Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰبَنِيٓ
Wahai keturunan
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
ٱذۡكُرُواْ
ingatlah
نِعۡمَتِيَ
nikmatKu
ٱلَّتِيٓ
yang
أَنۡعَمۡتُ
telah Aku anugerahkan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَأَنِّي
dan bahwasanya Aku
فَضَّلۡتُكُمۡ
Aku telah melebihkan kalian
عَلَى
atas
ٱلۡعَٰلَمِينَ
seluruh umat
يَٰبَنِيٓ
Wahai keturunan
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
ٱذۡكُرُواْ
ingatlah
نِعۡمَتِيَ
nikmatKu
ٱلَّتِيٓ
yang
أَنۡعَمۡتُ
telah Aku anugerahkan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَأَنِّي
dan bahwasanya Aku
فَضَّلۡتُكُمۡ
Aku telah melebihkan kalian
عَلَى
atas
ٱلۡعَٰلَمِينَ
seluruh umat
Terjemahan
Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan sesungguhnya Aku telah melebihkan kamu daripada semua umat di alam ini (pada masa itu).
Tafsir
(Hai Bani Israel! Ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Kuanugerahkan kepadamu), yaitu mensyukurinya dengan jalan menaati-Ku (dan ingatlah pula bahwa Aku telah mengistimewakan kamu) maksudnya nenek moyangmu (atas penduduk dunia) maksudnya penduduk di zaman mereka itu.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 47
Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian dan (ingatlah) bahwasanya Aku telah melebihkan kalian atas segala umat.
Allah ﷻ mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada kakek moyang mereka yang terdahulu; dan keutamaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada mereka, yaitu diutus-Nya rasul-rasul dari kalangan mereka, diturunkan kitab-kitab kepada mereka, dan diutamakan-Nya mereka atas segala umat pada zamannya, seperti yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami) diatas umat-umat lain (pada masa itu)” (Ad-Dukhan: 32). “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dan dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat lain" (Al-Maidah: 20).
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “dan (ingatlah) bahwasanya Aku telah melebihkan kalian atas segala umat” (Al-Baqarah: 47). Disebutkan bahwa keutamaan tersebut adalah berupa diberikan-Nya kepada mereka kerajaan, rasul-rasul, dan kitab-kitab; hingga mereka berada di atas semua umat di masanya, karena sesungguhnya tiap-tiap zaman itu mempunyai umatnya masing-masing. Hal yang serupa telah diriwayatkan dari Mujahid, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan Ismail ibnu Abu Khalid. Makna ayat ini memang wajib ditafsirkan berdasar pengertian tersebut, mengingat umat sekarang ini (umat Nabi Muhammad ﷺ) lebih utama daripada mereka, karena berdasarkan firman Allah ﷻ yang berkhitab (ditujukan) kepada umat ini, yaitu: “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka” (Ali Imran: 110). Di dalam kitab-kitab Musnad dan kitab-kitab Sunnah disebutkan sebuah hadits dari Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Kalian dapat mengimbangi tujuh puluh umat, kalianlah yang paling baik dan paling mulia menurut Allah.” Hadits-hadits yang menceritakan hal ini cukup banyak, disebutkan dalam tafsir firman-Nya: “Kalian adalah umat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia” (Ali Imran: 110).
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud ialah keutamaan yang dimiliki mereka adalah berkat suatu kelebihan yang dimiliki mereka di atas umat manusia lainnya, hal ini bukan berarti mereka adalah yang paling utama secara mutlak. Demikian pendapat Ar-Razi, tetapi pendapatnya ini masih bisa dipertanyakan. Menurut pendapat lain, mereka diutamakan di atas umat lain karena dari kalangan mereka banyak nabinya. Demikian riwayat Al-Qurthubi di dalam kitab tafsirnya, tetapi pendapatnya ini masih bisa dipertanyakan, karena pengertian 'alamin bersifat umum mencakup nabi-nabi yang sebelum dan sesudah mereka. Nabi Ibrahim kekasih Allah adalah sebelum mereka, sedangkan beliau lebih afdal daripada semua nabi mereka. Nabi Muhammad yang sesudah mereka adalah lebih utama daripada semua makhluk, beliau adalah penghulu Bani Adam di dunia dan akhirat secara mutlak.
