Ayat
Terjemahan Per Kata
ذَٰلِكَۖ
demikianlah
وَمَن
dan barangsiapa
يُعَظِّمۡ
memuliakan/menghormati
شَعَٰٓئِرَ
syi'ar-syi'ar
ٱللَّهِ
Allah
فَإِنَّهَا
maka sesungguhnya itu
مِن
dari
تَقۡوَى
ketakwaan
ٱلۡقُلُوبِ
hati
ذَٰلِكَۖ
demikianlah
وَمَن
dan barangsiapa
يُعَظِّمۡ
memuliakan/menghormati
شَعَٰٓئِرَ
syi'ar-syi'ar
ٱللَّهِ
Allah
فَإِنَّهَا
maka sesungguhnya itu
مِن
dari
تَقۡوَى
ketakwaan
ٱلۡقُلُوبِ
hati
Terjemahan
Demikianlah (perintah Allah). Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati.
Tafsir
(Demikianlah) perintah itu (dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu) mengagungkan syiar-syiar Allah, yaitu menyembelih hewan kurban untuk tanah suci, seumpamanya hewan kurban itu dipilih yang baik dan digemukkan terlebih dahulu (timbul dari ketakwaan hati) dalam diri mereka. Hewan-hewan kurban itu dinamakan Sya'aair disebabkan kesyiarannya yakni kesemarakannya, disebabkan hewan-hewan tersebut telah diberi tanda yang menunjukkan, bahwa mereka untuk dikurbankan, yaitu seperti dicap dengan besi panas pada punggungnya, sehingga menambah semaraknya suasana hari raya.
Tafsir Surat Al-Hajj: 32-33
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul 'Atiq (Baitullah). Allah ﷻ berfirman bahwa demikianlah, Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 32) Yakni perintah-perintah-Nya: maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Al-Hajj: 32) yang antara lain ialah mengagungkan hewan hadyu dan hewan kurban, seperti apa yang dikatakan oleh Al-Hakam dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa mengagungkan hewan hadyu dan hewan kurban ialah dengan cara menggemukkannya dan mengurusnya dengan pengurusan yang baik.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Ghayyas, dari Ibnu Abu Laila, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah. (Al-Hajj: 32) Yaitu menggemukkan hewan hadyu, mengurusnya dengan baik, dan membesarkannya. Abu Umamah telah meriwayatkan dari Sahl, "Kami dahulu menggemukkan hewan-hewan kurban di Madinah, dan semua kaum muslim melakukan hal yang sama." Asar diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Darah (dari) hewan (kurban) yang berbulu kelabu lebih disukai oleh Allah daripada darah dua hewan kurban yang berbulu hitam. Hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah. Para ulama mengatakan bahwa 'afra artinya 'berbulu putih, tetapi tidak cerah, yakni kelabu.' Hewan kurban yang berbulu kelabu ini lebih baik daripada hewan kurban yang berbulu lainnya, sekalipun hewan kurban yang berbulu lain sudah dinilai cukup; karena berdasarkan apa yang telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui sahabat Anas r.a., bahwa Rasulullah ﷺ berkurban dengan dua ekor domba yang berbulu putih berbelang hitam lagi bertanduk.
Diriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah ﷺ berkurban dengan seekor domba yang bertanduk, yang pada matanya terdapat belang hitam, begitu pula pada bagian mulutnya dan semua kakinya. Hadis diriwayatkan oleh ahlus sunan dan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Di dalam kitab Sunan Ibnu Majah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Rafi', bahwa Rasulullah ﷺ berkurban dengan dua ekor domba yang besar-besar lagi gemuk-gemuk, bertanduk, berbulu putih, berbelang hitam, yang kedua-duanya telah dikebiri. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Jabir, bahwa Rasulullah ﷺ berkurban dengan dua ekor domba yang bertanduk, berbulu putih berbelang hitam, yang kedua-duanya telah dikebiri.
