tidak semua manusia menyadarinya.
Kekuasaan Allah yang ketiga ialah Dia yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira terutama bagi para petani bahwa hujan yang merupakan rahmat-Nya akan segera turun. Dia pula yang menurunkan air hujan yang amat jernih untuk membersihkan badan dan pakaian, terutama untuk minum dan keperluan lainnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Demikianlah selalu manusia diberi ancaman karena kesalahan yang mereka perbuat. Kecelakaan yang menimpa dirinya adalah karena kesalahannya sendiri. Aniaya dan kezaliman tidak pernah dilakukan oleh Tuhan. Perutusan Nabi-nabi dan Rasul-rasul adalah alamat kasihan Tuhan atas hamba-hambaNya.
Kemudian itu pada ayat 45 ini kembali Tuhan membujuk RasulNya dan membujuk, setiap pejuang yang menuruti langkah-langkah Rasul itu tentang perjuangan hidup ini."Tidakkah engkau lihat, hai UtusanKu betapa Tuhan memanjangkan bayang-bayang dan jikalau Dia mau niscaya dijadikannya bayang-bayang itu tetap. Kemudian itu dijadikanNya Matahari menjadi tanda. (46) Kemudian itu Kami tarik dia kepada Kami sedikit demi sedikit."
Pengembaraan di padang pasir yang begitu luas, perjalanan berhari-hari dengan kafilah (caravan) dalam terik panasnya matahari, akan terasalah betapa nyamannya alam keliling jika bertemu dengan tempat berteduh. Entah berjumpa pohon rindang atau awan melindungi diri. Renungkanlah perjalanan hidup itu, menempuh panas terik dan bayangan tempat berteduh. Menempuh siang yang panas, kemudian itu kegelapan malam dan perteduhan yang lama. Jika fajar telah menyingsing seakan-akan tertegunlah keteduhan itu sesaat seketika sebelum matahari terbit. Alangkah tenang perasaan di pagi Subuh. Dan apabila matahari telah terbit, panjanglah bayangan kita menuju ke Barat. Beransur demi beransur panas naik, karena matahari telah naik. Sampai di pertengahan siang, buntarlah bayang-bayang, dan letailah tulang, dan cacaulah ragi kain. Kemudian matahari tadi pun condong ke Barat dan bayang-bayang kita pun condonglah ke Timur.
Selalu setiap hari kita bergelut dengan, bayang-bayang kita. Namun demikian jaranglah kita memperhatikan betapa pengaruh perjalanan matahari kepada bayaruf-bayang dan kepada “hidup, “jaranglah kita memperhatikan bahwa pergelaran keeoriddiigan bayangan adalah “ayat" jua dari kekuasaan Tuhan. Bahwa hidup kita tiada terlepas daripada pergantian masa yang menuruti peraturan yang telah tertentu jutaan dan jutaan tahun.
“Jikalau Dia mau niscaya dijadikanNya bayang-bayang itu tetap." Jikalau Dia mau, niscaya dihentikanNya perjalanan matahari itu seketika. Atau kalau Dia mau, terhentilah bumi mengedari matahari — lindungan bayang-bayang bulan, itu pun mencemaskan kita. Dan kalau itu terjadi, kacaulah hidupmu. Gambarkanlah dalam fikiran betapa gerangan perasaan kita jika gerhana terjadi, jika cahaya matahari dihambat sampai ke bumi oleh bayang-bayang bulan, sehingga seluruh bumi menjadi gelap.
Sadarkah engkau betapa pentingnya bayang-bayang dan keteduhan untuk hidupmu? Bukankah dalam perjalanan musafir yang jauh, bila bertemu sebuah Oase (wadi) yang banyak kayu-kayuan, kamu pun berteduh ke tempat itu untuk melepaskan lelah? Sadarkah engkau bahwa engkau sendiri pun perlu kepada khemah untuk mencari keteduhan? Bahkan engkau pun mendirikan rumah untuk berteduh? Dengan bayang-bayang dan keteduhan engkau memulihkan kembali kekuatanmu yang telah hilang karena teriknya panas. Dan “Matahari adalah dalil pertanda satu-satunya dari kejadian itu."