Pada ayat ini, Allah kembali mengingatkan Bani Israil tentang nikmat-Nya agar lebih mendorong mereka untuk bersyukur. Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan nenek moyang kamu, dan Aku telah melebihkan kamu dari semua umat yang lain di alam ini yang memiliki peradaban maju seperti bangsa Mesir atau penduduk Palestina pada masa itu. Allah memanggil mereka dengan panggilan Bani Israil untuk mengingatkan bahwa pada masa nenek moyang merekalah terdapat kelebihan yang dianugerahkan Allah kepada bangsa ini. Allah mengingatkan mereka agar mensyukuri nikmat itu antara lain dengan mempercayai datangnya Nabi yang telah diberitakan di dalam kitab sucinya. Dan takutlah kamu serta jagalah dirimu dari kesulitan pada hari Kiamat, ketika tidak seorang pun dapat membela orang lain sedikit pun. Jangan kamu menduga bahwa orang tua, betapa pun terhormat dan taatnya dia kepada Allah, berkesempatan untuk membela atau memberi syafaat, sedangkan syafaat dan tebusan apa pun darinya tidak diterima dan mereka tidak akan ditolong. Syafaat (Arab: syafa''ah) secara harfiah berarti genap (syaf'), lawan dari ganjil (witr). Orang yang meminta syafaat menggenapkan dirinya dengan orang lain, meminta pertolongan, untuk memperoleh sesuatu, sehingga ia tidak lagi sendiri (ganjil) di dalam pengharapan itu. Ayat ini memberikan kesan bahwa orang-orang Yahudi tidak mensyukuri nikmat Allah. Pada ayat ini Allah mengingatkan mereka agar takut kepada siksaan Allah pada hari Kiamat. Pada hari itu, tidak ada syafaat yang dapat menolong mereka, dan tidak ada tebusan apa pun yang dapat menggantikan siksaan Allah yang ditimpakan kepada mereka.
Allah telah melebihkan Bani Israil dari bangsa-bangsa lain yang pada masa itu telah mempunyai peradaban dan kebudayaan yang tinggi, misalnya bangsa Mesir dan penduduk tanah suci Palestina. Allah kembali memanggil mereka pada permulaan ayat ini dengan menyebut nama nenek moyang mereka "Israil", ialah Nabi Yakub a.s. karena dialah yang menjadi asal kebangsaan, dan sumber kemuliaan mereka. Nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya dapat dinikmati oleh mereka semuanya.
Kelebihan yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka dahulunya adalah karena nenek moyang mereka sangat berpegang teguh kepada sifat-sifat yang mulia, dan menjauhi sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan jelek, karena setiap orang yang mulia dan diutamakan dari orang-orang lain tentu ingin menjaga kehormatan itu, sehingga ia menjauhi sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan yang hina.
Bani Israil yang ada pada masa turunnya ayat ini telah jauh menyimpang dari sifat-sifat mulia yang dipegang teguh oleh nenek moyang mereka. Oleh karena itu, Allah memperingatkan mereka kepada nikmat dan keutamaan yang telah diberikan itu untuk menyadarkan mereka bahwa Allah yang telah memberikan kelebihan kepada mereka tentu berhak pula suatu ketika untuk memberikannya kepada orang lain, misalnya kepada Nabi Muhammad saw, dan umatnya. Bani Israil itu sepatutnya lebih memperhatikan ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ Seseorang yang diberi kelebihan sepatutnya lebih dahulu berbuat keutamaan daripada orang lain.
Apabila keutamaan yang diberikan kepada Bani Israil itu disebabkan karena banyaknya para nabi dipilih dari kalangan mereka, maka hal itu tidaklah menjamin bahwa setiap pribadi dari Bani Israil itu lebih utama dari orang yang berada di luar lingkungan mereka. Bahkan ada kemungkinan bahwa orang lain lebih mulia dari mereka apabila mereka sendiri telah meninggalkan sunah dan ajaran-ajaran nabi-nabi mereka. Sementara orang lain menjadikannya petunjuk dan pedoman hidup mereka dengan sebaik-baiknya.
Apabila keutamaan mereka itu disebabkan kedekatan mereka kepada Allah, bahkan mereka pernah menganggap dirinya sebagai sya'bullah al-mukhtar, karena mereka dulunya mengikuti syariat-Nya, maka hal itu hanya berlaku pada diri nabi-nabi bersama orang-orang yang menjalankan syariat-syariatnya tanpa menyimpang dari ajaran-ajaran tersebut, dan tetap berjalan pada jalan yang benar, sehingga mereka berhak menerima kelebihan dan keutamaan itu. Tetapi mereka yang sudah meninggalkan ajaran-ajaran para nabi tentu tidak dapat lagi dipandang sebagai "orang-orang yang dekat" kepada Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 47-50
Ayat 47
“Wahai, Bani Israil."