Menurut suatu pendapat, kedua domba tersebut buah pelirnya dihancurkan dan tidak dipotong. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui. Diriwayatkan dari Ali r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada kami agar memeriksa dengan teliti kedua mata dan kedua telinga hewan kurban, dan kami tidak boleh menyembelih hewan kurban yang muqabalah, mudabarah, syarqa, dan kharqa. Muqdbalah ialah hewan kurban yang bagian depan telinganya terpotong. Mudabarah ialah hewan kurban yang bagian belakang telinganya terpotong. Syarqa ialah hewan kurban yang telinganya terpotong secara memanjang. Demikianlah menurut penafsiran Imam Syafii dan Imam As-mu'i.
Adapun kharqa ialah hewan kurban yang daun telinganya berlubang. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ahlus sunan, dan dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Mereka telah meriwayatkan pula melalui sahabat Ali r.a. yang mengatakan, "Rasulullah ﷺ melarang kami mengurbankan hewan yang tanduk dan telinganya terpotong." Sa'id ibnul Musayyab mengatakan bahwa kalau yang terpotong lebih dari separo, dinamakan 'adb. Sebagian ahli lugah (bahasa) mengatakan, jika tanduk bagian atas terpotong dinamakan qasma; adapun 'adb, maka yang terpotong adalah bagian bawahnya (yakni yang retak adalah bawahnya). Sedangkan kalau daun telinga 'adb, artinya hewan yang daun telinganya sebagian terpotong.
Menurut pendapat Imam Syafii, berkurban dengan hewan-hewan tersebut dapat dinilai cukup, tetapi hukumnya makruh. Imam Ahmad berpendapat bahwa mengurbankan hewan yang terpotong daun telinga dan tanduknya tidak boleh (tidak mencukupi), karena berdasarkan hadis di atas. Imam Malik mengatakan, jika ada darah yang mengalir dari tanduknya yang terpotong, tidak cukup untuk dijadikan kurban. Tetapi jika tidak ada darah yang mengalir darinya, maka cukup untuk dijadikan kurban.
Diriwayatkan dari Al-Barra, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Ada empat macam hewan yang tidak boleh dipakai untuk kurban, yaitu: Hewan yang buta, yang jelas butanya; hewan yang sakit, yang jelas parah sakitnya; hewan yang pincang, yang jelas pincangnya; dan hewan yang patah tulang kakinya, tak dapat disembuhkan. Hadis riwayat Imam Ahmad dan ahlus sunan, dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Aib-aib ini mengurangi daging hewan yang bersangkutan, karena lemah dan tidak mampu mencukupi kebutuhan makannya, karena kambing-kambing yang sehat telah mendahuluinya merebut makanannya.
Oleh sebab itu, hewan-hewan tersebut tidak boleh dijadikan kurban karena kurang mencukupi, menurut pendapat Imam Syafii dan imam-imam lainnya, sesuai dengan makna lahirilah hadis. Pendapat kalangan mazhab Syafii berbeda pendapat sehubungan dengan ternak yang sakit ringan. Ada dua pendapat di kalangan mereka. Abu Daud telah meriwayatkan melalui Atabah ibnu Abdus Sulami, bahwa Rasulullah ﷺ melarang mengurbankan hewan yang kurus, hewan yang terpotong tanduk (telinganya), hewan yang buta matanya, hewan yang lemah, dan hewan yang pincang.
Aib atau cela yang telah disebutkan dalam hadis di atas menjadikan hewan tersebut tidak cukup untuk kurban. Tetapi jika aib atau cela tersebut terjadi sesudah hewan ditentukan untuk jadi kurban, maka tidak mengapa untuk dikurbankan. Hal ini menurut kalangan mazhab Syafii, berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui Abu Sa'id yang telah menceritakan bahwa ia pernah membeli seekor domba untuk kurban, kemudian ada serigala yang menyerangnya dan sempat memakan sebagian dari pantatnya.