“Kemudian itu Kami tarik dia kepada Kami, dengan tarikan yang beransur, sedikit demi sedikit." Sehingga kamu tidak merasainya. Baik tarikan di waktu fajar menjelang siang, ataupun seketika matahari terbenam ke ufuk Barat.
Gambarkanlah bagaimana kalau bayangan itu tidak ada? Misalnya hari siang terus? Bumi berhenti beredar? Apa artinya hidupmu lagi?
Maka dalam perjalanan melakukan tugas hidup, ayat ini menyadarkan kita bahwa musim panas bergilir dengan musim dingin, panas terik bergilir dengan keteduhan, sehingga terbitlah dalam pepatah pantun orang tua-tua:
Gaba-gaba di halaman tangsi,
dibuat anak rang paseban;
Sabar-sabar menahan hati,
hujan dan panas berbalasan.
Insaflah bahwa Tuhan Maha Kuasa menahan matahari itu sejenak dalam peredarannya, karena alam ini kecil saja di hadapan kebesaran kudrat iradat Tuhan. Dengan ingat kepada yang demikian, engkau pun meneruskan perjalanan. Walaupun dahaga menimpa diri, tak lama akan bertemulah sumur tua, dan kamu akan minum, dan di sana ada tempat bertemu.
Setelah Tuhan memperingatkan betapa pentingnya bayangan dan keteduhan. Tuhan peringatkan lagi edaran siang dan malam, dan pentingnya pula sebagai segi hidup manusia, pada ayat 47: “Dan Dia yang telah menjadikan malam itu untuk kamu menjadi pakaian, dan tidur untuk istirahat dan siang untuk bangkit bangun kembali."
Alangkah halus ibarat yang dinyatakan Tuhan pada ayat ini. Apabila segala tenaga dan energi kita telah kita tumpahkan bagi kepentingan hidup kita di siang hari, bertani, berniaga, berusaha, berkantor, beipejabat dan belajar. Berjuang ke medan hidup dipelopori oleh cita dan cinta, beransur sebagai beransur turunnya matahari, tenaga pun mulai habis dan hari pun mulai senja, kita kembali ke rumah kita. Kita tinggalkan segala haru-hari yang membisingkan kepala, dan hari pun mulai malam. Cahaya matahari berganti dengan cahaya lampu-lampu. Dengan tidak disadari maka keteduhan malam menenteramkan kembali jiwa raga kita. Kita bercengkerama dengan anak dan dengan istri. Kita bertawajjuh dan bermunajat. kepada Tuhan mensyukuri nikmatNya. Dan semuanya itulah pakaian (libaas) yang sejati.
Pakaian-pakaian yang kita pakai siang hari telah kotor kena keringat dan telah kita tanggalkan. Dan bila hari telah malam, kita mulai melekatkan pakaian yang bersih; bersih lahir dan batin. Kita hidup bersenyum simpul dengan isteri teman hidup kita. Kita adalah pakaiannya dan dia adalah pakaian kita.
“Mereka adalah pakaian bagi kamu dan kamu adalah pakaian bagi mereka."
Kita mulai menyalinkan kasih-sayang dengan anak dan keturunan kita. Suatu syair Arab menyatakan;
“Anak-anak kita itu adalah limpa kita sendiri, yang berjalan di atas bumi."
Dan di atas dari itu semuanya ialah pakaian untuk Rohani kita. Rohani ini kita beri pakaian yang bersih malam-malam, yaitu dengan penguatkan takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kita mensyukuri rezeki yang telah diberikan dan mengharap pada hari yang selanjutnya diberi kekuatan yang baru. Takwa kepada Allah adalah pakaian, untuk hidup dan untuk mati.
Jika seseorang tidak memakai pakaian takwa,
niscaya telanjanglah dia walaupun dia berpakaian.
