Ayat
Terjemahan Per Kata
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
عَلَىٰ
atas
هُدٗى
petunjuk
مِّن
dari
رَّبِّهِمۡۖ
Tuhan mereka
وَأُوْلَٰٓئِكَ
dan mereka itu
هُمُ
mereka
ٱلۡمُفۡلِحُونَ
orang-orang yang beruntung
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
عَلَىٰ
atas
هُدٗى
petunjuk
مِّن
dari
رَّبِّهِمۡۖ
Tuhan mereka
وَأُوْلَٰٓئِكَ
dan mereka itu
هُمُ
mereka
ٱلۡمُفۡلِحُونَ
orang-orang yang beruntung
Terjemahan
Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Tafsir
(Merekalah), yakni orang-orang yang memenuhi sifat-sifat yang disebutkan di atas (yang beroleh petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung) yang akan berhasil meraih surga dan terlepas dari siksa neraka.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 5
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Allah ﷻ berfirman bahwa yang dimaksud dengan mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai ciri-ciri khas terdahulu, yaitu beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, memberi nafkah dari rezeki yang diberikan Allah kepada mereka, beriman kepada kitab yang diturunkan kepada Rasulullah ﷺ dan kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelumnya, dan yakin kepada kehidupan akhirat, yang hal ini menuntut persiapan sebagai bekal guna menghadapinya, yaitu mengerjakan amal-amal saleh dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan. 'Ala hudan, tetap beroleh cahaya penjelasan dan petunjuk dari Allah ﷻ. “Wa ulaika humul muflihun,” dan merekalah orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa makna "mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya" adalah tetap beroleh nur dari Tuhan mereka dan tetap istiqamah (berpegang teguh) kepada Al-Qur'an yang disampaikan kepada mereka. Wa ulaika humul muflihun, merekalah orang-orang yang beruntung, yakni orang-orang yang memperoleh apa yang mereka minta dan selamat dari kejahatan yang mereka menghindar darinya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna firman-Nya, "Ulaika 'ala hudam mirrabbihim," adalah sesungguhnya mereka tetap memperoleh nur (cahaya) dari Tuhannya, pembuktian, istiqamah, dan bimbingan serta taufik Allah buat mereka. Takwil firman-Nya, "Ulaika humul muflihun" adalah merekalah orang-orang yang sukses dan memperoleh apa yang mereka dambakan di sisi Allah melalui amal perbuatan mereka dan iman mereka kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya; dambaan tersebut berupa keberuntungan memperoleh pahala, kekal di surga, dan selamat dari siksa yang telah disediakan oleh Allah buat musuh-musuh-Nya.
Ibnu Jarir meriwayatkan sebuah pendapat dari sebagian kalangan ahli tafsir, bahwa isim isyarah diulangi di dalam firman-Nya: “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung” (Al-Baqarah: 5). Hal itu ditujukan kepada orang-orang beriman dari kalangan ahli kitab yang ciri-ciri khasnya telah disebutkan melalui firman-Nya: “dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu” (Al-Baqarah: 4). hingga akhir ayat, seperti yang telah disebutkan perselisihan mengenainya.
Berdasarkan takwil ini, berarti diperbolehkan menganggap firman-Nya,"Walladzina yu-minuna bima unzila ilaika," bersifat munqati' (terpisah) dari ayat sebelumnya, dan kedudukan i'rab-nya marfu' karena dianggap sebagai mubtada, sedangkan khabar-nya adalah firman Allah ﷻ, "Wa ulaika humul muflihun". Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah kembali kepada semua orang yang telah disebut sebelumnya yaitu orang-orang beriman dari kalangan bangsa Arab dan orang-orang beriman dari kalangan ahli kitab.
Ia memilih pendapat ini karena berdasarkan kepada sebuah atsar yang diriwayatkan oleh As-Suddi, dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas; juga dari Murrah Al-Hamadani, dari Ibnu Mas'ud, dan dari sejumlah sahabat Rasulullah ﷺ. Orang-orang yang beriman kepada yang gaib, mereka adalah orang-orang mukmin bangsa Arab. Sedangkan mereka yang beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang diturunkan sebelum kamu maksudnya adalah orang-orang beriman dari kalangan ahli kitab.