Kemudian Abu Sa'id menanyakan hal tersebut kepada Nabi ﷺ Maka Nabi ﷺ bersabda: Kurbankanlah domba itu. Karena itulah dalam hadis yang telah disebutkan di atas dikatakan bahwa Nabi ﷺ memerintahkan kepada kami agar memeriksa mata dan telinga hewan yang hendak dikurbankan. Dengan kata lain, hendaknya hewan kurban itu harus gemuk, baik, dan berharga. Seperti yang telah disebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Umar pernah mendapat hadiah seekor unta yang terbaik (unggul) seharga tiga ratus dinar. Lalu Umar datang menghadap kepada Nabi ﷺ dan bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya diberi hadiah seekor unta yang terbaik seharga tiga ratus dinar. Bolehkah saya menjualnya, lalu hasilnya saya belikan unta biasa buat kurban," (dengan maksud agar dapat menghasilkan beberapa ekor unta).
Rasulullah ﷺ bersabda: Jangan, sembelihlah unta terbaik itu sebagai kurbanmu. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-budn (hewan kurban) termasuk syiar Allah. Muhammad ibnu Abu Musa mengatakan bahwa wuquf di Arafah, Muzdalifah, melempar jumrah, mencukur rambut, dan berkurban termasuk syiar-syiar Allah. Ibnu Umar mengatakan bahwa syiar Allah yang paling besar ialah Baitullah. Firman Allah ﷻ: Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat. (Al-Hajj: 33) Yakni pada hewan-hewan kurban itu terdapat beberapa manfaat bagi kalian dari air susunya, bulunya, kulitnya, dapat pula dijadikan sebagai sarana angkutan sampai waktu tertentu.
Miqsam telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang ditentukan. (Al-Hajj: 33) Yaitu hewan ternak yang tidak dikhususkan untuk kurban. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang ditentukan. (Al-Hajj: 33) Maksudnya, dapat dinaiki, dapat diambil air susunya dan anaknya; tetapi apabila telah dinamakan budnah atau hadyu (yakni untuk kurban), maka semuanya itu tidak boleh lagi.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ata, Ad-Dahhak, Qatadah, Ata Al-Khurrasani, dan lain-lainnya. Ulama lainnya mengatakan bahwa seseorang bahkan boleh memanfaatkannya sekalipun telah dinamakan hadyu jika memang diperlukan. Seperti apa yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui sahabat Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ melihat seorang lelaki sedang menggiring hewan budnah-nya. Maka beliau ﷺ bersabda: "". "Naikilah!" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya ternak ini adalah untuk kurban. Nabi ﷺ bersabda, "Celakalah kamu, naikilah, untuk kedua atau ketiga kalinya. Di dalam riwayat Imam Muslim disebutkan melalui Jabir r.a., dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Naikilah dengan cara yang makruf bila kamu terpaksa harus menaikinya. Syu'bah ibnu Zuhair telah meriwayatkan dari Abu Sabit Al-A'ma, dari Al-Mugirah ibnu Abul Hurr, dari Ali, bahwa ia pernah melihat seorang lelaki sedang menggiring hewan budnah (kurban)nya yang telah beranak. Maka Ali berkata, "Jangan kamu minum air susunya kecuali lebihan dari sisa anaknya.