Dan kata syair yang lain:
Jika hati seseorang tidak dipenuhi oleh rasa benci,
apa jua pun pakaian yang dipakainya, indah juga kelihatan.
Setelah itu kita pun tidur. Urat-urat saraf kita telah istirahat, hati kita senang sebab merasa bahwa hutang kepada Tuhan telah terbayar, tanggungjawab telah dilaksanakan dan tugas telah dipikul sekedar tenaga yang ada. Mata pun ter-picing, tidur pun nyenyak... sampai kedengaran suara azan Subuh dan kita dipanggil menghadap Tuhan, karena akan bekerja lagi, sebab siang sudah mendatang. Kita pun bangkit dengan tenaga yang baru. Segala puji bagi Allah.
Pada ayat ini dapatlah kita camkan betapa hidup manusia tidak pisah dengan pergantian siang dan malam dan edaran falak selanjutnya. Akan terasalah bahwa insan tidak dapat memisahkan hidupnya dari alam sekelilingnya. Dan lebih nyata lagi sari wahyu itu dengan ayat yang selanjutnya (48): “Dan Dialah yang mengirim angin membawa khabar baik di hadapan rahmatNya."
Bukan saja di padang pasir terik di Tanah Arab, pengaruh ayat ini dapat dirasakan. Di negeri kita, daerah Khatul-lstiwa ini pun dapatlah dirasakan pengaruhnya. Pada daerah-daerah yang sawahnya berbandarkan langit, sudah ditentukan waktu akan turun ke sawah, padahal hujan belum juga turun. Tahun demi tahun musim tetap berganti, namun setiap petani masih saja merasa cemas hujan belum juga turun. Tiba-tiba kelihatanlah awan mendung mengandung hujan; maka kita lihatlah pada wajah petani mengandung kegembiraan, rasa harap-harap cemas. Belum lagi hujan turun, rahmat sudah terasa dalam tangan, padi akan baik tumbuhnya di tahun ini, berlipat-ganda hasil bumi, sumur-sumur tidak akan kering lagi. Sehingga binatang ternak pun diberi pengertian dengan nalurinya bahwa mendung awan kiriman Tuhan yang akan menurunkan hujan itu adalah rahmat adanya.
Kemudian, “Kami turunkan dari langit air yang bersih." Hujan pun turun, sejuk dingin, kelayuan hilang baik pada orang ataupun pada binatang, ataupun pada tumbuh-tumbuhan."Supaya Kami hidupkan suatu negeri yang telah mati, dan Kami beri minum segala makhluk, baik binatang atau manusia yang banyak itu."
Bila hujan telah turun, walaupun hanya sejam dua jam, bahkan kadang-kadang hanya seperempat jam saja, kelihatan desa yang telah mati menjadi hidup kembali. Kegembiraan terbayang pada segala mata.
Tafsir ayat ini dibuat pada pagi hari Arba'tanggal 17 Juli 1963, 26 Safar 1383. Sudah hamper sebulan di Jakarta tidak turun hujan, segalanya kelihatan lesu, kebetulan penyaringan air di Pejompongan rusak pula, sehingga air saluran untuk rumah-rumah penduduk terpaksa dibatasi, sumur mulai kering, bahkan aliran listrik pun sebab air yang menekan mesin listrik telah kurang pula tenaganya. Tiba-tiba pada malamnya hujan sejenak, kira-kira setengah jam. Setelah hari pagi, tanam-tanaman di hadapan rumah kelihatan menghijau, membayangkan kegembiraan, dan rumput di halaman Mesjid Agung Al-Azhar menyangkat muka, menengadah langit mengucap, syukur!
Renungkanlah olehmu hai Insan! Jika tadi bayang-bayang dan keteduhan, pergelaran di antara siang dan malam, adalah sebahagian dari yang menentukan hidupmu, maka air pun adalah membawa hidup bagi sekalian makhluk:
,
“Dan Kami jadikan dari sebab air se gala sesuatu menjadi hidup."
Maka pada ayat 50 ditekankan lagi oleh sari wahyu itu:
“Dan sesungguhnya telah Kami edarkan (hujan itu) di antara mereka agar mereka kenangkan."