Kemudian keduanya dihimpun dalam satu ayat, yaitu melalui firman-Nya: “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung” (Al-Baqarah: 5). Dalam tarjih yang telah kami sebutkan di atas, makna yang dimaksud adalah menerangkan ciri-ciri orang-orang mukmin secara umum, dan isyarat mengandung makna umum ditujukan kepada mereka semua. Telah dinukil sebuah riwayat dari Mujahid, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah dan Ibnu Abu Hatim yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Usman ibnu Saleh Al-Misri, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mughirah, dari Abul Haitsam yang nama aslinya ialah Sulaiman ibnu Abdullah, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi ﷺ, dikatakan kepada Rasulullah ﷺ, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tetap membaca Al-Qur'an, lalu kami berdoa, dan kami tetap membaca Al-Qur'an hingga hampir saja kami berputus asa." Maka Nabi ﷺ bersabda, "Maukah kalian aku beritakan tentang penduduk surga dan penduduk neraka?" Mereka menjawab, "Tentu saja kami mau, wahai Rasulullah." Nabi ﷺ membacakan firman-Nya: "Alif lam mim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa," sampai dengan firman-Nya, "Orang-orang yang beruntung" (Al-Baqarah: 1-5). Kemudian Nabi ﷺ bersabda, "Mereka adalah penduduk surga." Mereka (para sahabat) berkata, "Sesungguhnya kami berharap semoga diri kami termasuk dari mereka." Lalu Nabi ﷺ membacakan firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka," sampai dengan firman-Nya, "Siksa yang amat berat” (Al-Baqarah: 6-7). Beliau ﷺ bersabda, "Mereka adalah penduduk neraka." Mereka (para sahabat) berkata, "Wahai Rasulullah, tentunya kami bukan termasuk mereka." Beliau ﷺ menjawab, "Ya."
Mereka yang mempunyai ciri-ciri sebagaimana disebutkan itulah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, berada pada posisi yang sangat mulia dan agung, sebab mereka menaati semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, dan hanya mereka itulah orang-orang yang beruntung memperoleh apa yang mereka inginkan, yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat dengan dimasukkan ke dalam surga dan terbebas dari neraka.
Sebagai kebalikan dari sikap orang mukmin terhadap Al-Qur'an, sesungguhnya orang-orang kafir yang menutupi hati dan akal pikiran mereka dari kebenaran karena enggan dan sombong, tidak akan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Sama saja bagi mereka, engkau beri peringatan, berupa ancaman siksa dari Tuhanmu, atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman sebab mereka lebih memilih jalan kebatilan.
.
Kelima: Beriman kepada adanya hari akhirat. "Akhirat" lawan dari "dunia". Akhirat ialah tempat manusia berada setelah dunia ini lenyap. "Beriman akan adanya akhirat" ialah benar-benar percaya adanya hidup yang kedua setelah dunia ini berakhir.
Orang-orang yang mempunyai sifat yang lima di atas adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dan bimbingan Allah dan merekalah orang-orang yang akan merasakan hasil iman dan amal mereka di akhirat nanti, mereka memperoleh keridaan Allah dan tempat tinggal mereka di akhirat ialah di surga yang penuh kenikmatan. Di dalamnya mereka menikmati kebahagiaan yang abadi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-BAQARAH
(LEMBU BETINA)
SURAH KE-2
286 AYAT, DITURUNKAN DI MADINAH
“Dengan nama Allah Yang Mahamurah, lagi Pengasih."
Surat Al-Baqarah: 1-5
TAKWA DAN IMAN
Ayat 1
Alif—La m—Mim.