Apabila telah tiba Hari Raya Kurban, sembelihlah unta itu bersama anaknya juga." Firman Allah ﷻ: kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul 'Atiq (Baitullah). (Al-Hajj: 33) Yakni tempat tujuan terakhir dari hewan hadyu itu ialah Baitul 'Atiq (Ka'bah). Sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka'bah. (Al-Maidah: Dan firman Allah ﷻ: dan menghalangi hewan kurban sampai ke tempat (penyembelihan )nya. (Al-Fath: 25) Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan makna Baitul 'Atiq. Ibnu Juraij telah mengatakan dari Ata bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Setiap orang yang telah melakukan tawaf di Baitullah (tawaf ifadah) berarti dia telah ber-tahallul." Allah ﷻ telah berfirman: kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul 'Atiq (Baitullah). (Al-Hajj: 23)"
Demikianlah perintah Allah agar seorang muslim menunaikan ibadah haji dengan landasan tauhid yang lurus. Dan Barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah dengan menyempurnakan manasik haji yang dilakukan pada tempat-tempat mengerjakannya dengan hati yang bersih, semata-mata mengharap keridaan-Nya, maka sesungguhnya hal itu, hanya akan terlaksana bila menunaikan ibadah haji timbul dari ketakwaan hati. 33. Bagi kamu yang sedang menunaikan ibadah haji padanya, yakni pada hewan hadyu yang disembelih sebagai pengganti (dam) pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan; atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji, ada beberapa manfaat yang bisa diambil seperti untuk dikendarai, diambil susunya, dan sebagainya, hingga waktu yang ditentukan, yakni hingga hari nahar, tanggal 10 Zulhijah, kemudian tempat penyembelihannya adalah di sekitar Baitul Atiq, Baitullah, di kawasan tanah haram.
Siapa yang menghormati syi`ar-syi`ar Allah, memilih binatang kurban yang baik, gemuk dan besar, maka sesungguhnya yang demikian adalah perbuatan orang yang benar-benar takwa kepada Allah dan perbuatan yang berasal dari hati sanubari orang yang mengikhlaskan ketaatannya kepada Allah.
Dalam hadis diterangkan binatang yang biasa disembelih para sahabat.
Dari Abu Umamah bin Sahal, "Kami menggemukan hewan kurban di Medinah, dan kaum Muslimin mengemukkannya pula." (Riwayat al-Bukhari)
Dan hadis Nabi Muhammad saw:
Dari al-Bara, ia berkata telah bersabda Rasulullah saw, "Empat macam yang tidak boleh ada pada binatang kurban, yaitu yang buta matanya sebelah, yang jelas kebutaannya, yang sakit dan jelas sakitnya, yang pincang dan jelas pincangnya dan yang patah kakinya, dan yang tidak dapat membersihkan diri (yang parah)."(Riwayat al-Bukhari dan Ahmad).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Darihal Haji
(2)
Ayat 31
Diperintahkan Tuhan bahwa di dalam mengerjakan ibadah haji itu hendaklah: “Dalam keadtran ikhlas karenaAllah." (pangkal ayat 31). Tidak ada cabang ingatan kepada yang lain. Ditegaskan: “Tidak mereka mempersekutukan yang lain dengan Dia." Karena telah kita ketahui sejak mula bahwa segala ibadat dan manasik yang kita kerjakan itu dan Ka'bah itu sendiri diperintahkan Tuhan mendirikannya kepada Nabi Ibrahim ialah untuk menyembah Allah. "Dan barangsiapa mempersekutukan yang lain dengan Allah," perkaranya adalah amat berat sekali, karena dosa mensyirikkan Allah itu tiada akan terampun lagi, kecuali dengan bertaubat yang seberianya serta kembali semula ke pangkuan Islam. "Maka adalah dia seakan-akan jatuh dan langit ialu disambar burung," melayang-layang di udara tidak ada kekuatan yang bertahan sehingga jadi bangsa burung terbang: “Atau diterbangkan dia oleh angin ke tempat yang amat jauh." (ujung ayat 31). Terlepas dari daya tank bumi sehingga tercampak di ruang angkasa, sehingga tidak tentu lagi ke mana terlempanya, jauh tak dapat dicari satu lagi perumpamaan yang tepat!
Itulah orang yang kehilangan bumi tempat berpijak, kehilangan langit tempat berlindung. Itulah hidup yang kehilangan arti!