Agar mereka ingat bahwasanya kekacauan sedikit saja dari turunnya hujan itu akan sangat besarlah pengaruhnya atas kehidupan mereka dan sandang pangan mereka. Tetapi awaslah hendak dikata, “Engganlah kebanyakan manusia memikirkan dan mengenangkan itu, mereka lebih suka mengingkarinya."
Setelah itu maka pada ayat 51 Tuhan menerangkan bahwa kalau Dia mau, Dia sanggup mengirim utusan-utusanNya untuk setiap desa, untuk memberikan aricaman kepada manusia yang lalai. Manusia yang tidak menaruhkan perhatiannya akan hubungan hidupnya dengan alam sekelitingnya itu, dengan panas dan keteduhan, dengan siang pengganti malam dan dengan hujan turun ke bumi. Tetapi meskipun Tuhan berkuasa mengirim Rasul untuk setiap desa, diutusNya jualah SEORANG RASUL, penutup sekalian Rasul, yang ukuran peribadinya bukan untuk sebuah desa, tetapi untuk seluruh dunia. Dan untuk segala zaman, bukan semata untuk satu zaman. itulah dia Muhammad s.a.w.
Ilmu Allah Ta'ala yang meliputi segala ruang dan segala waktu itu telah menentukan bahwa tidak perlu lagi untuk setiap desa seorang Rasul. Rasul yang seorang ini sudahlah, menjadi pilihan (mushtafaa) untuk seluruh dunia. Kalau setiap satu desa disediakan satu utusan, niscaya kaliber ukuran jiwa “Nabi Desa" itu hanya sebesar desa itu pula. Timbulnya ayat ini adalah sebagai sanggahan kepada orang-orang desa yang berjiwa kecil, yang megah dengan desanya, lalu tidak mau tahu dengan kebesaran Rasul s.a.w. Islam bukanlah untuk mempersempit daerah untuk hidup, tetapi memperluas medan untuk jihad. Apatah lagi kian seabad demi seabad, dunia ini pun telah kecil karena hubungan tambah mudah.
Maka datanglah ayat 52, sebagai perangsang penghasung kepada Rasul utama untuk dunia itu. Muhammad s.a.w. “Jangan engkau tunduk kepada orang-orang kafir itu."
Artinya, jangan engkau bimbang, ukuranmu bukan ukuran desa, engkau adalah rahmat untuk seluruh Alam; “Teruskan jihad dan perjuangan ini, dan senjata yang akan engkau pakai dalam perjuangan yang engkau tempuh itu tidak lain ialah al-Qur'an itu sendiri."
Al-Qur'an Wahyu llahi. Kalamullah, untuk seluruh dunia. Berjuanglah engkau dengan semangat yang besar menegakkan al-Qur'an itu selama hayatmu dikandung badan, dan jika pun datang waktunya panggilanKu, engkau mati, namun suara al-Qur'an itu akan terus membahana di atas permukaan bumi.
Maka amatlah berkesan ayat 52 ini, wahyu kepada Muhammad s.a.w., tetapi besar kesannya atas jiwa kita sebagai penyambut waris Muhammad. Kita pun mempunyah tugas melanjutkan jihad dengan al-Qur'an ini, jihad yang besar. Jihad yang tidak mengenal telah. Apabila kita renungkan dengan seksama, sadarlah kita akan nilai hidup kita dan mission sacre (Tugas Such) kita sebagai Muslim dalam alam ini. Sebagaimana kata seorang penyair:
Tegaklah memperjuangkan keyakinanmu dalarn hidup ini, -karena hidup itu ialah keyakinan dan perjuangan.
Setelah kita mengetahui tugas hidup itu, kita pun mendapat diri kita sendiri. Dan mencari diri sendiri itu adalah pekerjaan yang terhitung sukar dalam alam ini. Tetapi apabila kita telah mengenal tugas kita, kita pun mencapailah ketenteraman yang kita cari. Kita pun tidak kehilangan pegangan lagi. Dengan pedoman demikian, yaknh berjuang menegakkan Kalimat Allah, menegakkan al-Qur'an, kita meneruskan perjaaanan. Maka datanglah ayat 53, memberi Ingat dan menyuruh kita merenung lagi keadaan alam sekeliling kita.