Mereka dipanggil lagi dengan nama yang terhormat itu. Dengan menyebut nama nenek moyang mereka yang mulia itu, nama kehormatan yang dianugerahkan Tuhan kepada Ya'kub, Amir Pahlawan Allah, moga-moga mereka sadar kembali. Memang Tuhan mengajarkan kepada Rasul-Nya agar memanggil orang dengan nama yang Dia senangi. Apatah lagi dengan memanggil mereka dengan nama itu, tercakuplah mereka jadi satu semua, tidak ada lagi bagi kabilah ini dan kabilah itu yang rasa tersisih.
“Ingatlah olehmu akan nikmat-Ku yang telah Aku karuniakan kepadamu, dan sesungguhnya Aku telah pernah memuliakan kamu atas bangsa-bangsa."
Diperingatkan hal ini bahwa kemuliaan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka itu bukanlah karena darah keturunan mereka lebih tinggi dari darah keturunan yang lain. Sekali-kali tidaklah Tuhan mengajarkan per-bedaan suku (ras), tinggi itu rendah ini. Mereka pernah dimuliakan melebihi bangsa dan suku yang lain sebab merekalah penerima waris ajaran nenek moyang mereka Ibrahim, Ishaq, dan Ya'kub tentang percaya kepada Allah Yang Maha Esa. Selama tauhid itu mereka pegang teguh, kemuliaan itu tidaklah akan dihilangkan atau dicabut dari mereka. Jadi, mereka diberi kemuliaan karena kemuliaan pendirian. Adapun kalau tauhidnya telah hilang dan yang mereka pertahankan telah tinggal kemegahan saja menyebut-nyebut kebesaran yang lampau, hinalah mereka, dan bangsa lain yang menerima dan menjunjung tauhid itu pulalah yang akan dimuliakan Tuhan.
Ayat 48
“Dan takutlah kamu akan hari yang tidak akan dapat melepaskan suatu diri sesuatu apa pun dari satu diri yang lain."
Inilah salah satu pokok ajaran Islam. Jangan sampai anak-cucu merasa bahwa mereka akan terlepas dari tanggung jawab di akhirat, semata-mata dengan membanggakan bahwa mereka turunan si anu, anak-cucu si fulan. Bani Israil jangan sampai mendabik dada mengatakan “kami ini keturunan Ya'kub dan Yusuf"; karena kalau telah datang waktu perhitungan di akhirat kelak, Ya'kub dan Yusuf tidaklah dapat mereka pergunakan."Dan tidak akan diterima daripadanya permohonan “ yakni semua memohon grasi atau ampunan karena kesalahan yang telah lalu, yang dimintakan oleh orang lain. Memohon kepada Tuhan supaya si anu yang bersalah dibebaskan saja."Dan tidak diambil daripadanya penebusan." Secara jelasnya, tidaklah ada harta walaupun emas sebesar gunung untuk dijadikan uang jaminan karena harta untuk menjamin itu tidak ada sama sekali kepunyaan manusia. Semuanya Allah yang empunya.
“Dan tidak Mereka akan ditolong."
Karena yang akan dapat menolong ketika itu lain tidak hanyalah usaha sendiri yang disiapkan dari sekarang.
Hal ini diperingatkan kepada Bani Israil supaya pendirian yang salah ini segera mereka buang.
Mereka menutup hati buat menerima petunjuk walaupun dari mana datangnya, sebab mereka merasa merekalah sya'bullah al-mukhtar, yakni bangsa kepunyaan Allah yang telah dipilih. Penyakit kebanggaan yang seperti ini kalau dibasmi akan menimbulkan permusuhan dengan bangsa atau golongan yang lain. Bahkan penyakit ini telah berlarut-larut, yang menyebabkan beratus tahun lamanya bangsa-bangsa Eropa memandang kaum Yahudi itu manusia terkutuk yang harus disisihkan dari pergaulan hidup mereka. Sehingga kampung kediaman mereka dinamai Ghetto.