Di dalam Al-Qur'an, kita akan berjumpa dengan beberapa surah yang dimulai dengan huruf-huruf seperti ini. Baik penafsir lama maupun penafsir zaman-zaman akhir membicarakan tentang huruf-huruf ini menurut cara mereka sendiri-sendiri, tetapi kalau disimpulkan terdapAllah dua golongan. Pertama, golongan yang memberikan arti sendiri daripada huruf-huruf itu. Yang banyak memberikan arti ialah penafsir sahabat yang terkenal, Abdullah bin Abas. Sebagaimana Alif-lam-mim ini satu tafsir dari Ibnu Abbas menerangkan bahwa ketiga huruf itu adalah isyarat kepada tiga nama: alif untuk nama Allah, lam untuk Jibril, dan mim untuk Nabi Muhammad ﷺ.
Namun, pendapat yang kedua berkata bahwa huruf-huruf di pangkal surah itu adalah rahasia Allah, termasuk ayat mutasyabih yang kita baca dan percayai, tetapi Allah yang lebih tahu akan artinya. Dan, kita baca tiap-tiap huruf itu menurut bunyi ucapannya dalam lidah orang Arab serta dipanjangkan.
Riwayat kata ini diterima dari Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq sendiri, demikian juga dari Ali bin Abi Thalib. Menurut riwayat dari Abul-Laits as-Samarqandi bahwa menurut Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan dan Abdullah bin Masud, semuanya berkata, “Huruf potongan itu tertutup buat ditafsirkan." Dan, Abu Hatim berkata, “Di dalam Al-Qur'an kita tidak mendapat huruf-huruf, melainkan di pangkal beberapa surah, dan tidaklah kita tahu apa yang dikehendaki Allah dengan ia."
Sungguh pun demikian, masih juga ada ahli-ahli tafsir yang tertarik membuat pengertian sendiri tentang rahasia-rahasia huruf-huruf itu. Ada pula segolongan ahli tafsir yang menyatakan bahwasanya huruf-huruf di awal surah itu adalah sebagai pemberitahuan atau panggilan untuk menarik perhatian tentang ayat-ayat yang akan turun mengiringinya. Adapun perkataan yang shahih dari Nabi ﷺ sendiri tentang arti huruf-huruf itu tidaklah ada.
Nyatalah bahwa huruf-huruf itu bukan kalimat bahasa yang bisa diartikan. Kalau ia suatu kalimat yang mengandung arti, niscaya tidak akan ragu-ragu lagi seluruh bangsa Arab akan artinya. Oleh sebab itu, lebih baiklah kita terima saja huruf-huruf itu menurut keadaannya.
Ayat 2
“Inilah Kitab itu; tidak ada … keraguan padanya; satu petunjuk bagi orang-orang yang hendak bertakwa."
Kita baru saja selesai membaca surah al-Faatihah. Di sana, kita telah memohon kepada Allah agar ditunjuki jalan yang lurus, jalan orang yang diberi nikmat, jangan jalan orang yang dimurkai atau orang yang sesat. Baru saja menarik napas selesai membaca surah itu, kita langsung ke surah al-Baqarah dan langsung ke ayat ini. Permohonan kita di surah al-Faatihah sekarang diperkenankan. Kamu bisa mendapat jalan yang lurus, yang diberi nikmat, bukan yang dimurkai dan tidak yang sesat, asal saja kamu suka memakai pedoman kitab ini. Tidak syak lagi, ia adalah petunjuk bagi orang yang suka bertakwa.
Apa arti takwa? Kalimat takwa diambil dari rumpun kata wiqayah artinya memelihara. Memelihara hubungan yang baik dengan Allah. Memelihara diri jangan sampai terperosok pada suatu perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah. Memelihara segala perintah-Nya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki agar jangan terperosok ke tempat yang lumpur atau berduri. Sebab, pernah ditanyakan orang kepada sahabat Rasulullah, Abu Hurairah (ridha Allah untuk beliau), apa arti takwa? Beliau berkata, “Pernahkah engkau bertemu jalan yang banyak duri dan bagaimana tindakanmu waktu itu?" Orang itu menjawab, “Apabila aku melihat duri, aku mengelak ke tempat yang tidak ada durinya atau aku langkahi, atau aku mundur Abu Hurairah menjawab, “Itulah ia takwa!" (HR Ibnu Abid Dunya)
Lalu, diterangkan sifat atau tanda-tanda dari orang yang bertakwa itu, yang kita dapat menilik diri kita sendiri supaya memenuhinya dengan sifat-sifat itu:
Ayat 3
“Mereka yang percaya pada yang gaib, dan Mereka yang mendirikan shalat, dan dari apa yang Kami anugerahkan kepada Mereka, Mereka dermakan."
