Ayat

Terjemahan Per Kata
ثُمَّ
kemudian
أَوۡحَيۡنَآ
kami wahyukan
إِلَيۡكَ
kepadamu
أَنِ
hendaklah
ٱتَّبِعۡ
ikutilah
مِلَّةَ
agama
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
حَنِيفٗاۖ
lurus
وَمَا
dan tidak/bukan
كَانَ
adalah dia
مِنَ
dari
ٱلۡمُشۡرِكِينَ
orang-orang musyrik
ثُمَّ
kemudian
أَوۡحَيۡنَآ
kami wahyukan
إِلَيۡكَ
kepadamu
أَنِ
hendaklah
ٱتَّبِعۡ
ikutilah
مِلَّةَ
agama
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
حَنِيفٗاۖ
lurus
وَمَا
dan tidak/bukan
كَانَ
adalah dia
مِنَ
dari
ٱلۡمُشۡرِكِينَ
orang-orang musyrik
Terjemahan

Kemudian, Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim sebagai (sosok) yang hanif dan tidak termasuk orang-orang musyrik.”
Tafsir

(Kemudian Kami wahyukan kepadamu) hai Muhammad (ikutilah millah) yakni agama (Ibrahim seorang yang hanif. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan) Allah ﷻ mengulangi ayat ini untuk menyanggah anggapan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang mengakui bahwa Nabi Ibrahim adalah pemeluk agama mereka.
Tafsir Surat An-Nahl: 120-123
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Allah ﷻ memuji hamba, rasul, dan kekasih-Nyayaitu Nabi Ibrahim, imam orang-orang yang hanif dan orang tua para nabi bahwa dia bersih dari kemusyrikan, juga dari Yahudi dan Nasrani. Untuk itulah Allah ﷻ berfirman. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. (An-Nahl: 120) Makna al-ummah dalam ayat ini ialah imam yang dijadikan panutan. Al-qanit artinya patuh dan taat, al-hanif artinya menyimpang dari kemusyrikan dan menempuh jalan tauhid. Karena itulah disebutkan dalam akhir ayat. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (An-Nahl: 120) Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Muslim Al-Batin, dari Abul Abidin, bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Mas'ud tentang makna al-ummatul adnitu.
Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Ummah artinya mu'allim (guru) kebaikan, sedangkan al-qanit artinya taat kepada Allah dan Rasul-Nya." Dari Malik, disebutkan bahwa Ibnu Umar mengatakan bahwa al-ummah ialah orang yang mengajar manusia akan agama mereka. Al-A'masy mengatakan dari Yahya ibnul Jazzar, dari Abul Abidin, bahwa ia datang kepada Abdullah ibnu Mas'ud, lalu ia berkata, "Kepada siapa lagi kami bertanya kalau bukan kepada engkau?" Maka Ibnu Mas'ud kelihatan seakan-akan kasihan kepadanya, lalu Abul Abidin bertanya, "Ceritakanlah kepadaku apakah makna al-ummah itu!" Abdullah ibnu Mas'ud menjawab bahwa al-ummah ialah orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.
Asy-Sya'bi mengatakan, telah menceritakan kepadaku Farwah ibnu Naufal Al-Asyja'i yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Mu'az adalah seorang yang mengajarkan kebaikan lagi taat kepada Allah dan hanif. Maka aku berkata dalam hatiku bahwa Abu Abdur Rahman keliru. Lalu Mu'az berkata bahwa sesungguhnya Allah Swi. berfirman: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan. (An-Nahl: 120) Lalu Mu'az berkata, "Tahukah kamu apakah makna ummah dan qanit!" Saya menjawab, "Allah lebih mengetahui." Mu'az berkata, "Ummah ialah orang yang mengajarkan kebaikan, dan qanit ialah orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya." Demikian pula keadaan Mu'az.
Asar ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud, diketengahkan oieh Ibnu Jarir. Mujahid mengatakan bahwa al-ummah artinya suatu umat, dan al-qanit ialah orang yang taat. Mujahid mengatakan pula bahwa Ibrahim a.s. adalah seorang ummah, yakni orang yang beriman sendirian, sedangkan manusia semuanya di masa itu kafir. Qatadah mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah seorang imam yang memberi petunjuk, sedangkan al-qanit artinya orang yang taat kepada Allah.
Firman Allah ﷻ: (lagi) mensyukuri nikmat-nikmat Allah. (An-Nahl: 121) Yaitu selalu menetapi syukur atas nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepadanya. Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang mengatakan: dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (An-Najm: 37) Artinya, selalu mengerjakan semua yang diperintahkan Allah kepadanya. Firman Allah ﷻ: Allah telah memilihnya. (An-Nahl: 121) Yakni memilihnya menjadi orang pilihan-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui Firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Al-Anbiya: 51) Kemudian Allah ﷻ berfirman: Dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. (An-Nahl: 121) Yaitu menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, menurut syariat yang diridai-Nya.