Bahkan sebelum agama Islam masuk ke negeri Spanyol, sangatlah hinanya mereka dipandang oleh orang Nasrani. Barulah nasib mereka berubah setelah Islam datang ke Spanyol. Tetapi kebencian kepada mereka menjadi turun-temurun, berkali-kali mencapai puncak, dan puncak yang terakhir di zaman kita ialah kekejaman Jerman Nazi dan Hitler memusnahkan berjuta-juta orang Yahudi di Eropa. Dan dijelaskanlah dalam ayat 48 ini memperingatkan kepada mereka bahwa kemuliaan mereka di zaman dahulu itu memang diakui bukan karena darah mereka istimewa dalam alam, tetapi karena mereka mempunyai pegangan agama yang benar, yaitu tauhid, dan nenek moyang mereka mengamalkannya dan memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Kita umat Islam pun dengan terus terang harus kita akui, kadang-kadang ditimpa juga oleh penyakit Yahudi ini. Tuhan telah pernah menganugerahi kemuliaan dan karunia kepada kaum Muslimin berabad-abad lamanya, sampai menaklukkan dunia Barat dan Timur. Tetapi satu waktu pamor Muslimin menjadi muram dan negerinya dijajah oleh bangsa-bangsa lain, dan mereka mundur dalam lapangan politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan, sehingga yang dapat dibanggakan oleh anak-cucu yang datang di belakang tidak lain hanyalah pusaka nenek moyang yang dahulu.
Dengan tidak sadar si anak-cucu tadi membanggakan kemuliaan nenek moyang, tetapi tidak mau insaf dan tidak mau membina kemuliaan yang baru atau sambungan karena menyeleweng jauh dari garis agama yang di-ajarkan Rasul. Maka samalah keadaan kita dengan Yahudi.
Ayat 49
“Dan (Ingatlah) tatkala Kami selamatkan kamu daripada kaum Fir'aun yang telah menindas kamu dengan seburuk-buruk siksaan; Mereka sembelih anak-anak kamu dan Mereka hidupi perempuan-perempuan kamu, dan pada yang demikian itu adalah bencana yang besar daripada Tuhan kamu."
Seketika mereka sampai ke puncak kemegahan yang menimbulkan kesombongan, merasa diri istimewa daripada bangsa yang lain, diingatkanlah betapa mereka hidup dalam tindasan dan siksaan di negeri Mesir. Menjadi lebih hina daripada budak. Empat ratus tahun lamanya Bani Israil hidup di negeri Mesir itu sejak Nabi Yusuf menjadi raja muda Kerajaan Mesir dan ayahnya Nabi Ya'kub datang dari dusun atas undangan Nabi Yusuf. Dua belas orang bersaudara laki-laki keturunan Ya'kub itu pada mula kedatangan ke Mesir masih hidup dengan baik dan sederhana, tetapi sesudah Ya'kub dan Yusuf meninggal, penduduk Mesir asli membenci mereka karena mereka kian lama kian kembang. Kedudukan mereka di negeri Mesir dipandang membahayakan.
Akan tetapi, mereka tidak diusir, tetapi diperbudak. Disuruh mengerjakan pekerjaan yang berat-berat. Mereka ditindas dengan kejam sekali. Di antara kekejaman itu ialah rencana Fir'aun (raja Mesir) memusnahkan anak laki-laki sehingga diperintahkan kepada bidan-bidan agar segera membunuhnya kalau perempuan Bani Israil melahirkan anak laki-laki, sedangkan anak perempuan ditinggalkan hidup. Dengan demikian, pada perhitungan Fir'aun, Bani Israil itu akan musnah. Kalau perempuan saja yang banyak, bolehlah perempuan-perempuan itu dijadikan istri kedua atau hamba sahaya dari kaum Fir'aun sendiri, anak laki-laki dari perhubungan itu tentu menjadi orang Qibthi, suku Fir'aun. Itulah bencana besar bagi mereka di waktu itu.
Ini disuruh-ingatkan kepada mereka agar mereka tahu bahwa mereka bukanlah datang mulia saja. Empat ratus tahun lamanya mereka hina, rendah, dan tertindas. Kemudian mereka dimuliakan Tuhan. Karena sudah menjadi sunnah dari Tuhan (sunna-tullah) bahwa orang atau kaum yang sudah dianiaya demikian rupa, akhirnya akan dibangkitkan kembali.