“Dan Dialah yang mencampurkan dua taut, yang ini tawar sejuk, yang itu asin pahit, dan di antara keduanya ada pembatas dan penghalang yang tidak bisa dilalui."
Air sungai yang tawar enak diminum, sejuk menguras melepas dahaga, telah beribu tahun mengalir ke lautan yang airnya asin pahit. Setiap waktu air laut yang asin mendidih naik dipanaskan oleh cahaya matahari atau dibawa angin dahsyat, namun sampai di udara air yang asin itu disaring oleh awan dan dia jatuh ke bumi sebagai hujan, telah tawar sejuk pula dan hilang asinnya. Namun apabita kita pergi ke kuala kita melihat air asin dan air tawar bertemu, namun batas daerah air asin dengan daerah air tawar nampak juga. Kalau di Tanah Arab orang memperhitungkan sungai Nil, Eufrat dan Dajlah, maka di negeri kita Indonesia terdapat berpuluh sungai-sungai besar di pulau-pulau yang besar-besar pula; namun Samudera Indonesia tetap asin dan Danau Toba tetap tawar.
Bagaimana jadinya kaiau di atas sernuanya itu tidak diakui ada yang mengatur yaitu Tuhan Allah? Bukankah ini pertanda bahwa bagi Alam ada Tuhan yang mengatur?
Sudah banyak dalam ayat inh membicarakan air; air hujan yang turun, air tawar daratan dan air asin lautan, maka disuruh lagi kita memperhatikan suatu masalah air yang lain. Yaitu bahwa: “Dia pula yang menjadikan manusia daripada air juga." Alangkah pentingnya air!
Setetes air mani mengandung berjuta bibit untuk dijadikan manusia. Dan manusia itu, yang berasal dari air telah memenuhi bumi ini abad demi abad. Biarpun dia raja perkasa, ataupun dia rakyat hina-dina, adakah insan yang tidak berasal dan air? Manusia yang asal dari air itu berkawin berketurunan, semenda-menyemenda, beripar, berbesan, bermenantu, bermertua.
Setelah air mani, mencipta manusia dan manusia itu hidup, Siapakah yang menghubungkan setetes air mani itu dengan yang dinamai hidup? Mungkinkah tercipta hidup ini daripada sesuatu yang mati? Mungkinkah ADA sesuatu daripada yang tidak ada?
Kalau jiwamu mati tak berisi, kosong dan melompong, tidaklah ada perhatianmu kepada hal itu. Hujan, laut dan ... mani. Kemudian itu hidup!
Maka datanglah ayat 55: “Kamu menyembah kepada yang selain Allah." Kamu menyembah berhala, padahal berhala itu kamu sendiri yang membuatnya."Dan berhala itu tidaklah sanggup memberi manfaat dan mudharat, dan tidaklah sanggup menciptakan hujan, mengasinkan atau mentawarkan air. Bahkan tidak sanggup memberi hidup pada setetes mani. Alangkah bodohmu!
“Bahkan orang-orang yang kafir dan ingkar itu mencoba menolong syaitan guna menentang Tuhan."
Demi merenung susunan ayat ini, terasalah bahwa Islam adalah menyadarkan akal kita buat bangkit. Menyadarkan pertalian manusia dengan alam kelilingnya, kemudian itu pertalian mereka dengan Tuhan Allah Yang Maha Esa. Setiap orang disuruh sadar, disuruh mempergunakan fikiran. Dan pada ayat-ayat itu pun nyata akan lebih mendalamlah terhunjam Iman dalam hati kalau kita menuntut Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Falak, Ilmu tentang-Manusia dan sekalian macam cabang Ilmu Pengetahuan. Sebab ilmu membawa kita kepada Iman.