Ayat 32
“Demikianlah adanya!" (pangkal ayat 32). Bahaya begitulah nasib orang mempersekutukan yang lain dengan Allah, padahal yang lain itu alam belaka. Terlunta-lunta, terkatung-katung karena menggantungkan penghargaan bukan kepada tempatnya! “Dan barangsiapa yang menghormati syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu adalah dari sebab ketakwaan hati." (ujung ayat 32).
Sya'airullah, atau syi'ar-syi'ar Allah artinya ialah melakukan berbagai upacara di tempat-tempat yang tertentu. Di keliling Ka'bah kita tawaf. Di antara Shafa dan Marwah kita berjalan pergi dan kembali tujuh kali. Di Arafah kita wuquf. Di Masy'aril Haram atau Muzdalifah kita berhenti sejenak. Di Mina kita menyembelih had-yi dan melontar jahirah. Selesai manasik kita bergunting rambut atau bercukur. Semua itu nama syi'ar Allah dan semuanya kita laksanakan menurut aturan. Tidaklah kita melontar jamrah di bukit Shafa, atau berwuquf di dalam Masjid al-Haram. Ralau semuanya itu kita lakukan dengan patuh menurut aturan, maka bertambah suburlah ketakwaan kita kepada Tuhan. Itulah yang akan menyebabkan haji yang mabrur.
Peringatan Tuhan di ayat 32 ini ialah untuk menjelaskan segala upacara yang kita lakukan itu sekali-kali bukanlah kita memuja dan menyembah tempat itu. Kita kerjakan semuanya itu tidak lain hanyalah karena taat melakukan perintah Tuhan. Jadi adalah semata-mata takwa kepada Allah.
Ini dicontohkan Saiyidiria Umar sendiri, ketika beliau berdiri di hadapan “Hajar Al-Aswad" (batu hitam) akan menciumnya. Beliau berakta: ‘Hai batu, kalau bukanlah aku melihat Rasul Allah s.a.w. mencium engkau, tidaklah akan aku cium engkau, tidaklah akan aku cium engkau. Karena engkau hanya suatu batu, yang tidak memberi manfaat sesuatu pun dan tidak pula memberi mudharat."
Maka semuanya itu hanya ucapan, bukan ibadat. Sebab itu tidaklah kita boleh datang wuquf ke Arafah lain dari 9 Dzul Hijjah dan tidak kita melempar jumrah lain dari hari Nahar dan hari tasyriq. Dan semuanya itu tidaklah tempat “keramat" atau “sakti" atau “angker" sebagai diperbuat setengah orang Islam yang telah tersesat terhadap orang-orang yang mereka anggap suci dan mereka anggap puja.
Ayat 33
“Adalah bagi kamu pada (binatang-binatang temak) itu beberapa manfaat," (pangkal ayat 33). Tiap-tiap mengerjakan umrah dan haji, terutama, senantiasalah membawa binatang temak, sebab sehabis haji sudah tentu akan menyembelih al-had-yu! Al-had-yu adalah nama yang diberikan kepada binatang-binatang temak yang akan disembelih berkenaan dengan manasik. Ada yang wajib, yang dinamai juga dam ketika haji tamattu' dan haji qiran. Atau pembayaran melanggar atau karena ketinggalan suatu wajib, yang sunnat talah kurhari atau adh-hiyah. Di dalam ayat ini diterangkan bahwa sebelum binatangbinatang itu diaembelih, boleh diambil manfaatnya lebih dahulu. mIsalnya diperah susunya dan diminum, atau dijadikan tunggangan dalam perjalanan menuju haji: “Sampai kepada suatu masa tertentu." Yaitu pada hari Nahar. "Yaumun Nahari" artinya ialah hari sembelih.
“Kemudian itu tempatnya ialah (bila) sampai di rumah kuno itu." (ujung a,'rat 33). Yaitu tempat atau masa berhenti mengambil manfaat dan tiba waktu tertentu buat menyembelihnya ialah bila telah sampai di rumah kuno, di Ka'bah itu.