Ayat 50
“Dan (Ingatlah) tatkala Kami belahkan lautan untuk kamu,"
Yaitu, tatkala telah berpuluh tahun Musa dan Harun, utusan Kami berjuang membangkitkan kamu dan dalam lembah kehinaan dan perbudakan, dan ingin membawa kamu ke tanah pusaka nenek moyang kamu yang kaya dengan susu dan madu, Fir'aun menahan kamu tidak boleh pergi, karena kalau kamu pergi, Fir'aun kehilangan 600.000 manusia yang telah diperbudak dan diperas tenagarya. Lalu dengan bimbingan utusan Kami, Musa dan Harun, kamu tinggalkan negeri itu, tetapi terhalang oleh taut. Maka laut itu pun Kami belah supaya kamu dua belas Suku Bani Israil selamat sampai ke seberang.
“Maka, Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan kaum Fir'aun, padahal kamu melihat sendiri."
Janganlah kamu salah mengartikan ini. Kamu diseberangkan dengan selamat, bukan karena kamu orang istimewa, tetapi karena telah empat ratus tahun kamu dihinakan. Alangkah besarnya pertolongan Tuhan kepada kamu. Sampai lautan dibelah dan kamu dapat berjalan selamat di dasar laut itu. Ketika kamu menyeberangi itu, bersibak laut jadi dua, laksana gunung yang besar layaknya. Suatu hal yang cuma sekali terjadi selama dunia berkembang. Selamat kamu sampai ke seberang. Akan tetapi, kamu dikejar oleh Fir'aun dan tentaranya; mereka tempuh jalan yang hanya dibukakan Tuhan buat kamu. Setelah mereka sampai di pertengahan laut, lautan Kami pertemukan kembali dan mereka pun tenggelamlah di dalamnya. Kamu sendiri melihat kejadian itu dengan mata kepalamu sendiri dari seberang, dari tempat yang kamu telah sampai ke sana dengan selamat.
Apa yang patut kamu lakukan terhadap Tuhan lantaran pertolongan itu? Dari bangsa budak, kamu telah dimerdekakan? Bukankah sudah patut kamu bersyukur selalu bila mengingat hal itu? Dan tidak patut kamu menyombong bertinggi hati dan tidak patut kamu bersikap angkuh menerima kedatangan utusan Tuhan, sedang kaji yang dibawanya adalah menggenapkan kaji yang diajarkan kepada kamu jua.
Allah membelah laut sebagai mukjizat di zaman Musa, bukanlah suatu dongeng. Tetapi disaksikan oleh 600.000 orang pengungsi Bani Israil. Disaksikan pula oleh sisa yang tinggal dari kaum Fir'aun yang tinggal di Mesir, dan menjadi kenangan dari bangsa-bangsa sekeliling Lautan Qulzum itu masa demi masa. Sehingga manusia-manusia yang tidak percaya kepada mukjizat kekuasaan Allah, ada yang mencoba mengatakan bahwa hal itu bukanlah mukjizat, tetapi “pasang turun-pasang naik". Ketika Bani Israil menyeberang 600.000 orang, pasang sedang surut, dan setelah Fir'aun dan tentaranya masuk ke sana, pasang pun naik. Padahal sampai sekarang Lautan Qulzum tempat penyeberangan Musa dan Bani Israil itu masih ada, sudah empat ribu tahun lebih kejadian yang hebat itu terjadi, belumlah ada berita bahwa pernah pasang surut sehingga ada orang dapat menyeberang di tempat itu, atau pasang naik sehingga ada orang terbenam. Hendaknya kalau yang ingkar dari mukjizat itu hendak mempertahankan pendirian yang demikian, seyogianyalah mereka mengadakan suatu ekspedisi ilmiah ke tempat itu. Akan tetapi, kalau ekspedisi itu ada, niscaya mereka akan pulang dengan pengakuan akan adanya mukjizat juga. Sebab menurut ilmu pengetahuan, hanyutnya atau pasir dibawa air hujan ke laut, menyebabkan kian lama kian dangkalnya pinggir laut, tegasnya kian dangkallah sekarang Lautan Qulzum Itu dibandingkan dengan empat ribu tahun yang lalu. Namun demikian, belum pernah kita mendengar bahwa di zaman sekarang ada pasang surut yang menyebabkan di tempat penyeberangan Nabi Musa dengan Bani Israil itu dapat dilalui orang ketika pasang surut itu.