Firman Allah ﷻ: Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. (An-Nahl: 122) Maksudnya, Kami himpunkan baginya kebaikan dunia dari seluruh apa yang diperlukan oleh orang mukmin dalam kehidupannya yang sempurna lagi baik. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (An-Nahl: 122) Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. (An-Nahl: 122) Yakni berupa lisan yang benar. Firman Allah ﷻ: Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif. (An-Nahl: 123) Yakni karena kesempurnaannya dan kebenaran tauhid dan jalannya, maka Kami wahyukan kepadamu, hai penutup para rasul, penghulu para nabi: Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.
Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 123) Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Katakanlah, "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. (Al-An'am: 161) Dalam firman selanjutnya Allah mengingkari orang-orang Yahudi."
Kemudian Kami wahyukan kepadamu, wahai Nabi Muhammad,
Ikutilah agama, yaitu sikap hidup dan akhlak Nabi Ibrahim yang lurus
dan selalu dalam kebenaran, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik. Sesungguhnya pengagungan dan larangan berburu pada hari Sabtu
bukanlah ajaran Nabi Ibrahim, melainkan hanya diwajibkan atas orang
Yahudi yang memperselisihkannya, yakni menyangkut hari yang harus diagungkan. Dan sesungguhnya Tuhanmu Yang Maha Memberi petunjuk
dan keputusan pasti akan memberi keputusan di antara mereka pada hari
Kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.
Dalam ayat ini ditegaskan hubungan yang erat antara agama Nabi Ibrahim dan agama yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ Firman Allah swt:
Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik." (al-An'am/6: 161)
Di antara syariat Nabi Ibrahim yang masih berlaku pada masa Nabi Muhammad ﷺ ialah pelaksanaan khitan. Beberapa ulama menetapkan hukum wajib khitan karena syariat khitan ini tidak dihapus oleh syariat Nabi Muhammad ﷺ
Firman Allah swt:
Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah salat; tunaikanlah zakat, dan berpegangteguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. (al-hajj/22: 78)
Berulang kali pula dalam Al-Qur'an, Allah ﷻ menegaskan bahwa Ibrahim itu bukanlah orang musyrik sebagaimana halnya orang musyrikin Quraisy yang mengakui diri mereka pengikut dan keturunan Nabi Ibrahim.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 118
“Dan atas orang-orang yang Yahudi Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan kepada engkau dahulu."
Yaitu sebagaimana yang diwahyukan Ailah pada surah al-An'aam ayat 146. Memang ada beberapa makanan yang bagi mereka diharamkan, yaitu binatang-binatang ternak tertentu, sedang bagi kita kaum Muslimin tidak diharamkan.
“Dan tidaklah Kami menganiaya mereka, tetapi adalah mereka itu yang terhadap diri mereka sendiri menganiaya."
Keterangan tentang hal ini dapat dilihat kembali pada tafsir surah al-An'aam, juz delapan.
Ayat 119
“Kemudian itu sesungguhnya Allah engkau terhadap orang-orang yang berbuat kejahatan dengan kebodohan, kemudian mereka bertobat sesudah itu, dan memperbaiki, sesungguhnya Allah engkau sesudah yang demikian itu adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Di dalam ayat ini dijelaskan oleh Allah betapa luas ampunan-Nya atas hamba-Nya, sehingga orang yang pernah bersalah tidak ada jalanbuatberputusasalantaranmengenangkan kesalahannya. Banyak kita terlanjur berbuat salah karena kita mulanya tidak tahu bahwa itu adalah salah, kita bodoh dalam soal itu, tetapi setelah kita tahu bahwa hal itu memang salah, dan segera kita bertobat, yaitu dengan segera menghentikan dan tidak melanjutkan lagi jalan yang salah itu, lalu kembali ke jalan yang benar, dan terus diperbaiki. Maka Allah tidaklah menolak hamba-Nya yang kembali kepada kebenaran itu, malahan disambut-Nya dengan serba ampun dan kasih sayang. Sebagaimana pepatah ahli-ahli hikmah, “Salah satu kali karena tidak tahu tidaklah mengapa, tetapi yang buruk ialah salah dua kali dalam hal yang serupa.'' Dan dengan ayat ini pun dapat kita pahami betapa luasnya dada agama dan betapa besar kesempatan terbuka akan berbuat baik dalam dunia ini.
IBRAHIM SEORANG UMAT
Ayat 120
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang umat yang tunduk kepada Allah, lagi lurus dan tidaklah dia dari orang yang musyrikin."