Artinya tentu saja bukan menyembelih di dekat Ka'bah. Kalau demikian tentu kotor mesjid terutama tempat tawaf. Maksudnya ialah bahwa sembelihan itu dilakukan setelah selesai mengerjakan wuquf dan setelah melontar jumratul ‘aqabah. Waktu itu sudah tahallul! Artinya sudah halal kembali. Maka yang mula dikerjakan ialah menyembelih had-yu itu.
Ayat 34
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami tentukan peribadatan." (pangkal ayat 34).
Mansakan artinya peribadatan. Yang terutama dimaksud dalam ayat ini ialah menyembelih kurhari sebagai bagian dari ibadat. Sejak dart Habit dan Qabil, kedua anak dan Nabi Adam perintah berkurhari ini sudah dimulai. Kurhari yang seorang, yaitu Habit diterima Tuhan. Kurhari Qabil tidak diterima, hingga timbul dengki dan terjadi pembunuhan pertama dalam sejarah manusia. (Lihat Surat 5, al-Maidah ayat 27).
Umat Nabi Musa juga menjalankan kurban. Kambing itu dibakar, dikatakan bahwa asap pembakaran yang menjulang ke langit itulah penghantarnya: “Supaya mereka menyebut nama Allah atas pemberian rezeki kepada mereka." Yaitu tanda syukur kepada Allah dengan menyebut segala puji-pujian kepadaNya; “Dan binatang-binatang temak." Yaitu tanda syukur itu ialah dengan menyembelih rezeki binatang-binatang temak anugerah Tuhan: “Maka Tuhan kamu itu adalah Yang Maha Esa." Tidak ada Tuhan selain Dia: “Dan kepadaNyalah hendaknya kamu berserah diri." Sehingga tujuan hidupmu itu jelas satu, tidak bercabang kepada yang lain. Lalu Allah menyuruh -NabiNya Muhammad s.a.w. supaya dIsampaikan kepada orang yang beriman: “Dan gembirakanlah orang-orang yang tertunduk." (ujung ayat 34).
Di ayat 35 langsung diterangkan tanda-tanda dari orang-orang yang bertunduk kepada Tuhan, yang tidak banyak cingcong di dalam melaksanakan titah Ilahi.
Ayat 35
“(Yaitu) orang-orang apabila disebut Allah, gentarlah hati mereka." (pangkal ayat 35). Yang menyebabkan gentar hati kita mendengar nama Allah disebut ialah tersebab di dalam jiwa iman sudah tumbuh dengan subur. Bila Allah disebut terbayanglah kekuasaanNya yang tidak terbatas! Terbayang kuat kuasaNya menaikkan orang yang tadi di bawah, atau menjatuhkan orang yang menyangka atau dIsangka orang tidak akan jatuh lagi karena teguh kekuasaan dan kedudukannya."Dan orang-orang yang bersabar alas apa yang menimpa mereka." Karena iman jualah yang menyebabkan dia sabar; Iman jua yang menyebabkan dia yakin bahwa kesusahan hari ini akan berganti dengan kemudahan besok; atau dalam mushibah yang menimpa itu terkandung rahasia nikmat Ilahi yang tinggi, yang kemudian pasti akan terbuka rahasia itu. Sebab orang beriman telah sampai kepada keyakinan bahwa tidak ada satu mushibah yang tidak baik akibatnya: “Dan mereka mendirikan sembahyang." Dan sembahyang adalah tiang dan kehidupan. Sembahyang adalah tali yang tidak putus dengan Tuhan. Sehingga Tuhan tidak akan pernah dilupakan untuk pelita bagi jiwa. "Dan rezeki yang Kami berikan, mereka belanjakan pula." (ujung ayat 35). Artinya bahwa mereka tidak bakhil menahan rezeki Allah untuk diri sendiri, berat member pertolongan kepada fakir dan miskin. Dan lantaran bakhli juga mereka pun enggan mengerjakan ibadat haji.