Inilah tiga tanda pada taraf yang pertama. Percaya pada yang gaib. Yang gaib ialah yang tidak dapat disaksikan oleh pancaindra; tidak tampak oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, yaitu dua indra yang utama dari kelima (panca) indra kita. Namun, ia dapat dirasa adanya. Maka, yang pertama sekali ialah percaya kepada Allah, Zat yang menciptakan sekalian alam, kemudian itu percaya akan adanya Hari Kemudian, yaitu kehidupan kekal yang sesudah dibangkitkan dari maut.
Iman yang berarti percaya, yaitu hati yang terbukti dengan perbuatan yang diucapkan oleh lidah menjadi keyakinan hidup. Maka, iman akan yang gaib itulah tanda pertama atau syarat pertama dari takwa tadi.
Itulah tingkat ketiga atau syarat ketiga dari pengakuan iman. Di tingkat pertama, percaya pada yang gaib, sedangkan kepercayaan pada yang gaib dibuktikan dengan shalat sebab hatinya dihadapkannya kepada Allah yang diimaninya. Maka, dengan kesukaan memberi, berderma, bersedekah, membantu, dan menolong, imannya telah dibuktikannya pula kepada masyarakat. Orang Mukmin tidak mungkin hidup nafsi-nafsi dalam dunia. Orang Muk-min tidak mungkin menjadi budak dari benda sehingga dia lebih mencintai benda pemberian Allah itu daripada sesamanya manusia. Orang yang Mukmin apabila dia ada kemampuan karena imannya, sangAllah dia percaya bahwa dia hanya saluran saja dari Allah untuk membantu hamba Allah yang lemah.
Ayat 4
“Dan orang-orang yang percaya pada apa yang dituntutkan kepada engkau."
Niscaya baru sempurna iman itu kalau percaya pada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai iman dan ikutan. Percaya pada wahyu dan percaya juga pada contoh-contoh yang beliau bawakan dengan sunnahnya, baik kata-katanya maupun perbuatannya ataupun perbuatan orang lain yang tidak dicelanya. Dengan demikian, baru iman yang telah tumbuh tadi terpimpin dengan baik.
“Dan apa yang diturunkan sebelum engkau," yakni percaya pula bahwa sebelum Nabi Muhammad ﷺ tidak berbeda pandangan kita kepada Nuh atau Ibrahim, Musa atau Isa, dan nabi-nabi yang lain. Semua adalah nabi kita! Lantaran itu pula, tidak berbeda pandangan orang Mukmin itu terhadap sesama manusia. Bahkan, manusia itu umat yang satu.
“Dan kepada akhirat mereka yakin."
Inilah kunci penyempurna iman, yaitu keyakinan bahwa hidup tidaklah selesai hingga hari ini, tetapi masih ada sambungannya. Sebab itu, hidup seorang Mukmin terus dipenuhi oleh harapan bukan oleh kemuraman; terus optimis, tidak ada pesimis. Seorang Mukmin yakin ada hari esok!
Ayat 5
“Mereka itulah yang berada atas petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beroleh kejayaan."
Berjalan menempuh hidup, di atas jalan Shirathal Mustaqim, dibimbing selalu oleh Allah, karena dia sendiri memohonkan-Nya pula, bertemu taufik dengan hidayah, sesuai kehendak diri dengan ridha Allah. Maka, beroleh kejayaan yang sejati, menempuh suatu jalan yang selalu terang-benderang, sebab pelitanya terpasang dalam hati sendiri; pelita iman yang tidak pernah padam.