Yang selalu kita ketahui, kalimat umat adalah untuk sekelompok masyarakat yang besar, sebagai umat Islam, atau umat Arab dan lain-lain. Tetapi sekali-sekali terhadap satu orang istimewa dibahasakan juga umat Dalam Al-Qur'an sekali ini saja dipakai kata umat buat Ibrahim Khalil Allah. Kalau kita artikan secara biasa saja ialah “Ibrahim adalah seorang yang tunduk kepada Allah." Tetapi kalau Allah yang memakai kalimat itu dalam wahyu, terhadap seorang Nabi yang besar, yang diberi-Nya gelar kehormatan “Khalil" (sahabat), jelaslah itu meminta perhatian kita. Memang Ibrahim patut dipanggilkan umat, sebab dia telah menurunkan umat-umat yang besar, Umat Bani lsrail dari keturunan Ishaq dan Ya'qub, dan Bani Isma'il yang menurunkan Arab Musta'ribah, yang dari sini turun Nabi Muhammad ﷺ. Maka seorang yang menjadi sumber umat-umat yang besar, selayaknyalah mendapat kehormatan disebut juga umat. Adapun arti umat yang terpakai di sini, menurut beberapa ahli tafsir adalah demikian.
Ibnul Arab berkata bahwa seorang alim yang disegani karena luas ilmunya disebut juga umat. Dan lagi, umat artinya ialah seorang yang terkumpul pada dirinya banyak kebajikan.
Menurut al-Wahidi, kebanyakan ahli tafsir mengartikan umat di sini ialah guru yang me-ngajarkan serba kebajikan. Lantaran itu maka Ibrahim disebut umat, yang dimaksud ialah bahwa beliau guru yang mengajarkan kebajikan, terkumpul pada dirinya segala sifat-sifat yang baik dan mengetahui akan serba-serbi hukum syari'at. Dan ada juga yang menafsirkan, artinya umat di sini ialah imam yang diikuti apa yang dipimpinkannya.
Maka semua tafsir ini memang bertemulah pada Nabi Ibrahim, yang riwayat per-juangannya amat jelas dilukiskan dalam Al-Qur'an. Sesudah beliau di ayat ini disebut umat, disebut pula qanith, yang telah kita artikan tunduk. Taat kepada segala apa yang diperintahkan Allah, walaupun menyembelih putranya sendiri. Lagi harif, yang kita artikan lurus. Sebenarnya kalimat lurus belum juga setepatnya untuk menafsirkan harif. Sebab dalam kalimat harif, selain dari lurus terkandung juga suatu kecondongan. Artinya di samping menuju Allah, dia pun tertarik oleh magnet (besi berani) ketuhanan, sehingga tidak dapat berpesong sedikit juga kepada yang lain. Sedang pengertian lurus saja tidaklah mencakup jiwa kecenderungan itu. Dan tidaklah beliau itu termasuk orang yang musyrik, bahkan seorang penegak tauhid yang asli dan tulen. Seorang rasul dan nabi Allah yang telah memberi rumusan ketaatan kepada Allah dengan nama Islam, yang berarti menyerah bulat sehingga dapatlah dipastikan, “Agama yang sebenarnya di sisi Allah, ialah agama yang menyerah bulat itu tidak mungkin dua, pasti satu." Sebab itu Ibrahim tidak bisa jadi musyrik.
Ayat 121
"Dia berterima kasih atas nikmat-nikmat-Nya. Dia (Allah) telah memilihnya dan memberinya petunjuk kepada jalan yang lurus."
Sebagai tanda terima kasihnya kepada Allah atas petunjuk yang diberikan Allah ke-padanya, dia telah mendirikan Ka'bah tempat beribadah dan pusat beribadahan dari setiap umat yang mengakui keesaan Allah. Dan pilihan Allah atas dirinya menjadi nabi dan rasul telah dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sampai dia dibakar, sampai dia terpaksa berlawan dengan ayah kandungnya sendiri dan sampai terpaksa meninggalkan kampung halaman di negeri Irak dan pindah ke negeri subur yang kemudian bernama Yerusalem dan mengembara ke Mesir dan ke Hejaz Tanah Arab.
Ayat 122
“Dan Kami beri dia di dunia ini kebaikan, dan sesungguhnya dia di akhirat termasuk orang-orang yang saleh."
Kebaikan dunia yang terang diterimanya ialah setelah dia nyaris tidak mengharapkan lagi akan beroleh putra karena sudah mulai tua, maka dalam usia 86 tahun dia beroleh putra, Isma'il. Dan dalam usia 100 tahun, dia beroleh putra Ishaq dari istrinya yang disangka mandul, yaitu Sarah. Kedua putra ini telah
menurunkan bangsa-bangsa yang besar. Selain dari itu ialah rezekinya yang berganda lipat di hari tua. Maka sudahlah menjadi kemegahan umum sejak zaman purbakala bahwa anak keturunan dan harta benda adalah kebajikan dunia dan kemegahannya. Dan niscaya orang yang telah berjuang untuk Allah seperti Ibrahim itu, yang telah mendapat gelar “Khalil Allah" akan mendapat tempat yang layak pula di akhirat, bersama-sama dengan orang saleh yang lain, yaitu nabi-nabi dan rasul-rasul dan pengikut nabi-nabi dan rasul-rasul yang setia.
NABI MUHAMMAD ﷺ PEWARIS AGAMA IBRAHIM A.S.
Ayat 123
“Kemudian telah Kami wahyukan kepada engkau, supaya ikutilah agama Ibrahim yang lurus itu, dan bukanlah dia dari orang yang musyrikin."