Ayat 36
“Dan binatang-binatang kurban itu Kami jadikan dia untuk kamu sebagai sebagian dart syi'ar-syi'ar Allah." (pangkal ayat 36). Di sini disebut wal-budna: yang kita artikan menurut maksudnya yaitu binatang, terutama unta yang telah disediakan buat kurban. Di ayat ini dijelaskan sekali lagi bahwa penyembelihan kurban itu termasuk di dalam syi'ar-syi'ar Allah juga. Ada haji ada kurban. Kalau tuan lihat bergelimpangan unta, sapi, kambing dan domba di tempat penyembelihan di Mina. di hari Nahar, karena memang hari raya itu ialah hari upacara kurban, hari syi'ar Allah yang bernama kurban. Hari rayanya bernama ‘Idul Adhha, artinya ialah Hari Raya berkurban. Dia termasuk ibadat: “Untuk kamu padanya adalah kebaikan." Artinya kamu diberi pahala mengerjakannya. "Maka sebutlah nama Allah atasnya dalam keadaan berbaris-baris." Artinya mereka menyembelih itu atas nama Allah.
“Dengan nama Allah, Allah adalah Yang Maha Besar. Ya Tuhan. Kurhari ini adalah anugerah dari Engkau, dan kembali kepada Engkau."
Dan aturlah penyembelihan itu dengan tersusun baik. Kalau unta supaya diikat kakinya yang kiri, hingga dia diaembelih sedang berdiri dengan tiga kaki. Itulah maksud berbaris menurut keterangan Ibnu Abbas yang dirawikan oleh al-Hakim.
“Maka apabila dia telah gugur," artinya telah mati karena telah putus urat lehernya (marih) dipotong pIsau tajam, niscaya dikuliti dan diambil dagingnya buat dimakan. "Makanlah daripadanya," di sini jelas bahwa orang yang empunya sembelihan dianjurkan makan sebagian dari daging itu: “Dan beri makanlah fakir yang menahan diri," artinya dia patut dapat bagian tetapi dia tidak mau meminta bagian. Entah karena malu, entah karena merasa aib pergi meminta: “Dan fakir yang meminta." Dalam ayat ini jelas sekali Tuhan menyuruh mengutamakan terlebih dahulu yang tidak mau meminta itu daripada yang datang meminta: “Demikianlah telah Kami mudahkan dia bagi kamu," sehingga kamu tidak ragu lagi mengambil sebagian bust kamu makan bersama keluargamu ala kadanya, dan mendahulukan orang patut-patut yang tidak mau menadahkan tangan meminta-minta: “Supaya kamu barsyukur." (ujung ayat 36) atas baiknya peraturan Tuhan itu.
Ayat 37
“Tidaklah akan mencapai Allah daging-dagingnya dan tidak darah-darahnya, tetapi yang akan sampai kepodaNya ialah takwa daripada kamu." (pangkal ayat 37). Dengan ini dijetaskan kurhari menurut Islam. Dia bukanlah membakar daging kurhari lalu asapnya naik ke langit, sebagai persangkaan orang-orang dahulu, tetapi dipotong dan dagingnya dibagikan kepada yang mtskin. Yang menyampaikannya kepada Tuhan ialah jika benar hatimu ketika menyembelih benar-benar karena Allah. Demikianlah Kami mudahkan dia bagi kamu," sehingga tidak kesulitan atau kesukaran: “Supaya kamu membesarkan Allah atas apa yang telah diberiNya petunjuk kepada kamu," atas bagaimana caranya beribadat yang dapat diterima Tuhan: “Dan hendaklah engkau gembirakan."wahai Nabi: “Akan orang-orang yang berbuat kebajikan." (ujung ayat 37).